Anda di halaman 1dari 30

PEMODELAN LAPISAN AQUIFER BERDASARKAN INTERPRETASI DATA

TAHANAN JENIS
DAERAH BINJAI HULU, KALIMANTAN BARAT

Tati Zera
Program Studi Fisika, FST, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

ABSTRAK
Telah dipelajari carakerja software INTERPEX 1D dan MICROGRAFX
DESIGNER 9.0. untuk pengolahan dan interpretasi data geolistrik. Mekanisme kerja
menggunakan software ini kemudian diterapkan pada suatu daerah yang dipilih.
Interpretasi menemukan tiga lapisan batuan, yaitu batuan pasir kering dengan nilai
tahanan jenis sekitar 90 Ohm-meter, batuan pasir basah 20-90 Ohm-meter dan
batuan lempung yang memilki nilai tahanan jenis < 17 Ohm-meter. Terdapatnya
lapisan batuan pasir kering maupun basah menunjukkan adanya lapisan akuifer, dan
adanya lapisan batuan lempung mengindikasikan suatu lapisan tutupan yang baik
bagi lapisan akuifer di daerah tersebut.

Kata kunci : Interpex 1D, Micrografx Designer 9.0, tahanan jenis, batu pasir kering,
batu pasir basah, batu lempung, akuifer, tutupan.

ABSTRACT
It has been studied about the INTERPEX 1D dan MICROGRAFX DESIGNER
9.0. for geoelectric data processing and interpretation. This software mechanism is
applied to an object region. The result found three layers, dry sandstone with 90 Ohm-
meter of resistivity, wet sandstone with 20-90 Ohm-meter of resistivity and clay with
< 17 Ohm-meter of resistivity. The dry and wet sandstone indicate the aquifer and the
clay is indicated there is a good seal layer for that aquifer in the region.

KeyWord : Interpex 1D, Micrografx Designer 9.0, resistivity, dry sandstone, wet
sandstone, clay, aquifer, seal.

PENDAHULUAN

Survey Geolistrik Tahanan jenis merupakan salah satu metode geofisika yang
sangat cocok untuk penentuan lapisan yang mengandung air (akuifer) di suatu daerah.

1
Survey ini memanfaatkan sifat listrik lapisan batuan bawah permukaan bumi sehingga
dengan pengolahan dan interpretasi data yang diperoleh, dimungkinkan untuk
menyimpulkan prospek atau tidaknya suatu lokasi sebagai sumber air yang baik atau
tidak.
Software Interpex 1D dan Micrografx Designer 9.0. merupakan salah satu
alat bantu yang handal dalam interpretasi data survey geolistrik. Software ini
merupakan satu kesatuan rangkaian kerja yang terintegrasi berdasarkan urutan
kerjanya. Pengolahan data lapangan tahanan jenis dan ketebalan lapisan dilakukan
dengan menggunakan bantuan software interpex ID. Selanjutnya nilai tahanan jenis
yang diperoleh, dikorelasikan antar satu titik dengan titik yang lainnya. dengan
mengunakan software micrografx designer. Dengan software ini kita dapat mengetahui
penyebaran batuan bedasarkan nilai tahanan jenisnya secara dua dimensi. Dengan
demikian informasi variasi harga resistivitas baik dalam arah horisontal maupun arah
vertikal dapat diperoleh.
Paper ini membahas teknis penggunaan software tersebut dengan melakukan
uji coba terhadap data sekunder suatu daerah survey di Kalimantan Barat. Selanjutnya
hasil interpretasi geolistrik di daerah tersebut dikaitkan dengan informasi Geologi
regionalnya untuk mendapatkan hasil interpretasi yang lebih akurat.
Penelitian distribusi akuifer ini dilakukan di daerah Binjai Hulu Kabupaten
Sintang Kalimantan Barat yang terletak pada koordinat 111 O 7’48.1” BT –111O
28’46.2”BT dan 000 11’42 – 000 12’19 LU. Interpretasi yang dilakukan berdasarkan
pada variasi nilai tahanan jenis bawah permukaan, dan dilakukan berdasarkan analisa
kualitatif yang menganalisa pemodelan variasi nilai tahanan jenis daerah yang
berpotensi akuifer dan diinterpretasikan secara kuantitatif dengan membuat pemodelan
dari variasi nilai tahanan jenis dengan menggunakan pengolahan data geofisika
software interpex ID, dan dikorelasikan menjadi penampang tahanan jenis 2D dengan
menggunakan software Micrografx Designer 9.0

