Anda di halaman 1dari 5

Gempa Menggoncang Cilacap

CILACAP, (PRLM). Gempa dengan kekuatan 5,0 skala Richter (SR) menggoncang Barat
Daya Cilacap Jawa Tengah. Pusat gempa berada di 9,73 Lintang Selatan 108,06 Bujur
Timur atau berada pada posisi 246 kilometer. Gempa di Samudera Hindia, dengan
kedalaman 30 km tidak berpotensi stunami.

Prakiraan cuaca Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Meteorogi BMG Cilacap
Teguh Waedoyo mengatakan, gempa terjadi pada Jumat (10/10) dini hari sekitar pukul
02.14 WIB. "Pusat gempa cukup jauh berada di barat daya Cilacap pada kedalaman laut
Samudera Hindia sekitar 30 km jauhnya," kata Teguh kemarin.

Getaran gempa sebenarnya terasa sampai daratan Cilacap, namun getarannya sangat
kecil sehingga tidak dirasakan oleh mayarakat. Apalagi pada pukul 2.14 WIB dinihari
saat warga tidur nyenyak saat itu Cilacap diguyur hujan lebat. Wajar jika getaran gempa
tidak terasakan olah warga. Gempa tersebut tidak ada potensi tsunami.

Menurut Teguh, dalam bulan ini, Samudra Hindia di sebelah selatan Cilacap telah terjadi
dua kali gempa. Yakni pada 10 September 2008 sekitar pukul 12.06 WIB yang lalu.
Gempa dengan kekuatan 5.0 SR juga tidak berpotensi tsunami, terjadi di kedalaman laut
8.1 Lintang Selatan dan 107.96 Bujur Timur di kedalaman laut 15 km arah 90 km
barat daya Tasikmalaya Jabar.

"Gempa terjadi karena adanya tumbukan pada pertemuan lempeng bumi lempeng Indo
Australia," katanya.

Lempeng Indo Australia merupakan jalur lempeng bumi aktif. Semakin sering terjadi
gempa-gempa kecil justru lebih menguntungkan sebab potensi terjadi gempa skala besar
menjadi berkurang.
Banjir dan Longsor Landa 32 Desa Di Cilacap
Cilacap (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Cilacap, Jawa Tengah, menyatakan, 32 desa di lima kecamatan di wilayah barat
kabupaten itu dilanda banjir dan tanah longsor sejak Minggu malam (1/2). "Lima
kecamatan tersebut yakni Wanareja, Majenang, Cimanggu, Karangpucung, dan Cipari,"
kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Hari Winarno, di Posko Bencana
Kecamatan Majenang, Selasa.Dari 32 desa di lima kecamatan tersebut, kata Hari Winarno,
17 desa di antaranya tergenang banjir dan hingga saat ini belum surut.

Berdasarkan laporan sementara yang masuk ke BPBD Kabupaten Cilacap, lanjutnya,


bencana tersebut menyebabkan 14 rumah roboh, 301 rusak berat, dan 229 rusak ringan
serta ribuan warga berada di tempat pengungsian."Hingga saat ini kami masih mendata
kerusakan rumah warga termasuk jumlah kerugian yang diderita," katanya. Selain merusak
rumah warga, kata dia, banjir juga menyebabkan jebolnya talud di lima titik dan dua
cekdam rusak.Bahkan, lanjutnya, banjir merendam 1.890 hektare sawah di lima
kecamatan yang sebagian besar sudah mulai tanam.

"Sementara bencana tanah longsor yang terjadi di Cimanggu pada Minggu malam,
menyebabkan enam warga Desa Kutabima mengalami luka berat akibat tertimpa
longsoran," katanya.Mengenai penyaluran bantuan logistik bagi para korban bencana yang
berada di tempat pengungsian, Hari mengatakan, distribusi terus dilakukan dengan segala
keterbatasan alat transportasi yang ada.

