Anda di halaman 1dari 47

BUKAN RAYUAN GOMBAL

“Kamu sekalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia, menyeru kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah….” (TQS Ali Imran 110)

”Wah, pokoknya ayat ini favorit saya, dah..” dulu, saya punya sahabat yang begitu mengidolakan
ayat ini. Menurutnya ayat ini begitu menyejukkan, dan begitu membawa kedamaian. Hmm... Saya sih
maklum saja, siapa sih di dunia ini yang tidak suka dengan pujian dan sanjungan. Seperti begini,
”Sebenernya kamu itu cakep lho..” wah, cowok mana yang tidak melambung dengan kata-kata ’gombal’
seperti itu, apalagi kalau yang bilang adalah cewek sang pujaan hati. Langsung deh, pas ke rumah buru-
buru mematut diri di kaca ”hmm... kayaknya emang bener, saya kok bingung, dilihat dari mana saja kok
nggak hilang-hilang cakepnya...” yaah.

Mungkin seperti itu juga untuk kasus sahabat saya itu, dan juga kebanyakan umat muslim yang
membaca ayat di atas. ”Kamu itu yang terbaik!” Wuih, siapa yang tidak jadi gede rasa dibuatnya, apalagi
yang bilang adalah bukan sekedar sang pujaan hati, namun Sang Empunya Hati. Wajar kalau yang
dibilang merasa wajib untuk berbangga.

Tapi agaknya, kita yang sedang disanjung ini perlu sejenak bersadar diri. Apa coba maksud Sang
Penguasa melahirkan ungkapan pujian tadi? Sekedar rayuan gombal seperti kasus di atas? Mahasuci
Allah dari tuduhan tercela itu!

”Namun, kalau bukan rayuan gombal, lalu apa namanya? Misalnya menyanjung seseorang paling
cakep, padahal realitasnya.. na’udzubillah min dzalik” sergah seorang teman suatu ketika. Saya terdiam.
Bibir saya jadi kelu. Saya terperosok dalam kenyataan pahit. Benarkah sanjungan ”you’re the best” itu?
Padahal kala menengok ke dunia nyata tempat manusia berkubang dalam kehidupannya, nyatanya yang
namanya umat islam selalu berada dalam kubangan lumpur terdalam....

Lalu kalau keadaannya demikian, maka pertanyaannya pantaskah kita menyandang gelar
kehormatan ”the best ummah”? Karena bagaimanapun gelar yang terbaik tadi berlaku umum, tidak
khusus pada bidang tertentu. Allah tidak mengatakan ”Kamu adalah umat yang terbaik dalam bidang
ibadah” atau ”Kamu adalah umat yang terbaik dalam bidang ekonomi” Tidak! Allah hanya bilang ”Kamu
adalah umat yang terbaik” itu saja. Konsekuensinya, harusnya kita adalah yang terbaik di segala lini.

Lama saya dalam kontemplasi. Bilik hati berontak. Realitasnya memang begitu, namun Ya Allah!
Masa kita menafikan sebuah pernyataan Allah. Mahabenar Allah dalam segenap firman-Nya. Allah Suci
dari sifat dusta, dan sang Khalik tidak akan mengeluarkan pernyataan ‘gombal’ yang sia-sia, cuma
dengan tujuan sekedar menghibur umatnya.

Namun kembali saat kelopak mata membuka...


“Palestina kembali bergejolak, puluhan orang tewas dalam serangan yang dilancarkan oleh tentara
Israel”

“Kaum Sunni dan Syiah di Irak kembali bentrok”

“Kembali, jajaran intel berhasil menyergap komplotan teroris yang diyakini merupakan bagian dari
AlQaeda”

“Ratusan buruh kemarin berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum”

“Wabah demam berdarah kembali menelan puluhan korban”

“Seorang kakek nekad mencabuli cucunya yang masih berusia sembilan tahun”

“Mau tahu ramalan bintang anda hari ini? Ketik reg spasi bintang dan kirim ke 9700”

Aah!!!

***

Langit agak mendung sore itu. Terpaan angin sore membawa hawa berbau ranum dari
tetumbuhan sekitar. Setting beralih ke sebuah mushalla kecil.

Ustadz berumur tigapuluhan itu, kulitnya putih bersih dengan senyuman bening yang selalu
merekah dari bibirnya. Sesekali matanya memandang berkeliling ke arah kami.

“Antum tahu makna dari firman Allah ’Kuntum khairu ummah’ kalian adalah umat yang terbaik?“
ucap beliau dengan sesungging senyum.

Sekelebat memori saya terbangun. Permasalahan itu sudah terpendam tahunan dalam alam
pikiran, tanpa berhasil terjawab, selain rekaan yang saya bangun sendiri. Dan saat itu... Eureka!!

“Aaah, masa sih kita pantes dapat predikat itu. Ibarat jauh panggang dari api. Antum tahu sendiri
laah bagaimana terpuruknya umat islam ini” lanjut beliau.

“Namun, nggak mungkin Allah bohong. Lalu kenapa sepertinya ayat di atas nggak nyambung?”
tanya beliau. Satu per satu kami mencoba berpendapat, asal. Setiap jawaban dari kami hanya dihadiahi
beliau dengan senyuman simpul.

“Mahabenar Allah dengan segala firman-Nya. Mari kita baca kembali ayat Ali Imran 110 tadi.
’Kamu sekalian adalah umat yang terbaik yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia, menyeru kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah…”

”Ayat tersebut jangan dibaca sepenggal sampai ’kuntum khairu ummah’ aja. Ada lanjutannya....
dan lanjutannya inilah yang penting. Ibaratnya Allah berkata: kamu adalah yang terbaik, tapi dengan
syarat... nah syaratnya tadi ada di lanjutan ayat .... asalkan kamu menyeru kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.. Jadi ada tiga syarat yang mesti kita penuhi.
Nah, pertanyaannya, apakah benar ummat ini sudah memenuhi tiga syarat tadi. Kalau belum, hmm
jangan bangga dulu dengan pujian di awal ayat...”

Hahaha... saya tertawa sendiri dalam hati. Perumpamaannya sama seperti anak kecil yang dipuji
oleh gurunya “Kamu itu paling pinter,.... asalkan kamu rajin belajar” Namun dia hanya menangkap
kalimat yang awal, kemudian dengan angkuhnya dia berujar kepada setiap teman yang ditemuinya “Aku
ini paling pintar di antara kalian, ini kata guru langsung lho..” Akan tetapi, dia tidak pernah mau belajar.
Maka wajar kalau endingnya bisa kita tebak, dia ada di jejeran terakhir peringkat di kelas. Yang salah
siapa? Bukan gurunya, toh!

Ali Imran 110 adalah ayat yang luar biasa. Ayat ini bukan ayat sanjungan biasa. Ini adalah ayat
motivasi, yang seharusnya mendidihkan semangat orang yang membacanya. ”Kamu adalah umat
terbaik!” kala ternyata realitasnya malah berbalik, maka ini adalah tamparan yang teramat keras ke
wajah kita. Pembenaran firman Allah sejatinya bukan hanya di lisan, namun lebih ke tindak laku
perbuatan. Ketika Allah menyatakan kita sebagai umat yang terbaik, maka wajib hukumnya untuk
mewujudkannya. Bukan sebaliknya malah pasrah dengan keadaan yang menghampiri.

Allah Maha Memberi Petunjuk, dalam ayat yang sama Allah langsung menunjukkan tips-tipsnya...

Jadilah senantiasa menyeru kepada yang ma’ruf

Jadilah senantiasa mencegah segenap kemunkaran

Dan..

Jadilah senantiasa mengimani Allah ’Ajja wa jalla.

Lalu sudahkah kita menjadikan setiap getar nadi kita untuk menyeru kepada yang ma’ruf. Telah
beranikah kita mencegah kemunkaran hingga ke akarnya, yang begitu berlenggang di hadapan mata kita
sendiri. Dan lebih dari itu telahkah kita betul-betul mewujudkan iman kita, sedangkan kita masih pilih
kasih dengan sebagian perintahnya, sedangkan sebagian ayatnya kita terima, sedangkan sebagian yang
lain kita abaikan, dibuang ke tempat sampah!

Hmmm...

Kepala saya hanya bisa tertunduk...


KERUPUK, Kriuk…. Kriuk….

“Jadi kau sudah paham syarat-syaratnya, cucuku?” pria baya berjubah hitam itu menatap tajam
mata pemuda di hadapannya, aroma menyan semerbak meliputi segenap ruangan berukuran 2 kali 3 itu

“Injih, Mbah. Semua sudah saya hapalkan di luar kepala. Taburkan kepala ikan asin ke sungai tepi
kuburan di dua pertiga malam bulan purnama….. Celupkan kembang tujuh rupa di wajan yang telah
berisi minyak nyong-nyong…. Masukkan garam secukupnya… Aduk hingga merata dan campurkan
adonan ke dalam sungai tadi… trus baca mantra….. Aduh mantranya saya lupa-lupa ingat mbah....?!”

”Lha, bukannya tadi udah diulang-ulang.... Jung takacak cak jung takacak bless.... Bismillahi....
wallahi... kun fayakun.... Maka Jadilah!”

”O iya.. ya.. tapi Mbah, apa benar ini bisa bikin saya kaya raya?” tanya si pemuda tadi masih belum
puas.

”Hemmmm... Cucuku... ketahuilah! rejeki ada di tangan gusti Allah.... Mbah ini, dan benda-benda
tadi cuma perantara... yang penting kamu percaya saja.... maka yang mustahil pun akan niscaya...” jelas
sang kakek bersungut-sungut.

“Satu pertanyaan lagi, Mbah... kalo bener ini bisa bikin kaya, kok Mbah gak kaya-kaya... masih
tinggal di gubuk reot kayak gini?”

Gedubrak! Sang kakek tersedak, sirih yang sedari tadi dikunyahnya muncrat ke wajah si pemuda.

***

Sagitarius

Minggu ini kayaknya banyak persoalan yang harus segera diselesaikan. Tapi nyantei aja...
sebaiknya buat skala prioritas. Dan jangan anggap enteng persoalan-persoalan sepele... bisa jadi
masalah besar lho...

Asmara: Yes! Siap-siap, siapa tahu dia bakal nembak kamu...

Kesehatan: Jaga stamina, jangan banyak keluyuran

Keuangan: Kamu mesti lebih berhemat


***

“Serius! Kemarin gue betul-betul liat tu pocong. Tubuhnya berkelebat kain putih.... matanya
melotot... hiii! Kalo inget kejadian itu jadi merinding sendiri deh” Si Maman merapatkan sarungnya

“Ah, yang bener loe? Masa sih ada pocong di jaman modern ini” sanggah Udin, tapi tak urung
wajahnya juga keliatan pucat.

“Tapi emang bener lho. Abang gue juga pernah liat. Dua kali malahan. Biasanya munculnya di
deket pohon palem tua deket rumah mpok Hindun itu. Denger-denger sih ...tu pocong, arwah
penasarannya si Atun, anak mpok Hindun yang mati gantung diri seminggu lalu...” tambah Juki..

“A..aah..hh loe... loe... be..canda... loe... Loe berdua c... cuma nakutin gue aja.. k.. ka..n... H... ha..
ha.. haaaa... g.. gu.. gue gak ta..takut....” Wajah Udin makin pucat, keringat dingin mengalir deras.

Sementara angin malam sepoi, bertiup perlahan membawa aroma rumput liar.

Tiba-tiba sekelebat bayangan putih merangsek di hadapan mereka.

”Huaaa!!” Tanpa nunggu aba-aba, mereka bertiga berlari terbirit

”Lho, kok malah ngibrit?” tinggal Nyak Siti yang baru pulang isya di surau, dan masih mukenaan itu
bengong nggak habis pikir.

***

Aqidah kerupuk, begitu yang sering saya umpamakan ke kawan-kawan. Aqidah kita terlalu rapuh.
Tidak ada bedanya layaknya kerupuk, yang begitu mudah dikriuk-kriuk. Kena angin sedikit saja, si
kerupuk sudah melempem. Nah, sebesar-besarnya kerupuk, tetap saja isinya kosong. Gizinya tidak
bermakna, tidak bakalan bisa mengenyangkan.

Saya jadi malu sendiri bila membandingkan aqidah kita dengan aqidah para pendahulu, para
sahabat yang betul-betul layaknya baja. Menyimak episode-episode keimanan mereka, menjadikan diri
ini hanya selayak pecundang yang tidak ada apa-apanya.

Berkacalah diri pada seorang budak belian Bilal bin Rabbah, saat tuannya menindihkan batu besar
di tubuh legamnya yang telanjang. Terik panas mentari mendidihkan dari atas, sementara padang pasir
kering menjadi wajan penggorengan. Goyahkah keimanan Bilal? Bahkan senandung lirih: Ahad, Ahad,
Ahad... terus membasahi lidah mulianya
Atau ikutilah sebuah rombongan yang terdiri dari 313 pemuda. Dengan unta dan kuda yang
bergantian mereka naiki, padang pasir merekam jejak-jejak kaki mereka. Senjata dan pengalaman
seadanya. Sementara di hadapan mereka menghadang 1000 lebih pasukan terlatih, dengan puluhan
unta dan kuda terbaik, serta senjata-senjata andalan.

”Apakah pertolongan Allah akan datang, ya Rasulullah?” salah seorang bertanya.

Sosok anggun gagah yang ditanya tadi menjawab dengan mantap

”Sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat”

Dan mereka pun berlarian menyerbu dengan bersuka ria, seolah sedang menuju ke taman
bermain saja. Karena keimanan mereka mengatakan: Allah bersama mereka...

Wajar, bila generasi tadi menjadi generasi pilihan, generasi umat terbaik. Yang diabadikan Allah
dalam firman-Nya ”Mereka ridha kepada Allah, dan Allah pun Ridha kepada mereka...”

Dan akhirnya sekali lagi saya hanya bisa tertunduk malu haihata... haihata... sungguh jauh!

Dan gambaran keadaan saya ini bisa jadi mewakili keparahan aqidah dari umat ini. Aqidah yang
meranggas! Kalau orang dulu masih bisa bilang, ”Bolehlah kita miskin, bolehlah kita sengsara dan
tertindas, tapi kalau masalah aqidah.... masalah hidup dan mati, harus dipertahankan”

Namun kini, kita saksikan benteng aqidah umat ini ternyata telah keropos, bocor dari segala
penjuru. Dan bicara yang namanya kebocoran, bilamana terus menerus dibiarkan, suatu ketika akan
jebol!

Mulai dari yang kecil-kecilan yang kadang tak disadari, sampai yang kasat mata begitu kelihatan.
Masalah pemurtadan yang dilakukan oleh misionaris misalnya. Hmm... untuk masalah yang satu ini
bukan satu dua kali dan bukan sesuatu yang ditutup-tutupi lagi. Berbagai kasus, mulai dari berkedok
pendidikan, bantuan sembako, perkawinan, hipnotis, dan lainnya sudah nampak jelas sekali, dan terang-
terangan dilakukan. Hingga pemikiran-pemikiran yang mendangkalkan aqidah umat, seperti yang
dengan bangganya diusung oleh orang-orang yang mengaku kalangan islam liberal. Dengan
berselimutkan argumen-argumen ilmiah (atau diilmiah-ilmiahkan?), yang mencerabuti aqidah umat,
mulai dari ide pluralismenya, peraguan terhadap otentitas AlQur’an, reaktualisasi islam, dan segala-
galanya yang intinya membuat aqidah semakin keropos.