LANDASAN TEORI

2
Air tanah merupakan air yang terdapat dibawah permukaan tanah. Sumber
utama air tanah berasal dari air hujan atau air permukaan yang menyerap kedalam
tanah. Air tanah terjadi sebagai hasil proses penyarapan air yang berasal dari curah
hujan maupun pancairan salju yang masuk ke dalam tanah. Melalui tanah berporos,
yang akhirnya mencapai lapisan impermeabel dan tersimpan. Lapisan tanah yang
terletak dibawah permukaan tanah dinamakan daerah jenuh (saturoted zone). Pada
daerah jenuh, air tertahan lebih lama karena air telah sampai pada lapisan batuan induk
yang kedap air. Pada daerah inilah air tanah seakan-akan tergenang, sehingga menjadi
resevoir air. Sedangkan daerah tak jenuh, air tertahan sebentar dipori-pori yang halus
pada lapisan tanah yang lebih padat (Moh.Ma’mur, 1995: ..?).
Akuifer adalah suatu lapisan pembawa air tanah dengan permeabilitas yang
cukup untuk menghantarkan dan ditempati oleh air tanah dalam jumlah ekonomis.
Lapisan yang biasanya menjadi akuifer ini terdiri dari bahan-bahan yang belum
terkonsolidasi yaitu pasir dan kerikil yang umumnya terdapat sebagai endapan aluvial,
bekas sungai purba, bataran pantai dan lain-lain. Meskipun sudah terkonsolidasi
batupasir dapat bertindak sebagai akuifer yang baik. Aquifer yang lain adalah, batu
gamping rekah dan berongga. Untuk batuan lain kecil kemungkinannya ditempati air
kecuali bila ada rekahan.

Kisaran Nilai Tahanan Jenis


Resistivitas material dan batuan pembawa air dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti :
1. Porositas batuan yaitu perbandingan antara volume rongga dalam batuan
dengan volume batuan.
2. Salinitas atau kandungan ion bebas dalam air yang mengisi rongga.
3. Permeabilitas yaitu kemanpuan batuan untuk meloloskan air.
4. Temperatur batuan.
Nilai tahanan jenis menunjukan gejala berikut :

3
a. Batuan dengan porositas rendah menunjukan harga tahanan jenis yang tinggi
sebagai contoh, hampir semua batuan beku dan metamorf seperti granit, basalt,
batu kapur (lime stone) masif.
b. Batuan permeabel yang kurang berisi juga menunjukan tahanan jenis yang
tinggi contoh, batupasir kering.
c. Batuan yang mengandung mineral lempung (clay) menunjukan tahanan jenis
rendah dan menengah contoh, batuan lapuk.
d. Batuan yang dingin menunjukan tahanan jenis yang lebih tiggi dibandingkan
batuan yang tidak dingin.
Berdasarkan hasil penelitian PPGN BATAN (2003), nilai tahanan jenis untuk
suatu lapisan yang mengandung akuifer terdapat pada lapisan batupasir, yang memiliki
kandungan airnya lebih banyak. Nilai tahanan jenis beberapa jenis batuan dicantumkan
dalam table berikut. nilai (tabel.1).

Tabel 1. Kisaran Nilai Tahanan Jenis Lapisan Batuan (PPGN, 2003)

Jenis Batuan Nilai Tahanan Jenis


(Ohm-m)

Batu pasir kering >90


Batu pasir basah 20-90
Lempung <17

Metode Geolistrik

Metode geolistrik pertama kali diperkenalkan oleh Conrad Schlumberger pada


tahun 1912 (Dobrin, M.1978:..?, dan Telford, W.M. Gedaart, L.P.& sheriff.R.E.
1990: ..? ) . Geolistrik adalah salah satu metode geofisika untuk mengetahui
perubahan tahanan jenis lapisan batuan di bawah permukaan tanah dengan cara
mengalirkan arus llistrik DC (Direct Current ) yang mempunyai tegangan tinggi ke

4
dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektoda arus (terlelak di luar
konfigurasi). Beda potensial yang terjadi diukur melalui 2 elektroda beda potensial
yang berada di dalam konfigurasi (Damtoro, Juswoto.1999: ..? dan Damtoro,
Juswoto.2000: ..?). Metode geolistrik yang terkenal antara lain : metode potensial diri
(SP), induce polarization (IP), dan resistivitas (tahanan jenis). Metode geolistrik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Resistivitas (tahanan jenis).

