Anda di halaman 1dari 6

BERITAJAKARTA.

COM — 27-07-2010 14:58


Tiga solusi tepat mengurangi kemacetan

Untuk mengurai kemacetan lalu lintas di wilayah ibu kota, sepertinya tidak bisa hanya
diselesaikan dengan mengembangkan dan meningkatkan pelayanan transportasi massal seperti
bus rapid transit (BRT) melalui busway dan mass rapid transit (MRT). Akan tetapi, upaya ini
harus disinergiskan dengan pembangunan dan peningkatan jaringan jalan serta pengendalian
penggunaan kendaraan bermotor pribadi di Kota Jakarta. Saat ini, daya dukung infrastruktur
jalan DKI hanya mampu menampung 1,05 juta kendaraan. Sebab, panjang jalan yang dimilik
kota Jakarta adalah sepanjang 7.650 kilometer dan luas jalan seluas 40,1 kilometer atau sekitar
6,2 persen dari luas wilayah DKI Jakarta. Sementara pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01
persen per tahun.

Berdasarkan data yang dimiliki Polda Metro Jaya, pada tahun 2009 lalu, jumlah sepeda motor di
Jakarta mencapai 7,5 juta unit atau meningkat dari tahun 2008 yang mencapai 6,7 juta unit.
Kemudian, jumlah angkutan umum di tahun 2009 mencapai 859 ribu unit atau meningkat dari
tahun 2008 yang hanya sebanyak 847 ribu unit. Begitu juga dengan jumlah kendaraan pribadi
mobil di tahun 2009 sebanyak 2,11 juta unit atau meningkat dari tahun 2008 yang mencapai 2
juta unit.

Sedangkan tahun ini, pertambahan kendaraan di Jakarta sekitar 1.117 kendaraan per hari, terdiri
dari 220 mobil dan 897 sepeda motor. Total kebutuhan perjalanan di DKI Jakarta sebanyak 20,7
juta perjalanan per hari. Kemudian total jumlah kendaraan bermotor yang melintasi jalan di DKI
Jakarta sekitar 5,8 juta unit, terdiri dari kendaraan pribadi sebanyak  5,7 juta unit (98,5%) dan
angkutan umum  88.477 unit (1,5%).

Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) yang juga Ketua Forum Warga Kota Jakarta
(FAKTA), Azas Tigor Nainggolan, mengatakan, Kota Jakarta mempunyai permasalahan berat
yang harus segera diselesaikan, yakni masalah kemacetan lalu lintas. Sehingga, Pemprov DKI
harus mencari berbagai upaya untuk mengurai kemacetan dan menghilangkannya dari wajah ibu
kota ini.

Untuk mengatasi dan mengurai kemacetan yang diakibatkan pertumbuhan kendaraan bermotor
baik roda empat maupun roda dua yang semakin pesat, tidak bisa hanya diserahkan pada
pembangunan, pengembangan dan peningkatan pelayanan transportasi massal. “Kita tidak hanya
bisa mengandalkan peningkatan pelayanan transportasi umum, pengembangan busway yang
berbasis BRT dan pembangunan MRT di kota Jakarta,” kata Azas Tigor di Jakarta, Selasa (27/7).

Jika hanya mengandalkan pengembangan transportasi massal, dipastikan upaya mengatasi


kemacetan tidak akan terselesaikan sama sekali. Sebab, saat beroperasi melayani warga Jakarta,
transportasi massal ini membutuhkan jaringan jalan yang baru dan tidak bisa menggunakan
jaringan jalan yang sudah ada. Karena beban jaringan jalan eksisting sudah terlampau berat
menampung jumlah kendaraan bermotor baik pribadi maupun angkutan umum yang setiap hari
terus bertambah banyak.

Untuk itu, lanjutnya, upaya mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta diperlukan tiga upaya
yang sinergis dan harus dilakukan secara bersamaan. Yaitu, harus dilakukan pengembangan,
pembangunan dan peningkatan layanan transportasi massal, pembangunan jaringan jalan baru,
dan mengendalikan penggunaan kendaraan bermotor pribadi.

“Jaringan jalan baru juga harus dibuat untuk mengatasi pertumbuhan kendaraan bermotor pribadi
yang bertambah banyak. Saat ini perbandingan pertumbuhan keduanya yaitu satu berbanding
sembilan persen untuk kendaraan pribadi,” ujarnya. Artinya, setiap hari pertumbuhan kendaraan
bermotor seperti sepeda motor bisa mencapai 800-900 unit per hari, sedangkan mobil mencapai
300 unit per hari. Sehingga kalau tidak diimbangi dengan pembangunan infrastruktur jalan,
kemacetan juga tidak akan teratasi dengan baik. Meski transportasi massal dan pembangunan
jaringan jalan baru sudah dilakukan, namun Pemprov DKI tidak melakukan pengendalian
penggunan kendaraan pribadi, kemacetan juga tidak bisa diuraikan.

“Jadi, ketiganya harus dilakukan secara beriringan, tidak bisa hanya mengandalkan satu upaya
saja. Mengingat kebutuhan ketiganya sudah sangat mendesak,” tegasnya. Ia mendukung rencana
Pemprov DKI yang akan membangun jaringan jalan baru dengan konsep jalan susun atau
vertikal ke atas. Jika ada yang mengatakan pembangunan jalan baru akan menimbulkan
kemacetan baru, Tigor mengingatkan, dalam sebuah pembangunan jalan dipastikan akan ada
konsultan pendamping yang akan memberikan jalan keluar untuk mengatasi masalah tersebut.

Selain itu, penyelesaian masalah kemacetan jangan hanya diserahkan ke tangan Pemprov DKI.
Akan tetapi pemerintah pusat juga harus turut bertanggungjawab menyelesaikan masalah
kemacetan karena kota Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia.
 
Reporter: lenny
Source: http://www.beritajakarta.com/2008/id/berita_detail.asp?nNewsId=40301&idwil=0

Kemacetan di JAKARTA bawa dampak buruk

30/07/2010 13:28

Liputan6.com, Jakarta: Belum terselesaikannya masalah kemacetan di Jakarta salah satunya


diakibatkan masih banyaknya pengguna jalan yang tidak disiplin. Seperti yang terjadi beberapa
waktu silam. Seorang warga yang menggunakan kendaraan pribadinya di jalur busway menolak
ditilang. Tak hanya warga sipil, mobil berplat nomor militer juga melanggar dengan masuk jalur
busway. Namun si pengemudi menolak memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM) dan STNK.

Kejadian tadi jelas menunjukkan begitu banyaknya warga pengguna jalan di Ibu Kota yang tidak
disiplin. Warga memang banyak yang tergoda menyerobot ke jalur Bus Transjakarta karena lebih
lengang. Namun yang pasti kemacetan makin parah.

Saat ini Jakarta tercatat sebagai kota termacet ketiga setelah Meksiko City dan Bangkok.
Ironisnya pemerintah belum mampu memberikan solusi untuk mengatasi kemacetan. Misalnya
kendaraan pribadi dibiarkan terus memadati jalan-jalan di Jakarta, sementara angkutan massal
tidak memadai.

Kemacetan di Jakarta membawa dampak yang buruk bagi perekonomian. Para pemodal asal
Jepang misalnya. Mereka mengurungkan niatnya untuk melakukan investasi di Indonesia. Ke
depan Jepang juga akan mendorong realisasi pembangunan subway atau proyek mass rapid
transportation (MRT) di Jakarta. Pemrov DKI dengan perusahaan Jepang sudah mencapai
kesepakatan untuk membangun subway dari Blok M ke Kota.(IAN)
Source: http://berita.liputan6.com/ibukota/201007/288761/Kemacetan.di.Jakarta.Bawa.Dampak.Buruk

Rendahnya Disiplin Penyebab Kemacetan di Jakarta

Sabtu, 06 Februari 2010 16:23 WIB      0 Komentar Penulis : Muhammad Fauzi

JAKARTA--MI: Faktor penting penyebab jalanan Jakarta yang kerap macet adalah disiplin
pengemudi/pengendara yang rendah. Disiplin yang rendah ini juga pemicu tingginya angka kecelakaan
lalu lintas di jalan raya.

