Anda di halaman 1dari 38

Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah dengan

Imunisasi

1. Tuberculosis
a. Definisi :
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang
Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Kuman Tuberkulosis :
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada
pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman
TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

b. Insiden
Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia. Secara nasional, TBC
membunuh kira-kira 140.000 orang setiap tahun.
Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan penyumbang kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 %
( menurut data 1972-1987 ). Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia
produktif.

c. Etiologi
Penyebab TB paru adalah Mycobacterium Tuberculosis sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4 mm, tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar kuman
terdiri dari asam lemak/lipid. Lipid ini yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam. Sifat kuman ini adalah aerob dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Ada
beberapa jenis kuman ini yang patogenik.

1
d. Gejala Klinik

Manifestasi klinik TB mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin tidak akan
pernah timbul apabila tidak terjadi infeksi aktif. Apabila timbul infeksi aktif pasien
biasanya memperlihatkan:

- Demama, biasanya pagi hari

- Malese

- Keringat malam

- Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat bada

- Batuk purulen produktif disertai nyeri dada sering timbul pada infeksi aktif

e. Penatalaksanaan

- Pengobatan untuk individu dengan TB aktif memerlukan waktu lama karena


basil resisten terhadap sebagian besar antibiotic dan cepat bermutasi apabila
terpajan antibiotic yang semula masih efektif. Saat ini terapi untuk pasien dengan
infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan berlangsung paling kurang 9 bulan
dan biasanya lebih lama. Apabila pasien tidak berespons terhadap obat-obatan
tersebut, maka obat dan protocol pengobatan lain akan dicoba.

- Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberculin positif setelah sebelumnya


negative biasanya mendapat antibiotic selama 6-9 bulan untuk membantu respons
imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basil total.

f. Komplikasi

- Pneumonia (radang parenkim paru)

- Efusi pleura (cairan yang keluar ke dalam rongga pleura)

- Pneumotorak (adanya udara dan gas dalam rongga selaput dada)

2
- Empiema

- Lasingitis

- Menjalar ke organ lain (spt, usus)

KOMPLIKASI LANJUT

- Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis)

- Kerusakan parenkim berat SOPT/Fibrosis Paru

- Amiloi dosis

- Karsinoma paru

- Sindrom Gagal Napas (Dewasa (ARDS)

2. Difteri
a. Defenisi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksin
(racun) Corynebacterium diphtheriae.
Beberapa tahun yang lalu, difteri merupakan penyebab utama kematian pada anak-
anak. Saat ini, di negara berkembang, difteri jarang ditemukan karena vaksin difteri
telah digunakan secara meluas.
Biasanya penyakit ini menyerang saluran pernafasan (terutama laring, amandel dan
tenggorokan); tetapi bisa juga menyerang kulit dan toksin yang dihasilkan bisa
menyebabkan kerusakan pada saraf dan jantung.

b. Insiden
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Selama permulaan
pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan
anak-anak muda. Pada tahun 2000, di seluruh dunia dilaporkan 30.000 kasus dan
3.000 orang diantaranya meninggal karena penyakit ini. Dilaporkan 10 % kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian.

3
C. Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini ditularkan
melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun
makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembangbiak
pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan
menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang
sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak.
d. Gejala
Bakteri Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri akan menginfeksi saluran nafas.
Masa inkubasinya adalah 2-4 hari. Tanda pertama dari difteri adalah sakit tenggorokan,
demam dan gejala yang menyerupai pilek biasa. Bakteri akan berkembang biak dalam
tubuh dan melepaskan toksin (racun) yang dapat menyebar ke seluruh tubuh dan
membuat penderita menjadi sangat lemah dan sakit.Gejala-gejala lain yang muncul,
antara lain:

1. Menelan sakit, batuk keras dan suara menjadi parau


2. Mual dan muntah-muntah
3. Demam, menggigil dan sakit kepala
4. Denyut jantung meningkat
5. Terbentuk selaput/membran yang tebal, berbintik, berwarna hijau kecoklatan atau
keabu-abuan di kerongkongan sehingga sukar sekali untuk menelan dan terasa
sakit.
6. Bila difteri bertambah parah, tenggorokan menjadi bengkak sehingga
menyebabkan penderita menjadi sesak nafas, bahkan yang lebih membahayakan
lagi, dapat pula menutup sama sekali jalan pernafasan.
7. Kelenjar akan membesar dan nyeri di sekitar leher.
8. Kadang-kadang telinga menjadi terasa sakit akibat peradangan
9. Penyakit difteri dapat pula menyebabkan radang pembungkus jantung sehingga
penderita dapat meninggal secara mendadak.

4
Gejala-gejala ini disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh kuman difteri. Jika tidak
diobati, racun yang dihasilkan oleh kuman ini dapat menyebabkan reaksi peradangan
pada jaringan saluran napas bagian atas sehingga sel-sel jaringan dapat mati.

e. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (ditemukan
pseudomembran). Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan terhadap apus
tenggorokan dan dibuat biakan di laboratorium. Untuk melihat kelainan jantung, bisa
dilakukan pemeriksaan EKG.

f. Komplikasi
Racun difteri bisa menyebabkan kerusakan pada jantung, sistem saraf, ginjal ataupun
organ lainnya:
 Miokarditis bisa menyebabkan gagal jantung
 Kelumpuhan saraf atau neuritis perifer menyebabkan gerakan menjadi tidak
terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam waktu 3-7 minggu)
 Kerusakan saraf yang berat bisa menyebabkan kelumpuhan
 Kerusakan ginjal (nefritis).

3. Pertusis
a. Defenisi
Pertusis yang sering juga disebut batuk rejan adalah penyakit infeksi bakterial yang
menyerang sistem pernapasan yang melibatkan pita suara (larinks), trakea dan
bronkial. Infeksi ini menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan sehingga
menyebabkan serangan batuk yang parah.

b.Insiden
Batuk rejan dapat menyerang segala umur, 60 % menyerang anak-anak yang berumur
kurang dari 5 tahun. Penyakit ini akan menjadi serius jika menyerang bayi berumur
kurang dari 1 tahun. Biasanya pada bayi yang baru lahir dan keadaannya menjadi
lebih parah.

5
Para dokter melaporkan lebih dari 7000 kasus batuk rejan yang terjadi tahun lalu.
Sebenarnya lebih banyak kasus yang terjadi tetapi gejala yang timbul pada remaja dan
orang dewasa biasanya lebih ringan. Akibatnya, para remaja dan orang dewasa
memutuskan tidak menemui dokter untuk mengobati gejala-gejalanya atau dokter
tidak mengetahui gejala-gejala yang ringan tersebut sebagai batuk rejan.

c. Patologi
Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga
pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian
menjadi kental dan lengket.

d. Gangguan Klinik
Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan:

1. Tahap kataral (mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah
terinfeksi)
Gejalanya menyerupai flu ringan:
- Bersin-bersin
- Mata berair
- Nafsu makan berkurang
- Lesu
- Batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari kemudian terjadi sepanjang
hari).
2. Tahap paroksismal (mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya
gejala awal)
5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi. Setelah
beberapa kali bernafas normal, batuk kembali terjadi diakhiri dengan menghirup
nafas bernada tinggi.
Batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir yang biasanya ditelan oleh
bayi/anak-anak atau tampak sebagai gelembung udara di hidungnya).

6
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah.
Serangan batuk bisa diakhiri oleh penurunan kesadaran yang bersifat sementara.
Pada bayi, apneu (henti nafas) dan tersedak lebih sering terjadi dibandingkan
dengan tarikan nafas yang bernada tinggi.
3. Tahap konvalesen (mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal)
Batuk semakin berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lebih
baik.
Kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran
pernafasan.

e. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut:
- Pembiakan lendir hidung dan mulut
- Pembiakan apus tenggorokan
- Pemeriksaan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang
ditandai dengan sejumlah besar limfosit)
- Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
- ELISA.

f. Tatalaksana
Pengobatan
Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit.
Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan
bisa merangsang serangan batuk.

