Anda di halaman 1dari 2

Review (1) MK Evolusi Pemikiran Keamanan Internasional

Nama : Aria Rahadyan


NPM : 0806352214
Departemen : Ilmu Hubungan Internasional
Sumber : Felix Gilbert, Machiavelli: The Renaissance of the Art of War
dalam Peter Paret, eds: Makers of Modern Strategy from Machiavelli to the Nuclear
Age. (Princeton: Princeton University Press, 1986) pp. 11-31

Dalam dinamika pemikiran teori keamanan internasional, terutama dalam studi pemikiran
perang, nama Niccolo Machiavelli tidak akan luput dari pembelajaran. Salah satu ciri khas dari
pemikiran Machiavelli ialah keyakinannya bahwa perang merupakan ”cabang” dari dunia politik.1
Machiavelli menyatakan bahwa terdapat hubungan antara perubahan yang terjadi dalam organisasi
militer dengan perkembangan revolusioner dalam lingkup sosial dan politik. Selain itu, Machiavelli
juga dikenal dengan pemikirannya mengenai militia atau tentara. Menurut Machiavelli, sebuah state
atau negara haruslah memiliki suatu tentara sendiri yang berasal dari wilayah tersebut, bukan
mercenaries atau tentara bayaran. Hal ini disebabkan oleh keyakinan Machiavelli bahwa tentara
bayaran adalah tentara yang tidak berdisiplin, sulit diatur, ambisius, serta tidak loyal, dimana
kesetiaannya sangat bergantung pada besar-kecilnya bayaran yang mereka terima. Disisi lain,
Machiavelli juga meyakini bahwa tentara pribumi dapat turut menumbuhkan kepercayaan dan
kecintaan rakyat pada sang pemimpin.2
Sebagian besar pemikiran Machiavelli didasari atas keyakinannya bahwa cara berperang yang
paling baik ialah seperti yang dilakukan oleh bangsa Romawi. Machiavelli memiliki ambisi untuk
memperkenalkan hukum/tata aturan peperangan yang baru, yaitu hukum/tata aturan perang pada
masa kejayaan bangsa Romawi, terutama pada bagaimana cara bangsa Romawi menghadapi perang,
serta prinsip para pemimpin suatu negara yang menghalalkan segala cara demi mempertahankan dan
memperkuat power yang dimilikinya, untuk kemudian diaplikasikan pada masa selanjutnya.
Selanjutnya, penulis akan mencoba menjabarkan secara lebih lanjut substansi-substansi pemikiran
perang Machiavelli, kontribusinya, serta relevansi pemikiran Machiavelli terhadap perkembangan
pemikiran perang pada masa kini.
Bagi para ahli militer pada abad ke-16, kontribusi yang diberikan Machiavelli bukanlah pada
perkembangan dari ”seni” militer itu sendiri, melainkan pada kontribusinya dalam menghasilkan
suatu karya yang merupakan bentuk tertulis dari aspek-aspek pelatihan militer yang mereka lakukan.
Sebut saja pernyataan Machiavelli mengenai patriotisme. Menurutnya, patriotisme hanya dapat
muncul apabila tentara yang berperang terbentuk dari prajurit-prajurit yang berjuang demi tanah air
mereka sendiri. Machiavelli menyatakan bahwa kapabilitas militer dari suatu negara akan lebih baik
apabila tentara yang dimiliki terdiri dari orang-orang atau prajurit yang memang berasal dari daerah
tersebut, dimana tanpa adanya pemaksaan yang berlebihan, telah terdapat rasa ingin membela dan
mempertahankan tanah air mereka. Machiavelli menyatakan bahwa salah satu prasyarat yang
dibutuhkan untuk memenangkan perang ialah rasa percaya diri dan disiplin yang tinggi – dimana
kedua hal tersebut hanya dapat muncul apabila tentara yang berperang terbentuk dari orang-orang
asli/pribumi yang sudah hidup bersama-sama dalam kurun waktu tertentu.3 Machiavelli yakin bahwa
dengan terwujudnya hal tersebut, maka para penduduk pribumi yang berperang akan memiliki
human qualities – keberanian, kepatuhan, antusiasme, dan keganasan – yang lebih daripada tentara
yang berperang hanya untuk memenuhi kepentingan orang lain.