Metode Geolistrik Tahanan Jenis


Pada metode geolistrik tahanan jenis, arus listrik yang diinjeksikan melalui dua
buah elektroda arus kedalam bumi. Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua
buah elekktroda beda potensial yang terdapat didalam konfigurasi. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu dapat
ditentukan variasi harga hambatan jenis masing-masing lapisan di bawah titik ukur
(titik sounding). Dari analisis distribusi tahanan jenis spesifik ini nantinya dapat
diinterpretasikan keadaan di bawah permukaan bumi tersebut. Pada dasarnya metode
ini dilakukan dengan menggunakan konsep perambatan arus listrik di dalam bumi
yang dianggap homogen isotropis, dimana arus listrik bergerak ke segala arah dengan
nilai sama besar. Berdasarkan asumsi tersebut, bila terdapat anomali yang
membedakan rapat arus yang mengalir yang diakibatkan oleh adanya perbedaan akibat
anomali tahanan jenis. Anomali ini nantinya digunakan untuk merekonstruksi keadaan
geologi bawah permukaan. Perbedaan konfigurasi elektroda, variasi tahanan jenis
spesifik yang akan diselidiki, keakuratan memperoleh data, sangat menentukan
keberhasilan dalam penggunaan metode ini.
Metode tahanan jenis mempunyai dua macam pendekatan, yaitu pendekatan
mapping (profiling) dan pendekatan sounding, kedua pendekatan ini mempunyai
prosedur kerja dan interpretasi yang berbeda satu sama lain. Metode tahanan jenis
pendekatan mapping dipilih untuk mempelajari variasi tahanan jenis bawah
permukaan secara horisontal, sedangkan metode tahanan jenis pendekatan sounding

5
untuk mempelajari variasi tahanan jenis batuan dan bawah permukaan bumi secara
vertikal.

Sifat Listrik Batuan


Aliran arus listrik didalam batuan/mineral digolongkan atas tiga macam yaitu
konduksi dielektrik, konduksi elektrolit, dan konduksi elektronik. Konduksi dielektrik
terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik (terjadi polarisasi
muatan saat bahan dialiri listrik). Konduksi elektrolit terjadi jika batuan bersifat
porous dan pori-pori tersebut terisi caira-cairan elektrolitik. Pada kondisi ini arus
listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit. Konduksi elektronik terjadi jika batuan
mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan oleh
elektron bebas. Berdasarkan penelitian Nunung (2000), berdasarkan harga tahanan
jenis listriknya, batuan/mineral dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :
a. konduktor baik : 10-6 <  < 1  m
b. konduktor buruk : 1 < < 107 <  m
c. isolator : > 107  m

Perumusan Dasar Geolistrik Tahanan Jenis


Dalam metode geolistrik restivitas digunakan definisi-definisi :

1. Resistansi : Ohm

2. Resistivitas : m

3. Konduktivitas : = ( m)-1
dengan :
V : beda potensial antara dua buah titik ( Volt )
I : besar arus listrik yang mengalir ( Ampere)

6
E : medan listrik ( Volt -meter)
J : rapat arus listrik ( arus listrik persatuan luas ) (Ohm-m )

A I

Gambar 1. Penampang slinder konduktor

Untuk silinder konduktor dengan panjang L dengan luas penampang A dialiri


arus oleh adanya tegangan V pada kedua ujungnya, maka hukum Ohm silinder
memiliki tahanan sebesar

Tahanan jenis tergantung pada panjang konduktor (L), luas penampang


konduktor (A), dan tahanan jenis konduktor (), yang dinyatakan dalam bentuk

Sehingga dari kedua persamaan terakhir diatas diperoleh persamaan :

dengan : Tahanan jenis (Ohm-meter)


V = beda potensial (volt)
A = luas penampang (meter)
L = panjang (meter)
R = tahanan atau resistansi (ohm)
I = Kuat Arus (Ampere)

7
Medan Listrik Dari Elektroda Arus Pada Bumi Berlapis

Pada dasarnya metode tahanan jenis mempunyai prinsip memasukan arus pada
material (lapisan tanah) sehingga terbentuk medan listrik. Komposisi medan listrik itu
tergantung pada keadaan dan sifat batuan di daerah tersebut. Medan listrik yang
terbentuk kemudian diukur beda potensialnya.
Untuk medium homogen dan isotropis yang dialiri arus listrik, berlaku
persamaan :

dengan : E = Medan listrik (Volt/m)


konduktivitas medium ( mhos/m)

Medan listrik merupakan gradien dari potensial skalar sehingga :

dan
Jika didalam medium yang dilingkupi oleh permukaan A tidak terdapat sumber

arus maka :
Sehingga dapat dituliskan persamaan Laplace (potensial bersifat harmonik).

Potensial disekitar titik arus di dalam bumi

8
Bidang ekipotensial
Titik arus

Gambar 2. Potensial disekitar titik arus dalam bumi

Pada Gambar 2. arus keluar secara radial dari titik arus sehingga jumlah arus
yang keluar melalui permukaan bola A dengan jari-jari r adalah :

Sehingga :

dan

9
Titik arus

Permukaan bumi

Bidang Ekipotensial

Gambar 3. Potensial disekitar titik arus di permukaan bumi

Gambar 3. memperlihatkan permukaan bumi yang dilalui arus I membentuk


permukaan setengah bola yang mempunyai luas = 2 r, sehingga :

dengan
: resistivitas dalam Ohm-m
Pengukuran dilakukan dengan alat resistivitymeter yang dilengkapi dengan
empat buah elektroda dan beberapa gulung kabel untuk menghubungkan elektroda-
elektroda tersebut. Elektroda terbagi menjadi dua jenis yaitu dua buah elektroda luar
(sebagai elektroda arus ) dan dua buah elektroda dalam ( sebagai elektroda potensial ).
Harga resistivitas yang diukur dipengaruhi oleh arus I yang mengalir di antara dua
elektroda arus A dan B, perbedaan potensial antara dua elektroda pengukur C dan D,
dan jarak antara elektroda. Untuk jelasnya dapat digunakan skema pada instrumen
resistivitas seperti gambar di bawah ini

