Anda di halaman 1dari 6

SISTEM FILSAFAT

DAN AJARAN SISTEM FILSAFAT PANCASILA

Setiap bangsa mewarisi nilai sosio-budaya (nasional) sebagai bagian dari


budaya dan peradaban universal. Pemikiran awal dan fundamental umat manusia
berwujud nilai filsafat. Makna istilah ini terbentuk dari bahasa Yunani: filos =
friend, love; dan sophia = learning, wisdom. Jadi, filsafat bermakna orang yang
bersahabat, dan mencintai ilmu pengetahuan akan bersikap arif bijaksana.
Filsafat bermakna juga sebagai pemikiran fundamental dan monumental
manusia untuk mencari kebenaran hakiki (hikmat, kebijaksanaan); karenanya
kebenaran ini diakui sebagai nilai kebenaran terbaik, yang dijadikan pandangan
hidup (filsafat hidup, Weltanschauung). Berbagai tokoh filosof dari berbagai bangsa
menemukan dan merumuskan sistem filsafat sebagai ajaran terbaik mereka; yang
dapat berbeda antar ajaran filosof. Karena itulah berkembang berbagai aliran
filsafat: materialisme, idealisme, spiritualisme; realisme…. dan berbagai aliran
modern: rasionalisme, humanisme, individualisme, liberalisme-kapitalisme;
marxisme-komunisme; sosialisme.

I. Makna, Sejarah (Perkembangan) Filsafat dan Sistematika Filsafat


Makna filsafat sebagai pemikiran fundamental dan tertinggi manusia,
terutama mencari kebenaran hakiki dan universal; yang dijadikannya pandangan
hidup (filsafat hidup, Weltanschauung), sekaligus sebagai filsafat negara (ideologi
negara).

A. Fungsi dan Nilai Filsafat


Mulai purbakala pemikiran filsafat dirintis dan dikembangkan terutama di
Tumur Tengah, sekitar 6000 - 1000 sM; juga di India dan Cina sekitar 3000 - 1000
sM. Sedangkan di Eropa (Yunani), baru berkembang sekitar 650 sM; yang diakui
sebagai sumber dan fundamen pengembangan ipteks modern.
Pemikiran filsafat di Timur Tengah diakui peradaban sebagai sinergis
dengan nilai Ketuhanan-keagamaan; karena semua Nabi dan Rasul yang membawa
agama supranatural (agama langit: Yahudi, Kristen dan Islam) semua berpusat di
Timur Tengah. Sesungguhnya, ajaran filsafat religious (theisme-religious) di Timur
Tengah juga berkembang dari paham filsafat theocratisme dengan berbagai variasi;
seperti: kaisar Mesir (Firaun) mengangkat dirinya sebagai Tuhan; sebagaimana juga
kaisar Jepang percaya bahwa mereka adalah keturunan Dewa Matahari.
Sedemikian luhur dan fundamental nilai kebenaran sistem filsafat theisme
religuious memancar laksana matahari (moral) peradaban umat manusia; sebagai
terlukis dalam skema 1 (berwujud: garis lingkaran yang meliputi/menjangkau semua
benua: bangsa-negara di dunia).

1
SUMBER DAN PUSAT PERKEMBANGAN FILSAFAT
Pusat Pengembangan Ipteks dalam Wawasan Filsafat

ONTOLOGY --------------- EPISTEMOLOGY -------------- AXIOLOGY

RUANG dan WAK TU

E R O P A

AMERIKA
A S I A

TIMUR TENGAH CINA

INDIA

PERADABAN & JEPANG


MORAL T -- T

INDONESIA

AFRIKA

AUSTRALIA

skema 1

Abad demi abad, sampai abad kebangkitan (renaisance) awal abad XVI
pemikiran filsafat memuncak, dengan berkembangnya ajaran filsafat: materialisme,
sekularisme, atheisme; juga ajaran nihilisme….sampai neo-moralisme berwujud free
love, dan free sex. Antar mereka berkompetisi merebut supremasi dan dominasi di
dunia mdoern, melalui media: ideologi politik, sistem ekonomi, ipteks dan sistem
budaya termasuk kepemimpinan dan management.
Guna lebih memahami dan menghayati ajaran filsafat Pancasila, secara
ringkas hayati uraian dengan pokok-pokok berikut:

B. Sistematika Filsafat
Umumnya setiap sistem filsafat mengandung ajaran yang terlukis dalam
sistematika filsafat; terutama sebagai terjabar dalam skema 2

2
SISTEMATIKA FILSAFAT

AXIOLOGY
Makna dan sumber nilai, wujud, jenis, tingkat, sifat nilai;
hakikat nilai: manusia, materia, etika, estetika, politika, budaya,
agama, posthumous dan Tuhan . . . (Allah Maha Pencipta)

PHILOSOPH EPISTEMOLOGY
Y Makna dan sumber pengetahuan, proses, syarat terbentuknya
pengetahuan, validitas, batas dan hakikat pengetahuan;
meliputi: semantika, gramatika, logika, rhetorika, matematika,
meta-teori, philosophy of science, Wissenschaftslehre . . .

ONTOLOGY
Makna dan sumber ada; proses, jenis, sifat dan tingkat ada:
ada umum, terbatas, manusia, kosmologia; Ada tidak terbatas,
ADA mutlak . . . metafisika, posthumous

skema 2

II. Sistem Filsafat Pancasila


Bagi bangsa Indonesia filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat
Timur yang memancarkan nilai keunggulannya, sebagai sistem filsafat theisme-
religious. Dapat dicermati uraian ringkas berikut:

A. Rasional (Alasan) bahwa Pancasila adalah Sistem Filsafat


1. Secara material-substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis;
misal hakikat Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah metafisis/filosofis.
2. Secara prktis-fungsional, dalam tata-budaya masyarakat Indonesia pra-
kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat hidup atau pandangan
hidup yang dipraktekkan.
3. Secara formal-konstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila dalah
dasar negara (filsafat negara) RI.
4. Secara psikologis dan kultural, bangsa dan budaya Indonesia sederajat
dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar bangsa Indonesia
sebagaimana bangsa-bangsa lain (Cina, India, Arab, Eropa) mewarisi
sistem filsafat dalam budayanya. Jadi, Pancasila adalah filsafat yang
diwarisi dalam budaya Indonesia.
5. Secara potensial, filsafat Pancasila akan berkembang bersama dinamika
budaya; filsafat Pancasila akan berkembang secara konsepsional, kaya
konsepsional dan kepustakaan secara kuantitas dan kualitas. Filsafat
Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan filsafat yang ada dalam
kepustakaan dan peradaban modern.

B. Sistem Filsafat Pancasila (Pokok-pokok Ajarannya)


Sistem filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang
memiliki identitas dan integritas keunggulan universal sebagai sistem filsafat
theisme-religious. Sistem filsafat demikian memancarkan keunggulan karena sesuai
dengan potensi kodrati martabat kepribadian manusia yang dianugerahi integritas-
kerokhanian yang memancarkan akal dan budinurani; yang potensial
mengembangkan budaya dan peradaban: sebagai subyek budaya (termasuk subyek
hukum dan subyek dalam negara) dan subyek moral.
Dapat dibaca Bab X (halaman 123 - 130); dapat disarikan dalam skema
berikut:

3
T

SK

AS P SB

SM
Penjelasan ringkas:
1. T = Abstraksi makna dan nilai Tuhan Yang Maha Esa, yang kita yakini sebagai
Maha Pencipta, Maha Kuasa, Maha Berdaulat, Maha Pengatur dan Maha
Pengayom semesta dalam kodrat kekuasaan Maha Pencipta. Kesemestaan
berkembang dalam harmoni dan kesejahteraan berkat pengayoman abadi Yang
Maha Berdaulat melalui ikatan fungsional-integral-universal (imperatif,
mutlak) dalam tatanan hukum:
a. hukum alam yang bersifat obyektif, fisis, kausalitas, mutlak, abadi, dan
universal;
b. hukum moral yang bersifat obyektif-subyektif, psiko-fisis,
sosial-subyektif, mutlak, teleologis, abadi dan universal ---tercermin dalam
budinurani dan kesadaran keagamaan---.
2. AS = Alam Semesta, makro-kosmos yang meliputi realitas
eksistensial-fenomenal dan tidak terbatas dalam keberadaan ruang dan waktu
sebagai prakondisi dan wahana kehidupan semua makhluk (flora, fauna,
manusia dsb); misalnya: cahaya dan panas matahari, udara, air, tanah (untuk
pemukiman dan cocok-tanam), tambang (berbagai zat tambang dalam bumi:
mineral, gas, logam, permata), flora dan fauna. Semua potensi dan realitas
kesemestaan menentukan keberadaan semua yang ada dan hidup di dalam alam
semesta, sebagai prawahana kehidupan (yang dikembangkan manusia menjadi
wujud budaya dan peradaban, termasuk ipteks). AS berkembang dan bernilai
bagi kehidupan semesta, termasuk sebagai “maha sumber” ipteks yang terpadu
dalam hukum alam, integral-fungsional-universal.
3. SM = Subyek Manusia sebagai umat manusia keseluruhan di dalam alam
semesta. Subyek manusia dengan potensi, harkat-martabatnya mengemban
amanat Ketuhanan (keberagamaan), kebudayaan dan peradaban berwujud
kesadaran hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM).
Penghayatan dan pengamalan manusia atas HAM secara normatif berlangsung
dalam asas keseimbangan HAM dan KAM dalam antar hubungan sesama,
dengan negara, budaya, dengan alam semesta dan kehadapan Tuhan Maha
Pencipta. Potensi kepribadian manusia berkembang dalam asas teleologis
(motivasi luhur, cita-karsa) untuk menegakkan cinta-kasih dan kebajikan.
Pribadi manusia berkembang (berketurunan, berkarya, berkebajikan) sebagai
pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat kepribadian manusia.
4. SB = Sistem Budaya, sebagai prestasi cipta-karya manusia, wahana
komunikasi, perwujudan potensi dan martabat kepribadian manusia,
berpuncak sebagai peradaban dan moral!
Sistem budaya warisan sosio-budaya: lokal, nasional dan universal menjadi
bahan/isi pembinaan (kependidikan) manusia masa depan melalui
kependididikan dan ipteks.

4
Sistem budaya merupakan wujud cita dan citra martabat manusia; sekaligus
menampilkan kualitas kesejahteraan umat manusia. Sistem budaya memberikan
fasilitas dan kemudahan baik dalam komunikasi (mulai: bahasa, sampai
transportasi, komunikasi, informasi) maupun ipteks yang supra canggih,
pancaran keunggulan dan kemuliaan martabat kepribadian manusia .
5. SK = Sistem Kenegaraan sebagai perwujudan dan prestasi perjuangan dan
cita nasional; wujud kemerdekaan dan kedaulatan bangsa; pusat kesetiaan
dan kebanggaan nasional warganegara.
Sistem kenegaraan sebagai pusat dan puncak kelembagaan dan kepemimpinan
nasional, pusat kesetiaan dan pengabdian warga negara. SK sebagai pengelola
kesejahteraan rakyat warga negara; penegak kedaulatan dan keadilan; dan pusat
kelembagaan kepemimpinan nasional dalam fungsi pengayom rakyat warga
negara. SK berkembang dalam kejayaan berkat integritas manusia waganegara
dengan menegakkan kemerdekaan, kedaulatan, keadilan demi kesejahteraan dan
perdamaian antar bangsa.
6. P = Pribadi, subyek manusia mandiri yang keberadaan dan
perkembangannya di dalam dan untuk antarhubungan
kondisional-fungsional semua komponen horizontal (cermati garis
diagonal: antar AS – SM – SB – SK) antar semua eksistensi sebagai
nampak dalam antarhubungan P- garis diagonal horizontal, dan vertikal.
Pribadi sebagai subyek mandiri berkembang (berketurunan, berkarya,
berkebajikan) dengan asas teleologis (vertikal), menuju ideal-self
(cita-pribadi) dengan motivasi cita-karsa keseimbangan hak asasi dan
kewajiban asasi demi cinta-kasih, keadilan dan kebajikan; sebagai
pancaran nilai dan martabat kerokhanian manusia yang unggul, agung dan
mulia. Pribadi manusia berkembang berkat cinta dalam (wujud) keluarga
dan berketurunan; berkarya dan berbakti kepada sesama (pengabdian
kepada bangsa negara): sosial kultural dan moral. . . yang dijiwai
kesadaran theisme-religious.
Sebagai integritas kepribadian manusia P berkembang secara kualitatif dalam
makna integritas martabat kepribadiannya dengan khidmat mengabdi dan
menuju (asas teleologis) Maha Pencipta, Maha Pengayom demi tanggungjawab
moral manusia sebagai penunaian amanat kewajiban asasi manusia.
Pribadi dengan harkat-martabat kepribadiannya memelihara antarhubungan
harmonis dengan semua eksistensi horizontal berdasarkan wawasan vertikal
(theisme- religious). Artinya, antarhubungan pribadi manusia dengan alam, sesama,
budaya dan dengan kenegaraan dijiwai kesadaran tanggung jawab dan kewajiban
moral Ketuhanan-keagamaan. Asas demikian mengandung makna bahwa filsafat
Pancasila memancarkan identitas dan integritas moral theisme-religious (sila I).