Bisa dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan.


Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang
dimasukkan ke trakea.

Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya
tidak dapat makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus.

7
Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil
tetapi sering.
Untuk membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik eritromycin.

Pencegahan
Vaksin pertusis merupakan bagian dari imunisasi pada masa kanak-kanak (biasanya
dalam bentuk vaksin DPT).

g. Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total, meskipun berlangsung lambat.
Sekitar 1-2 % anak yang berusia di bawah satu tahun meninggal. Kematian terjadi
karena berkurangnya oksigen ke otak (enselofalopati anoksia) dan bronkopneumonia.

4. Tetanus
a. Defenisi
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani
yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi
di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme
otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan
spasme dan paralisis pernapasan.

b. Patogenesis dan Patofisiologis


Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk
spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini
merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil
dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme).

Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan
peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa

8
luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda
asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser
yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

c. Penatalaksanaan

Pengobatan

Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan


penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut.

Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang dan
mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan ditempatkan
dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat, mungkin perlu
dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.

Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang kotoran,
dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri atau ke kanan
dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia.

Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk
mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan
vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi
berikutnya.

Pencegahan

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya. Pada
anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis,
tetanus). Bagi yang sudah dewasa sebaiknya menerima booster

Pada seseorang yang memiliki luka, jika:

9
1. Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksinasi lebih lanjut
2. Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan
vaksinasi
3. Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.

Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena
kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.

d. Prognosis

Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka prognosisnya buruk.

5. Hepatitis B
a. Defenisi
Hepatitis B disebabkan olehvirus hepatitis B (HBV). HBV adalah virus nonsitopatik,
yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati.

b. Insiden
Kurang dari 10 persen orang dewasa yang terinfeksi HBV mengalami infeksi HBV
kronis. Sebaliknya, kurang lebih 90 persen bayi yang terinfeksi HBV saat lahir
mengalami infeksi HBV kronis. Ada obat yang dapat diberikan pada bayi setelah lahir
untuk membantu mencegah hepatitis B. Anak muda yang terinfeksi HBV mempunyai
risiko 25-50 persen mengalami hepatitis B kronis. Keadaan di Indonesia belum jelas,
tetapi Depkes menyatakan bahwa 3-33 orang Indonesia terinfeksi HBV.

c. Patogenesis
HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati – atau hepatosit – yang menjadi tempat yang
bersahabat bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, system

10
kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis).
Bila hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis
(yang dapat terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan
parut di hati, sebuah kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan
hati diganti dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran
darah yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya
untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis. Bila hati rusak berat,
mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat tekanan di
organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini – yang disebut sebagai hipertensi portal –
termasuk pendarahan saluran cerna atas dan cairan dalam perut (asites). Kerusakan pada
hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan empedu yang dibutuhkan untuk pencernaan
yang baik dan mengurangi kemampuan hati untuk menyimpan dan menguraikan bahan
nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain dari hati yang rusak temasuk
ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.

d. gangguan klinik
Gejala hepatitis B kronis dapat serupa dengan yang dialami dengan hepatitis B akut.
Gejala ini cenderung ringan sampai sedang dan biasanya bersifat sementara. Gejala
tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami hepatitis B
kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria (kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik
merah dan bengkak), arthritis (peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa
terbakar pada lengan dan kaki).

e. Tatalaksana
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami
kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel
hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya
memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik. Hepatitis B akut
umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun) dan dapat berlanjut
menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat

11
dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang
penderita penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine
dan adefovir dan modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa ( Uniferon). Selain itu,
ada juga pengobatan tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang
dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya
mempunyai efek sebagai hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik
yang dapat merusak sel hati, juga bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu
meningkatkan produksi empedu oleh hati. Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat
digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma
xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran
(Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma lucidum), akar
alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan
(Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda
citrifolia), jombang (Taraxacum officinale).

6. Polio
a. Defenisi
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV),
masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki
aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan (paralisis).

b. Insiden
Dalam situs polio eradication yang bisa diakses di situs Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) disebutkan, virus yang ditemukan pada bayi berusia 18 bulan itu berasal dari
Afrika Barat (Kompas, 4 Mei 2005).
Karena itu, dunia kesehatan Indonesia dikejutkan munculnya kembali penyakit polio.
Kali terakhir pada 1995, Laboratorium Biofarma, Balai Penelitian dan Pengembangan
Depkes, dan Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya menemukan tujuh penderita
polio di Malang, Cilacap, Medan, Palembang, dan Probolinggo.

12
c. Patogenesis dan Patologi
Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja
penderita infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke manusia
melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-oral (dari
mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang tercemar virus polio
yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya. Sementara
itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia
sehat lainnya. Virus polio sangat tahan terhadap alkohol dan lisol, namun peka
terhadap formaldehide dan larutan chlor. Suhu tinggi cepat mematikan virus, tetapi
pada keadaan beku dapat bertahan bertahun-tahun.
Ketahanan virus di tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan
mikroba lainnya. Virus itu dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,
bahkan hingga berkilo-kilometer dari sumber penularan.
Meski penularan terutama akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari
penderita yang infeksius, virus itu hidup di lingkungan terbatas. Salah satu inang atau
mahluk hidup perantara yang dapat dibuktikan hingga saat ini adalah manusia.

d. Gejala Klinik
Tanda klinik penyakit polio pada manusia sangat jelas. Sebagian besar (90%) infeksi
virus polio menyebabkan inapparent infection, sedangkan 5% menampilkan gejala
abortive infection, 1% nonparalytic, dan sisanya menunjukkan tanda klinik paralitik.
Bagi penderita dengan tanda klinik paralitik, 30% akan sembuh, 30% menunjukkan
kelumpuhan ringan, 30% menunjukkan kelumpuhan berat, dan 10% menunjukkan
gejala berat serta bisa menimbulkan kematian. Masa inkubasi biasanya 3-35 hari.

e. Penatalaksanaan
Dalam World Health Assembly 1988 yang diikuti sebagian besar negara di dunia,
dibuat kesepakatan untuk melakukan eradikasi polio (Erapo) tahun 2000. Artinya,
dunia bebas polio pada 2000. Program Erapo pertama yang dilakukan adalah
melakukan imunisasi tinggi dan menyeluruh. Kemudian, diikuti Pekan Imunisasi
Nasional yang dilakukan Depkes 1995, 1996, dan 1997. Imunisasi polio yang harus

13
diberikan sesuai rekomendasi WHO adalah sejak lahir sebanyak 4 kali dengan
interval 6-8 minggu.
Kemudian, diulang usia 1,5 tahun, dan 15 tahun. Upaya ketiga adalah survailance
accute flaccid paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada
usia di bawah 15 tahun. Mereka harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena
polio atau bukan.
Tindakan lain adalah melakukan mopping-up. Yakni, pemberian vaksinasi massal di
daerah yang ditemukan penderita polio terhadap anak usia di bawah lima tahun tanpa
melihat status imunisasi polio sebelumnya.

7. Campak
a. Defenisi
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang
sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan
selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi
virus campak golongan Paramyxovirus.

b. Insiden
Penyakit campak di negara berkembang seperti Indonesia, masih sering terjadi pada
anak-anak, bahkan jika timbul komplikasi dan tidak ditangani secara tepat dapat
menimbulkan kematian.

c. Patogenesis dan Patologi


Campak adalah penyakit yang sangat menular. Virus campak dapat hidup dan
berkembang biak pada selaput lendir tenggorok, hidung dan saluran pernapasan.
Anak yang terinfeksi oleh virus campak dapat menularkan virus ini kepada
lingkungannya, terutama orang-orang yang tinggal serumah dengan anak. Pada saat
anak yang terinfeksi bersin atau batuk, virus juga dibatukkan dan terbawa oleh udara.
Anak dan orang lain yang belum mendapatkan imunisasi campak, akan mudah sekali
terinfeksi jika menghirup udara pernapasan yang mengandung virus. Penularan virus
juga dapat terjadi jika anak memegang atau memasukkan tangannya yang

14
terkontaminasi dengan virus ke dalam hidung atau mulut. Biasanya virus dapat
ditularkan 4 hari sebelum ruam timbul sampai 4 hari setelah ruam pertama kali
timbul.

d. Gejala Klinik
Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas
badan - nyeri tenggorokan - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak
Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis ) 2-4 hari kemudian muncul bintik
putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang
terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa
berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam
kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan
di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam
menyebar ke batang tubuh, lengan dan tungkai, sedangkan ruam di wajah mulai
memudar. Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas
serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun,
penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang. Demam,
kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti
dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada
selama 4 hari hingga 7 hari.

e. Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa
komplikasi yang bisa menyertai campak:

1. Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah


2. Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga pendeita
mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3. Ensefalitis (inteksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
f. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas.

15
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: - pemeriksaan darah, pemeriksaan
darah tepi - pemeriksaan Ig M anti campak - Pemeriksaan komplikasi campak :

• enteritis
• Ensephalopati,
• Bronkopneumoni
g. Penatalaksanaan
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani tirah baring.
Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi
infeksi bakteri, diberikan antibiotik.
Pencegahan
Waktu terdedah sampai kena penyakit: Kira-kira 10 sampai 12 hari sehingga gejala
pertama, dan 14 hari sehingga ruam muncul. Imunisasi (MMR) pada usia 12 bulan
dan 4 tahun. Orang yang dekat dan tidak mempunyai kekebalan seharusnya tidak
menghadiri sekolah atau bekerja selama 14 hari.

8. Rubella
a. Defenisi
Penyakit rubella pada anak Campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus rubella. biasanya ringan. Rubella disebut juga sebagai campak 3 hari, karena
biasanya anak dengan rubella akan membaik dalam waktu 3 hari.
Keadaan yang paling berbahaya adalah jika virus rubella menginfeksi janin karena
hal ini dapat mengakibatkan sindroma rubella kongenital. Infeksi virus pada janin
dapat terjadi jika wanita yang sedang mengandung terserang virus rubella pada 4
bulan pertama usia kehamilannya.

b. Patogenesis
Masa inkubasi yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya virus rubella kedalam
tubuh sampai timbulnya gejala penyakit berkisar antara 14-21 hari. Biasanya gejala
bersifat ringan berupa demam. Nyeri sendi dapat terjadi pada anak perempuan yang

16
sudah besar dan orang orang dewasa. Tanda yang paling khas adalah pembesaran
kelenjar getah bening di daerah belakang kepala, belakang telinga, dan leher bagian
belakang.
Umumnya pembesaran kelenjar getah bening ini disertai dengan rasa nyeri. Keadaan
ini kemudian diikuti dengan munculnya ruam yang dimulai pada daerah muka dan
menyebar dengan cepat ke seluruh tubuh dalam waktu 1 hari. Ruam dan demam
biasanya menghilang dalam waktu 3 hari.

c. Gangguan Klinik
pertumbuhan janin yang terhambat (merupakan kondisi yang paling sering terjadi)
* katarak yang dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Katarak adalah pemutihan
lensa mata sehingga mengakibatkan kebutaan menetap. Kelainan katarak ini biasanya
disertai dengan bola mata yang kecil.
* kelainan jantung bawaan
* hilang fungsi pendengaran akibat proses infeksi yang terjadi pada saraf
pendengaran
* radang otak dan selaput otak

d. Tatalaksana
pengobatan
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella. Obat yang diberikan
biasanya bersifat untuk meringankan gejala yang timbul. Hanya saja pada anak-anak
dan orang dewasa, gejala-gejala yang timbul adalah sangat ringan.
Bayi yang lahir dengan sindroma rubella kongenital, biasanya harus ditangani secara
seksama oleh para ahli. Semakin banyak kelainan bawaan yang diderita akibat infeksi
kongenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Biasanya infeksi rubella kongenital dipastikan dengan pemeriksaan serologi segera
setelah bayi lahir, yaitu dengan terdeteksinya IgM Rubella (imunoglobulin M) pada
darah bayi.
pencegahan

17
Cara yang paling efektif adalah dengan pemberian imunisasi. Saat ini imunisasi yang
dapat diberikan untuk mencegah rubella adalah dengan pemberian vaksin MMR
(Measles, Mumps, Rubella).

9. Mumps
a. Defenisi
Parotitis atau mumps atau gondongan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus Paramiksovirus RNA (mumps) yang ditularkan melalui percikan air ludah
pembawa virus.

b. Insiden
Gondongan sangat mudah menyebar, terutama di lingkungan yang padat penduduk.
Sebagian besar penderita gondongan adalah anak-anak dan jarang sekali menyerang
bayi.

c. Gejala Klinik

Anak-anak yang menderita gondongan dapat dideteksi melalui gejala-gejala seperti :

• demam dan sakit kepala


• lemas
• susah makan

d. Penatalaksanaan

Gondongan tidak memerlukan antibiotik. Untuk mengurangi demam dan rasa sakit,
penderita bisa diberikan parasetamol generik. Atau kompres dengan air hangat atau
dingin. Jika terlambat diantisipasi, gondongan juga dapat menyebabkan kehilangan
pendengaran yang permanen.

Sebenarnya, gondongan dapat dicegah dengan memberikan imunisasi sedini mungkin.


Berikanlah imunisasi MMR (Measles, Mumps dan Rubella) pada balita anda.

18
10. Tifoid
a. Defenisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif
Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel
fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
(Darmowandowo, 2006)

b. Patologi
S. typhi masuk ketubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus.
(mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa menembus ileum
ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah berkembang biak di
RES, terjadilah bakteriemi II (Darmowandowo, 2006).

Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator. Lokal (patch of


payer) terjadi hiperplasi, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas, instabilitas
vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dll (Darmowandowo, 2006)

Imunulogi. Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi mencegah
melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi IgM dan IgG
untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler berfungsi untuk
membunuh Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006)

c. Gejala Klinik
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu
ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ.
Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan,
gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.

19
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin
meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada
malam hari.
2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan kembung,
hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai
koma.

(Darmowandowo, 2006)
d. Diagnosa
 Amanesis

 Tanda klinik

 Laboratorik

 Leukopenia, anesonofilia
 Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin sudah
negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III
 Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II,
pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi
 Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF cukup
akurat dengan
 Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M

(Darmowandowo, 2006)
d. Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan suportif
melipu+ti istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung penyulit yang
terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurag lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001)

20
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur
saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat dini
yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat
diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk mendukung
keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001)

Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif
dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat
yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid perlu diberikan pada
renjatan septik. (Mansjoer, 2001)

e. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :

1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis),
miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom
katatonia.

21
Pada anak-anaka dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi
lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum, bila perawatan
pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)

11. Varisella
a. Defenisi
Cacar Air (Varisela, Chickenpox) adalah suatu infeksi virus menular yang
menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan bintik-bintik kecil yang datar maupun
menonjol, lepuhan berisi cairan serta keropeng, yang menimbulkan rasa gatal.

b. Penyebab
Penyebabnya adalah virus varicella-zoster.
Virus ini ditularkan melalui percikan ludah penderita atau melalui benda-benda
yang terkontaminasi oleh cairan dari lepuhan kulit.
Penderita bisa menularkan penyakitnya mulai dari timbulnya gejala sampai
lepuhan yang terakhir telah mengering. Karena itu, untuk mencegah penularan,
sebaiknya penderita diisolasi (diasingkan).