Atau budaya-budaya yang bertentangan dengan aqidah, seperi upacara sedekah laut, sesaji-sesaji
terhadap leluhur, pengkeramatan kuburan-kuburan, dan berbagai upacara adat yang kebanyakannya
amat jauh dari islam, yang anehnya, dengan dalil melestarikan budaya bangsa, disokong habis-habisan.

Ramalan dan Perdukunan? Ah, jangan ditanya lagi. Padahal dengan sombongnya masyarakat
sekarang mengaku sebagai masyarakat modern. Tapi ironisnya si modern ini masih percaya dengan
dongeng klasik yang menyatakan nasib seseorang tergantung dari gugus bintang yang menaunginya kala
lahir. Di abad digital yang katanya waktu dan jarak sudah tiada arti lagi, masih ada tempat untuk
kemenyan, bola kristal, dan mantra-mantra dari dukun. Aneh bin ajaib!

Masyarakat modern bagaimana? Sedangkan komunitas hantu begitu subur bergentayangan di


media. Sehingga membuat imajinasi kita mempercayai betul-betul keberadaan arwah-arwah penasaran,
keberadaan hantu-hantu lokal, seperti pocong dan genderuwo di Jawa, Kuyang di Kalimantan, Drakula di
Amerika, Vampire di daratan China. Bahkan iblis pun bisa jadi bingung, karena begitu banyak yang
memparodikan dirinya.

Lebih parah lagi, Mistik-mistik yang merusak aqidah umat ini malah seringkali diidentikkan dengan
islam. Tayangan-tayangan mistik yang seringkali berkedok kisah islami begitu ramai menghiasi
pertelevisian. Visualisasi malaikat dan setan misalnya, yang jelas-jelas ditentang oleh Islam. Atau
penggambaran adzab yang hanya reka-rekaan dari sang sutradara. Atau yang seringkali kita lihat,
kehebatan seorang kiai dengan bacaan-bacaannya mengusir setan. Oke, mungkin maksud mereka mulia
untuk menyadarkan umat. Namun, bagaimanapun hal-hal seperti itu telah melampaui batas aqidah.
Bahkan disadari atau tidak pencitraan seperti itu telah memojokkan Islam seakan-akan Islam identik
dengan masalah-masalah seperti itu aja

Nah, kalau sudah begitu masalahnya, maka pantas sekali aqidah umat saat ini lebih mirip kerupuk,
yang begitu mudah diremas-remas. Dan kalau sudah begitu, ya sudah..... bersiap-siaplah untuk dilahap
dan dilumat-lumat.

“Kamu akan seperti hidangan yang disantap orang dari segala penjuru…”

“Ya Rasulullah, apakah jumlah kami saat itu sedikit?”

”Tidak. Bahkan kalian banyak. Namun kalian layaknya buih-buih yang terombang-ambing di samudra”
JANGAN MACAM-MACAM! ITU JUNJUNGAN
GUE!

Terik matahari menggelayuti Tamim.

Pelepah-pelepah tamar tersusun membangun sebuah salib besar. Salib, dimana disana
disandarkan seorang laki-laki muda. Salib, dimana dirinya menjadi saksi bisu sebuah episode eksekusi
mati, yang bahkan untuk masa jahiliyyah saat itu terlampau sangat kejam. Dimana si laki-laki meregang
nyawa saat panah-panah bertancapan tanpa henti ke seluruh tubuhnya, dimana pedang-pedang
beringas menyayat-nyayat dagingnya.

Di saat-saat seperti itu, salah seorang pemimpin Quraisy mendekatinya seraya berkata: ”Sukakah
engkau, bila Muhammad saat ini menggantikanmu, dan engkau sehat wal’afiat bersama keluargamu?”
Tenaga laki-laki itu tiba-tiba pulih kembali, dan dengan suara laksana angin kencang dia teriakkan, ”Demi
Allah, tak sudi aku bersama anak isteriku selamat menikmati kesenangan dunia, sedang Rasulullah kena
musibah walau oleh sepotong duri...!”

Di detik-detik sebelumnya, kalimat serupa itu pula yang diteriakkan teman seperjuangannya
kepada sang pembesar Abu Sufyan bin Harb sesaat sebelum dipancung, ”bahkan di saat aku dalam
keadaan seperti sekarang ini, aku tak akan rela andai kata Rasulullah dicucuk duri di rumah beliau”.
Kalimat yang menyebabkan sang pembesar hanya bisa berkata, ”Belum pernah kulihat seseorang yang
dicintai oleh para sahabatnya seperti mereka mencintai Muhammad”

Dua laki-laki itu, Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ditsinnah...

Kita menengok ke belakang, saat perang Uhud sedang berkecamuk dengan dahsyatnya... Saat itu
serangan mendadak yang dilancarkan pasukan musyrik tiba-tiba memutar balik keadaan dan
mengkocar-kacirkan barisan kaum muslimin. Di saat yang genting itu seorang laki-laki menyerbu ke
daerah dimana didapatinya seseorang berdiri, dan menjadi sasaran empuk serbuan musuh. Lelaki itu
Talhah bin Ubaidillah. Seketika dilihatnya orang itu adalah Rasulullah, sang pujaan hati yang telah
bercucuran darah, maka naik pitamlah dia, dan dengan lompatan dahsyat diayunkannya pedang ke
segala penjuru.

”Ya Nabiyullah, demi bapak dan ibuku, engkau jangan berdiri tegak, nanti panah-panah akan
mengenaimu! Biarkanlah aku yang berkorban, jangan engkau...”

Dan bagaikan satu peleton tentara, Talhah berdiri kukuh bagaikan tameng hidup melindungi buah
hatinya. Dan cukuplah cerita dari Abu Bakar ini menggambarkan episode dahsyat itu,
”Itu semuanya adalah hari Thalhah....! Aku adalah orang yang mula-mula mendapatkan Nabi saw,
maka berkatalah Rasul kepadaku dan Abu Ubaidah: ”tolonglah saudaramu itu... (Talhah)!” Kami lalu
menengoknya, dan ternyata pada sekujur tubuhnya terdapat lebih dari tujuhpuluh luka berupa tusukan
tombak, sobekan pedang dan tancapan panah, dan ternyata pula anak jarinya putus....!”

Dua rentetan cerita diatas saya rasa cukup untuk menggambarkan betapa dahsyatnya kecintaan
para sahabat kepada Rasulullah, sang terkasih –yang tentunya contoh di atas hanya seujung jari bila
dibandingkan beribu kisah yang lain. Bukan kecintaan biasa, yang hanya sekedar di bibir doang. Namun
kecintaan yang tiada tara, yang membuat para pencintanya rebutan mengorbankan nyawa demi sang
terkasih. Hingga seorang Tsumamah yang dulu paling membenci dirinya, berucap, ”ya Muhammad, demi
Allah, dulu tidak ada di muka bumi ini satu wajah pun yang paling aku benci melebihi wajahmu. Tapi
akhirnya wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai....”

Kecintaan yang mungkin sulit banget diterima oleh akal........

Diriwayatkan dari Ibnu Sirin, ia berkata kepada ’Abidah, ”Aku memiliki sebagian dari rambut Nabi
saw. Kami menerimanya dari Anas bin Malik dari keluarga Anas.” maka ’Abidah berkata, ”Sungguh, satu
lembar rambut Nabi saw. yang ada padaku lebih aku cintai daripada dunia dan seisinya” (HR alBukhari)

Lalu siapakah sebenarnya sosok yang teramat dicintai itu, padahal dia pula yang mengatakan
kepada orang-orang yang mencintainya ”Aku tidak mempunyai wewenang untuk memberimu manfaat
atau mudharat...”

Nah lho, maka dengan alasan apa coba para pemimpin bangsanya bersedia melepaskan kemuliaan
dan kemegahan hartanya, demi berada di sisinya? Alasan apa yang menyebabkan golongan jelata
percaya dan bernaung di bawah panji-panji perjuangannya? Lalu ngapain seorang adikara jahiliyah Umar
bin Khattab yang sedang mencarinya dengan maksud memenggal kepalanya, mau-maunya berbalik arah
lalu pergi mencari musuh-musuh dan para penentangnya? Alasan apa yang menyebabkan orang-orang
pilihan Yastrib bersedia menemuinya dengan sembunyi-sembunyi untuk berjanji membai’at setia
kepadanya?

Padahal dia, Muhammad bin Abdullah, hanyalah manusia biasa.....

Namun ke-manusiabiasaannya itu menampilkan pesona yang begitu luar biasa, menjadi cahaya
yang meyakinkan segenap orang sekelilingnya untuk melebur ke dalam cahaya itu.

Dialah Muhammad, seorang pemimpin yang dalam waktu singkat berhasil menguasai seluruh
jazirah arabia, namun hartanya yang paling mewah hanyalah sepasang alas kaki kuning hadiah Negus
dari Abessinia. Tinggalnya di pondok kecil beratapkan jerami yang tingginya dapat dijangkau oleh
seorang remaja. Kamarnya dipisahkan oleh batang pohon yang direkatkan lumpur bercampur kapur.
Beliau sendiri yang menyalakan api, mengepel lantai, memerah susu, dan menjahit alas kakinya yang
putus. Santapannya yang paling mewah, yang jarang dinikmatinya adalah madu, susu, dan lengan
kambing. Beliau pula yang di akhir hayatnya, baju besinya masih tergadai di tempat seorang Yahudi.
Kelakuannya tenang dan tenteram. Beliau gagah berani, namun memiliki senyuman memikat,
bahkan dalam hal-hal tertentu beliau lebih pemalu daripada gadis pingitan. Kemampuan intelektualnya
tidak diragukan. Daya imajinasinya sangat tinggi, dan ekspresinya sangat mendalam.

Akhlak dan pergaulannya sangat luhur. Diulurkan tangannya untuk berjabat tangan dan tidak
dilepasnya sebelum yang dijabat melepaskannya. Beliau tidak pernah mengulurkan kaki di hadapan
teman-temannya yang sedang duduk. Beliau berjalan dengan penuh dinamisme, bagaikan turun dari
satu dataran tinggi. Beliau menoleh dengan seluruh badannya, menunjuk dengan seluruh jarinya,
berbicara perlahan dengan menggunakan dialek lawan bicaranya sambil sesekali menggigit bibirnya,
menggelengkan kepalanya dan menepuk-nepuk dengan jari telunjuk ke telapak tangan kanannya.

Dia pula yang pada suatu ketika ingin memanjangkan sholatnya karena kerinduannya kepada
Rabbnya, namun tiba-tiba mempersingkat shalatnya hanya karena mendengar seorang bayi sedang
menangis.

Di dalam dirinya terkumpul berjuta keagungan. Seorang suami yang begitu penyayang kepada
istri-istrinya. Ayah yang sangat mencintai anak-anaknya. Kakek yang menyempatkan bercanda dengan
cucu-cucunya. Sahabat yang agung. Sosok guru yang disegani. Pemimpin yang berwibawa, panglima
yang gagah berani, dan Kepala Negara yang begitu adil. Di luar itu beliau adalah Nabiyullah, hamba Allah
yang begitu takut akan Tuhannya...

Maka wajar, bila sosok ini begitu disegani, bahkan oleh musuh-musuhnya. Dan sangat wajar pula
bila ahli sejarah, dari masa ke masa menuliskan namanya dengan pena yang agung. Thomas Carlyle
dengan tolak ukur ”kepahlawanan”, Marcus Dods dengan ”keberanian moral”, Nazmi Luke dengan
”metode pembuktian ajaran”, Will Durant” dengan ”hasil karya”, dan Michael H Hart, dengan ”pengaruh
yang ditinggalkannya”. Kesemua ahli non muslim ini berkesimpulan sama, Muhammad adalah manusia
luar biasa!

Lalu kata-kata apa yang pantas disematkan kepada orang-orang yang menghinanya?

Padahal para musuh besarnya layaknya Abu Lahab, Abu Jahal, dan Abu Sufyan saja terkagum dan
jatuh hati dengan keluhuran dan kemuliaan manusia ini... Maka tentunya orang yang dengan bangga
menghinanya lebih hina dina daripada Abu Lahab, sedangkan Abu Lahab saja langsung dikutuk celaka
langsung oleh Allah SWT...

Ya Allah....

Kisah pilu penghinaan terhadap sang Rasul bukan satu dua kali dilancarkan oleh kaum kafir. Di era
80 an kita pernah dibikin heboh dengan tragedi ”Satanic verses”. Novel karangan Salman Rushdie ini
menggegerkan saentero umat islam. Walaupun dengan alasan cuma cerita fiktif, namun novel ini jelas-
jelas mengalamatkan penghinaan kepada Rasulullah dan ayat-ayat AlQur’an. Seluruh dunia islam
mengecamnya, bahkan Ayatullah Khomeini menghalalkan darahnya. Tapi toh, kenyataannya, Salman
Rushdie tidak pernah tersentuh, dia aman di luar negeri sana.

Dan seakan tak pernah kapok, kaum kafir kembali bikin ulah, berpayung istilah ’kebebasan pers’
mereka mengolok-olok sang junjungan melalui gambar-gambar karikatur rendahan.

30 September 2005 tepatnya, ketika Jyllands-Posten, surat kabar asal Denmark itu dengan
angkuhnya menerbitkan 12 buah karikatur yang mengolok-olokkan sang Rasul, Muhammad SAW. Masih
ingat? Ouw, kebangetan sekali kalau ada yang lupa! Masalahnya, walaupun kasus penistaan itu sudah
terhitung basi dan kadaluwarsa dari segi tanggalnya, namun sesungguhnya masalah ini belum tuntas
hingga sekarang.

Saat gambar karikatur itu menjadi heboh, saya berusaha membrowsing gambar laknat itu ke
internet. Beruntung, saya mendapatkannya di situs wikipedia, dan..... wajar bila seluruh dunia islam
murka. Lebih 14 abad sepeninggal Rasulullah, kaum muslimin tidak pernah berani mengilustrasikan
Rasulullah. Seberani-beraninya mereka, paling-paling hanya sebatas menggambar lingkaran yang di
dalamnya bertuliskan huruf arab ’Muhammad’ (itu yang biasa saya dapatkan di komik-komik yang saya
koleksi selagi kecil). Dan kini muncul gambar-gambar yang menunjukkan sosok Rasulullah secara
langsung, dan lebih dari itu dengan gambar rendahan selevel ’shinchan’ dan dengan nada penuh ejekan.
Ini sih namanya nantang!

Betapa tidak, misalnya di salah satu gambar, diilustrasikan nabi membawa pedang dengan wajah
beringas, sedangkan di kiri kanannya ada dua orang perempuan. Atau di gambar lain, wajah nabi
digambarkan seperti bajak laut, dengan bulan sabit mengitari wajah dan bintang menutupi mata kanan
beliau. Dan yang lebih dahsyat, dalam satu gambar nabi digambarkan memakai sorban hitam yang di
atasnya terdapat bom yang siap meledak. Di bom tersebut tertera kaligrafi laa ilaha illallah
muhammadurr rasululullah...

Maka sangat wajar bila hati seluruh kaum muslimin meledak! Kita lihat kaum muslimin turun ke
jalan, melakukan aksi boikot, gedung Kedubes Denmark dan Norwegia di Suriah dan Libanon dibakar,
negara-negara Timur Tengah menutup kedutaannya. Tapi toh, sang penjahat tetap tak bergeming!

“Minta maaf untuk apa?” begitu malah ucap Editor Jyllands Posten, Flemming Rose saat didesak
untuk meminta maaf. Betul-betul bikin gemes! Dan mereka, sampai sekarang tetap menolak meminta
maaf atas pemuatan karikatur tersebut. Permintaan maaf mereka saat itu cuma karena telah
menimbulkan perasaan tidak enak kaum Muslim. Hanya itu?!!