C. Ajaran Filsafat Pancasila ditegakkan dan dibudayakan dalam Sistem


Kenegaraan (berdasarkan) Filsafat Pancasila
Ajaran filsafat Pancasila memancarkan keunggulan sistem filsafat dan
kultural NKRI; melengkapi keunggulan natural dan (potensial) SDM Indonesia.
Integritas keunggulan ini ditegakkan dalam sistem kenegaraan Pancasila secara
konstitusional berdasarkan UUD Proklamasi (yang juga memancarkan keunggulan
konstitusional); sebagai terpancar dari nilai fundamental:
1. NKRI sebagai negara kesatuan berbentuk republik;
2. NKRI menegakkan sistem kedaulatan rakyat (demokrasi);
3. NKRI menegakkan sistem negara hukum (Rechtsstaat);
4. NKRI adalah negara bangsa (nation state: sebagai jabaran wawasan nasional
dan wawasan nusantara); dan
5. NKRI menegakkan asas kekeluargaan (yang menjiwai dan melandasi:
wawasan nasional, dan wawasan nusantara)…. yang ditegakkan dalam N-
sistem nasional.

5
Sistem kenegaraan NKRI demikian mengalami degradasi filosofis-ideologis
dan konstitusional mulai era reformasi; karena visi-misi reformasi cenderung
mempraktekkan: demokrasi liberal, ekonomi liberal; bermuara kepada praktek
negara federal, bahkan anarchisme…yang mengancam integritas NKRI dan
wawasan nasional Indonesia.
Keprihatinan demikian terus mengupayakan pelurusan reformasi, supaya
bangsa dan NKRI tidak terjerumus ke dalam kebangkrutan dan cengkeraman neo-
imperialisme yang terus meningkat dalam era postmodernisme.

D. Sistem Filsafat Pancasila sebagai Sistem Ideologi Nasional


Terjabar dalam sistem kenegaraan Pancasila yang melembaga dalam NKRI
berdasarkan Pancasila - UUD 45, dengan berbagai fungsi sistem nasional ---sebagai
jabaran dan fungsionalisasi sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasional
(Pancasila), yang secara konsepsional mendesak untuk dikembangkan dalam rangka
ketahanan ideologi dan ketahanan nasional untuk menghadapi tantangan neo-
liberalisme, neo-ultraimperialisme yang makin dinamis dalam era globalisasi-
liberalisasi, dan postmodernisme. Dinamika demikian digerakkan sebagai rekayasa
politik global dari negara adidaya yang berjuang merebut supremasi politik melalui
issue: atas nama HAM (individualisme, liberalisme dan liberalisasi), ekonomi liberal
(privatisasi, ekonomi pasar) yang pada gilirannya melahirkan supremasi ekonomi (=
neo-ultraimperialisme) bangsa-bangsa berkembang (under develop, developing
countries) melalui berbagai investasi multi national corporations, dan "fatwa IMF"
dalam upaya mengatasi krisis ekonomi negara-negara ketiga (belahan selatan).

Semoga bermanfaat.

Malang, 3 Januari 2006

Mohammad Noor Syam

Anda mungkin juga menyukai