Jika seseorang pernah menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan
tidak akan menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam
tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan menyebabkan herpes
zoster.
c. Gejala Klinik
Gejalanya mulai timbul dalam waktu 10-21 hari setelah terinfeksi.
Pada anak-anak yang berusia diatas 10 tahun, gejala awalnya berupa sakit kepala,
demam sedang dan rasa tidak enak badan. Gejala tersebut biasanya tidak ditemukan
pada anak-anak yang lebih muda, gejala pada dewasa biasanya lebih berat.
24-36 jam setelah timbulnya gejala awal, muncul bintik-bintik merah datar (makula).
Kemudian bintik tersebut menonjol (papula), membentuk lepuhan berisi cairan
(vesikel) yang terasa gatal, yang akhirnya akan mengering. Proses ini memakan waktu
selama 6-8 jam. Selanjutnya akan terbentuk bintik-bintik dan lepuhan yang baru.

22
Pada hari kelima, biasanya sudah tidak terbentuk lagi lepuhan yang baru, seluruh
lepuhan akan mengering pada hari keenam dan menghilang dalam waktu kurang dari
20 hari.

Papula di wajah, lengan dan tungkai relatif lebih sedikit; biasanya banyak ditemukan
pada batang tubuh bagian atas (dada, punggung, bahu). Bintik-bintik sering
ditemukan di kulit kepala.
Papula di mulut cepat pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus), yang seringkali
menyebabkan gangguan menelan. Ulkus juga bisa ditemukan di kelopak mata,
saluran pernafasan bagian atas, rektum dan vagina.
Papula pada pita suara dan saluran pernafasan atas kadang menyebabkan gangguan
pernafasan.

Bisa terjadi pembengkaan kelenjar getah bening di leher bagian samping.


Cacar air jarang menyebabkan pembentukan jaringan parut, kalaupun ada, hanya
berupa lekukan kecil di sekitar mata.
Luka cacar air bisa terinfeksi akibat garukan dan biasanya disebabkan oleh
stafilokokus.

d. Penatalaksanaan
PENGOBATAN
Untuk mengurangi rasa gatal dan mencegah penggarukan, sebaiknya kulit dikompres
dingin. Bisa juga dioleskan losyen kalamin, antihistamin atau losyen lainnya yang
mengandung mentol atau fenol

Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi bakteri, sebaiknya:


- kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun
- menjaga kebersihan tangan
- kuku dipotong pendek
- pakaian tetap kering dan bersih.

23
Kadang diberikan obat untuk mengurangi gatal (antihistamin).
Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.
Jika kasusnya berat, bisa diberikan obat anti-virus asiklovir.

Untuk menurunkan demam, sebaiknya gunakan asetaminofen, jangan Aspirin.


Obat anti-virus boleh diberikan kepada anak yang berusia lebih dari 2 tahun.
Asiklovir biasanya diberikan kepada remaja, karena pada remaja penyakit ini lebih
berat. Asiklovir bisa mengurangi beratnya penyakit jika diberikan dalam wakatu 24
jam setelah munculnya ruam yang pertama.
Obat anti-virus lainnya adalah vidarabin.

PENCEGAHAN
Untuk mencegah cacar air diberikan suatu vaksin.
Kepada orang yang belum pernah mendapatkan vaksinasi cacar air dan memiliki
resiko tinggi mengalami komplikasi (misalnya penderita gangguan sistem kekebalan),
bisa diberikan immunoglobulin zoster atau immunoglobulin varicella-zoster.

e. Komplikasi
Anak-anak biasanya sembuh dari cacar air tanpa masalah. Tetapi pada orang
dewasa maupun penderita gangguan sistem kekebalan, infeksi ini bisa berat atau
bahkan berakibat fatal.
Adapun komplikasi yang bisa ditemukan pada cacar air adalah:
- Pneumonia karena virus
- Peradangan jantung
- Peradangan sendi
- Peradangan hati
- Infeksi bakteri (erisipelas, pioderma, impetigo bulosa)
- Ensefalitis (infeksi otak).