Penegasan ini disampaikan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dalam sambutannya mengawali acara
"Aksi Peduli Keselamatan Lalu Lintas", di Taman Lalu Lintas Saka Bhayangkara, Bumi Perkemahan
Cibubur, Jakarta Timur, Sabtu (6/2).

Fauzi mengatakan disiplin pengendara harus dibentuk sejak usia dini. Penanaman disiplin mengendara
ini tidak terlepas dengan bagaimana mengendarai kendaraan dengan mengutamakan keselamatan.
Selamat untuk dirinya dan untuk pengendara lain.

Dampak lainnya saat dewasa disiplin dalam mengemudi terkait mementingkan keselamatan umum
sudah tertanam. Perilaku disiplin ini akan diturunkan kepada anak-anaknya atau lingkungannya.

"Peduli keselamatan lalu lintas itu berarti disiplin berlalu lintas, untuk disiplin harus dibentuk sejak dini.
Setelah dewasa mampu menjadi contoh anak-anaknya bagaimana disiplin mematuhi lalu lintas," ujar
Fauzi.

Selain faktor disiplin pengemudi, ungkap Fauzi, kemacetan di Jakarta juga dipengaruhi cepatnya
pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi. Sementara pertumbuhan jumlah kendaraan angkutan
penumpang massal sangat lambat. Faktor lainnya adalah karena pemerintah belum mampu menambah
ruas jalan.

Karena itu, yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mengurangi kemacetan adalah dengan
menambah jumlah transportasi massal seperti bus. "Busway akan kami perluas hingga Kabupaten Bekasi
dan Tangerang. Kami juga akan merevitalisasi kereta api dan mulai merekonstruksi kereta bawah
tanah," katanya. (Faw/OL-06)

8 Penyebab Kemacetan Jakarta


Gathot Winarso - detikOto
Jakarta - Kemacetan sudah menjadi menu sehari-hari masyarakat Jakarta, kesemrawutan dan tidak
tertibnya lalu lintas sudah marak dan menjadi kebiasaan.

Kemacetan mengakibatkan kerugian secara ekonomi maupun secara tidak materiil.

Akan tetapi pemerintah sepertinya sudah kepayahan mengurai masalah ini atau mungkin tidak ada
upaya terpadu yang diupayakan secara serius.

Lihatlah anggota polisi yang mengatur di perempatan-perempatan jalan sudah kelihatan kepayahan dan
kehilangan akal untuk mengatasi kemacetan.

Hal ini dikarenakan penyebab kemacetan berasal dari berbagai segi kehidupan yang saling terkait,
termasuk di dalamnya adalah pemerintahan yang memelihara budaya korup dan mandulnya penegakan
hukum.

Masing-masing pihak saling membantah bahwa pihaknya bukan penyebab kemacetan. Padahal kalau
dipikir dengan jernih, mereka adalah penyumbang sebab kemacetan walau bukan penyebab utama.

Kita harus menyelesaikan secara mendasar, banyak hal-hal mendasar yang harus diperbaiki seperti
tertib administrasi kependudukan akan dapat menyumbang meringankan masalah kemacetan ini.

Pada kesempatan ini penulis akan memulai menjelaskan penyebab kemacetan di Jakarta, satu sama lain
saling menunjang dan tidak ada yang menjadi satu-satunya penyebab. Penyebab kemacetan di Jakarta
adalah sebagai berikut.