10
Gambar 4. Susunan Instrumentasi resistivitas

Keterangan : A dan B : elektroda luar (elektroda arus )


C dan D : elektroda dalam ( elektroda potensial / pengukur )
I : Arus
V : beda potensial

Berdasarkan gambar diatas harga potensial atau tegangan di C adalah :

Harga potensial di D adalah :

Beda potensial yang dicatat oleh Voltmeter (V) adalah :

11
Dengan demikian diperoleh

dan hasil tahanan jenis terukur adalah :

.
K adalah factor geometris yang menyatakan efek jarak pasang elektroda. Harga
K berbeda-beda tergantung pada jenis konfigurasi elektroda. Pada konfigurasi yang
berbeda jarak pasangnya juga berbeda sehingga efek terhadap harga tahanan jenisnya
juga berbeda. Bila bumi homogen, harga tahanan jenis yang didapat adalah tahanan
jenis sebenarnya (true resistivity). Dan bila bumi dianggap tidak homogen, maka harga
tahanan jenis yang didapat adalah semu.

Konsep Tahanan Jenis Semu


Dengan asumsi bahwa bumi dianggap homogen, tahanan jenis yang terukur
merupakan tahanan jenis sebenarnya dan tidak tergantung pada spasi elektroda. Pada
kenyataannya, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan yang berbeda-beda, sehingga
potensial yang terukur merupkan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Karenanya,
harga tahanan jenis yang dikur seolah-olah merupakan harga tahanan jenis untuk satu
lapisan saja (terutama untuk spasi yang lebar). Resistivitas semu ini di rumuskan
dengan

dengan :  a : resistivitas semu (Ohm-meter)


K : faktor geometri
V : beda potensial (Volt)
I : kuat arus (Ampere)

12
Pada kenyataannya, bumi merupakan medium berlapis dengan masing-masing
lapisan mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda. Tahanan jenis semu

merupakan tahanan jenis dari suatu medium fiktif homogen yang ekivalen
dengan medium berlapis yang ditinjau. Untuk jelasnya seperti gambar di bawah ini :


 
 a

Gambar 5. Konsep tahanan jenis semu pada medium berlapis.

Anggap medium berlapis tinjau misalnya terdiri dari 2 lapis dan mempunyai
resistivitas berbeda (  dan ). Dalam pengukuran, medium ini dianggap sebagai
medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga tahanan jenis yaitu tahanan
jenis semu  Konduktansi lapisan fiktif ini sama dengan jumlah konduktansi
masing-masing lapisan yaitu a =  + .

Konfigurasi Eloktroda dan Faktor Geometri


Dalam pelaksanaan metode tahanan jenis, elektroda di susun pada suatu garis
lurus berdasarkan suatu aturan tertentu yang di sebut konfigurasi elektroda. Terdapat
empat jenis konfigurasi elektroda yang banyak di kenal yaitu : konfigurasi Wenner,
Lee, Dipole-dipole, dan Schlumberger. Konfigurasi yang digunakan pada penelitian
ini adalah konfigurasi Schlumberger dan Dipole dipole. Konfigurasi yang digunakan
pada penelitian ini adalah konfigurasi Schlumberger dan Dipole dipole. Persamaan
umum dari seluruh jenis konfigurasi elektroda adalah

13
Konfigurasi yang digunakan pada penelitian ini adalah konfigurasi Schlumberger dan
Dipole dipole.

Konfigurasi Schlumberger

Pada konfigurasi Schlumberger, jarak electroda arus jauh lebih besar dari pada
jarak electroda potensial. Pada metode dua buah elektroda arus di letakkan di kedua
ujung susunan elektroda sedangkan elektroda potensial diletakan di bagian tengah.
Setiap kali pengukuran yang dipindahkan hanya elektroda arus. Sampai pada jarak
tertentu saat penyebaran arus di anggap seimbang, barulah elektroda potensial ikut
pindah. Secara geometri konfigurasi ini digambarkan sebagai berikut

Gambar 6. Konfigurasi Schlumberger.