Dan karikatur itu, parahnya malah dicetak ulang di berbagai surat kabar Eropa. Di Perancis oleh
Harian France Soir dan majalah Charlie Hebdo. Di Norwegia oleh majalah Kristen Norwegia, Magazinet.
Di Selandia Baru oleh Wellington’s Dominion Post dan Christchurch’s The Press. Di Australia, The Courier
Mail, koran terbesar di negara bagian Queensland, juga memuat ulang kartun-kartun tersebut di edisi
akhir pekannya.
Dan belum sempat kaum muslimin bernafas damai, setahun kemudian muncul lagi kasus serupa
dari tanah yang sama. Kembali ‘anak-anak’ Denmark bikin ulah dengan perlombaan karikatur. Kali ini
yang mengadakan adalah anggota muda Partai Rakyat Denmark (Denmark People Party).

Terakhir, seakan memperlengkap tantangannya, pertengahan Februari 2008 kembali beberapa


media cetak di sejumlah Negara Eropa mencetak ulang gambar-gambar penuh kebencian itu. Dan bisa
ditebak, seperti sebelumnya tak satupun tindakan dari pemerintah-pemerintah negera yang
bersangkutan!

Sampai di situ saja? Ouww.. tidak sobat. Itu mah baru yang di permukaan. Di dunia maya lebih
mengerikan lagi. Cobalah browsing di internet, pakai google saja… maka kita akan mendapatkan
berbagai gambar pengolok-olokan terhadap Nabi Muhammad, mulai dari menjadikan wajah –yang
diklaim sebagai gambar beliau- sebagai gambar iklan rokok, iklan viagra, penggambarannya sedang
memandikan babi, gambar di tissue toilet, dan…. bahkan saya merasa sangat geram dan tidak pantas
untuk menuliskan lanjutannya di sini…

Bertubi-tubi? bahkan kemudian kaum muslimin hanya bisa melongo ketika Paus Benedictus XVI,
yang notabene pemimpin umat Katolik sedunia, seenaknya mencaci maki Rasulullah dan ajarannya.

Puaskah mereka? Hmm AlQur’an sendiri telah mewanti-wanti dalam Surah AlBaqarah ayat 120,
“Dan mereka, kaum Yahudi dan Nasrani sekali-kali tidak akan ridha (puas) kepadamu hingga kamu
mengikuti millah mereka….”

Jadi tentunya penghinaan-penghinaan ini akan terus berlanjut. Dan kita sekali lagi hanya bisa
mengutuk dan memboikot. Hanya itu..... padahal mereka di balik gedung-gedung pencakar langitnya
sedang tertawa terkekeh-kekeh melihat begitu tidak berdayanya umat Islam......

Kemana perginya Talhah bin Ubaidillah??!

Kemana Khubaib bin Adi dan Zaid bin Ditsinnah??!

Kemana Ksatria-Ksatria pembela Rasulullah?!!!!


NASIB QUR’AN SUCI DI DALAM TOILET

Berkatalah Rasul, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Quran ini sesuatu yang tidak
diacuhkan". (QS al-Furqan [25]: 30)

Nasib yang tak kalah tragisnya, ternyata juga menimpa sang Qur’an suci. Tidak cukup rupanya
penghinaan ditujukan kepada sosok mulia yang dari lisan sucinya mengalir kalimat-kalimat suci, bukan
syair dan bukan sihir, bukan pula kata-kata karangannya pribadi, melainkan semata firman Allah Rabbul’
Izzati...

Penghinaan yang tidak kurang biadabnya itu juga ternyata dialamatkan kepada firman suci tadi!
Sejarah telah mencatat sebuah penghinaan besar kepada sebuah agama. Apabila kita menganggap
sebuah kitab suci adalah representasi dari sebuah agama. Maka logikanya penghinaan kepada kitab suci
adalah penghinaan terhadap agama tersebut. Dan ketika penghinaan dilakukan dengan kesengajaan dan
keangkuhan, maka sesungguhnya sang pelaku dan orang-orang di belakangnya sedang menabuh
genderang perang!

Dan cukuplah berita yang didokumentasikan oleh sejumlah media massa ternama seperti
Newsweek, Los Angeles Times, dan The Times menjadi saksi penabuhan genderang perang itu...

Ketika para inspektur AS di penjara Guantanamo, Kuba menginterogasi para tahanan muslim.
Kemudian tentara AS meletakkan kitab suci AlQuran di toilet, dan bahkan dengan kesengajaan
menjatuhkannya ke dalam kloset!

Kemudian, bahkan, disebutkan pula tentang adanya peristiwa dimana tentara AS membawa anjing
yang sedang menggigit alQur’an. Kemudian ada yang menyaksikan alQur’an ditendang, dilempar-
lemparkan, dibanting ke tembok, bahkan dirobek..!

Petaka macam apa ini?!!

Di daerah tempat tinggal saya, masyarakat percaya bahwa akan terjadi musibah apabila ada
seseorang menjatuhkan mushaf AlQur’an ke lantai walaupun tidak disengaja. Oleh karena itu untuk
menghindari musibah yang diakibatkan oleh peristiwa itu biasanya akan dilakukan semacam selamatan.

Kayaknya rada berlebihan ya, karena memang tidak pernah disyariatkan untuk melakukan hal
yang semacam itu. Namun paling tidak ini menunjukkan bahwa AlQur’an begitu dihormati dan
diagungkan. Tentunya tidak hanya pada masyarakat tempat tinggal saya, bahkan seluruh kaum muslimin
begitu menghormati, mencintai dan mengagungkan AlQur’an ini. AlQur’an biasanya diletakkan di
tempat yang tinggi, merupakan hal yang tabu apabila meletakkan alQur’an lebih rendah daripada
pangkal paha. Mushaf AlQur’an biasanya dicium dan diletakkan di atas kepala sebelum dan sesudah
membacanya. Bahkan, sebagian mazhab seperti mazhab syafi’i mengharamkan seseorang
menyentuhnya kecuali setelah berwudhu, sedangkan mazhab lainnya menyebutkan berwudhu sebelum
menyentuh AlQur’an sebagai sebuah sunnah yang utama.

Lalu sekarang, apa yang mereka lakukan kepada kitab mulia itu? Jangankan bersuci sebelum
menyentuhnya, mereka malah menjatuhkannya! Bukan dengan ketidaksengajaan yang membuat si
pelaku khawatir akan mendapat musibah. Namun dengan kesengajaan dan kesombongan begitu rupa.
Dan tempat jatuhnya bukan lagi di lantai, melainkan di toilet, dalam kloset, yang sejatinya adalah wadah
kotoran bau dan najis! Tidak cukup itu, mereka seret anjing, yang najis mughaladzah, najis besar yang
apabila tersentuh wajib mencuci dengan pasir tujuh kali, dan kini si anjing menggigit-gigit AlQur’an suci!
Kemudian sebagai bukti keangkarajahiliyyahan, mereka tendang mushaf tadi, mereka lempar, mereka
banting!!!!

Manusia macam apa mereka itu? Padahal manusia paling adikara jahiliyahnya, Umar bin Khattab
yang dalam sirah diceritakan tega mengubur anak kandung sendiri hidup-hidup, tersungkur jatuh
menangis di hadapan mushaf alQur’an. Kesombongan macam apa? Sedangkan dua manusia paling
angkuh, Abu Jahal dan Abu Sofyan, gembong jahiliyyah yang selalu berusaha menghancurkan islam,
ternyata di malam-malamnya mengendap-endap di dinding-dinding rumah Rasulullah hanya untuk bisa
mendengar kalimat suci AlQur’an diperdengarkan. Lalu sejahiliyyah apakah mereka kalau begitu?!

Sementara kembali, dengan ketidakberdayaannya, kaum muslimin hanya bisa turun ke jalan,
mengutuk, memboikot.... Sementara para penguasa negri-negri muslimin hanya menyesalkan. Kalaupun
mengutuk, mengutuk seadanya....

Mana pembelaan terhadap firman Allah?

Dan waktupun berlalu.... unjuk rasa berakhir, umat muslim kembali ke rumah-rumahnya ....
kutukan mereda.... boikot diakhiri...

Dan kita sekali lagi hanya bisa melongo, padahal masalah itu belum berakhir. Tidak pernah ada
permintaan maaf yang sebenarnya dari pembesar-pembesar mereka. Para pelakunya pun tidak jelas
apakah dihukum atau tidak.

Sebegitu lemahnyakah kita, hingga begitu mudah harga diri umat muslimin ini diinjak-injak?

”Sebenarnya wajar bila orang kafir dengan mudah melecehkan dan menghina AlQur’an... karena
sebenarnya jauh sebelum itu, kita telah mencontohkan dengan terlebih dahulu dengan menginjak-injak
alQur’an, dan menghinanya..” Ucap salah seorang ustadz suatu ketika
Hey! Berani banget si ustadz itu bicara lancang seperti itu! hati saya panas berontak. Ini
keterlaluan! Belum padam amarah saya melihat berita pelecehan di Guantanamo itu, sekarang ada
seorang yang mengaku ustadz berucap bahwa kita, umat muslimin juga turut menginjak-injak alQur’an.

”Lho, bukannya begitu? Atau malah kita tidak sadar bahwa kita saat ini tengah menginjak-injak
alQur’an?” lanjut sang ustadz seakan bisa menebak jalan pikiran saya.

”Apakah tidak menginjak-injak alQur’an namanya ketika sebagian besar isi AlQur’an tidak kita
imani, kita lecehkan, dan malah kita buang ke tempat sampah atau toilet? Boleh jadi kita begitu
mengagung-agungkan AlQur’an, kita taburi minyak wangi, atau kita baca dengan suara yang merdu
bahkan sampai diperlombakan. Namun di saat yang lain, saat kita membaca, misalnya ’wa ahallallahul
bay’a wa harramar riba’ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Ternyata pada
prakteknya ayat tadi kita injak-injak, riba ternyata malah menjadi mercu suar perekonomian negri ini.
Atau ketika Qur’an bilang ’walaa taqrabuz zina...” janganlah kamu mendekati zina... eh, kita malah
menendang ayat tadi kemudian membuka seluas-luasnya komplek pelacuran, mendukung terbitnya
media-media porno...”

”Atau yang lebih parah lagi ketika AlQur’an menegaskan ’Apakah hukum Jahiliyyah yang kamu
inginkan, hukum manakah yang terbaik selain hukum Allah” kita cuma menertawakan ayat tadi dan
membantingnya, lalu dengan bangganya kita mengambil hukum-hukum produk manusia, produk orang
kafir, sementara hukum Allah yang dalam AlQur’an tadi kita buang ke dalam kloset....”

mulut saya terkunci.....

sekali lagi kata-kata itu menggema digendang telinga.

Kita sendiri telah menghina AlQur’an

Kita sendiri telah menginjak-injak alQur’an

Mahabenar perkataan Rasul yang diabadikan lewat firman Allah: "Ya Tuhanku, sesungguhnya
kaumku telah menjadikan al-Quran ini sesuatu yang tidak diacuhkan " (QS al-Furqan [25]: 30)
MUAKK..!!

Di sebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang puteri nan cantik jelita. Dia tinggal di
menara tinggi yang dijaga oleh naga yang menyemburkan api. Sang putri sudah bertahun-
tahun tertidur. Konon tidurnya ini hanya bisa dibangunkan oleh kecupan cinta sejati dari
seorang pangeran.

Berita keberadaan putri ini terdengar sampai ke negri tetangga, tempat tinggal seorang
pangeran budiman dan rupawan. Dia kemudian bergegas pergi menaiki kuda terbangnya. Di
tengah jalan dia bertemu dengan seorang nenek sihir tua yang sedang mengendarai sapu
terbangnya. Sang Pangeran dan Nenek Sihir pun saling jatuh cinta. Dan mereka hidup
berbahagia selama-lamanya….

Hehehe… tidak nyambung ya… terserah sang penulis dong! Mau ceritanya diakhiri dengan
Pangeran akhirnya menikahi sang naga juga terserah maunya penulis. Kenapa? Protes?

Oke, sekedar intermezzo saja… soalnya sejak awal kita bercerita yang sedih-sedih melulu. Sedari
tadi tidak ada yang hepi endingnya. Nah, sekarang mari kita simak cerita yang kedua…

Semenjak tragedi 911 atau 11 September yang meluluhlantakkan menara kembar WTC, dan
gedung pertahanan AS di Pentagon, muncullah satu selebritis baru di dunia terorisme.
Selebritis dadakan yang dipopulerkan oleh George W Bush, Usamah bin Laden yang diyakini
otak di balik ragedi kemanusiaan terbesar itu. Tokoh yang sangat berbahaya, yang dengan
alQaeda-nya bagaikan setan yang selalu menghantui sendi-sendi kemanusiaan yang selama
ini dibangun oleh Amerika. Maka, demi melindungi umat manusia dari petaka yang lebih
berbahaya, AS rela mengorbankan diri untuk terjun langsung memimpin perang global
melawan terorisme. Tak ayal, dua negara poros setan dalam waktu berdekatan berhasil
diselamatkan dari kejamnya terorisme. Dua negara yang beruntung itu adalah Afghanistan
dan Irak. Namun tugas Amerika dan sekutunya tentunya belum bisa dianggap selesai.
Usamah bin Laden sampai saat ini masih bercokol di dunia. Dia dan alQaeda masih terus
menjadi ancaman laten bagi perdamaian dunia.

Sementara itu di Timur Tengah aksi ketegangan seperti tak pernah reda. Aksi bom bunuh
diri yang masih sering dilancarkan oleh kaum militan Palestina mengusik kedamaian yang
berusaha dibangun oleh Israel dan Otoritas Palestina. Wajar, bila Israel melakukan tindakan
bertahan demi menyelamatkan dirinya.
Di Indonesia, tidak jauh beda. Jamaah Islamiyyah yang diyakini merupakan bagian AlQaeda
terus menebarkan terornya. Pasca tragedi bom Bali I kemudian menyusul bom Bali II dan
bom-bom selanjutnya, serangkaian aksi terorisme terus saja terjadi dan menghantui
kehidupan masyarakat sipil. Gembong-gembong Terorisme seperti Abu Bakar Ba’asyir, Umar
AlFaruq, Amrozi, Ali Ghufran alias Mukhlas, Imam Samudra, Dr Azahari, Noordin M Top dan
lainnya memang berhasil dibekuk- walaupun untuk nama yang pertama dilepaskan lagi oleh
pemerintah. Namun ditengarai masih lebih banyak gembong yang berkeliaran. …..

Cut! Cut!

Sekarang mari kita perhatikan perbandingan antara cerita yang pertama dengan cerita kedua.
Cerita pertama tadi jelas-jelas cerita ngibul. Dongeng belaka, yang digunakan untuk membodohi anak-
anak. Tujuannya, biasanya untuk pengantar tidur, menenangkan anak-anak. Cerita pertama hanya
dipercayai oleh anak-anak. Kuda terbang, naga menyemburkan api, nenek sihir, dan lain-lainnya... mana
ada di kehidupan nyata. Sampai di sini orang dewasa hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, betapa
mudahnya anak kecil dibohongi. Namun untuk cerita yang pertama, tak urung juga mendapatkan protes,
bahkan dari anak kecil sendiri. Kok tokoh baiknya malah kawin sama nenek sihir sih. Terus nasib sang
putri jelita bagaimana?