Dia mengakui, BPBD Kabupaten Cilacap merupakan sebuah institusi yang baru dibentuk
sehingga masih terbentur dengan berbagai kendala termasuk peralatan transportasi.
Meski demikian, menurut dia, pihaknya tetap berkoordinasi dengan institusi lainnya terkait
penanganan para korban bencana."Kami terus menghimpun bantuan logistik dari institusi
maupun para dermawan untuk disalurkan kepada para korban bencana di pengungsian,"
katanya. Menurut dia, hingga sekarang pihaknya telah menghimpun bantuan antara lain
berupa beras 3,5 ton, 315 kardus mie instan, dan dan ribuan botol air mineral yang berasal
dari Bupati Cilacap Probo Yulastoro, Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap, dan
Pelaksana Harian (Lakhar) BPBD Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun ANTARA, banjir yang terjadi di wilayah Cilacap
barat khususnya Kecamatan Majenang kali ini merupakan yang terbesar dalam kurun
sembilan tahun terakhir. Seorang warga Desa Mulyadadi, Lembut (40), di tempat
pengungsian mengatakan, banjir yang terjadi sejak 2001 hingga 2008 relatif ringan.
"Memang sih banjir yang terjadi tahun 2000 lalu lebih parah dari tahun ini karena
ketinggian air di rumah saya lebih dari 2 meter. Bahkan, saat itu belum ada rumah
panggung seperti ini," katanya.
Karangpucung Dilanda Banjir dan Longsor
BERITA CILACAP - Bencana alam mulai melanda wilayah Cilacap. Akibat guyuran hujan
lebat yang terjadi dalam dua pekan terakhir, sejumlah sungai meluap dan membuat
beberapa titik tanggulnya jebol, serta airnya menggenangi perumahan penduduk di
sekitarnya.

Hingga Minggu (22/11) sore kemarin, kondisi sejumlah desa di Karangpucung yang
dilanda banjir dan tanah longsor pada Sabtu (21/11) belum pulih. Warga setempat juga
khawatir, karena hujan terus mengguyur wilayahnya. Sehingga ancaman bencana banjir
susulan cukup menghantui mereka. Mereka pun berada pada kondisi siaga penuh,
khawatir kalau sewaktuwaktu terjadi banjir dan longsor susulan. Bahkan sejumlah warga
mulai mengemasi barang di rumahya, sehingga kalau terjadi bencana alam tersebut,
langsung bisa membawa barang yang diperlukan untuk mengungsi.

“Kita sudah mengemasi barang. Karena, memang desa kami biasa jadi langganan banjir
setiap musim hujan,” ujar Sukam warga setempat yang dihubungi wartawan, kemarin. Di
antara sungai yang meluap dan tanggulnya jebol adalah Sungai Ciraja di Kecamatan
Karangpucung pada Sabtu (21/11). Setidaknya ada tiga titik tanggul di sungai ini yang
jebol dan luapan airnya menggenangi 15 rumah warga di sekitarnya. “Ketinggian air di
rumah warga mencapai 75 sentimeter, yaitu di Desa Panganwaren, ” tegas Kasi Trantib
Kecamatan Karangpucung, Aji Pramono.

Selain membanjiri rumah warga, air sungai juga menggenangi beberapa hektar areal
pertanian tanaman jagung serta sawah-sawah warga yang belum sempat ditanami. Sungai
lainnya di Karangpucung yang tanggulnya jebol yakni Sungai Darmaji yang membuat banjir
di tiga desa, masing-masing Desa Bengbulang, Desa Tayem, dan Tayem Timur. Terisolasi
Jebolnya tanggul-tanggul di dua sungai ini juga telah mengakibatkan terjadinya genangan
lumpur pada sejumlah ruas jalan desa disana. “Tidak ada laporan korban jiwa, dan kita
masih menghitung jumlah kerugiannya,” tegas dia. Akibat lainnya, genangan lumpur di
jalan-jalan desa tersebut, memutup akses transportasi masyarakat, sehingga sebagian
warga terisolasi.

Selain banjir, tanah longsor juga terjadi di Karangpucung dan mengakibatkan satu rumah
tertimbun. Rumah tersebut milik Samidi (60), warga Desa Karangpucung RT 4 RW 2 yang
tertimbun longsoran pada Sabtu (21/11). Tidak ada korban jiwa, kerugian materi mencapai
Rp 15 juta. Lainnya, bencana tanah longsor di Desa Surusunda, yang memutus akses dari
desa tersebut ke Desa Pamulihan. Titik longsoran di perbukitan Dusun Cirelang.
Tsunami di Cilacap Pada Tingkatan Medium
ANTARA - Peneliti dari Deutshes Zentrum fur Luft-und Raumfarht (DLR) Joachim Post
mengatakan, ancaman bencana tsunami di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, berada
pada tingkatan medium. "Cilacap berada pada tingkatan medium jika dibanding dengan
Padang, Sumatra Barat. Padang merupakan daerah berisiko gempa bumi sehingga jika
terjadi gempa di laut dengan kedalaman tertentu berpotensi mengakibatkan tsunami," kata
Joachim kepada wartawan. Selasa.

Pernyataan itu dikemuakan Joachim di sela-sela "Pelatihan Kajian Risiko Tsunami di Pilot
Area Cilacap" yang digelar Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Cilacap bersama sejumlah lembaga kerja sama Pemerintah Jerman dan Indonesia, di
Cilacap. Menurut dia, ada satu keuntungan bagi Cilacap, yakni terlindungi oleh Pulau
Nusakambangan saat gempa di Pangandaran pada 27 Juni 2006 yang mengakibatkan
tsunami. Akan tetapi, kata dia, kejadiannya akan lain jika tsunami datang dari arah timur
dan dampaknya pun akan berbeda. "Kalau kita lihat banyak pipa-pipa Pertamina di tepi-
tepi sungai di sana (sebelah timur, red.). Padahal muara-muara yang besar merupakan
jalur yang nyaman bagi tsunami untuk masuk ke daratan sehingga akan membahayakan
pula bagi perusahaan-perusahaan besar di Cilacap," katanya.

Selain itu, kata dia, ancaman tsunami di wilayah selatan Jawa (Cilacap) dan barat Sumatra
(Padang) berbentuk tsunami lokal karena waktunya sangat pendek, yakni waktu terjadinya
gempa hingga datangnya tsunami sekitar 50 menit. Menurut dia, waktu tersebut akan
dipotong lima menit oleh BMKG untuk menganalisa data yang akan diformulasikan sebagai
peringatan dini. Terkait hal itu, lanjutnya, DLR yang merupakan salah satu lembaga yang
tergabung dalam kerja sama Pemerintah Jerman dan Indonesia berusaha
mengimplementasikan sistem peringatan dini tsunami di Indonesia. "Kegiatan kami yang
lakukan antara lain pemasangan alat di Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
(BMKG) agar dalam memberikan peringatan dini dapat dilakukan dengan cepat dan baik,"
katanya.

Selain itu, kata dia, DLR melakukan kegiatan-kegiatan di tingkat komunitas, salah satunya
di daerah percontohan seperti Cilacap, Padang, Bali, Kebumen, Bantul, Ciamis, dan
Purworejo. "Di tempat itu, kami berusaha membangun kesiapsiagaan di tingkat komunitas
dan pemerintah.Dalam hal ini, komunitas ditingkatkan kesadarannya dan bersama-sama
mengembangkan rencana evakuasi sehingga saat mereka menerima peringatan dini,
dapat segera mengambil tindakan," katanya. Menurut dia, kajian yang dihasilkan DLR
akan diserahkan kepada mitra lembaga kerja sama di Indonesia melalui Deucthe
Gesellscaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ). Lebih lanjut mengenai kegiatan
tersebut, Advisor GTZ Project Area Java Benny Usdianto mengatakan, GTZ merupakan
salah satu lembaga Jerman yang bermitra dengan pemerintah atau masyarakat di tingkat
kabupaten dan provinsi.

"Kami mendampingi proses peningkatan kapasitas mereka untuk memungkinkan unit


kabupaten ini bisa membangun kesiapsiagaannya bagi masyarakat, sehingga pada saat
ada peringatan dini atau merasakan gempa, baik pemerintah maupun masyarakat tahu
apa yang dilakukan secara cepat untuk menyelamatkan diri masing-masing," katanya.
Hingga saat ini, kata dia, GTZ yang mendampingi Kabupaten Cilacap telah menghasilkan
percontohan di empat lokasi, yakni Kelurahan Tegal Kamulyan, Kelurahan Cilacap, Desa
Widarapayung, dan Desa Bunton. Ia mengatakan, GTZ melakukan sosialisasi melalui
masyarakat yang dipilih dan dilatih sebagai fasilitator masyarakat yang substansinya
membicarakan masalah tsunami, dampak, serta upaya penyelamatannya dengan melihat
kondisi di daerah masing-masing.

"Mereka juga difasilitasi untuk mengembangkan jalur evakuasi masing-masing," katanya.


Menurut dia, sering ada kerancuan terhadap pengertian "early warning system" (EWS)
yang sering diartikan sebagai sirine. "EWS hanyalah satu komponen penunjang untuk
mengingatkan masyarakat agar menyelamatkan diri saat terjadi gempa," katanya. Menurut
dia, yang lebih penting adalah pemahaman masyarakat terhadap apa yang harus
dilakukan saat merasakan gempa atau mendengar sirine terjadinya gempa.

Akan tetapi saat mendengar atau merasakannya, kata dia, masyarakat tidak mengambil
keputusan sendiri karena di setiap daerah sebenarnya telah ada kesepakatan-
kesepakatan jalur evakuasi. Terkait hal itu, kata dia, pihaknya berharap adanya
kesepakatan dengan pemerintah untuk membenahi jalur-jalur evakuasi dari garis pantai
menuju tempat-tempat aman.

Anda mungkin juga menyukai