Pertama, buruknya layanan transportasi umum yang ada, yaitu tidak adanya time table (atau terjadwal),
tidak berhenti di halte saja, buruknya kualitas kendaraan, buruknya pelayanan sopir dan kondektur.

Dari segi sistem transportasi, lebih berkembangnya transportasi dengan kendaraan kapasitas kecil,
angkot (bukan mass rapid system) dan bukan bus, sistem rute yang tetap tidak dievaluasi dan dirubah
sesuai kebutuhan, juga karena sistem setoran bukan sopir digaji, kebanyakan dikelola oleh perorangan
dan UKM yang belum bisa memikirkan pelayanan, bahkan banyak yang merupakan usaha sampingan.

Akibat dari buruknya sistem transportasi dan perilaku angkutan umum ini menimbulkan kemacetan
secara langsung dan secara tidak langsung dengan meningkatkan kecenderungan orang untuk
menggunakan mobil pribadi dan motor sebagai alat transportasi sehari-hari.

Sehingga jumlah kendaraan bermotor melebihi kapasitas jalan yang ada yang akan menyumbang
masalah kemacetan.

Kedua, jumlah kendaraan bermotor yang sangat banyak akibat dari buruknya pelayanan angkutan
umum seperti dijelaskan pada penyebab pertama. Didukung oleh perilaku masyarakat yang
mengedepankan gengsi dengan menggunakan mobil sendiri.

Ketiga, arus urbanisasi yang tidak bisa dibendung dan mitos Jakarta sebagai kota harapan. Banyaknya
jumlah penduduk meningkatkan mobilitas penduduk yang membutuhkan alat transportasi dan juga
membutuhkan lapangan kerja serta tempat melakukan usaha yang cenderung menggunakan fasilitas
umum seperti trotoar dan badan jalan, padahal perkembangan infrastruktur jalan yang jalan di tempat.
Bahkan Pemda DKI sudah kewalahan mengatasi masalah urbanisasi.

Keempat, infrastruktur jalan. Kenyataan menunjukkan bahwa infrastruktur jalan di Jakarta sangat
kurang dibanding dengan jumlah kendaraan yang ada. Hal ini yang dijadikan alasan pihak lain yang
dituduh menjadi penyebab kemacetan sebagai penyebab utama kemacetan, seperti anggapan atau
sangahan bahwa angkutan umum dan jumlah penjualan kendaraan bermotor tidak ikut andil dalam
meningkatkan kemacetan. Infrastruktur dan yang lainnya adalah saling terkait dalam menyebabkan
terjadinya kemacetan.

Walaupun sadar bahwa infrastruktur jalan sangat kurang, akan tetapi sebagai pihak yang memiliki
otoritas jalan tidak melakukan penertiban terhadap pemakaian jalan yang tidak sesuai, seperti sebagai
tempat parkir (bahkan sampai menganggu pengguna jalan lainnya), tempat ngetem angkutan umum,
berjualan, tempat tambal ban dan bengkel. Di Cibubur ada yang menggunakan satu jalur jalan untuk
digunakan sebagai tempat memperbaiki mobil di depan toko aksesoris/ spare part nya. Di Depok 3 jalur
dari 4 jalur yang ada digunakan sebagai tempat ngetem angkot.

Kelima, fasilitas pendukung jalan kurang sekali. Fasilitas pendukung jalan seperti trotoar sangat
diperlukan untuk mencegah kemacetan. Sekarang ini jalan yang sudah sempit masih digunakan oleh
pejalan kaki, sepeda dan gerobak sehingga menambah sesaknya jalan tersebut. Seharusnya pejalan kaki,
sepeda dan gerobak menggunakan trotoar sebagai sarana bergerak sehingga jalan raya akan lebih bisa
menampung banyaknya jumlah kendaraan bermotor. Fasilitas kurang ditambah lagi kurangnya
penertiban terhadap penyalahgunaan infrastruktur jalan sebagai lahan usaha termasuk parkir, berjualan
dan penggunaan yang lainnya.