Keterangan : C1=A, C2=B : elektrode arus


P1= M, N= P2 : elektrode potensial
l setengah jarak electrode potensial MN
L setengah jarak electrode arus AB
I kuat arus listrik
V beda potensial

Persamaan tahanan jenis semu untuk konfigurasi Schlumberger adalah :

πL2 ΔV
ρa =
2l I
dengan :

14
 : tahanan jenis semu (ohm-meter)
2
πL
2l : fakor geometri
V : beda potensial (volt)
I : kuat arus listrik (Ampere)
L : setengah jarak electrode arus AB (meter)
l : setengah jarak electrode potensial MN (meter)

Konfigurasi dipole-dipole
Dalam konfigurasi dipole-dipole digunakan pengukuran kelengkungan
potensial medan listrik. Disini pasangan elektroda potensial atau pasangan elektroda
arus berjarak dekat dibandingkan jarak antara pasangan itu dengan besarnya fakor

geometri K=2 π na(n+1 )( n+2) .

V I

Gambar 7. Konfigurasi Dipole-dipole

Keterangan gambar : V : beda potensial


I : kuat arus listrik
a : spasi electroda
n :1,2,3,4,5
P2 P1 : elektroda potensial/porous pot
C1 C2 : elektroda arus

Sedangkan besarnya tahanan jenis semu (a) dari data terukur di lapangan
dihitung dengan menggunakan persamaan konfigurasi elektroda dipole-dipole yaitu :
V
ρa =π na(n+1)(n+2)( )
I

15
dimana :
a : tahanan jenis semu (Ohm-meter)
n: 1, 2, 3, 4, 5 = jarak antara electroda arus ke electroda potensial terdekat
a : spasi electrode
V : beda potensial (Volt)
I : kuat arus listrik (Ampere)

METODE PENELITIAN

Survey Geolistrik yang dilakukan pada suatu daerah mungkin saja


dilakukan dengan menggunakan dua konfigurasi sebagaimana diuraikan pada landasan
teori, yaitu konfigurasi Schlumberger dan konfigurasi Dipole-dipole. Kedua
konfigurasi ini menghasilkan data yang sama. Data ini berupa nilai tahan listrik R
(ohm).
Dari nilai injeksi arus (I) dengan teganan/voltase (V) yang diberikan dapat
ditentukan besarnya tahanan (R) pada titik amat tersebut. Dengan menginput faktor
konfigurasi yang digunakan pada titik amat dapat dihasilkan nilai tahan jenis (). Nilai
tahanan jenis inilah yang selanjutnya disimulasikan dengan menggunakan software
Interpex 1D dan Micrografx Designer 9.0. Simulasi pemodelan dilakukan dengan
mengiterasi nilai tahanan jenis sehingga mencapai nilai error yang minimal, yang
berarti bahwa model yang dihasilkan merupakan model yang optimal. Model yang
optimal berarti bahwa model - berupa penampang bawah permukaan- telah mendekati
bentuk yang sebenarnya.
Software ini masing-masing tahap akan menamampilkan model 1-D dan 2-
D yang merupakan penampang atau profil bawah permukann (subsurface) daerah
pengamatan. Dari profil yang dihasilkan ini dapat ditentukan keberadaan akuifer dari
daerah penelitian berdasarkan nilai tahanan jenis dan ketebalan batuan yang
sebenarnya dari struktur batuan daerah tersebut.
Secara garis besar, alur kerja penelitian untuk studi kasus pada daerah yang
dipilih (Binjai Hulu, Sintang, Kalimantan Barat) adalah menurut diagram alir
berikut.

16
Mulai

Stacking Data

Data lapangan

Pemodelan 1D, 2D dan 1x 1D dengan Micrografix Designer 9.0

Error Min? Tidak

Ya

Interpretasi

Kesimpulan

Selesai

Gambar 8. Diagram alir metode penelitian

STUDI KASUS PADA DAERAH BINJAI HULU

17
Pengolahan data tahanan Jenis Konfigurasi Schlumbeger

Pengukuran geolistrik tahanan jenis di daerah penelitian mengunakan metode


Vertical electrical sounding (VES). Titik pengukuran yang dilakukan berjumlah 50
titik dari 8 lintasan dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger.
Peta distribusi titik pengukuran selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 9. Peta titik distribusi pengukuran geolistrik daerah Binjai Hulu, Kab. Sintang

Pengolahan data Tahanan Jenis Konfigurasi schlumberger


Dari pengukuran geolistrik diperoleh nilai tahanan jenis semu. Untuk tahanan

jenis semu konfigurasi schlumberger adalah

V
ρa =K
I

πL2 ΔV
ρa =
2l I
18
374
ρ=6 ,28
6
= 391.4533 m

Dengan cara yang sama untuk setiap titik diperoleh nilai tahanan jenis sebagai

mana yang tercantum pada tabel berikut (hanya contoh pengolahan untuk satu titik

pengukuran):

Tabel 2. Data tahanan jenis Konfigurasi Schlumberger Lintasan B titik B-8

a
No. AB/2(m) MN/2(m) K I (mA) V(mV) R(Ohm) (Ohm-m)

