Anda di halaman 1dari 5

Masyarakat Madani

Masyarakat Madani, atau yang sering juga disebut sebagai Masyarakat


Sipil (Civil Society) adalah suatu bentuk masyarakat yang bercirikan
kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan dengan negara serta
keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
Bentuk masyarakat madani menekankan pada terdapatnya unsur – unsur
demokratisasi, partisipasi sosial, dan juga supremasi hukum. Bentuk
masyarakat ini dapat dianggap sebagai lawan dari Masyarakat Militer yang
cenderung tunduk pada otoritas mililter, dan juga bentuk masyarakat
madani menekankan akan kemandirian dari negara. Dengan kata lain, warga
sipil di dorong untuk “berdiri sendiri” dan tidak tergantung pada negara.

Menurut sumber yang didapat dari www.crayonpedia.org, karakteristik


masyarakat madani adalah sebagi berikut:

1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat


memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak
melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat,
berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada
publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk
menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota
masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian
serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan
menerima perlakuan demokratis dari orang lain. Demokratisasi dapat
terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi : (1)
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
(2) Pers yang bebas
(3) Supremasi hukum
(4) Perguruan Tinggi
(5) Partai politik
3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-
pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat,
sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas
yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan
mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa
kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan
Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan
pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta
tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar
bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak
lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian
berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang
memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Bentuk masyarakat madani sendiri mulai dicanangkan saat era reformasi,


setelah tumbangnya kekuasaan otoriter orde baru. Oleh banyak orang pada
saat itu, bentuk masyarakat ini dianggap dapat menjadi jalan keluar bagi
masalah – masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada masa
itu. Bentuk masyarakat madani dianggap bisa menjadi kekuatan non –
pemerintah yang dapat mengimbangi kekuatan pemerintah, sehingga bisa
mencegah terjadinya tindakan tidak adil yang dilakukan oleh pemerintah
tetapi masih dapat mendukung pemerintah dalam melaksanakan tindakan
positif seperti dalam hal penjagaan kedamaian dan keadilan negara.

Apakah lingkungan di sekitar saya sudah sesuai dengan ciri – ciri


Masyarakat Madani yang selama ini dicita – citakan oleh bangsa
Indonesia?

1. Lingkungan Keluarga

Dengan melihat ciri – ciri masyarakat madani seperti di atas,


yaitu ruang publik yang bebas, demokratisasi, toleransi,
pluralisme, keadilan sosial, partisipasi sosial, dan juga supremasi
hukum, menurut saya lingkungan keluarga saya sudah relatif
cukup memenuhi ciri – ciri masyarakat madani. Walau begitu,
masih terkadang muncul apa yang saya sebut sebagai
“Sakralisasi pihak tua”. Apa yang saya maksudkan disini adalah
pihak yang lebih tua, dalam kasus ini adalah pihak orang tua,
menganggap dirinya lebih benar dan lebih pantas dihormati
daripada pihak muda. Hal ini tentu saja berlawanan dengan poin
Walau hal ini jarang sekali terjadi, tetapi masih saja hal ini
berlawanan dengan poin “Demokratisasi”.

Telah disebutkan pada karakteristik masyarakat madani diatas


bahwa “Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan
kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi,
kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk
berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima
perlakuan demokratis dari orang lain.” Dalam kasus ini,
pihak tua seringkali men-”dismiss” atau mengabaikan pendapat
pihak yang lebih muda. Hal ini, walau sepele, tentu saja menjadi
hambatan bagi terbentuknya masyarakat madani, karena seperti
yang sering disebutkan bahwa “bentuk masyarakat yang paling
sederhana dan kecil adalah keluarga”. Untuk membangun
masyarakat yang madani tentu saja dibutuhkan kesadaran akan
kepentingan masyarakat madani dalam lingkungan keluarga,
sehingga dapat diwujudkan keluarga yang mencerminkan ciri
masyarakat madani itu sendiri. Apabila ini bisa diterapkan,
niscaya masyarakat madani akan terwujud dengan sendirinya di negara
kita.
2. Lingkungan masyarakat tempat tinggal

Menurut saya, lingkungan masarakat tempat tinggal saya relatif


cukup memenuhi ciri masyarakat madani. Terdapat toleransi
yang baik antara orang yang berasal dari latar belakang yang
berbeda – beda (ras, agama, dsb). Partisipasi sosial juga baik.
Namun, seperti kasus lingkungan keluarga di atas, terkadang
terjadi “dismissal” dari pihak tua ke pihak yang lebih
muda.Dalam konteks ini, yang saya maksudkan sebagai pihak
muda tidak terbatas pada kaum muda seperti remaja dan
pelajar/mahasiswa saja tetapi juga pada kepala keluarga muda
yang usianya biasanya kurang dari 30, yaitu mereka yang
dianggap “belum senior” atau mereka yang dianggap “belum
matang”. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya tanggung jawab
dan juga kepercayaan yang dibebankan dari pihak tua (yang
sering mendominasi kepengurusan internal dalam lingkungan)
kepada pihak yang lebih muda.

Penutup/Kesimpulan

Menurut saya, Indonesia masih relatif jauh dari cita – citanya untuk
membangun masyarakat madani. Terlihat bahwa masyarakat di Indonesia
masih kurang dapat memberi rasa toleransi pada perbedaan. Indonesia yang
terdiri ras, suku, budaya, kepercayaan yang sangat beragam justru malah
kurang dapat mentolerir perbedaan dalam masyarakat. Ini tentunya sangat
ironis dan disayangkan. Sering terjadi apa yang saya sebut sebagai “Self
Supremacy” atau keyakinan bahwa diri sendiri adalah benar dan orang lain
yang berbeda dengan dirinya dianggap salah. Apabila ketidak sependapatan
ini disampaikan dengan cara yang damai, maka hal itu tidak akan menjadi
masalah karena (menurut saya) pada dasarnya kebenaran universal itu tidak
ada sehingga semua kebenaran yang ada di dunia ini berasal dari perspektif
kita sendiri, sehingga self supremacy itu tidak mungkin dihindari oleh setiap
orang. Tetapi, kenyataanya masih banyak yang menyampaikan ketidak-
sependapatanya dengan cara – cara kekerasan yang sering merenggut
nyawa dan merugikan masyarakat itu sendiri. Hal ini akan menghambat
terwujudnya cita – cita masyarakat madani di Indonesia.

Selain masalah self supremacy, terdapat juga masalah “Sakralisasi


pihak tua” yang telah saya sebut di atas. Sakralisasi ini sering terjadi dengan
mengatasnamakan “budaya timur”, sementara itu “budaya liberal” atau
“budaya barat” yang menghilangkan sakralisasi ini dan memberi kedudukan
yang setara kepada semua orang tanpa memandang ras, usia, agama dsb
(walau kenyataanya tidak semua orang barat menerapkah hal ini, masih
sering terjadi diskriminasi ras, usia, agama, dsb di beberapa daerah tertentu
di barat) dianggap sebagai budaya yang “biadab” dan “tidak menghormati
orang tua”. Mengapa fenomena sakralisasi ini dapat terjadi? Mengapa kita
harus menghormati orang yang lebih tua? Bukankah kita semua terlahir
sama derajatnya dan berarti kita harus memberikan penghormatan yang
sama besarnya baik kepada orang yang lebih tua atau orang yang lebih tua?

Saya tidak menyarankan pihak muda untuk bertindak kurang ajar


kepada pihak yang lebih tua. Justru sebaliknya, saya memanggil pihak tua
dan pihak muda untuk saling menghormati dan menghargai satu sama
lain tanpa memandang batas usia. Selama ini yang sering terjadi adalah
pihak tua dihormati dan dihargai secara berlebihan sementara pihak yang
lebih muda kurang dihormati dan dihargai, atau mungkin malah diabaikan
sama sekali. Banyak juga orang tua (dalam konteks ini masuk kedalam
golongan tua) yang berkata kepada anak – anaknya bahwa mereka harus
lebih menghormati orang tua karena orang tua sudah susah payah membuat
dan melahirkan anak. Dalam kasus ini, pihak tua mengharapkan
penghormatan lebih kepada pihak muda karena tanpa pihak tua, pihak muda
tidak mungkin ada. Justru dalam hal ini, pihak tua malah secara tidak sadar
merendahkan derajatnya sendiri karena mindset seperti ini sama saja
dengan meminta pamrih pada pihak muda.

Selain itu, bukankah pihak muda tidak mungkin mengharapkan


eksistensi sebelum mereka sendiri lahir (eksis) di dunia ini? Pihak muda
sendiri dapat lahir atau eksis karena pihak tua menghendakinya, sehingga
seharusnya pihak tua tidak mengharapkan pamrih/balasan berupa
penghormatan dan penghargaan yang lebih karena pihak muda lahir dari
kehendak pihak tua. Oleh karena itu, sudah menjadi konsekuensi dari
pihak tua untuk merawat dan mengasuh pihak muda tanpa
mengharapkan pamrih apapun, walau itu hanya hal sepele seperti
penghormatan dari pihak muda. Pihak tua juga harusnya dapat memberikan
kepercayaan dalam berbagai bidang bagi pihak muda, sehingga pihak muda
dapat menyampaikan aspirasi – aspirasinya secara bebas dan bertanggung
jawab, dan juga dapat mengembangkan diri mereka sebagai manusia yang
lebih utuh.
Sampai disini saja pembahasan saya mengenai masyarakat madani.
Disini telah saya sampaikan apa saja yang menurut saya dapat menghalangi
terbentuknya masyarakat madani di Indonesia. Apabila masalah ini dapat
diatasi , menurut saya Indonesia akan dapat mewujudkan cita – citanya
sebagai masyarakat madani. Mungkin ada yang tidak setuju dengan
pandangan – pandangan saya di laporan singkat ini, tetapi semua itu saya
kembalikan pada prinsip hidup saya:

“kebenaran universal itu tidak ada sehingga semua kebenaran


yang ada di dunia ini berasal dari diri kita sendiri”.

Sumber:
http://www.crayonpedia.org/mw/Ciri-Ciri_Masyarakat_Madani

http://rully-indrawan.tripod.com/rully01.htm

catatan:

Teks yang berasal dari buah pikiran saya sendiri ditulis dengan font
cambria.

Teks yang saya kutip langsung dari sumber ditulis dengan font book
antiqua.

Anda mungkin juga menyukai