Nah untuk cerita yang kedua sebenarnya rada-rada mirip. Cerita kedua juga adalah cerita ngibul.
Namun kali ini bukan anak kecil yang dikibulin, melainkan orang-orang muslim. Pihak yang mengibulin
hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, betapa mudahnya orang-orang muslim itu dibohongi.
Sayangnya, beda dengan cerita pertama yang banyak diprotes karena keanehan jalan ceritanya, dan
penyelewengan cerita tokoh-tokohnya, namun untuk cerita yang kedua sangat sedikit terdengar protes.
Padahal hampir sama. Pada cerita kedua juga terlihat jalan cerita yang aneh, dan terjadi penyelewengan
dan penyimpangan terhadap tokoh-tokohnya.

Dan begitulah.... kita sekali lagi mesti mengurut dada melihat kenyataan bahwa selama ini, seperti
cerita yang kedua, kita begitu mudah dikibuli oleh propaganda-propaganda yang dikoar-koarkan barat
yang sejatinya adalah penghinaan besar-besaran kepada umat muslim. Dengan berbagai media yang
dikuasainya, Barat membuat kesan seolah-olah pemberitaan-pemberitaan yang dialamatkan kepada
muslimin itu adalah benar adanya. Dan secara tidak sadar kita telah dihina habis-habisan. Sebuah
penghinaan yang sistematis!

Pembunuhan karakter. Begitu mungkin istilah yang tepat untuk menggambarkan apa yang
dilakukan media-media Barat saat ini. Seorang baik dan mulia akan menjadi buruk setelah diburuk-
burukkan oleh media. Sebaliknya, si Raja Tega berubah bak malaikat, juga berkat jasa media. Sebutlah
nama Usamah sekarang di hadapan orang banyak, maka kesan yang ada terhadap nama itu adalah
identik dengan pimpinan kelompok teroris AlQaeda, biang keladi peledakan WTC. Padahal menilik
sejarah, Usamah adalah nama seorang sahabat Rasulullah yang digelari kesayangan, putera dari
kesayangan. Pasalnya, sahabat ini sangat disayangi oleh Rasul, dan merupakan putra dari Zaid bin
Haritsah, anak angkat kesayangan Rasulullah. Begitu hebatnya pemuda ini, hingga di usia 18 tahun,
sudah dipercaya oleh Rasul sebagai panglima memimpin sebuah angkatan bersenjata, padahal di
dalamnya ada sahabat Abu Bakar dan Umar. Nah, dan sekarang, nasib nama Usamah telah terlampau
jelek. Jangan beri nama anak Usamah, nanti salah-salah dituduh sebagai anggota AlQaeda!

Nasib yang sama juga menimpa tokoh-tokoh kebanggaan islam yang lain. Rupanya mereka belum
puas hanya melakukan pembunuhan karakter terhadap Muhammad Rasulullah. Para Sahabat utamanya
pun tak luput dari penghinaan. Nama Abu Bakar akan diidentikkan dengan Abu Bakar Ba’asyir, tokoh
yang dituduh oleh media sebagai otak bom Bali dan sejumlah peristiwa terorisme. Padahal, kita tahu
persis nama Abu Bakar adalah nama Khalifah pertama, sahabat terdekat Rasulullah. Nasib yang sama
juga menimpa Khalifah yang kedua, Umar alFaruq. Sekarang orang mengenal Umar alFaruq sebagai
salah satu gembong terorisme yang berhasil dibekuk oleh AS. Tak ketinggalan Khalifah keempat, Ali. Saat
ini nama Ali lebih identik sebagai pentolan kasus bom Bali, Ali Ghufron. Dan masih banyak nama-nama
lainnya. Sehingga wajar bila sekarang orang-orang muslim rada-rada malu menggunakan nama-nama
islam. Mereka lebih pede memakai nama-nama seperti Alex, Jason, Alice, Michael... katanya sih lebih
keren.

Dan ternyata, bukan hanya tokoh-tokoh islam yang dibunuh karakternya. Barat belum puas.
Sehingga supaya merata dibuatlah skenario untuk menjelek-jelekkan seluruh umat islam. Dan akhirnya
ditemukan cara yang tepat. Jamaah Islamiyyah! Liha saja bila disebut begitu, maka yang ada di benak
orang sekarang adalah sebuah organisasi teroris yang terkait dengan alQaeda. Hahaha... berarti
sekarang semua umat Islam telah disebut sebagai teroris. Padahal, Jamaah Islamiyyah adalah istilah
padanan lain dari umat islam. Arinya, semua yang mengakui Allah Tuhannya, Muhammad Rasulnya
sama dengan te-ro-ris Keren, keren... hebat dan sistematis sekali penghinaan yang mereka lakukan.
Sekarang orang jadi takut mengaku sebagai jamaah islamiyyah. Bisa ditangkap!

Dan jikalau kita perhatikan dengan seksama, pelecehan tersebut terlampau sistematis, dan
bertubi-tubi. Mereka dengan beraninya mengidentikkan islam dengan terorisme. Kemudian membagi
islam menjadi dua bagian- dimana sebelumnya tidak pernah dikenal sama sekali dalam khazanah
keislaman- yaitu islam moderat, yang sesuai dengan keinginan Barat, dan islam ekstrim atau islam garis
keras, yang tidak sejalan dengan keinginan Barat. Kelompok yang memperjuangkan islam disebut
dengan kelompok pemberontak, islam fundamentalis, atau teroris. Sedangkan kelompok yang bersedia
bersimpuh terhadap keinginan Barat disebut islam toleran.

Dan tak urung, simbol islam pun tak luput mereka perolokkan. Kita menyaksikan sendiri di media,
misalnya pengidentikan orang Arab yang notabene identik dengan islam sebagai sekumpulan orang
barbar yang kolot, bodoh, dan suka kekerasan. Sementara bahasa Arab, bahasa resmi umat Islam
dijadikan bahan lawakan yang seru. Para ulamanya ditiru dan diparodikan untuk dijadikan model
lawakan, yang selalu riuh dijadikan bahan tertawaan. Hilang sudah kharismatik dan pengormatan
terhadap posisi ulama...

Kemudian bila ada orang yang memanjangkan janggutnya dengan harapan bisa menyuburkan
sunnah malah diteriaki kambing atau teroris. Ketika ada sebagian umat muslim yang memakai gamis
putih panjang, maka masyarakat memicingkan mata kalau tidak meledek: ada unta kesasar!. Para
akhwat yang berjilbab panjang -karena percaya begitulah jilbab yang sesuai syariat- pun juga mesti lebih
bersabar dengan berbagai olokan. Pernah di suatu forum, seorang akhwat mengeluhkan kejadian
dimana sekumpulan pemuda mengejek mereka saat pulang dari pasar sembari membawa kantong
plastik, dengan meneriaki ’ada teroris membawa bom!’

Astaghfirullah...

Dan seakan melengkapi badai yang melanda islam dan umatnya itu, maka di negri kincir angin
Belanda dilaunchingkan dengan bangganya sebuah film yang teramat bejat. ’Fitna’ garapan Geert
Wilders anggota parlemen di sana. Persis seperti judulnya, film ini hanya berisi hujatan yang hanya
’fitnah’ semata kepada umat Islam. Ludah dan pukulan yang teramat perih bagi agama mulia anutan
umat yang mulia ini. Begitu sarat kebencian dari mulut mereka, namun di hati mereka lebih besar lagi.....
Aaahh bukankah Allah telah menginformasikan demikian kepada kita dalam kitab sucinya.

Dunia memang sudah terbalik. Sedangkan orang yang biang kerok teroris, yang dengan
angkaramurkanya membunuhi lebih dari enam ratus ribu penduduk di Irak, ratusan ribu lainnya di
Afghanistan malah dielu-elukan bak pahlawan (kalian paham kan siapa yang saya maksud sebagai biang
keroknya teroris?). Dan media betul-betul tidak adil, ketika segolongan rakyat Palestina membela diri
dengan berjihad melawan agresor Israel, dunia mengecamnya habis-habisan sebagai aksi brutal.
Sedangkan saat si penjajah Israel membunuhi puluhan penduduk sipil tak bersalah, maka media hanya
berucap ”wajar, dia kan cuma membela diri....”

Lihatlah... Kebenaran dilecehkan, Ajaran Allah dipreteli, dan umatnya terhinakan. Sementara
musuh-musuh Allah menjelma menjadi layaknya superhero dan ajaran Syaitannya dijadikan keagungan.
Kalau begitu caranya saya katakan ”Dunia sudah betul-betul gila!”

Dan saya sudah betul-betul muak.....


SI RAJA TEGA

Bismillahirrahmanirrahiim.

”Katakanlah Dialah Allah Yang Maha Satu. Allah, tempat bergantung. Dia tidak beranak dan tiada
diperanakkan. Dan tiada sesuatu pun yang setara dengan Dia” (QS AlIkhlas 1-4)

Saya menulis surat Al-Ikhlas ini karena mempunyai arti yang mendalam bagi saya, dan
menimbulkan getaran di hati orang-orang yang beriman. Saudaraku mujahidin di jalan Allah
’Apa yang dapat kukatakan padamu?’

Saya katakan, rahim-rahim kami telah terisi dengan janin akibat perkosaan yang dilakukan
keturunan kera dan babi itu. Mereka telah menodai tubuh kami, meludahi muka kami, dan
merobek-robek Al-Quran untuk digantungkan ke leher-leher kami. Allahu Akbar.

Tidakkah kau mengerti tentang kejadian yang menimpa kami? Betulkah kau tidak tahu ini terjadi
pada kami? Kami saudaramu, dan Allah akan meminta tanggungjawabmu tentang kejadian ini
kelak.

Demi Allah, tidak semalam pun kami lewatkan di penjara ini kecuali mereka mendatangi salah
satu dari kami untuk melampiaskan nafsu setannya. Padahal kami selalu menjaga kehormatan
kami karena takut kepada Allah.

Takutlah pada Allah! Bunuhlah kami bersama mereka! Hancurkan mereka bersama kami! Jangan
biarkan kami di sini agar mereka bisa bersenang-senang memperkosa kami, sesungguhnya ini
adalah sebuah perbuatan dosa besar di sisi Allah.

Takutlah pada Allah akan urusan kami. Biarkan (jangan serang) tank dan pesawat mereka.
Datanglah pada kami di penjara Abu Qurayb. Saya saudaramu karena Allah. Mereka
memperkosa saya lebih dari sembilan kali dalam satu hari. Bisakah kau bayangkan? Bayangkan
salah satu saudaramu diperkosa. Bersama saya ada 13 gadis, semuanya belum menikah.
Semuanya telah diperkosa didepan mata kami semua.

Mereka melarang kami untuk sholat. Mereka mengambil pakaian kami, dan membiarkan kami
telanjang. Saat surat ini saya tulis, seorang diantara kami telah bunuh diri setelah diperkosa
beramai-ramai. Seorang tentara memukulnya di dada dan paha setelah memperkosanya, lalu
menyiksanya.
Gadis itu kemudian bunuh diri dengan memukulkan kepalanya ke tembok penjara, karena dia
sudah tidak sanggup menerima ini. Meskipun bunuh diri dilarang oleh Islam, saya memaklumi
perbuatannya.

Saya hanya berharap, semoga Allah mengampuninya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.

Saudaraku, saya katakan padamu lagi, takutlah pada Allah. Hancurkan kami bersama para
tentara itu, agar kami bisa beristirahat dalam damai.

Tolonglah kami, tolonglah kami, tolonglah kami Wahai Mu’tasimah!.

Surat ini telah berakhir, namun penderitaan penulisnya dan para muslimah belum berakhir.

Hatta mataa haadza s-sukuut !!

Ini yang sudah kesekian kalinya terjadi..

Entah berapa lagi akan segera menyusul kemarin, hari ini dan besok. Begitu seterusnya..

Ya Rabb nasyku ilaika da'fa quwwatina Wa qillata hiilatina

Allahummanshurna nashran adziima

Allahuma 'alaika bil haaulal kuffar

Allahuma 'alaika biman adzaal muslimin.

Demikianlah, kutipan di atas adalah surat yang ditulis oleh Fatimah, seorang saudara perempuan
dari mujahid terkenal daerah Abu Gharib. Diceritakan suatu hari pasukan AS menyerbu rumahnya,
dengan tujuan menangkap saudaranya. Namun karena tidak dapat menemukan sang mujahid
saudaranya, Fatimah ditangkap dengan tujuan memaksa saudaranya menyerahkan diri. Surat diatas
yang ditulis oleh Fatimah berhasil diselundupkan keluar dari penjara Abu Gharib. Surat ini segera
tersebar dan menghebohkan, tidak hanya kota Baghdad, namun seluruh dunia.

Surat di atas tersebar luas di berbagai media beberapa tahun yang lalu. Beberapa pihak mungkin
menganggapnya sudah usang. Namun mana kita tahu keadaannya seperti apa sekarang? Biarpun sudah
bertahun-tahun, namun yakinkah anda bahwa si Fatimah saat ini sudah terbebas dari penjara yang
penuh penderitaan itu. Lalu bagaimana nasib tawanan-tawanan yang lainnya? Yang jelas kita ketahui
dari sejumlah berita di media, keadaan di Irak tak lebih baik dari sebelumnya. Dan yang patut kita catat,
sebenarnya masih banyak Fatimah Fatimah lainnya, yang bisa jadi keadaannya lebih mengenaskan.

Saya juga telah mendapatkan dari salah seorang teman kumpulan file foto yang menunjukkan
kebiadaban AS di penjara Irak tersebut. Diperlihatkan di foto-foto itu, para tawanan muslim dipukuli,
ada yang tubuhnya ditindihi, bahkan penyiksaan dengan tegangan listrik. Lebih menyakitkan hati, di
foto-foto lainnya digambarkan mereka ditumpuk-tumpuk dalam keadaan telanjang! Tanpa sehelai
benangpun, sementara para petugas penjara tertawa sambil berpose di depan kamera. Di foto lain
terlihat sang tawanan diseret dengan kalung tali layaknya anjing. Di foto lainnya kebiadaban mereka
begitu menganga jelas. Para tahanan wanita dipaksa telanjang dan melakukan oral seks!

Tegaaa!!!

Allaah! Setelah melihat foto itu, selama beberapa hari saya demam. Sebenarnya banyak teman
yang bilang saya itu orangnya kurang peka dan rada cuek. Saya tidak gampang terharu. Namun secuek-
cueknya saya, ternyata sisi kemanusiaan saya pun luluh dan tercabik-cabik melihat rekaman kejadian itu.

Tidak perlu kita pertanyakan keaslian foto-foto tersebut ke Roy Suryo dulu, karena foto tersebut
terlampau banyak untuk dikatakan palsu, dan bahkan mereka sendiri tidak mengelak tentang
keasliannya.

Dan cukuplah rasanya ini membuat badan kita meriang. Kemarahan kita seharusnya berkobar
hingga naik ke ubun-ubun. Sesungguhnya umat islam itu bersaudara.... Sesungguhnya satu dan lainnya
bagaikan satu tubuh, yang apabila satu bagian saja merasa sakit, maka seluruhnya wajib merasakan sakit
yang sama...

Pertanyaannya... telahkah kita merasakan sakit itu... ataukah kita bercukup diri hanya dengan
diam, seraya bersyukur, untung di sini keadaannya damai, yaah itu kan urusannya mereka....
Terkutuklah manusia yang berucap demikian!

Dan itu sesungguhnya baru secuil dari kidung duka panjang yang dialami kaum muslimin. Kidung
duka yang bait-baitnya terus berlanjut tanpa diketahui kapan akhirnya.

Kidung duka....

Memori kita mungkin masih segar bagaimana pahitnya penderitaan rakyat Palestina di tahun
1940an. Kedamaian yang terusik semenjak Yahudi la’natullah tiba di tanah yang kata mereka ’tanah
yang dijanjikan’. Sedikit demi sedikit tanah penduduk terampas, hingga dengan pongahnya mereka
menggusur Palestina dan mengklaim telah mendirikan negara Israel. Sementara penduduk Palestina
mesti mundur mengungsi jauh-jauh. Telahkah berakhir kidung duka di Palestina? Bahkan tercatat
sampai sekarang puluhan ribu rakyatnya telah syahid, sementara sisanya sengsara di kamp kamp
pengungsian. Bahkan unuk beribadah pun mereka dihantui dengan moncong-moncong senjata.
Sementara Masjidil Aqsha, masjid suci ketiga, kiblat pertama dan tempat mi’rajnya Rasulullah terancam
rubuh oleh buldoser-buldoser mereka.

Kidung duka..

Tidak luput juga dari ingatan kita, kidung duka pembantaian besar telah dilakukan oleh Serbia
ditahun 80, 90an kepada penduduk muslim Bosnia. Padahal apa salah mereka? Apakah mereka layak
dibunuh hanya karena mengucapkan Allah Tuhanku dan Muhammad Rasulku...?
Kidung duka...

Ketika tanpa alasan yang jelas, Amerika tiba-tiba menghujani Afghanistan dengan bom-bom curah.
Kembali Api Jihad berkobar menyentak semesta, dan kembali puluhan ribu syuhada gugur menyuburkan
tanah Afghan, tanah yang hingga kini masih basah dengan darah-darah mujahidin yang tak rela tanah
suci milik umat Islam dikotori dengan betis-betis Kaafiriin.

Kidung duka...

Ketika tak lama berselang, Irak, daerah yang pernah subur dan jaya di masa kekhilafahan Islam
dibombardir, sekali lagi dengan alasan mengada-ada oleh AS dan sekutunya. Rakyat Irak mengerang.
Enam Ratus Ribu lebih terbantai. Sedang AS dengan pongah berbangga pada dunia telah
menyelamatkan Irak. Dusta! Bahkan sebaliknya, merekalah pembawa kebusukan dan biang bencana.

Kidung duka...

Sebagaimana yang mengalun pilu di Indonesia, ketika Umat Islam di Sampit terbanai
mengenaskan, ketika di Maluku tiba-tiba umat Islam dihabisi, ketika di Poso tentara sendiri yang terlibat
menghabisi pemuda-pemuda muslimin..

Dan Indonesia tidak perlu terlampau berduka.

Karena kidung duka ini tidak dialaminya sendiri

Di Kashmir, India, di Pakistan, di Thailand Selatan, di Filipina, di Uzbekistan, di bekas-bekas jajahan


Rusia, di Somalia, di Amerika, dan bisa jadi di seluruh dunia...

Lalu siapa yang teroris? Siapa yang diteror?

Hari demi hari makar pun bicara

Lemparkan di setiap sudut kehidupan

Peluh campur debu darah penuh mesiu

Menghiasi wajah negriku yang membisu

(Izzatul Islam, Negri Yang Terluka)

Dunia Islam betul-betul tercabik-cabik, sisi-sisinya habis terbakar, sementara sisi lainnya
menunggu masanya, dimana dirinya terbakar serupa. Lalu siapakah yang kiranya sedia bangkit
menyelamatkan yang tersisa. Sementara pemimpin-pemimpinnya selama ini hanya bisa ternganga tak
berdaya di bawah ketiak para pembakar....
......................

837 M

Di sebuah daerah perbatasan, seorang Muslimah berteriak meronta-ronta...

Pasukan Romawi telah menangkapnya dan menghina kehormatannya

”Mana Mu’tashim... Mana Mu’tashim!!!?” rontanya

Mu’tashim billah, Khalifah kaum muslimin yang berkedudukan jauh di Baghdad. Ketika sampai
kepadanya berita tersebut, segera dikerahkannya pasukan besar dimana pasukan terdepannya telah
sampai di Amuriah – letaknya antara wilayah Irak dan Syam, sedangkan barisan paling belakangnya
masih berada di Baghdad! Amuriah sekejap berhasil ditaklukkan, 30.000 musuh berhasil dibunuh dan
30.000 lagi ditawan.

Demi memenuhi panggilan hanya seorang wanita dan demi menyelamatkannya...

Namun pantaskah kita menyebut kata ’hanya’, padahal kata Rasulullah nyawa satu orang muslim
lebih berharga dari dunia dan seisinya.

............................................

Kemudian saat ini dimana kita mencari Mu’tashim yang akan menyelamatkan Fatimah-Fatimah
yang kini sengsara di penjara Abu Gharib...

.....mana Mu’tashim?!
AYAM MATI DI LUMBUNG PADI

Alkisah, suatu ketika peternakan heboh.

Tidak seperti biasanya, pagi itu suara fals dari ayam-ayam urung terdengar.

Hingga kawanan sapi, kambing, babi, dan itik kesemuanya hari itu kesiangan.

Kenapa? Apakah ayam-ayam itu sekarang ketularan penyakit malas bangun seperti mereka?

Ataukah para ayam sudah enggan bersahabat dengan kita? Coba kita tanyakan pada rumput yang
bergoyang... (Hehehe... itu mah lagunya bang Ebiet ya...)

Ataukah?

Kekhawatiran mereka ternyata benar adanya. Di lumbung padi, tempat biasanya ayam-ayam
berhuni, mereka menyaksikan pemandangan mengenaskan. Ayam-ayam itu menggelepar-gelepar.
Sebagian sudah tak bernyawa, sedangkan yang masih selamat keadaannya tak kalah menyedihkan,
kurus kerempeng....

Sapi menggaruk-garuk tanduknya, itik hanya bisa mengurut-urut moncongnya, sedangkan air mata
kambing menganaksungai deras membasahi janggutnya....

Apa yang sebenarnya terjadi?

Ayam mati di lumbung padi....

Bukan karena flu burung, bukan akibat kekenyangan...

Tapi kelaparan...

Lho?

Aneh ya? Kematian begitu mengenaskan, padahal di sisi-sisinya berlimpah makanan.

Sebagaimana anehnya keadaan di tanah airnya gatotkaca ini. Tanahnya subur dengan kekayaan
yang luar biasa, yang menurut Koes Plus: ... tanah kita tanah surga// tongkat kayu dan batu jadi
tanaman. Bukan itu saja, tusukkanlah buminya beberapa meter dengan tombak, keluarlah minyak bumi
berombak. Buanglah biji-bijian ke tanah, eh tak lama berubah menjadi kebun nan indah. Iseng-isenglah
saat di pinggir sungai tali engkau lemparkan, pas diangkat ikan-ikan telah bergelantungan.

Allah memang Mahakasih....


Diberikannya kekayaan tambang berupa emas, minyak, tembaga, timah, besi dan lainnya di
kepulauan khatulistiwa ini. Dianugerahinya laut luas tempat berjuta ikan dengan berbagai ragamnya
hidup tanpa pernah habisnya. Disuburkannya tanah, hingga tetumbuhan merayap mengakar, menjulang
dengan cepatnya.

Kurang apa lagi coba?

Kurang ajar... karena dengan kekayaan berlimpah seperti itu, seharusnya penghuninya menjadi
manusia-manusia paling kaya dan paling sejahtera sedunia. Namun sepertinya kita harus banyak-banyak
menggaruk kepala ketika melihat fakta-fakta yang mencengangkan...

100 juta.... ini bukan jumlah duit, tapi jumlah manusia. Tepatnya jumlah manusia Indonesia yang
hidup di bawah garis kemiskinan (menurut laporan Bank Dunia sebagaimana yang dikutip Media
Indonesia 11/12/2006, dengan ukuran penghasilan di bawah US$2 atau sekitar Rp.18 ribu). 100 juta dari
220 juta! Artinya yang di bawah garis kemiskinan hampir setengahnya. (Sebagai catatan dari saya, itu
baru yang di ’bawah’ garis kemiskinan. Belum lagi bila ditambah dengan yang ’tepat di garis’ kemiskinan.
Pasti lebih banyak).

Busung lapar? Orang mati karena kelaparan? Wajar kalau di Afrika yang gersang. Tapi kejadian itu
ternyata terjadi di tanah surga Indonesia! Kekurangan bahan pangan wajar bila Indonesia adalah padang
pasir dan gurun sahara yang luas. Namun, sekali lagi, Indonesia itu tanah surga, warnanya saja kehijauan
bila dilihat dari angkasa.

Maka tersentaklah kita, di saat televisi sedang asyik berlomba-lomba menyajikan acara wisata

‫׳‬
kuliner. Mungkin bisa jadi di saat yang sama saat Bondan Wisata Kuliner’ sedang syuting “MakNyus“,
maka di saat itu di belahan nusantara lain seorang anak bernama Salma mesti merintih “Mak, jangan
mati mak“.

Kita mungkin masih ingat kejadian di Makassar, daerah yang katanya lumbung pangan, 29 Februari
2008. Tatkala Dg Basse (35) yang tengah hamil 7 bulan dan Bahir (5) anaknya meninggal setelah 3 hari
tidak makan.. Untungnya anaknya yang bernama Aco (4) berhasil diselamatkan tetangganya. Sementara
Salma, anak yang tertua hanya bisa menghela air mata melihat kejadian mengenaskan itu. Sebagai
catatan, ini baru kasus yang terekspos oleh media.

Tidak masuk akal.

Papua mungkin tepat dijadikan sampel tentang ajaibnya tanah surga ini. Papua terkenal dengan
produksi emasnya yang terbesar di dunia dan berbagai tambang dan kekayaan alam yang begitu
berlimpah. PT Freeport saja pada tahun 2005 mampu meraih keuntungan hingga US$4,2 miliar. Namun
ajaibnya, misalnya di kabupaten Jayawijaya yang merupakan daerah operasi PT Freeport, 50%
penduduknya berada di bawah garis kemiskinan. Indeks Pembangunan manusia di Papua menduduki
rangking 5 paling bawah di Indonesia (Walhi, 2006), dan berdasarkan data BPS 2004, Papua ini tergolong
sebagai provinsi dengan penduduk termiskin terbesar.

Atau Kalimantan Timur, provinsi terkaya di Indonesia, dengan produksi kayu dua kali pulau Jawa,
batubara 52 juta meter kubik per tahun, emas lebih 14 ton per tahun, gas alam 1650 miliar kubik per
tahun dari cadangan yang masih 51,3 triliun meter kubik, minyak bumi 79,7 juta barel per tahun dari
cadangan yang masih tersisa 1,3 miliar barel. Seharusnya dengan jumlah itu penduduknya sudah pakai
mobil mewah semua, namun kenyataannya 12,4 % penduduk Kalimantan Timur masih miskin!

Ayam mati di lumbung padi, matinya kelaparan...

Sapi, itik, kambing dan babi hanya melongo keheranan.

Apa yang sedang terjadi di sini?

“Memang lumbung ini kaya, padi di sana-sini... tapi kami tak pernah bisa menikmatinya....” rintih
ayam kurus kerempeng yang masih tersisa.

“Kalkun di pekarangan sebelah...”

Sapi, itik, kambing dan babi menengok ke arah kawanan kalkun gemuk di pekarangan sebelah

“...dialah yang selalu merampok lumbung ini... kami hanya bisa menatap sedih, sedangkan Pak
Tani membiarkan saja. Pak Tani tak peduli nasib kami... padahal dialah yang selalu menuntut kami untuk
senantiasa bertelur”

“Nasib..... jadi ayam” ucapnya kemudian

Sejurus kemudian ayam tersebut menggelepar-gelepar... tewas. Ayam terakhir telah menemui
ajalnya.

Alam Indonesia memang kaya. Alam Indonesia memang surga. Namun kekayaannya tidak
dinikmati oleh penduduknya. Tapi dengan angkuhnya dirampok oleh pihak asing. Oke, mari kita
perhatikan data-data berikut:

Sumber Kekayaan Pemilik


Blok Cepu Minyak 781 juta barel Exxon mobil (45%)
Pertamina (45%)
Daerah (10%)
Papua 86,2 juta ons emas, 32,2 juta ton Freeport (81,28%)
tembaga, 154,9 juta ons perak PT Indocopper Investama (9,4%)
Pemerintah RI (9,4%)
Nusa Tenggara 11,9 jta ons emas, 10,6 juta ton Newmont Indonesia Lts (45%)
tembaga Nusa Tenggara Corp (35%)
PT Pukafu Indah (20%)
Minahasa 2 juta ons emas Newmont Mining Corp (80%),
PT Tajung Sarapung (20%)
Kilang LNG Arun 17,1 trilyun kubik gas Pertamina (55%)
(Aceh) Exxon Mobil (30%)
Japan IndonesiaLNC Co (15%)

Hmmm.. lihatlah dengan seksama data-data di atas. Betapa sebagian besar kekayaan alam
Indonesia itu dibawa lari oleh perusahaan-perusahaan asing. Sang tuan rumah hanya kecipratan sisa-
sisanya saja, itu pun belum tentu cipratan itu dinikmati oleh penduduk-penduduknya. Bahkan yang lebih
lucu lagi adalah di Blok gas Natuna, dimana pihak asing tidak meninggalkan cipratan sama sekali.
Pemerintah di sana tidak menguasai satu persen pun saham. Wuih, dalam sejarah investasi asing di
dunia, konon hanya di Indonesia ada bagi hasil 100:0. luar biasa!

Alam Indonesia tetap kaya, walau telah dikuras dan dirampok sedemikian rupa, kekayaannya
seperti tidak berkurang.

Namun, rakyatnya hanya bisa menguras peluh derita. PHK bertubi-tubi, pengangguran melesat
cepat, jurang kemiskinan menganga lebar, kelaparan berita wajar. Jangan salahkan mereka ketika
mereka menodongkan tangan kurusnya di perempatan-perempatan jalan, meminta belas kasihan demi
sesuap penghidupan. Dan jangan pula salahkan mereka bila suatu waktu mereka menodongkan
pistolnya ke hadapan hidung Anda, karena perut anak istrinya telah terlampau melilit.

Sapi, itik, kambing dan babi tertunduk dalam...

Dalam haru mereka tepekur terdiam...

Jika demikian pantaslah bila sang ayam mati kelaparan....


GUSUUUUR….!

Ujang hanya bisa pasrah. Matanya sayu memandangi bedakan rumahnya diobrak-abrik oleh Satpol
Pamong Praja. Mau melawan? Ah, buat apa melawan? Toh seperti yang biasa dia lihat di televisi,
perlawanan dari yang sekedar unjuk rasa sampai yang berbuntut perkelahian selalu saja berujung
kekalahan dari pihak masyarakat. Alih-alih menang, yang ada bisa-bisa dia yang diciduk dibawa ke
penjara. Maka, sementara beberapa tetangganya yang emosian beradu mulut dengan aparat, Ujang
hanya asyik nongkrong melihat dari pos ronda sambil menghirup batangan rokok terakhir yang dia
punya. Mau beresi barang-barang? Hahaha.. barang apa? Kalaupun ada tidak ada yang cukup berharga,
dan biarlah musnah bersama rumahnya.

“Abah, kok abah diem aja ngeliatnya. Lawan dong, bah?” Ucrit, anaknya paling bontot menarik-narik
kaos lusuh Ujang.

“Nyantai, Crit… abah lagi asyik nonton sandiwara nih… Sana main… jangan ganggu!” Mata Ujang
tetap bertumpu pada pemandangan di depannya. Tampak Mbok Minah, tetangga sebelahnya sedang
mengamuk merintih-rintih di depan buldoser aparat yang mau meruntuhkan warung dan rumahnya.

”Huh, pilem yang sama, aktornya aja yang beda... nggak seru...” gerutu Ujang sambil terus
menghisap rokoknya.