1. 1,5 0,5 6.28 6 374 62.3333 391.4533


2. 2,5 0,5 18.84 7 106.3 15.18571 286.0989
3. 4 0,5 49.46 5 230 46 2275.16
4. 6 0,5 112.26 6 78 13 1459.38
5. 8 0,5 200.17 5 2.2 0.44 88.0748
6. 10 0,5 313.37 6 1.4 0.233333 73011967
7. 12 0,5 451.8 5 0.6 0.12 54.216
8. 15 0,5 705.74 5 0.2 0.04 28.2288
9. 2,5 137.44
10, 20 0.5 1256 11 0.3 0.027273 34.25455
11. 2.5 247.4
12. 25 0.5 1962.5 14 0.2 0.014286 28.03571
13. 2.5 392.5 12 0.4 0.03333 13.08333
14. 30 2.5 561.56 13 0.3 0.023077 12.95908
15. 40 2.5 1001.38 16 0.2 0.0125 12.51725
16. 50 2.5 1566.59 28 0.2 0.007143 11.18993
17. 5 785
18. 60 2.5 2260.8 21 0.3 0.014286 32.29714
19. 5 1130.4
20. 75 2.5 3532.5 66 0.4 0.006061 21.40909
21. 5 1766.25
22. 100 2.5 6280 44 0.6 0.013636 85.63636
23. 5 3140 73 0.5 0.006849 21.50685
24. 125 5 4906.25 48 0.3 0.00625 30.66406
25. 150 5 7065 55 0.4 0.007273 51.38182
26. 10 3534029
27. 175 5 9616.25 38 0.4 0.010526 101.2237
28. 10 4808.125 50 0.6 0.012 57.6975
29. 200 10 6280 33 0.30 0.009091 57.09091

19
30. 25 2513.27
31. 250 10 9812.5 25 0.3 0.012 117.75
32. 25 3927 27 0.4 0.014815 58.17778
33. 300 25 5654.87 20 0.5 0.0250 141.3718
34. 50 2827.43
35. 350 25 7696.9 32 0.4 0.0125 96.21125
36 50 3848

Dengan menggunakan software interpex (1x1D) data tersebut diolah untuk


memperoleh harga tahanan jenis dan ketebalan sebagaimana dihasilkan dalam gambar
10. dan gambar 11. berikut

Gambar 10. Kurva Hubungan Antara Tahanan jenis ( )-jarak (m) Lintasan B titik B-8

20
Gambar 11. Model Tahanan Jenis Lintasan B titik B-8

Hasil pengolahan data dengan software interpex 1D tersebut diinterpretasikan.


Hasilnya sebagaimana dicantumkan dalam tabel 3. berikut.

Tabel 3. Hasil Interpretasi Lintasan B

Titik B-8 Titik B-6 Titik B-4 Titik B-3


Kedalama m Kedalama m Kedalama m Kedalama m
n (m) ) n (m) ) n (m) ) n (m) )
2.13 374.6 2.42 78.52 0.795 748 2.30 396.7
7,49 70.76 13.14 12.96 5.65 156.6 13.28 25.92
37.33 8.75 27.15 1.41 28.55 14.71 25.8 8.37
72,44 773.1 38.43 292.2 38.22 53.97 44.49 319.8
119.7 155.7 87.38 732.4 16.27 113.1 86.59 27.78
173.0 16.8 137 19.73 118 24.12 136.8 18

Nilai tahanan jenis yang diperoleh, selanjutnya di korelasi antar satu titik
dengan titik yang lainnya. dengan mengunakan software micrografx designer. Dengan

21
program ini kita dapat mengetahui penyebaran batuan bedasarkan nilai tahanan
jenisnya secara dua dimensi. Berikut penampang korelasi tahanan jenis untuk tiga
lintasan yang dipilih yaitu lintasan B, F dan G.

Gambar 12. Penampang korelasi tahanan jenis lintasan B

Gambar 13. Penampang korelasi tahanan jenis lintasan F

22
Gambar 14. Penampang korelasi tahanan jenis lintasan G

Hasil akhir ini telah menggambarkan kondisi fisis penampang bawah


permukaan dengan nilai-nilai yang telah diperoleh. Selanjutnya nilai ini dikorelasikan
dengan kondisi geologi regional setempat dan diinterpretasikan secara Geologi untuk
memperoleh kesimpulan yang akurat. Tentu saja interpretasi harus dilakukan
berdasarkan sinergi kerja yang baik geofisikawan dengan pakar Geologi.

