Anda di halaman 1dari 7

NAMA : WARDATUL JANNAH K

NIM : 907332405158

TUGAS PENGANTAR PENDIDIKAN


REVIEW BAB I
PANDANGAN TENTANG MANUSIA
DAN PENGEMBANGANNYA

A. HAKIKAT MANUSIA

The missing link merupakan misteri yang menghantui para ilmuwan selama berabad-
abad. Sebab itu, para ilmuwan mencoba mencari jawaban-jawabannya. Sejak zaman purba,
teori evolusi berkembang dan menjadi doktrin serta menjadi rujukan kuat dalam berbagai
penelitian untuk mencari hakikat manusia sebenarnya. Maka berkembanglah beberapa
pernyataan mengenai manusia yang dapat digolongkan sebagai bernilai filsafati, seperti:
 Aristoteles yang menganggap manusia adalah animal rationale, karena, menurutnya, ada
tahap perkembangan :

Benda mati  tumbuhan  binatang  manusia

Tumbuhan = benda mati + hidup  tumbuhan memiliki jiwa hidup

Binatang = benda mati + hidup + perasaan  binatang memiliki jiwa perasaan

Manusia = benda mati + hidup + akal  manusia memiliki jiwa rasional

Gambar 1. Perkembangan Manusia

Disamping itu, Aristoteles juga menyatakan bahwa manusia adalah zoon poolitikon
atau makhluk sosial dan "makhluk hylemorfik", terdiri atas materi dan bentuk-bentuk.
 Ernest Cassirer berpendapat bahwa manusia adalah animal simbolikum, yaitu ialah binatang
yang mengenal simbol, misalnya adat-istiadat, kepercayaan, bahasa. Inilah kelebihan
manusia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Itulah sebabnya manusia dapat
mengembangkan dirinya jauh lebih hebat daripada binatang yang hanya mengenal tanda dan
bukan simbol.

Pada akhirnya, berkembanglah dua teori yang sempat merajai dunia. Sebuah
jawaban yang menjadi pondasi jawaban tentang hakikat manusia. Teori Evolusi dan
Darwinisme marak diperbincangkan. Dalam science, teori evolusi dikenal sebagai sebuah
perkembangan sifat secara perlahan akibat penyesuaian manusia dengan lingkungannya.
Dalam perkembangan terakhir, dari segi Biologi kita mengenal proses mutasi yang
dianggap pula sebagai bagian dari evolusi. Sedangkan Darwinisme, sebuah teori yang
awalnya menjadi rujukan sejarah perkembangan manusia (bahkan sampai saat ini masih
ada dalam kurikulum pembelajaran Indonesia meskipun telah resmi dihapus di beberapa
negara) yang menyatakan bahwa manusia, berkembang dari seekor kera. Teori ini
menyatakan bahwa suatu spesies dapat berasal dari spesies lain. Pada abad 20 kemudian,
teori ini berhasil diruntuhkan dari singgasananya. Prof. Harun Yahya, ilmuwan Islam
yang dikenal cukup kritis dalam perkembangan hakikat manusia, mencoba membuktikan
bahwa teori Darwinisme mengada-ada. Pembuktian ini dikuatkan oleh science yang
berkembang terutama kerumitan struktur manusia yang tidak mungkin mampu
berkembang dengan sendirinya ke bentuk yang lain. Bahkan kita tahu bahwa DNA,
sebagai bagian terkecil penyusun struktural dan pembawa sifat manusia adalah bukti tak
terbantahkan bahwa manusia bukan berasal dari kera.

Seiring berkembangnya pemahaman manusia tentang hakikat dirinya. Manusia


menyadari bahwa ada kebutuhan lain selain segi fisik, maka pada tahapan ini hakikat
berkembang pada seni, budaya, kemampuan berpikir, dan kemampuannya dalam
mengelola lingkungan sekitarnya. Pada akhirnya pemahaman tentang hakikat manusia
kemudian tidak hanya berkembang dari segi fisik seperti perkembangan susunan
tubuhnya, atau perkembangan kebudayaannya tetapi akan beralih pada jawaban filsafat
yaitu apa yang ada di balik tubuh dan kebudayaannya itu. Alm. Anton Bakker, dosen
Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada menggunakan istilah "antropologi metafisik"
untuk memberi nama kepada macam filsafat ini.

Secara umum, objektifitas dalam menyampaikan pengetahuan adalah hal


terpenting agar tidak ada kebohongan yang turun menurun disebut sebagai sebuah
pengetahuan. Dari pembelajaran hakikat manusia, kita bisa memahami bahwa pengenalan
manusia terhadap dirinyatidak pernah berhenti. Jawaban yang telah ada akan menggiring
manusia pada pertanyaan selanjutnya. Karena itulah pembelajaran tentang hakikat
manusia tidak pernah berhenti. Melalui pemahaman tentang hakikat manusia sebenarnya
hanyalah sebuah upaya untuk meneguhkan eksistensinya. Hal ini sesuai dengan apa yang
disampaikan Tirtarahardja (2005) bahwa wujud sifat hakikat manusia memiliki maksud
dalam membenahi konsep pendidikan, diantaranya kemampuan menyadari diri,
kemampuan bereksistensi, kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan, serta
kemampuan menghayati kebahagiaan.

Setelah eksistensinya terbukti (bahwa ia memiliki sifat yang berbeda dengan


hewan), hakikat manusia berkembang pada peneguhan eksistensinya diantara kaumnya
sendiri. Maka muncullah dimensi keindividualan, divisi kesosialan, divisi kesusilaan,
serta dimensi keberagamaan. Pada intinya, pengenalan hakikat manusia dan
pengembangannya adalah sebuah cara untuk memenuhi kebutuhannya. Sesungguhnya
kebutuhan manusia senantiasan akan berkembang karena itulah pengenalan hakikat
manusiapun memiliki keniscayaan untuk senantiasa berkembang

BAB II

KONSEPSI PENDIDIKAN

Dalam penjelasan hakikat manusia kita telah memahami perbedaan mendasar manusia
dengan hewan serta perkembangan pemahaman tentang hakikat manusia itu sendiri. Kita juga
belajar bahwa seiring dengan kebutuhan yang meningkat, maka pemahaman mereka semakin
meningkat karena beradaptasi dengna lingkungannya. Pendidikan, adalah salah satu efek pula
dari perkembangan tersebut. Keterbatasan-keterbatasan manusia yang terlihat pada
ketidakmampuan memenuhi sebagian kebutuhannya menjadi dorongan bagi manusia untuk
menciptakan alat yang bisa membenatunya. Dari gambaran tentang proses perkembangan budaya
dalam kehidupan manusia tersebut diatas, tampak bahwa beberapa bentuk aktivitas kehidupan manusia
tersebut mengindikasikan sebagai gejala-gejala pendidikan.
Sesungguhnya, proses belajar yang mendasari adanya pendidikan telah berlangsung lama.
Manusia, belajar beradaptasi dengna lingkungannya. Kita dapat melihan ini pada perkembangan alat yang
digunakan manusia dalam beradaptasi seperti perkembangan zaman pada masa neolitikum dan
sebagainya. Selanjutnay manusia sadar, bahwa ada fase dimana ia tidak bisa melakukan segala sesuatu
sama dengan orang lain. Perbedaan perkembangan ini kemudian mengarah pada kelembagaan
pendidikan. Pada saatnya, pendidikan adalah proses pemenuhan kebutuhan bahkan termasuk kebutuhan
itu sendiri.
Definisis pendidikan itu sendiri sebenarnya sangat kompleks dan para ahli memiliki perbedaan
dalam hal definisi. Perbedaan tersebut mungkin karena berbeda orientasi, konsep dasar yang digunakan,
aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Tetapi para hali bersepakat dalam
hal batasan pendidikan. Batasan pendidikan menurut Tirtarahardja dan Sulo (2005) adalah:
1. Pendidikan sebagai Proses Transformasi Budaya
2. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
3. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga Negara
4. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pengertian pendidikan dapat ditemukan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara Indonesia,
sebagai ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Di dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara tahun 1973 ;1978; 1983 disebutkan pengertian pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya
adalah “Usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup”. Definisi tersebut menggambarkan terbentuknya
manusia secara utuh sebagai tujuan pendidikan yang menyangkut aspek ruhani, individualitas,
dan aspek sosial, kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tujuan-yujuan tersebut membantu manusia
dalam menjalani hubungan-hubungan yang menyangkut dirinya seperti konsentris, horizontal,
dan vertical.
BAB V
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN

Gagasan dan pelaksanaan pendidikan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia
dan masyrakatnya. Sejak dulu, kini maupun di masa yang akan dating pendidikan akan
mengalami perkembangannya. Pemikiran-pemikiran pada pendidikan umumnya selalu
berlangsung sepertu suatu diskusi berkepanjangan yang diwarnai pro dan kontra, dari tanggapan
tersebut berkembang lagi suatu pemikiran-pemikiran baru demikianlah seterusnya. Begitupun
aliran pada pendidikan, setiap pemikiran atau aliran harus diikuti dan dipahami agar gerak dan
dinamika pendidikan itu pun dapat diambil maknanya. Karena itu, aliran pendidikan selalu
berhubungan dengan perkembangan peserta didik sebagai salah satu tujuan adanya aliran
pendidikan itu sendiri.
Aliran asosiasi mengemukakan bahwa perkembangan merupakan proses asosiasi yang
dimulai dari bagian-bagian menuju kepada dan terkait menjadi keseluruhan (totalitas. Aliran
Gestalt berpendapat bahwa perkembangan merupakan proses diferensiasi, yaitu dari keseluruhan
menuju ke bagian-bagian yang berkembang secara sendiri-sendiri, namun masih merupakan dari
keseluruhan tersebut dan terkait secara fungsional dengan bagian-bagian yang lain. Aliran
Sosiologis berpendapat bahwa perkembangan merupakan proses sosialisasi, yaitu melalui proses
imitasi, adaptasi kemudian seleksi. Dalam proses adaptasi dan seleksi berlaku hukum efek dari
diri sendiri yang akan mendorong melakukan sesuatu lainnya yang lebih baru. Pandangan-
pandangan tersebut tentu memiliki dasar yang relevan tetapi pada penerapannya selalu memiliki
hubungan dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Kita dapat menganalogikannya dengan
suatu strategi pembelajaran pada pendidikan yang tidak bisa diterapkan pada semua kondisi
peserta didik. Selalu ada yang lebih tepat pada kondisi yang tepat pula, begitu pula dengan
penerapan perkembangan.
Aliran pada pendidikan bukanlah suatu tahapan melainkan pengelompokan pemikiran
para ahli. Aliran-aliran pendidikan dapat dipahami melalui uraian berikut:
A. Aliran- Aliran Klasik
1. Aliran Empirisme
Sesuai dengan namanya, aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap manusia dalam perkembangannya ditentukan
oleh pengalaman (empiri) nyata melalui alat inderanya, baik yang berinteraksi secara
langsung dengan dunia luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari
apa yang diperolehnya secara langsung.
2. Aliran Nativisme
Pendapat teori ini merupakan kebalikan dari teori tabularasa; yang mengajarkan
bahwa anak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri. Pembawaan yang
dibawa sejak lahir meliputi pembawaan baik dan buruk. Perkembangan anak hanya
ditentukan oleh pembawaannya sendiri-sendiri.
3. Aliran Naturalisme
Pandangan aliran ini ada persamaannya dengan teori nativisme, bahkan kadang-
kadang disamakan. Pada hal sesungguhnya memiliki perbedaan-perbedaan tertentu.
Isi ajaran teori ini mengetengahkan bahwa sejak lahir anak sudah memiliki
pembawaan, baik bakat, minat, kemampuan, sifat, watak, dan pembawaan lainnya.
4. Aliran Konvergensi
Teori ini berusaha memadukan teori Empirisme dan Nativisme yang terlalu ekstrim
dari pandangan yang berbeda, disatu sisi hanya mengakui lingkungan (empirisme)
yang menentukan perkembangan anak, sama sekali tidak mengakui adanya
pembawaan. Sedangkan, disisi lain hanya mengakui pembawaan saja yang
mempengaruhi perkembangan anak. Keduanya mengandung kebenaran dan
keduannya juga mengandung ketidakbenaran
B. Aliran Pendidikan Abad XX
1. Aliran Essensialisme
Para ahli penganut aliran ini berpendapat bahwa pendidikan sebagai pemelihara
kebudayaan, yaitu ingin kembali kepada kebudayaan lama warisan sejarah yang telah
membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia.
2. Aliran Progresivisme
Progresif adalah sifat alamiah kodrat dan itu berarti perubahan; dan perubahan berarti
sesuatu yang baru. Aliran progresivisme berpandangan bahwa pendidikan mampu
merubah, dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia
bagi hari depan yang makin kompleks dan menantang.
3. Aliran Rekonstruksivisme
Rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang sama sekali baru, melalui lembaga dan proses pendidikan.
Aliran ini mencita-citakan terwujudnya satu dunia baru dengan satu kebudayaan baru
dibawah satu kedaulatan dunia, dalam kontrol mayoraitas umat manusia.
4. Aliran Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang
membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang
bermanfaat secara praktis. Dasar pegangan pragmatisme adalah logika pengamatan.
Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa akhibat yang praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi diterimanya asal bermanfaat. Patokikannya dalah
manfaat bagi hidup praktis.

Pada intinya, meskipun aliran pada tiap abad memiliki perbedaan yang cukup
mencolok tetapi ada fokus pembahasan mereka. Pada aliran pendidikan klasik
penekanannya adalah pada apa yang kamu miliki tanpa memandang apa yang bisa
kamu kembangkan sedangkan pada aliran pendidikan abad 20 lebih pada apa saja
yang bisa kamu lakukan sehingga kamu dapat berkembang yang intinya ada
perkembangan pemahaman yang menekankan pada proses.

Menyimak berbagai aliran pendidikan di Indonesia, ada dua aliran pokok yang perlu
dipelajari yaitu Pendidikan Taman Siswa dan Pendidikan INS. Meskipun latar belakang
pendirian aliran pendidikan ini untuk kepentingan penjajah tetapi kita perlu memahaminya
karena perkembangan pendidikan Indonesia dimulai karena dua aliran tersebut.
Dua aliran ini telah mampu menopang kebutuhan sebagian rakyat Indonesia terhadap pendidikan
sebgai upaya mengatahui jati diri atau hakikat dirinya sendiri sebagai seseorang yang memiliki
hak dalam berbudaya, berekspresi, beragama dsb. Pada akhirnya tingkatan pendidikan terbentuk
selaras dengan kebutuhan negeri ini. Pada Aliran INS pendidikan Indonesia telah mengenal
pengembangan pendidikan multikompeten yang pada saat ini dikenal sebagai aspek afektif,
psikomotorik, dan kognitif.

Anda mungkin juga menyukai