”Ayo dong Bah? Sepeda Ucrit masih di dalam!” rengek Ucrit.

”Husss!! Geblek! Lu mau abah lu dipukuli polisi hah?” gertak Ujang sambil menunjuk ke arah Mang
Salim yang kepalanya bonyok bekas kena pentung petugas akibat melawan saat gerobak warungnya
mau dihancurkan.

”Tapi kan Ucrit cuma mau ngambil sepeda Ucrit..... emangnya kita penjahat apa jadi harus
dipukuli...” isak Ucrit.

”Geblek! Nggak paham-paham juga.... Orang miskin itu memang penjahat. Dan mereka gak berhak
hidup, nggak berhak punya rumah, nggak berhak jualan, nggak berhak punya sepeda, dan nggak berhak
merengek nangis.... itu diatur dalam undang-undang! Udah sanaa!” Jawab Ujang asal. Ucrit akhirnya
hanya bisa melongo diam.

***

Sudah jadi berita sehari-hari, perumahan rakyat digusur demi sebuah proyek, terus terjadi sengketa
antara warga dengan satpol PP yang biasanya berakhir dengan penghancuran paksa, tindak kekerasan
oleh aparat. Atau yang juga sering terjadi, penghancuran semena-mena aparat terhadap warung-warung
pinggiran yang konon katanya ilegal dan mengganggu keindahan kota. Endingnya kurang lebih sama,
masyarakat melawan, bentrokan terjadi, dan seperti biasa... mana mungkin pedagang bisa menang
melawan pentungan, senjata api, atau buldoser. Dan mana mungkin ada yang membela mereka...
Hmmm.... kayaknya untuk masalah yang satu ini Ujang sudah paham betul, atau bisa jadi karena Ujang
sudah terlampau berpengalaman. Hehehe...

”Interupsi!” oke, silahkan...”Mari kita memandang dari sisi lain. Penggusuran yang terjadi itu kan
sebenarnya ditujukan untuk kesejahteraan juga. Penggusuran itu buat pembangunan, bangun pabrik,
hotel berbintang, apartemen, pabrik atau perusahaan. Atau yang sering terjadi, tempat tinggal atau
tempat mereka berjualan itu memang tidak punya izin alias ilegal. Jadi wajar dong ditertibkan. Alasan
lain, tempat tinggal atau warung mereka itu mengganggu keindahan, kalau tidak ditertibkan yang ada
kota makin kumuh. Nah, kalo kota indah kan kita semua juga yang senang”

Oke deh. Silahkan saja anda bicara dari sisi lain... masalahnya apa kita tidak peduli dengan sisi para
orang-orang yang teraniaya, para pedagang atau warga yang rumahnya digusur tersebut? Ini sisi yang
selalu dikebelakangkan dalam setiap persolan. Dan sisi yang selalu saja dikedepankan adalah sisi yang
kayak disebut tadi.... ilegal lah, demi pembangunan lah, mengganggu tata kota lah....

Mari kita dudukkan persoalannya. Penggusuran untuk kesejahteraan.. Omong kosong!


Kesejahteraan siapa? Yang ada kan kesejahteraan orang-orang yang berdasi itu! Memangnya kalau
dibangun pabrik, dibangun apartemen, dibangun hotel berbintang mereka, rakyat kecil bakal
menikmatinya gitu? Paling-paling bisanya cuma memandangi dengan ngiler saja. Kesejahteraan buat
mereka? Boro-boro. Sudah tempat tinggal dan mata pencaharian dimusnahkan, ganti rugi yang kalo pun
ada tidak bakal sepadan, terus beban psikologi yang mereka dapatkan. Bayangkan kalo anda yang ada di
posisi mereka. Anda kehilangan tempat tinggal, kemana anda bernaung? Kehilangan mata pencaharian,
padahal anda musti makan, anak anda musti sekolah, bayi anda merengek-rengek minta susu.... apa
coba yang akan anda perbuat, maling? Ngerampok? Lagi-lagi urusannya bakal ke aparat dan dibui.
Padahal waktu kita mencoba cari nafkah di jalan yang halal juga tidak dibolehkan, nah sekali dijalan yang
haram, kita malah dijadikan sampah yang dikantongin di bui! Serba salah!

Kesejahteraan macam apa? Sementara para konglomerat hitam bebas berkeliaran, perusahaan-
perusahaan mereka toh tak digusur oleh satpol PP! Para koruptor yang terlibat skandal BLBI sampai
ratusan trilyun asyik-asyikan kipas-kipas dengan uangnya. Kemana Satpol PP pada saat itu?

Terus masalah ilegal? Sebenarnya yang menentukan ilegal atau legal itu siapa sih? Apa disebut legal
bila ada bukti surat-surat bermaterai? Siapa sih sebenarnya pemilik tanah Indonesia ini? Pemerintah
atau rakyat? Kalau memang negri ini punya rakyat kenapa mereka dengan semena-mena diusir dari
tanah miliknya?!!

Dan masalah ilegal tadi? Sekali lagi saya tidak habis pikir, sebuah perumahan disebut ilegal hanya
karena tak dilengkapi surat menyurat, dan jawabannya: Gusur!! Sementara sebuah komplek pelacuran
yang konon salah satu yang terbesar di asia tenggara, kayak Dolly di Surabaya, dibiarkan... Pabrik
minuman keras dibiarkan berproduksi, tempat perjudian dilindungi, diskotik dibikin tambah subur,
padahal menurut saya yang terakhir-terakhir ini jelas-jelas ilegal. Kemana para satpol PP? Kalau sudah
bicara pedagang kaki lima geraknya cepat, tapi kalau sudah bicara komplek pelacuran, pabrik minuman
keras, kok diam saja. Apa karena mereka punya surat bermaterai, maka mereka dianggap legal, atau
jangan-jangan karena mereka rajin mengirim upeti..... Cuih!

Dan demi alasan keindahan? Keindahan macam apa yang didapatkan kalau demi suatu keindahan
mengorbankan rakyat-rakyatnya? Artinya kesejahteraan itu cuma Omdo! Omong Doang!

Lebih dari itu yang paling memprihatinkan adalah tindakan aparat saat melakukan penggusuran.
Pembongkaran dengan paksa, bahkan dengan tanpa ragu memukuli warga. Seakan-akan mereka adalah
penjahat yang melakukan kejahatan besar, seakan-akan mereka adalah para binatang yang merusak
keindahan alam, sekan-akan mereka adalah sampah-sampah yang bikin kotor, seakan-akan mereka
bukan manusia! Apakah mereka juga berbuat seperti itu untuk para koruptor yang telah membobol kas
negara?Apakah perlakuan yang sama diberikan buat para pejabat yang menguras uang rakyat? Dimana
kemanusiaan!!? Dimana keadilan!!?

........................................................

Nun jauh di sana, nun jauh dahulu.... 1000 tahunan yang lalu, seorang Yahudi tua datang tergopoh-
gopoh di gerbang kota Madinah. Orang tua ini baru saja datang dari sebuah perjalanan melelahkan, dari
Mesir. Perjalanan jauh yang ditempuhnya ini bukan sekedar perjalanan wisata, lebih-lebih wisata
kuliner. Dia ingin mengadukan sebuah masalah ke kepala negara yang ada di Madinah. Masalahnya
kayak begini, Amr bin Ash, gubernur Mesir saat itu, ingin membangun masjid yang megah di samping
istana kegubernurannyanya. Dan kebetulan tempat yang rencana dibangun itu ditempati oleh satu
gubuk reot. Sudah reot, milik Yahudi tua lagi. Negoisasi dilakukan dan Gubernur menjanjikan tebusan
yang lumayan besar. Namun dasar Yahudi tua keras kepala. Dia tidak mau bergeser sedikit pun. Sang
Gubernur naik pitam dan memerintahkan satpol PP untuk menggusur gubuk reot tersebut dengan
paksa. Si Yahudi tua tidak terima dan bertekad memperkarakannya langsung ke Khalifah Umar,
atasannya Amr bin Ash.

”Dimana saya bisa menemui Khalifah Umar?” tanya si Yahudi tua kepada salah seorang yang sedang
beristirahat di dekat masjid nabawi.

”Ada keperluan apa ente mencarinya?”

“Saya ingin mengadukan satu perkara penting.” Jawab si Yahudi tadi

“Ente sedang berhadapan dengannya. Saya Umar!” ucap orang itu santai. Si Yahudi bengong. Masa
sih kepala negara yang daerah kekuasaannya luas dari jazirah arab sampai Mesir tampangnya kayak
begini, baju tambalan, istirahat bukannya di istana, tapi malah di bawah pohon?!

Singkat cerita si Yahudi tua pun langsung curhat ke khalifah Umar mengenai kasusnya.
”Jadi gitu....” ucap Umar. Umar menyuruh si Yahudi mencari tulang. Si Yahudi bengong lagi, ngapain
coba nyari tulang. Jauh-jauh dari Mesir malah disuruh nyari tulang. Khalifah Umar kemudian menggores
sebuah garis lurus di tulang tadi. ”Nih, bawa dan kasihkan ke Amr bin Ash!” ucapnya santai.

Si Yahudi sekali lagi bengong.

Namun tulang tadi ampuh juga, seketika menerima oleh-oleh tulang tadi, Amr bin Ash langsung
gemetar tidak karuan dan seketika itu juga membatalkan pembangunan masjid dan memerintahkan
pembangunan kembali gubuk tua milik si Yahudi.

Si Yahudi sekali lagi bengong

“Kamu tahu apa artinya oleh-oleh ini? Ini ancaman dari khalifah, arti goresan di tulang itu kayak
begini: jangan macam-macam, kamu bakal jadi tulang belulang, maka berlaku luruslah, atau pedang
beliaulah yang akan meluruskan” jelas Gubernur Amr bin Ash.

Si Yahudi manggut-manggut.....

Inikah keadilan?

Inilah keadilan!

Inilah keadilan!!!
SELINGKUH

Genewa, Swiss jadi saksi kala itu. Kala sebuah konferensi 3 hari di November 1967 yang disponsori
The Lifetime Coorporation menghadirkan perwakilan Pemerintah Indonesia dan para kapitalis raksasa
dunia. Terhitung perusahaan-perusahaan besar nimbrung di acara itu, mulai Perusahaan Minyak, Bank,
General Motors, Imperial Chemical Industries, British American Tobacco, Siemens dan USA Steel. Di
meja seberangnya duduk dengan manis para ekonom Indonesia. Ngapain?

Tidak usah secara rinci kayaknya diceritakan bagaimana isi pertemuan 3 hari tersebut. Namun
yang jelas hasilnya antara lain adalah sebagai berikut: Gunung Emas Tembaga di Papua jatahnya
Freeport, Bouksit jatah buat Alcoa, Nikel buat sebuah konsorsium AS/Eropa, Sementara hutan Tropis
Sumatera dijatah buatnya Amerika, Jepang, dan Perancis.

Jreeenggg..... harta rampasan pun dibagi-bagi.

***

Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Iya, sakit gigi memang rasanya ngujubileh luar biasa.
Namun itu tidak seberapa dengan sakit hati. Salah-salah gara-gara sakit yang satu ini seseorang bisa
memutuskan untuk bunuh diri.

Dan mana yang lebih bikin sakit hati dari “diselingkuhi”? Apalagi selingkuh itu kita lihat di depan
mata kita sendiri... sudah gitu selingkuhnya dengan musuh kita....Wuaaww sungguh teganya dirimu
teganya teganya teganya....

Dan betul-betul si Raja Tega, setelah ketahuan melakukan selingkuh, bukannya malu atau merasa
bersalah, namun yang ada adalah muka yang tenangnya berucap penuh retorika “Tenang, semua itu kan
buat kebahagiaan dan kesejahteraan kita bersama....” Gedubrak!

***

Selingkuh. Itu mungkin kata yang paling tepat menyaksikan kelakuan pemerintah kita. Contoh di
atas baru satu adegan yang sempat terekam sejarah, dimana dengan santainya pemerintah menjual
harta-harta milik rakyat dengan harga yang sangat murah. Rentetan cerita berikutnya lebih pedih lagi.

Persis seperti lagunya bang Rhoma Irama ”Gali lobang tutup lobang”, begitulah kebijakan Ekonomi
Indonesia. Lewat tangan para ekonom yang dikenal dengan julukan mafia Barkeley, Indonesia mulai
menumpuk deretan utang-utang luar negeri. Terhitung lembaga-lembaga Internasional seperti IMF,
Bank Dunia, ADB, dan PBB turut berperan sebagai rentenir yang mengakibatkan ekonomi Indonesia
sedikit demi sedikit menemui ajalnya.

Uniknya utang-utang luar negeri tersebut pada dasarnya bukan dalam rangka mensejahterakan
rakyat. Akan tetapi utang luar negeri yang bejibun itu hanya dinikmati segelintir kalangan konglomerat
saja. Nah, buat rakyat? Bahkan menyentuh uangnya saja tidak sempat.

Lalu lari kemana uang ratusan trilyun tersebut? Ya jelas masuk kantong dong. Menurut Jeffrey A
Winters, selama kekuasaan orde baru, US$10 miliar pinjaman Bank Dunia dikorupsi dari total US$30
miliar. Lebih luas lagi, menurut Ketua tim Ahli Korupsi ADB Soewardi 30-50% utang luar negri
pemerintah telah dikorupsi.

Nah, dari uang yang tidak tersentuh rakyat dan sebagian besar malah dikorupsi itu, ternyata
liciknya yang harus membayar cicilan pokok plus bunganya adalah rakyat. Hmm...

Dan bukan hanya itu, dari utang yang bikin sengsara itu ternyata membawa efek yang luar biasa.
Puncaknya, krisis moneter pun mengguncang Indonesia yang kemudian membawa kepada krisis
ekonomi yang berkepanjangan.

Datangnya era reformasi tak membawa perubahan besar dalam kebijakan ekonomi. Wajar, karena
aktor yang memgang kebijakan ekonomi ya dari ’mafia’ yang itu-itu juga. Tetap pro ekonomi kapitalis
liberal, tetap pro utang! Bahkan lebih ganas lagi!

Terbitlah kemudian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia yang nominalnya mencapai Rp. 655,75
trilyun. Dalihnya untuk menyehatkan perbankan nasional yang sedang kolaps akibat deraan krisis. Tapi
kenyataannya ya seperti yang sudah ditebak sebelumnya. Yang jelas ini jadi tambahan beban utang baru
yang harus dibayar oleh rakyat. Hahaha... lagi-lagi rakyat yang kena getahnya.

Belum cukup sampai di situ. Kebijakan ekonomi pun semakin mengganas. Alih-alih kasihan
terhadap kemelaratan rakyat akibat deraan krisis, pemerintah malah mencabut satu persatu keran
subsidi. Alasan mereka, subsidi terhadap rakyat telah menggerogoti keuangan negara, dan bikin rakyat
jadi manja.

Lalu demi ’kebahagiaan bersama’ satu persatu aset negara pun digadaikan. Satu persatu BUMN
diprivatisasi. Tahun 2008 saja, ada 37 BUMN yang dijual kepada swasta dan asing. Bahkan pemerintah
mencanangkan akan menjual seluruh saham 14 BUMN yang bergerak di bidang industri. Atas nama
investasi, Indonesia merelakan para perampok menjarah buminya, bahkan lebih lucunya, biaya
kerusakan yang diakibatkan kebrutalan perampok itupun kita yang menanggungnya. Terlihat jelas dalam
skema kontrak dengan investor migas, Pemerintah RI lah yang harus menanggung seluruh biaya
produksi dan biaya kerugian investor. Belum pernah rasanya dalam adegan perampokan dimanapun,
yang dirampok dengan ikhlas bilang begini ”Silahkan ambil saja yang kalian mau. Pokoknya semua biaya
perampokan dan kerugian kalian biar saya yang nanggung”. Tapi ajaibnya, ini terjadi di bumi Indonesia.