Pengolahan data Tahanan Jenis Konfigurasi Dipole-dipole

Besarnya nilai tahanan jenis semu dengan konfigurasi Dipole-dipole dapat


diperoleh dengan cara pengolahan sebagai berikut :
V
ρa =π na(n+1)(n+2)( )
I


 m

23
Dengan cara yang sama untuk setiap titik diperoleh nilai tahanan jenis
sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 4. Data tahanan jenis Konfigurasi Dipole-dipole Untuk lintasan A

a
n I (mA) V(mV) R(Ohm) K (Ohm-m)

1. 7 0.3 0.042857 471.42 20


2. 9 0.2 0.22222 1885.71 42
3. 7 0.3 0.02857 4714.28 135
4. 10 0.2 0.03 9.428 283
5. 32 0.2 0.009375 16500 155
1. 9 0.3 0.033333 471.42 16
2. 6 0.3 0.033333 18885.71 63
3. 10 0.2 0.02 4714.28 64
4. 17 0.2 0.011765 9428.57 111
5. 21 0.2 0.014286 16500 235
1. 7 0.3 0.042857 471.42 20
2. 10 0.3 0.03 1885.71 56
3. 28 0.3 0.010714 4714.28 50
4. 20 0.3 0.015 9.428 141
5. 14 0.2 0.012286 16500 236
1. 10 0.4 0.03 471.42 14
2. 34 0.3 0.008824 18885.71 17
3. 20 0.3 0.01 4714.28 47
4. 14 0.3 0.021429 9428.57 202
5. 11 0.2 0.018182 16500 300
1. 35 0.3 0.011429 471.42 5
2. 20 0.2 0.010 1885.71 19
3. 14 0.2 0.018182 4714.28 67
4. 11 0.2 0.023077 9.428 171
5. 13 0.2 0.02381 16500 381
1. 21 0.3 0.014286 471.42 11
2. 14 0.2 0.02 18885.71 27
3. 10 0.2 0.015385 4714.28 94
4. 13 0.2 0.01 9428.57 145
5. 30 0.2 0.021429 16500 165
1. 14 0.4 0.03 471.42 10
2. 10 0.2 0.023077 1885.71 56
3. 13 0.2 0.006897 4714.28 109
4. 29 0.2 0.009091 9.428 65
5. 22 0.2 16500 150
1. 11 0.3 0.027273 471.42 13
2. 13 0.2 0.015385 18885.71 29

24
3. 30 0.3 0.01 4714.28 47
4. 22 0.2 0.009091 9428.57 86
5. 15 0.2 0.013333 16500 220

Data tahanan jenis konfigura


Res2Dinv sendiri akan menetukan sendiri nilai true restivity (nilai tahanan jenis
sebenarnya) secara otomatis, dengan menghasilkan model invers penampang tahanan jenis
( invers model resistivity section) 2 D (dua dimensi).

25
Gambar 15. Hasil pemodelan 2D konfigurasi dipole-dipole.

H A S I L

26
Analisa Geologis hasil interpretasi

Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik, lapisan batuan yang ditemukan pada


daerah penelitian terdapat tiga macam batuan yaitu batupasir kering, batupasir basah
dan batulempung. Lapisan batupasir kering memiliki nilai tahanan jenis berkisar lebih
dari 90 Ohm-meter. Lapisan batupasir basah memiliki nilai tahanan jenis berkkisar
antara 20-90 Ohm-meter. Sedangkan batulempung memilki nilai tahann jenis kurang
dari 17 Ohm-meter.
Hasil pengukuran geolistrik pada penelitian ini di interpretasikan dengan
membuat pemodelan geofisika. Pada penelitian ini data tahanan jenis konfigurasi
Schlumberger dicoba untuk diinterpretasikan hanya 3 lintasan dari 8 lintasan yaitu
lintasan B, F dan G ( yang dicontohkan pengolahannya hanya lintasan B). Dari hasil
interpretasi diperoleh niai tahan jenis seperti yang tercantum di hasil. Pada lintasan B
diperoleh beberapa nilai tahanan jenis, diantaranya : pada kedalaman 1-5 m nilai
tahanan jenisnya lebih dari 90 Ohm meter, nilai tersebut jika melihat tabel 4.1 maka
bisa diperkirakan lapisan batupasir kering, pada kedalaman antara 50-80 m nilai
tahanan jenisnya antara 25-60 Ohm-meter, merupakan lapisan batupasir basah dan
untuk kedalaman lebih dari 90 m nilai tahanan jenis kurang dari 19 Ohm-meter diduga
sebagai lapisan batulempung. Pada Lintasan F, kedalaman antar 1-3 memiliki nilai
tahanan jenis lebih dari 90 Ohm-meter, jika melihat pada tabel merupakan lapisan
batupasir kering, sedangkan pada kedalaman antara 30-60 m nilai tahanan jenisnya
antara 30-85 Ohm-meter adalah lapisan batupasir basah, sedangkan pada kedalaman
lebih dari 80 m memilki nilai tahanan jenis kurang dari 10 Ohm-meter, diduga sebagai
lapisan batulempung.
Kemudian pada lintasan G diperoleh nilai tahanan jenis diantaranya sebagai
berikut : pada kedalaman antara 1-4 nilai tahanan jenisnya adalah lebih dari 500 Ohm-
meter, jika melihat pada tabel dapat diperkirakan merupakan lapisan batupasir kering,
pada kedalaman antara 15-60 m memiliki nilai tahanan jenis antara 20-60 Ohm-meter
diperkirakan lapisan batupasir basah dan pada kedalaman lebih dari 90 m nilai tahanan

27
jenisnya kurang dari 20 ohm-meter, diduga sabagai batulempung. Dari hasil
interpretasi dan korelasi antara nilai tahanan jenis maka di dapat kisaran nilai tahanan
jenis lapisan batuan.

Tabel 5. Hasil Interpretasi Kisaran nilai tahanan jenis lapisan batuan

Lapisan Nilai Tahanan Jenis


(Ohm-m)
Batu pasir kering 40 - 1279
Batu pasir basah 20-40
Batu lempung < 18

Pemodelan dengan menggunakan software Res2Dinv menghasilkan tiga


lapisan dengan nilai tahanan jenis yang berbeda-beda, yaitu : lapisan batupasir kering,
batupasir basah dan lapisan batulempung. Lapisan batupasir kering memiliki nilai
tahanan jenis lebih dari 40 ohm-meter, lapisan batupasir basah memiliki nilai tahanan
jenis antara 20-40 ohm-meter sedangkan batulempung memiliki nilai tahanan jenis
kurang dari 15 ohm-meter.
Berdasarkan hasil nilai tahanan jenis mengunakan konfigurasi Schlumberger
dan dipole-dipole diperoleh lapisan batuan pada daerah penelitian yang terdiri dari 3
lapisan batuan yaitu lapisan batupasir kering, batupasir basah dan batulempung.
Batupasir diduga sebagai daerah lapisan akuifer atau lapisan pembawa air. Lapisan
batupasir merupakan lapisan akuifer tertekan. Dapat diketahui dari nilai tahanan jenis
20-40 Ohm-m, dengan ketebalan rata-rata 25 m dan kedalaman antara 30-60 m di
bawah permukaaan. Sedangkan batulempung merupakan lapidsan impermeable yang
berada di bawah dengan nilai tahanan jenis kurang dari 18 Ohm-m, lapisan ini sulit
untuk diharapkan sebagai lapisan akuifer karena sulit meneruskan air.

KESIMPULAN DAN SARAN

28
Analisa dari hasil-hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa pengolahan
data geolistrik dengan menggunakan software INTERPEX 1D dan MICROGRAFX
DESIGNER 9.0 memberikan hasil yang sangat baik, akurat dan cepat. Hasil yang
diperoleh memudahkan interpreter Geologi dalam menterjemahkan bahasa Geofisika
ke bahasa Geologi terkait kondisi alam dan geologi regional daerah penelitian tersebut.
Selanjutnya software INTERPEX 1D dan MICROGRAFX DESIGNER 9.0
sangat direkomendasikan untuk digunakan sebagai alat bantu proses pengolahan data
geolistrik baik dalam survey dengan konfigurasi Schlumberger maupun dipole-dipole.

DAFTAR PUSTAKA

Damtoro, Juswoto.1999. Perbedaan penggunaan beberapa filter Geolistrikkonfigurasi


Schlumberger pada Program Komputer. Teknologi Indonesia Jilid XXII,
No.1-2. Bandung

Damtoro, joswoto. 2000. Pendugaan Jumlah lapisan Dan Harga Parameter Pada
Data Geolistrik Dengan Menggunakan Program Komputer. Teknologi
Indonesia Jilid XXIII, No.1-2. Bandung.

Dobrin, M.1978. Introduction Geophysical Prospecting. Mc. Graw Hill.Inc.

Jurnal Natur Indonesia. 2004, Penerapan Metode Geolistrik Konfigurasi


Schlumberger Untuk Penentuan Tahanan Jenis Batu Bara. Bandung

Jurnal Fisika, Volume I. No.3, Oktober 2006, Fisika FMIPA UI.

Laporan Akhir, Pekerjaan investarisasi potensi Air tanah-Dalam di Kabupaten


Sanggau dan Sintang kalimantan Barat. PPGN BATAN Ps.jumat. Jakarta.

Lilik, Hendrajaya & arif, Idam. Geolistrik Tahanan Jenis FMIPA ITB Bandung.

Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu, Yogyakarta

Setia garaha, Doddy. 2000.Batuan dan Mineral. Nova, Bandung.

Tanudidjaja, Moh.ma’mur.1995. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa.Jakarta.

29
Telford, W.M. Gedaart, L.P.& sheriff.R.E. 1990. Applied Geophysics. New York:
Cambridge.

Widodo, Agus. 2000.Penerapan Metode Geolistrik Dalam Menentukan Resevoir Air


Di Pulau Natuna. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Jakarta.

http/www bravo3x.com .Geofisika, Hari Senin, 3 Desember 2007. Pukul: 10.00WIB

30

Anda mungkin juga menyukai