Keenam, kesadaran tertib berlalu lintas yang sangat rendah, hal ini disebabkan gagalnya lembaga yang
berwenang mengeluarkan surat izin mengemudi menjadikan proses perolehan izin ini sebagai media
pembelajaran tertib berlalu lintas.

Pihak berwenang bisa mengeluarkan izin kepada orang yang sama sekali tidak mengetahui tata tertib
berlalu lintas, bahkan kepada orang yang tidak bisa mengemudi sekalipun. Hal ini merupakan imbas dari
praktek kolusi yang disinyalir banyak terjadi pada proses mendapatkan surat izin tersebut. Kedua
disebabkan oleh gagalnya atau lemahnya penegakan hukum sehingga seseorang menganggap remeh
pelanggaran lalu lintas karena aparat penegak hukum bisa disuap. Pada akhir-akhir ini, usaha penegakan
hukum sangat mengendur karena arus reformasi yang membuat penegak hukum tidak leluasa lagi
mendapatkan uang damai. Hal ini bisa dilihat maraknya pelanggaran penggunaan helm, menerobos
lampu merah dan lain-lainnya.
Ketujuh, kebebasan melakukan kegiatan usaha oleh siapa saja dan dimana saja. Walau sebenarnya
Pemda DKI sudah memiliki aturan hukum tentang larangan berjualan di sembarang tempat, tetapi
kembali penegakan hukum mandul karena aparat yang bisa disuap atau bahkan memeras.

Seharusnya Pemerintah membatasi dengan mewajibkan adanya izin usaha. Birokrasi koruptif membuat
semua perangkat hukum tidak efektif, perizinan yang seharusnya menjadi kontrol dan pengaturan malah
menjadi media mendapatkan pemasukan.

Kedelapan, penerapan sistem jalan bebas hambatan di jalan umum. Dengan asumsi bahwa dengan
memperlancar pada perempatan-perempatan jalan akan mengurangi kemacetan, maka sistem ini
diterapkan. Karena sangat tidak mungkin membuat jalan raya bukan jalan tol dibuat bebas hambatan
dengan model simpang susun, dan hal ini akan memerlukan biaya yang sangat besar, maka opsi ini sulit
untuk diwujudkan dan menjadi solusi. Yang terjadi malah distribusi kendaraan yang tidak merata, karena
kendaraan bisa melaju dengan cepat di suatu tempat dan akan menumpuk di perempatan dan pertigaan
yang mengakibatkan kemacetan.

Seandainya pada jalur yang bisa melaju cepat tadi di lampu merah untuk berbalik arah, orang
menyeberang dan yang lainnya, maka penumpukan kendaraan pada suatu tempat akan dapat dihindari.

Sekaligus memberikan hak penyeberang jalan untuk menyeberang dengan aman. Lihatlah sekarang
betapa teraniayanya para penyeberang jalan karena susah dan menakutkan untuk menyeberang
diantara laju kendaraan yang sangat tinggi. Bahkan ada asumsi yang menganggap bawa lampu pengatur
lalu lintas menjadi penyebab kemacetan, padahal di luar negeri lampu merah menjadi dewa penolong
dari kemacetan dan kesemrawutan.

Kemudian pertanyaan kita, apakah semua ini ada solusinya? Saya jawab ada asal ada kemauan dari
pemerintah dan adanya sosialisasi terhadap masyarakat.

Mudah-mudahan pada artikel selanjutnya saya akan mengupas satu persatu, tahap per tahap
bagaimana mengatasi kemacetan ini. Dan harus diingat bahwa solusi itu bukan single solution tapi
banyak solusi yang harus dilakukan secara terpadu.

Catatan Redaksi:

Gathot Winarso adalah mahasiswa program doktor di Nagoya University Jepang.

Source: http://oto.detik.com/read/2010/04/20/095632/1341623/640/8-penyebab-kemacetan-jakarta

Anda mungkin juga menyukai