1
Luvaas, Jay, The Great Military Historians and Philosophers. Dalam John E. Jessup, Jr. dan Robert W. Coakley: A
Guide to the Study and Use of Military History. (Government Printing Office, 2005) hal. 66
2
Ibid.
3
Sloan, John, Machiavelli on War, <http://www.xenophon-mil.org/milhist/renaissance/machessy.htm#Summary>
diakses pada Selasa, 21 September 2010, pukul 23:00

1
Pemikiran Machiavelli mengenai patriotisme tersebut berhubungan dengan pandangannya
tentang peperangan yang short and sharp. Menurutnya, demi mencapai sebuah peperangan yang
short and sharp, dibutuhkan keterlibatan dari para tentara yang memiliki passion terhadap perang
tersebut. Lebih lanjut, faktor yang paling mempengaruhi semangat juang para prajurit ialah dengan
ditumbuhkan/ditanamkannya nilai atau perasaan keterlibatan personal dan obligasi moral, dimana
dalam menjalankan perang, prajurit harus merasa bahwa hal tersebut merupaan perwujuan dari tugas
atau perintah agama. Namun Machiavelli juga menyatakan bahwa kondisi yang timbul sebagai
akibat dari tingginya passion para prajurit dalam peperangan dapat menimbulkan konsekuensi yang
negatif, yaitu ketika para prajurit dirasuki semangat yang membara, maka akan muncul
kecenderungan untuk mendahulukan keuntungan pribadi yang kemudian akan berujung pada
disintegrasi dari tentara itu sendiri. Hal inilah yang memicu pemikiran bahwa dibutuhkan suatu
penanaman perasaan takut pada para prajurit akan hukuman keras apabila mereka melanggar atau
menyalahi perintah atasan. Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan Machiavelli yang menyatakan
bahwa seorang pimpinan perang – seorang Jenderal – tidak perlu ragu dalam melakukan hal-hal yang
amoril demi mempertahankan kesatuan para pasukannya serta mencapai kemenangan dalam perang.4
Selain itu, meskipun situasi dan kondisi sedang tidak dalam keadaan yang genting atau mendesak,
seorang Jenderal harus selalu mengkondisikan pasukannya dalam status siaga, hal ini ditujukan agar
para tentara tetap siap menghadapi segala macam ancaman. Lebih lanjut, perkembangan pemikiran
Machiavelli menyimpulkan bahwa dalam perang, tidak ada suatu langkah atau tindakan yang aman
sepenuhnya.5 Segala macam resiko yang ada dalam kondisi yang tidak dapat diduga-duga harus
dihadapi dengan persiapan matang demi mencapai tujuan utama dalam perang, yaitu mengalahkan
musuh. Hal ini sejalan dengan pernyataan Machiavelli bahwa strategi perang tidak boleh hanya
mengatur formasi maupun prosedur dalam peperangan, namun juga harus mengantisipasi segala
macam kemungkinan yang dapat terjadi di medan perang.
Namun, disinilah terdapat kritik mengenai peran krusial seorang Jenderal dalam perang yang
kurang diperhatikan oleh Machiavelli, dimana meskipun Machiavelli mengakui pentingnya peran
seorang Jenderal, pada kenyataannya Machiavelli hanya mengatakan bahwa seorang Jenderal hanya
membutuhkan pengetahuan tentang sejarah dan geografi saja. Masalah ini merupakan salah satu isu
penting yang ramai dibicarakan oleh para ahli penerus Machiavelli, dimana pembicaraan mengenai
isu tersebut lebih bersifat penyempurnaan dari pemikiran Machiavelli. Kritik lain yang ditujukan
kepada Machiavelli ialah mengenai pemikirannya tentang wajib militer. Machiavelli sangat
mengedepankan pandangannya mengenai tentara dari suatu negara yang mayoritas akan terdiri dari
prajurit wajib militer, dimana pada kenyataannya, sampai sekitar dua-tiga abad setelah Machiavelli
menyatakan hal tersebut, tentara bayaranlah yang berperan dalam sektor militer suatu negara.
Kritikan lainnya ialah mengenai pandangan Machiavelli tentang perkembangan senjata api dan
pasukan artileri. Menurut Machiavelli pasukan artileri tidaklah efektif, dimana menurutnya artileri
itu tidak akurat, lamban dan sulit bermobilisasi. Lebih lanjut, kekurangan lain dari pemikiran
Machiavelli yang cukup fatal ialah pemikiran perang menurut Machiavelli yang hanya didasari atas
norma-norma umum yang universal. Hal ini dinilai amat sangat kontras dengan situasi dan kondisi
pada masa kini dimana pemikiran perang didasari oleh banyak faktor atau pertimbangan yang dapat
berbeda-beda antara suatu negara dengan negara lainnya.

Jumlah kata: 894

4
Ibid.
5
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai