Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam


keadaan sehat dan tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi
keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada
yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus,
hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak
factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil,
asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau
penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri.

Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda


kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan ikterus,
dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang
tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah.
Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan ibu atau orang tua tentang ikterus
tersebut, kemudian kurangnya memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga
kesehatan. Untuk itulah penulis mengangkat makalah ini dengan judul Ikterus
pada Bayi.

B. Tujuan

 Mengetahui dan memahami pengertian ikterus

 Mengetahui dan memahami penyebab ikterus

 Mengetahui dan memahami derajat ikterus

 Mengetahui dan memahami penatalaksanaan ikterus pada bayi

BAB II
TINJAUAN TEORI

IKTERUS

A. PENGERTIAN

 Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). ( Perinatologi )

 Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan
bilirubun dalam tubuh. ( Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2 )

 Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi
karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah.

Ikterus Fisiologis

Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada
minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula
kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3
kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup
bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih
tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam
waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.

Ikterus Patologis

 Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

 Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

 Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.


 Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea
atau suhu yang tidak stabil )

 Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.

B. ETIOLOGI

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau


kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum
yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut
mungkin disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang
tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi.

a. Ikterus Prahepatik

Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:

 Kelainan sel darah merah

 Infeksi seperti malaria, sepsis.

 Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang
berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan
eritroblastosis fetalis.

b. Ikterus Pascahepatik

Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin


konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan
mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki
peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga
ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan
pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja
akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.

c. Ikterus Hepatoseluler

Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga


bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam
hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati
yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam
aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic,
tumor, bahan kimia, dll.

C. PATOFISIOLOGI

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi.

Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan
bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat
dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang
digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang
dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin
oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara
cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda
dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan
mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan
kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi
albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang
terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air
dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat
dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik.
Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan
yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan
menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat
competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.

Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:

 Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )

 Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )

 Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole,


sulfamoxazole )

 Penicilin ( propicilin, cloxacillin )

 Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

 Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk


sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.

 Bilirubin bebas

 Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.

 Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.


Asupan Bilirubin

Pad saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit,


albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui
sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan
protein ikatan sitosilik lainnya.

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut


dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate
glukuronosyl transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah
formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi
menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam
kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan
kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.

Eksresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam


kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui
feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung
dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak
terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi
kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi
kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

D. KLASIFIKASI

 Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%.

 Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%.

 Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%.
 Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%.

 Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang


mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal
ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus
adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin
pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.

Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati

 Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan
reflek hisap buruk.

 Pada fase intermediate, moderate stupor, iritabilitas dan hipertoni.

 Selanjutnya bayi akan demam, high – pitched cry, kemudian akan menjadi
drowsiness dan hipotoni.

Manifestasi klinis kern ikterus

 Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan
berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguan
pendengaran, displasia dental – enamel, paralysis upward gaze.

E. MANAJEMEN

1. Strategi Pencegahan

a. Pencegahan Primer
 Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/
hari untuk beberapa hari pertama.

 Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada
bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan Sekunder

 Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu
serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

 Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap


timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus
yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak
kurang dari setiap 8 – 12 jam.

2. Penggunaan Farmakoterapi

a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi – bayi dengan rhesus


yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun
dan menurunkan tindakan transfusi tukar.

b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG – T dan ligandin


serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin.

c. Metalloprotoprophyrin adlah analog sintesis heme.

d. Tin – Protoporphyrin ( Sn – Pp ) dan Tin – Mesoporphyrin ( Sn – Mp )


dapat menurunkan kadar bilirubin serum.

e. Pemberian inhibitor β - glukuronidasi seperti asam L – aspartikdan kasein


holdolisat dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis – 6 kali/hari ) pada bayi sehat
cukup bulan yang mendapat ASI dan meningkatkan pengeluaran bilirubin
feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi control.
3. Fototerapi

Terapi sinar dilakukan berdasarkan kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan)


saat bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang
dimiliki bayi yang dapat dilihat pada tabel beriku

Beberapa faktor risiko yang penting adalah :

• Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem


kekebalan tubuh sendiri)

• Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi
normal

• Kekurangan oksigen

• Kondisi lemah/tidak responsif

• Tidak stabilnya suhu tubuh

• Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh


tubuh)

• Gangguan keasaman darah

• Kadar albumin (salah satu protein tubuh) <>


Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian
ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan.

Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan:

• Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam

• Jika TSB >25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam

• Jika TSB 20–25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam

• Jika TSB <20>

• Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam

• Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange
transfusion, pertimbangkan exchange transfusion

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.

2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel
reproduksi bayi.

3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang
terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.

4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi
yang terkena cahaya dapat menyeluruh.

5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.


7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan
hemolisis.

8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi
dinaikkan.

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:

1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan


harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI,
sesering mungkin berikan ASI.

2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus


yang meningkat).

3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat
gerak.

4. Kenaikan suhu tubuh.

5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya
bersifat sementara.

4. Tranfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah


yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang
sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita
tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya


ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari
sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat
tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi
bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.


2. Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan
dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan
kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan,


harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila
darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap
bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau
rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan
bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya
menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan
bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi
antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan


crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange)


---- 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

Teknik Transfusi Tukar

a. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang


melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan
dan dimasukkan bergantian.

b. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan


melalui arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam
jumlah yang sama.
c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian,
dilakukan biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan


golongan darah O rhesus positif.

Pelaksanaan tranfusi tukar:

1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu


persiapan, pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan


penerangan dan pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi
yang lengkap serta terjaga sterilitasnya.

3. Persiapan Alat.

a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap

b.Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril

d.Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah

f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath

h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-


masing 2 buah

i. Selang pembuangan
j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis

k.Meja tindakan

Indikasi

Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan


transfusi tukar pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan
keputusan WHO tercantum dalam tabel 2.

Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

Bayi Cukup Bulan Dengan Faktor


Usia
Sehat Risiko
Hari mg/dL mg/dL
Hari ke-1 15 13
Hari ke-2 25 15
Hari ke-3 30 20
Hari ke-4 dan 30 20
seterusnya

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau


bayi bisa dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin
bayi telah mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.

Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan Kadar Bilirubin


(gram) (mg/dL)
<> 10 – 12
1000 – 1500 12 – 15
1500 – 2000 15 – 18
2000 – 2500 18 – 20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada


indikasi:

a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>
b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang
mendapatkan terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar


Hb 11 – 13 gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat


dikontrol secara adekuat dengan terapi sinar.

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

• Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

• Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

• Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

• Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar

• Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

• Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

• Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

• Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

• Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis


nekrotikan

• Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar

• Lanjutkan dengan terapi sinar


• Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:

a. Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan


persetujuan tertulis dari orang tua penderita

b. Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi


harus segera dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan
menghisapnya

c. Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah
mengering kompres dengan NaCl fisiologis

d. Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin


terutama jika kadar albumin <>

e. Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua


elektrolit, dekstrostik, Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar
bilirubin indirek, albumin, golongan darah, rhesus, uji coombs
direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya serta
kultur darah

f. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum


memulai tranfusi tukar

g. Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan


permintaan (cek label darah)

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena
peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). ( Perinatologi )

2. Ikterus Fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak
terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL.

3. Ikterus Patologis

 Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

 Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

 Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.

 Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah,
letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea
atau suhu yang tidak stabil )

 Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.

4.Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi


keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih
tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak
adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi

5.Penatalaksanaannya yaitu dengan strategi pencegahan, penggunaan farmakoterapi,


dan fototerapi serta transfuse tukar.

B.Saran

Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan Ikterus pada
bayi, Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya
secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukadi, Abdurrachman, dkk. 2000. “ Perinatologi “ .Bandung : FKUP/ RSHS

2. McCormick, Melisa. 2003. “ Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter,
Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar “. Indonesia : MNH – JHPIEGO

3. Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. “ Buku Ajar Neonatologi Edisi I “. Jakarta :


Perpustakaan Nasional

4. Hasan, Rusepno. 1997. “Ilmu Kesehatan Anak 2 “. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran UI.

5. Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit
Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425

6. Sakit Kuning (Jaundice), http://info-sehat.com/content.php?s_sid=1064, acces : 05


November 2007

7. http://www.yanmedik-depkes.net
Diposkan oleh Sultan Arif di 06:10

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda


Langgan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya

Sultan Arif
Namlea (p.buru), Maluku, Indonesia
Q orangnya pendiam, juga suka humoris, Q suka menyendiri dan sulit terbuka
dengan teman-teman, tp banyak yang mengenal...<*_*>
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
• ▼ 2009 (50)
o ► Desember (15)
 Manfaat Lidah Buaya
 DECOMPENSASI CORDIS
 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KATARAK
 AKEP GASTRITIS
 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DIARE
 Askep Anemia Sel Sabit
 ASUHAN KEPERAWATAN SUBDURAL HEMATOM
 KENALI DIABETES
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KLIEN
APENDISITIS
 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CEDERA
KEPALA
 Gagal Ginjal Akut
 ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI
 MEMOTONG KUKU
 ASKEP GAGAL JANTUNG
 ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN...
o ► November (1)
 Geografi Lubang-Lubang Besar Di Bumi
o ► Oktober (14)
 lllllllllllllll
 kebutuhan dasar manusia--suhu tubuh
 TOKSIN MARIN ALAMI
 Babi: Gudang Parasit & Bakteri Berbahaya
 SISTEM SARAF PADA MANUSIA
 ASUHAN KEPERAWATAN SUBDURAL HEMATOM
 GAGAL GINJAL AKUT (GGA)
 ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI
 ASTHENIA PADA KASUS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
 Askep Klien Dengan Penyakit Parkinson
 KEJANG DEMAM
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEMAM
TYPOID
 Demam Tifoid (Thypoid Fever)
 GDS K2&K3 - Pengaruh perubahan persekitaran intra ...
o ▼ September (20)
 MAKALAH KESEHATAN MENGENAI IKTERUS PADA
BAYI BARU...
 Ikterus
 Rahasia Lelaki
 Ginjal
 Perkembangan Anak
 Bersiwak/Bersikat Gigi-Gigi
 Sistem Indera
 Sistem Saraf
 BODY IN NUMBERS
 Sistem Pencernaan Manusia
 KWASHIORKOR
 Gerakan-Gerakan Pada Sendi
 Anatomi Tubuh Manusia
 Bahaya HIV-AIDS
 SISTEM REPRODUKSI PRIA
 Sistem Pencernaan
 ANATOMI FISIOLOGI KULIT DAN PENYEMBUHAN LUKA
 Biologi Jantung & Pembuluh Darah
 BURSITIS
 Deteksi Dini Kanker Payudara, SADARI Sekarang Juga...

Clock

Anda mungkin juga menyukai