Ckk.. ckkk....ckk....
***

Wajar jika orang-orang bilang kalau Indonesia telah kembali ke zaman penjajahan. Kalau dulu di
zaman Belanda ada VOC, sekarang di masa digital ini yang bercokol adalah Freeport, Caltex, Exxon, dan
Perusahaan-Perusahaan Multinasional lain yang tak kalah kejamnya dengan VOC dalam menguras harta
negara. Kalau dulu penjajah Belanda konsentrasinya di sektor perkebunan. Kini penjajah modern lebih
parah, mengambil aset di segala bidang, dari perkebunan, tambang, telekomunikasi, lautan, daratan....

Kalau dulu Belanda memanfaatkan para demang dan bupati untuk memperalat rakyat, sekarang
juga tidak beda jauh. Para penjajah modern memanfaatkan pejabat-pejabat pemerintah, para politisi,
ekonom-ekonom Barkeley didikan mereka, LSM-LSM komprador, tokoh-tokoh masyarakat..

”Tapi ada bedanya!” sergah salah seorang teman. Saya mengernyitkan dahi.

”Kalau dulu kita memiliki Sultan Hasanuddin, Pangeran Dipenogoro, Imam Bonjol, Pangeran
Antasari yang berani angkat senjata dan bahkan mati membela ketertindasan rakyat, nah sekarang
kemana pahlawan-pahlawan itu? Yang ada terlihat hanya muka-muka pengecut yang menunduk
pasrah.”

Saya hanya manggut-manggut setuju. Iya, betul! Perbedaan yang paling jelas antara penjajahan
masa lalu dengan masa sekarang adalah dulu masyarakat sadar persis kalau dirinya sedang dijajah. Maka
karena kesadaran itulah pada akhirnya mereka bangkit bersama untuk melawan. Bahkan, demi
mengusir penjajahan mereka rela berjuang sampai titik darah penghabisan... Rawe-rawe rantas malang-
malang putung, haram manyarah waja sampai kaputing.

Namun sekarang penjajah betul-betul telah berintrospeksi dan tak mengulangi kesalahan masa
lampau. Mereka berhasil mengelabui imperialismenya dengan topeng investasi, privatisasi, globalisasi
dan si-si-si-si yang lain, sehingga si rakyat merasa dirinya adem ayem saja. Kita sudah merdeka! Teriak
mereka bahagia, padahal tanpa sadar satu persatu ’pakaian’ mereka dipeloroti.

Dan pemerintah hanya tersenyum melihat betapa polosnya rakyatnya.....

***

”Nah, maka hanya orang bodoh yang diam aja melihat dirinya diselingkuhi begitu. Perselingkuhan
jelas-jelas di depan mata, Bung!” lanjut teman saya tadi.

”Hahahaha.... kali ini kamu yang salah...” potong saya.

”Menurut saya kita ini bukannya sedang diselingkuhi. Salah besar!” saya menghela nafas.
”Karena sebenarnya kita, para rakyat ini, sudah diceraikan!! Talak tiga!!!” tandas saya kemudian
seraya tersenyum miris.
TELANJANG, Coyy…!

Indonesia selalu saja di barisan uncit!

Pendidikan di Indonesia menempati urutan ke-12 dari 12 negara Asia Tenggara, bahkan lebih
rendah dari Vietnam. (Penelitian the political and Economic Risk Consultancy). Sementara itu, kualitas
SDM Indonesia berdasarkan hasil penelitian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000
menduduki urutan ke-109 dari 174 negara. Dalam hal clean government bebasnya dari korupsi,
Indonesia juga menempati rangking 142 dari 146 negara, dengan IPK (Indeks Persepsi Korupsi) 2,0. Itu
pun sudah naik dari yang sebelumnya peringkat nomor dua dari bawah.

Dan cukuplah tiga contoh itu, mewakili betapa terkebelakangnya negeri jamrud khatulistiwa ini.
Belum lagi, bila bicara masalah kemiskinan, sains teknologi, kesehatan, keamanan dan lain sebagainya....
Indonesia mesti bersabar... sangat bersabar.

Namun, tampaknya paling tidak Indonesia masih bisa berbangga. Toh walaupun prestasinya jelek
di hampir semua bidang, ternyata di dunia Internasional, negeri ini masih bisa meraih gelar peringkat
tiga besar di salah satu bidang. Indonesia ternyata berhasil meraih peringkat kedua di dunia setelah
Rusia berdasarkan Kantor Berita Associated Press dalam hal kasus pornografi-pornoaksi...... Horee!!

Berita itu memang cukup mengejutkan dan bikin syok. Bila Rusia mendapat peringkat pertama,
memang kedengarannya wajar. Sudah mafhum bagi orang, bila negaranya Lenin ini adalah surga bagi
pornografi dan pornoaksi. Tapi Indonesia.... walaahh! Bukannya ini negri agamis, punya daerah yang
dijuluki serambi makkah, katanya sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa, sila kedua Kemanusiaan yang
adil dan beradab, terus punya segudang ulama dan beribu pesantren?!

Terus kenapa? Memangnya semua hal di atas menjamin. Bila semboyan-semboyan moral cuma
kamuflase, ulama tidak digubris, pesantren dituduh hanya sarang teroris... Dan ketika keran kebebasan
dibuka seluas-luasnya, sekolah hanya untuk transfer ilmu bukan sarana pendidikan moral dan perilaku.
Maka wajar dong ’prestasi’ itu diraih. Bahkan kita mesti membusungkan dada, untuk kali ini kita berhasil
mengalahkan Amerika Serikat dan Perancis sekalipun yang terkenal kampiun dalam hal porno-pornoan.

Maka saksikanlah, negeri ini sekarang mulai menjelma menjadi negeri porno.... hehehe.. keren!

Porno, sejarah mencatat sebenarnya pornografi-pornoaksi di Indonesia bukanlah hal yang baru.
Sedari dulu kita ternyata sudah terkenal dalam masalah pornografi. Kita bisa melihat misalnya dalam
karya-karya sastra klasik jebolan maesro-maestro di Indonesia, seperti Arjunawijaya, Arjunawiwaha,
Bharatayudha, Sumanasanaka, Sutasoma, Subadra Wiwaha, Kama Sutra yang sarat dengan gambaran-
gambaran erotis. Juga kita bisa menyaksikan relief-relief di candi-candi Indonesia yang menggambarkan
pornografi. Museum Pusaka di Jakarta sendiri juga memamerkan patung-patung primitif etnik yang juga
porno.
Foto porno di Indonesia juga bukan hal yang baru. Sejak 1930-an sudah dikenal foto-foto gadis Bali
yang bertelanjang dada. Lukisan porno? Bahkan sejak dulu kita punya pelukis porno yang karirnya diakui
dunia internasional; Affandi, dengan berbagai lukisan telanjangnya, seperti “Telanjang tahun 1947” dan
“Telanjang dan Dua Kucing tahun 1952”

Maka tak perlu terkejut, karena porno ternyata adalah warisan dari nenek moyang kita terdahulu.
Ternyata nenek moyang kita bukan hanya seorang pelaut, seperti yang sering didendangkan itu ya...

Hingga kemudian di zaman modern kita menyaksikan yang namanya porno begitu menjadi-jadi.
Telanjang sudah betul-betul ‘telanjang’ di hadapan mata kita. Berbagai media seolah berlomba untuk
turut serta.... dalam lomba porno-pornoan. Fastabiqul Aurat!

Di dunia maya, Indonesia ternyata termasuk rajanya. Bahkan, konon banyak situs-situs porno
terkenal adalah buatan putra-putra terbaik bangsa. William B Kurniawan, Direktur Manajer Aneka CL-
Jejak Kaki Internet Protection, bahkan mengatakan bahwa saat ini terdapat lebih dari 1.100 situs porno
lokal. Hmm..

Dunia fotografi tak mau kalah, foto-foto porno mulai dari gadis kampung amatiran sampai
selebritis kawakan berkompetisi meraih predikat ‘yang paling porno’. Kita ingat berbagai kasus yang
menghebohkan dunia per-pornoan tanah air, seperti kasus foto Sukma Ayu, Davina, Sarah Azhari,
Rahma Azhari, Tiara Lestari, Kiki Amalia dan sederet bintang top kenamaan lainnya.

Bukan hanya itu, kita juga sekarang sudah banyak bikin film porno sendiri. Bahkan film porno ini
sudah bisa disutradarai oleh anak EsDe sekalipun. Soalnya tinggal arahkan kamera HaPe, pencet tombol,
dan... action! Makanya begitu banyak film bermunculan, dan seluruh pelosok tanah air seakan tak mau
ketinggalan. Bahkan, untuk yang beginian, tokoh-tokoh pejabat dan kalangan DPR merasa malu kalau
tidak berpartisipasi. Ingat kan kasus video mesum anggota DPR RI Yahya Zaini dengan penyanyi dangdut
Maria Eva?

Majalah-majalah Porno juga sangat mudah diakses, dulu kita masih ingat sebelum adanya
pemberangusan, majalah dan tabloid sebangsa Hot, Wow, Lipstick, Liberty, Popular bisa dinikmati
dengan mudah di emperan-emperan kaki lima. Anak-anak pun bisa beli dengan mudahnya. Kemudian
kita pun akhirnya dapat kehormatan terpilih menjadi negeri nomor dua di Asia yang menerbitkan
majalah Playboy versi lokal. Hmm...

Televisi? Apalagi televisi. Iklan-iklan, sinetron, film, acara-acara talkshow, video klip berebut
mengejar rating dengan memajang wanita-wanita seksi. Musik dangdut tak akan laku bila belum
menampilkan aksi porno. Maka laris manislah goyang ngebor inul, goyang patah-patahnya Anisa Bahar,
goyang ngecornya Uut Permatasari, dan goyang tak jelas miliknya Dewi Persik.

Pfyiuhh.. dimana mata memandang, di situ porno menghadang. Di jalanan, angkot, bis kota, mall,
sekolah, koran, majalah, televisi,.... hingga ada celetukan guyon dari para santri bahwa perintah
Ghaddul Bashar alias menundukkan pandangan itu sekarang sudah tidak tepat lagi, karena kalau kita
menundukkan pandangan kita juga tetap akan lihat porno-porno, toh sekarang rok mini dan celana-
celana yang menampilkan aurat sampai ke sisi-sisi menyeramkan sudah menjadi tontonan biasa.
Hahaha... saya jadi berpikir, seandainya Imam Syafi’i hidup di zaman sekarang pasti dirinya stress berat.
Padahal dulu, saat dia tidak sengaja melihat tumit perempuan bukan muhrim saja beliau stress karena
jadi kehilangan hapalan-hapalan beliau..... nah sekarang?

Eh, sebentar. Kira-kira kenapa sih kok bisa se-amburadul begitu masalah porno di Indonesia? Nah,
usut punya usut ternyata hal ini tak lepas dari peranan pemerintah. Pemerintah rupanya punya andil
besar dalam men-support ke-pornoan di Indonesia. Misalnya saja dengan berkedok pariwisata, di Bali
kita harus akui bahwa yang namanya daya tarik wisata di pulau Dewata ini bukan hanya alamnya yang
eksotik... bukan! Bukan itu, kalau cuma itu sih bisa saja didapatkan di daerah-daerah lain. Namun karena
Bali juga menjanjikan wisata yang erotik! Pantai Kuta dan pantai Sanur misalnya. Semua orang juga tahu,
salah satu pesona pantai itu adalah karena di sana banyak ‘hewan-hewan’ yang berkeliaran cuma
bercelana dalam. Maaf, saya bilang hewan. Soalnya setahu saya yang namanya manusia beradab ciri
khasnya adalah sudah mengenal pakaian. Kemudian pesona wisata-wisata seksnya yang menjanjikan. Di
daerah-daerah lain juga tak mau ketinggalan. Hampir semua provinsi memiliki wadah pelacuran resmi,
suaka margaPeEsKa yang dilindungi oleh pemerintah dan Undang-Undang. Bahkan komplek Dolly di
Surabaya dikenal sebagai salah satu komplek pelacuran terbesar di Asia Tenggara. Pemerintah.....
bukannya mencegah, yang ada malah ikut mengambil keuntungan dari sana.

Jadi benar, porno memang budaya yang mesti dilestarikan. Bahkan, pemerintah misalnya
mendukung dan membiarkan rakyatnya yang di daerah-daerah Papua masih telanjang ria cuma
memakai koteka, demi sekali lagi melestarikan budaya porno!

Maka, wajar ketika RUU Anti Pornografi Pornoaksi mau dicanangkan, banyak pihak yang protes.
Masa budaya kita mau dihapuskan. Lucunya, malah kaum perempuan yang banyak turun ke jalan
menentang Undang-Undang ini. ”Masa kami mau porno-porno dilarang. Ini tidak adil!” teriak mereka.

Dan mereka pun berargumen bahwa bagaimana porno mau diatur, sedangkan definisi porno saja
masih belum jelas. Mengutip pendapat Dr. Janet E. Steele, pengajar di Universitas George Washington.
Ia mengatakan: Tidaklah mungkin menarik garis (tegas) dengan mengatakan apa yang disebut
pornografi dan yang bukan pornografi, sehingga bahkan tidak ada gunanya mencoba membuat batasan
(yang tegas). Jadi tak usahlah ngatur-ngatur masalah privat!

Saya cuma ingin mengatakan pada pihak yang menentang: Maaf, Tuhan kami Allah, bukan
Kapitalisme-Liberalisme. Dan Nabi kami Muhammad, bukan Dr Janet!

Allah berfirman dalam surat AlAhzab 59:

”Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang
mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”

Muhammad Rasulullah mengatakan:


”....sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya
menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” (HR
Abu Dawud)

Nah, jadi jelas kan? Dalam Islam yang namanya porno itu batasannya aurat! Artinya apabila
kelihatan satu lembar rambut saja dari wanita bukan muhrim sudah terkategori porno.

Dan lihatlah, akibat dari budaya porno kita tercengang dengan kerusakan moral dari anak-anak
bangsa ini. Kita sudah merasa wajar dengan yang namanya Seks pra nikah, cicipi dulu sebelum dibeli.
Kita pun sudah tidak terkejut bila mendengar berita anak kecil melakukan adegan seks dengan teman
sebayanya, Homoseksual, atau penyimpangan seksual lainnya, kasus aborsi, dan lain sebagainya.

Hingga akhirnya bukan hanya generasi porno yang akan terlahir dari rahim ibu pertiwi ini, namun
juga generasi-generasi yang bejat-bejat moralnya.

Dasar zaman sudah edaaaann!


WASPADALAH! WASPADALAH!

“Kejahatan tidak hanya muncul karena niat dari pelakunya. Namun juga karena adanya
kesempatan…..”

… dengan tampang sangar bertopeng, suara berbass cempreng, badan bongsor bertato dari balik
jeruji. Teriak-teriak sembari telunjuk mengarah ke layar kaca…

”….Waspadalah! Waspadalah!”

Anak kecil saja sudah tahu, pria beringas itu si bang napi, yang rutin tiap hari mengingatkan
pemirsanya tentang bahaya kejahatan yang selalu mengintai di segenap penjuru…

Deg, biar saya ulangi kalimat yang terakhir….. bahaya kejahatan selalu mengintai di segenap
penjuru….

Beberapa saat sebelum menulis ini, salah seorang teman berkunjung dengan wajah murung, “Aku
kemalingan! Hape aku digondol maling malam tadi. Trus dompet juga tak ketinggalan diembatnya”
keluhnya sendu.

“Padahal hape itu hasil tabungan bertahun-tahun. Belum lagi dompet yang isinya dua ratus ribu
lebih, sebagiannya malah bukan milikku, itu duit sumbangan buat acara seminar keislaman. Dasar
maling tak tahu diri” umpatnya.

Eh, ceritanya kurang seru ya? Apa sisi menariknya? Itu mah hal biasa atuh ya..

Iya saya bilang, itu adalah hal yang kini menjadi teramat biasa. Bahkan tak layak muat di surat
kabar, apalagi di program Sergap dan Buser. “Seorang Remaja Kehilangan hape dan dompet sekaligus”
haha.. bikin ketawa dan bikin rugi sang empunya media. –Beda kasusnya kalau yang kemalingan itu
seleb seperti Nicolas Saputra atau Marshanda.... yang itu baru bisa dibikin headline news”

Sedangkan kasus teman saya tadi terlampau tidak berharga bila dibandingkan berita-berita seperti
“Kawanan perampok mencincang-cincang serta membakar hidup-hidup mayat seorang nenek setelah
merampas seluruh hartanya”, atau “Seorang kakek berumur 80 tahun nekad menghamili cucunya yang
baru berusia belasan tahun”. Kalah jauh!

Bahkan, dia akan tidak pede untuk melaporkannya ke pihak yang berwajib. Yah, polisi terlalu
banyak tugas. Masalah ini terlalu sepele,dan kalaupun diterima paling-paling diletakkan di tumpukan
map paling bawah. Padahal banyak masalah besar masih belum terselesaikan. Ini, cuma hape dan
dompet saja, lapor....
Dan berjalanlah ia dengan gontai....

Bukan masalah jumlah harta yang amblas...

Saya yakin teman saya itu paham betul bahwa harta itu semata-mata titipan. Ibarat tukang parkir,
kita mesti ikhlas seikhlas-ikhlasnya ketika mobil yang tadinya dititipkan diambil kembali oleh sang
pemilik. Seikhlas sang pemilik di awal ketika menitipkan mobilnya pada kita.

Bukan masalah itu, namun karena sebuah kejengkelan yang menjadi-jadi. Karena di bumi
tempatnya menginjakkan kaki sudah tidak ada jaminan rasa aman lagi.

Di negeri ini tidak ditemui lagi zona aman!

Saya juga jadi berpikir, kalau begitu bila suatu saat saya kehilangan sesuatu, misalnya lembaran
uang lima puluh ribu, atau sebuah buku catatan, atau sepasang sandal jepit (maafkan saya, saya tidak
bisa mencontohkan yang mewah-mewah, karena kenyataannya memang begitu-begitu saja yang saya
punya), maka siapa yang peduli?

”Sudahlah, relakan saja... cuma sandal jepit butut kok dipermasalahkan. Beli saja yang baru...”
Hibur teman saya, ketika pada suatu siang sehabis zuhur untuk kesekian kalinya saya mesti kehilangan
sandal jepit di pelataran mesjid yang sama.

Sandal jepit dia bilang ’cuma’? Hati saya meradang. Ini sebuah penyepelean yang luar biasa.
Bagaimanapun remehnya harga sandal jepit, bagi saya benda ini sangat bernilai. Dialah yang berjasa
mengantar saya kemana-mana berkeliling, bagaikan seorang induk yang melindungi anaknya, dia
lindungi saya dari ancaman kerikil-kerikil atau tahi kucing yang bergentayangan di sepanjang jalanan.
Dan saat ini sang induk telah diculik dengan paksa....!

”Terus kamu mau ngapain, lapor polisi?” ledek teman saya sambil ketawa.

”Bahkan saya akan menyewa pengacara dan tim penyidik khusus!” jawab saya kesal.

Huh, kejahatan tak pilih kasih, bahkan di rumah Allah sekalipun!

Dan saya tampaknya mesti banyak-banyak mengelus dada. Karena memang, sepertinya benar
nasehat teman saya tadi. Ikhlaskanlah diri ketika engkau dijahati orang, toh kejahatan adalah suatu hal
yang biasa di sini. Penjahat, maling, copet adalah profesi. Di negeri ini kejahatan sudah menjadi
panglima!

Tabloid kriminalitas dan koran-koran pun kini tak sanggup lagi memuat berita kejahatan yang
demikian membludak. Tayangan sergap, buser, patroli dan lainnya menjadi tontonan rutin saban hari
yang tak pernah ada habisnya. Hari ini ayah membunuh anak, besoknya sang anak yang membunuh
ayah. Kemarin si pembunuh membakar hidup-hidup korbannya, hari ini pembunuh tega mencincang-
cincang sang korban.
Kriminalitas meningkat baik kualitas, apalagi kuantitas!

Dan penjara pun penuh sesak. Hingga ada idiom di kalangan penjahat, kalau kau di luar sana
sudah mulai kelaparan, maka buatlah kembali satu kejahatan, dan biarkan dirimu ditangkap. Karena di
sini di penjara kita dapat tempat enak, dapat makanan bergizi tanpa perlu susah payah banting tulang.

Dan penjara layaknya sebuah universitas khusus bagi para kriminil. Di sini maling ayam setelah
‘tamat’ bisa jadi maling kendaraan. Disini jagoan kampung bisa menjelma menjadi seorang pembunuh
bayaran. Satu-satunya mungkin sarana pendidikan yang betul-betul gratis di negri ini!

Maka wajarlah bila di setiap saat dan di setiap tempat kita akan selalu dihantui rasa cemas. Di
pertokoan, berhati-hatilah banyak pencopet atau tukang hipnotis. Pulang dari Bank, tasmu menjadi
incaran kawanan perampok. Di parkiran, kendaraan yang sudah dikunci pengaman saja bisa lenyap.
Pulang ke rumah, tutup rapat semua pintu dan jendela, maling bisa masuk kapan saja dan dari mana
saja. Bahkan jangan pernah membawa sandal sepatu mahal ke mesjid, sandal jepit butut yang warnanya
beda dan termasuk golongan homo (maksudnya kiri sama kiri, atau kanan sama kanan) saja bisa raib!

Kriminalitas betul-betul merajalela. Orang-orang kelaparan, dia perlu makan. Perusahaan sudah
memPeHaKa, jadi tukang ojek mesti punya persatuan, pengemis tak ada yang kasihan, maka jadi maling
bisa jadi adalah satu-satunya pilihan.

Dan nyawa pun begitu tidak berharganya. Harganya serupa dengan uang seribu rupiah. Seribu
rupiah? Ya, kita saksikan, bahkan demi memperebutkan selembar ribuan itu nyawa bisa melayang. Salah
bicara sedikit sudah main tikam. Sedikit-sedikit main jotos. Ih, betapa mengerikannya. Saya merasa
seperti sedang berada di rimba belantara, dimana kekerasan merupakan satu-satunya jalan
penyelesaian.

Dan yang lebih mengerikan di dalam benak saya bahwa kriminalitas yang tanpa henti ini
sebenarnya adalah sebuah budaya dan tradisi yang akan betul-betul lestari. Hingga di suatu saat nanti
kita jangan terkejut ketika generasi cucu-cucu kita ketika ditanya apa cita-citanya, akan menjawab....

”Saya mau jadi perampok yang hebat, Kek” katanya dengan bangga sembari membusungkan dada.

Na’udzubillahi min dzaalik...


MINORITY

I want to be the minority

I dont need your authority

down with the moral majority

'cause I want to be the minority

…..

Bagi anda yang penikmat musik-musik cadas luar negri pasti sudah kenal betul dengan lirik lagu di
atas? Yoi, ini adalah chorus dari tembang Minority miliknya Greenday. Bicara tentang lagu-lagu
Greenday memang rata-rata asyik punya. Simak saja hitnya seperti American idiot, She’s a rebel, Wake
me up when September end, dan lainnya yang rata-rata keluar dari pakem kebanyakan lagu masyarakat
Amerika. Greenday membawa tema pemberontakan! Bosan juga kan dengar lagu-lagu cinta melulu yang
basi.. sekali-kali lagu yang menghentak kayak punyanya Greenday asyik juga disimak.

Dari sekian banyak hit yang diusungnya, lagu Minority ini betul-betul menempati tempat yang
layak di hati saya. Ritme lagunya keren, dan terlebih adalah liriknya yang ‘gue banget!’

I want to be the minority…. Saya mendadak teringat dengan bunyi sebuah hadits dari kekasih
tercinta saya, Rasulullah SAW yang kira-kira bunyinya sebagai berikut

“Islam itu pada awalnya asing, kemudian akan kembali asing seperti semula. Tapi beruntunglah
orang-orang yang asing”

Islam itu pada awalnya asing.... Yaa kita baca saja siroh nabi. Islam kala itu dianggap sebagai
ajaran yang aneh. Para pemeluknya dianggap manusia aneh pula. Bukan hanya dianggap aneh, bahkan
mereka disiksa karena ’keanehan’ mereka itu. Mereka diasingkan, dan dikucilkan... Betul kata hadits di
atas, Islam itu pada awalnya memang asing....

Lalu tibalah saat kejahiliyahan bertekuk lutut di hadapan yang haqq.... dan benderanglah semesta
dengan cahaya, merembes dari sela-sela padang pasir Arabia, merambati hutan-hutan Afrika, merayap
ke kota-kota Eropa, menyisir semenanjung Hindia, merapat ke dataran China, melayari kepulauan-
kepulauan Nusantara.... saat itu... Hip hip Hurayyy! Ajaran Islam meraja dan jadilah hamparan dunia
sejahtera.
Tibalah kemudian mendung jahiliah kembali menggelayut. Kedigdayaan islam kian meredup.
Jahiliyah kembali menelusupi cakrawala dunia. Pudarlah kebenaran! ...kemudian akan kembali asing
seperti semula...

Saat ini, yaa seperti yang kita lihat bersama. Islam kembali asing. Orang merasa risih bicara islam.
”Sok alim loe” begitu celetukan yang akan terdengar bila ada sobat kita yang pengen konsisten dengan
keislamannya. Pakai Jilbab yang longgar sesuai syariat.... ”Awas-awas.... ada ninja!” Atau tidak mau
pacaran ”Loe itu cuma dua kemungkinan, Pren. Antara gak laku atau homo!” Asaghfirullahal’azhim
”Hah... mantra apa lagi tuh!” Aaarggghh!

Namun beruntunglah.... di akhir hadits Rasulullah tersayang memuji begini ..... Tapi beruntunglah
orang-orang yang asing... Hahaha... satu-kosong! Biar terasing yang penting kan beruntung!

Benarlah ucapan Rasulullah. Dan tepat juga kata Greenday.... I want to be the minority… Saya
ingin jadi minoritas…. Biarin saya jadi yang terasing…

(Hei, jangan-jangan Greenday ini terinspirasi bikin lirik lagu di atas gara-gara dengar hadits
Rasulullah itu?)

Minoritas yang terasingkan…. Memangnya kenapa? Apa salahnya? Buat apa jadi kalangan
mayoritas kalau itu mah bakalan menyeret kita ke neraka? Ups, saya tidak asal ngomong, setidaknya
dalam AlQur’an Allah SWT pernah mengancam kayak begini

”.. dan janganlah kalian mengikuti orang kebanyakan... karena kebanyakan orang berada dalam
neraka..”

Kemaksiatan merajalela. Syariat Islam dicampakkan. Maka apakah hanya karena banyak orang
yang melakukannya maka kita harus juga ikut-ikutan trend kemaksiatan tersebut?

Maaf ya... I want to be the minority..

Bahkan, seandainya suatu ketika orang yang memperjuangkan syariat Islam, orang-orang yang
konsisten dengan Islam bakal dibui atau dihukum gantung?

Maaf…. I dont need your authority…

Atau misalnya suatu ketika menurut kacamata seluruh masyarakat, Islam telah menjadi sampah,
pengusungnya digolongkan orang yang tak bermoral?

Tetap…. Huh.. down with the moral majority…

Lho kenapa memangnya?

'cause I want to be the minority

(Eh, supaya lebih seru bacanya sambil nyanyi minoritynya Greenday ya... )
Muslim sekarang jadi minoritas, kata Ustadz Ihsan Tanjung. Lho, bukannya jumlah muslim itu 1,3
miliar lebih, Tadz?

Lha iya... kata beliau... tapi itu mesti dikurangi dengan golongan aliran sesat seperti Ahmadiyah,
Lia Aminuddin, Inkar Sunnah dan lain sebagainya. Numpang mengaku Islam padahal tidak beraqidah
Islam. Ini belum lagi dikurangi dengan golongan ’Muslim tapi’... Muslim tapi nggak sholat, muslim tapi
tidak berjilbab, muslim tapi pacaran, muslim tapi sekuler, muslim tapi tidak kenal ajaran islamnya.
Artinya yang muslim doang itu jumlahnya sedikit saja... Minoritas! Tegas beliau.

Islam yang minoritas. Bahkan menyebutnya pun orang enggan. Bicara islam.... ”Bukan tempatnya ,
Bung! kalau mau khutbah sana di masjid tunggu jum’atan”. Bikin undang-undang, perda, aturan hukum,
ketatanegaraan......

”Jadi bagaimana menurut kalian tentang penertiban prostitusi...” Wakil Rakyat satu melempar ke
forum.

”Yap, ini memang perlu ditertibkan. Mengacu pada hukum, kalau kita larang berarti melanggar hak
asasi dan kebebasan. Makanya kita perlu menertibkan dengan membikin daerah-daerah pelacuran yang
resmi” Wakil Rakyat dua menyuarakan dukungan.

”Oke, ini juga sudah sesuai dengan contoh undang-undang di negara maju. Karena itu dengan
mengucapkan bismillah kita sahkan Undang-Undang Pelacuran ini...” Wakil Rakyat satu bersiap
mengetuk palu

”Interupsi, pimpinan sidang! Tapi menurut AlIsra 32 Allah bilang ..janganlah kamu mendekati
zina...” Wakil Rakyat tiga menginterupsi cepat.

”Hahaha... ini forum resmi bung! Jangan bawa-bawa agama. Udah! Ganggu aja... kirain mau bicara
apa...” Wakil Rakyat satu. Segenap hadirin di forum tertawa terbahak. Wakil Rakyat tiga hanya
ternganga tak percaya.

Minoritas...... Islam terasingkan..

Masjid terkunci saat waktu shalat. Suara Adzan hanya kaset rekaman. Sementara hingar bingar
konser musik berjubel hingga pengunjungnya mencak-mencak karena tak bisa masuk akibat kehabisan
tiket.

Islam minoritas.... Islam terasingkan.

”.....Tapi beruntunglah yang terasing.... Yaitu yang berupaya memperbaiki di tangah kerusakan-
kerusakan” Begitu bunyi hadits dalam riwayat yang lain.
Terasing, bukan berarti mengasingkan diri... bersembunyi dari kehidupan manusia, tidak mau
bergaul. Justru sebaliknya keterasingan menuntut pihak yang terasing untuk berusaha memperbaiki
kerusakan ini. Ketika ibadah sepi, ketika kemaksiatan merajalela, ketika sistem islam digantikan dengan
sistem kufur, maka bangkitlah para pendekar minoritas yang terasing! Sudah saatnya mengubah dunia
yang rusak jahiliyah ini!

Dan biarlah nanti mereka akan terpana, ketika di Yaumul Akhir diumumkan..... Yang masuk neraka
adalah golongan mayoritas..... Yang di surga golongan minoritas....

Dan golongan minoritas pun berkata dengan bangga....

”hehehe… I am the minority!”

Anda mungkin juga menyukai