24
12. Variolla (cacar)
a. Defenisi
Penyakit Cacar atau yang disebut sebagai 'Herpes' oleh kalangan medis adalah
penyakit radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung
berisi air secara berkelompok.

b. Gejala Klinik
Tanda dan gejala yang timbul akibat serangan virus herpes secara umum adalah
demam, menggigil, sesak napas, nyeri dipersendian atau pegal di satu bagian rubuh,
munculnya bintik kemerahan pada kulit yang akhirnya membentuk sebuah
gelembung cair. Keluhan lain yang kadang dirasakan penderita adalah sakit perut.

c.Patogenesis
Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak langsung.
Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox),
proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan ke
atas gelembung/lepuh yang pecah. Pada penyakit Herpes Genitalis (genetalia),
penularan terjadi melalui prilaku sex. Sehingga penyakit Herpes genetalis ini kadang
diderita dibagian mulut akibat oral sex. Gejalanya akan timbul dalam masa 7-21 hari
setelah seseorang mengalami kontak (terserang) virus varicella-zoster.

Seseorang yang pernah mengalami cacar air dan kemudian sembuh, sebenarnya virus
tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya, melainkan bersembunyi di dalam sel
ganglion dorsalis sistem saraf sensoris penderita. Ketika daya tahan tubuh (Immun)
melemah, virus akan kembali menyerang dalam bentuk Herpes zoster dimana gejala
yang ditimbulkan sama dengan penyakit cacar air (chickenpox). Bagi seseorang yang
belum pernah mengalami cacar air, apabila terserang virus varicella-zoster maka tidak
langsung mengalami penyakit herpes zoster akan tetapi mengalami cacar air terlebih
dahulu.

d. Penatalaksanaan

25
Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan
tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain
(infeksi sekunder), antara lain dengan pemberian bedak talek yang membantu melicinkan
kulit. Penderita apabila tidak tahan dengan kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak
mandi, karena bisa menimbulkan shock.

Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk mengurangi
keluhan gejala yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol.
Pemberian Acyclovir tablet (Desciclovir, famciclovir, valacyclovir, dan penciclovir)
sebagai antiviral bertujuan untuk mengurangi demam, nyeri, komplikasi serta melindungi
seseorang dari ketidakmampuan daya tahan tubuh melawan virus herpes. Sebaiknya
pemberian obat Acyclovir saat timbulnya rasa nyeri atau rasa panas membakar pada kulit,
tidak perlu menunggu munculnya gelembung cairan (blisters).

Pada kondisi serius dimana daya tahan tubuh sesorang sangat lemah, penderita penyakit
cacar (herpes) sebaiknya mendapatkan pengobatan terapy infus (IV) Acyclovir. Sebagai
upaya pencegahan sebaiknya seseorang mendapatkan imunisasi vaksin varisela zoster.
Pada anak sehat usia 1 - 12 tahun diberikan satu kali. Imunasasi dapat diberikan satu kali
lagi pada masa pubertas untuk memantapkan kekebalan menjadi 60% - 80%. Setelah itu,
untuk menyempurnakannya, berikan imunisasi sekali lagi saat dewasa. Kekebalan yang
didapat ini bisa bertahan sampai 10 tahun.

13. Meningitis
a. Definisi
Meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau semua apisan selaput
yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan
eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan oleh bakteri spesifik atau nonspesifik atau
virus.

b. Insiden
a. Meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.

26
b. Incident puncak terdapat rentang usia 6 – 12 bulan.
c. Rentang usia dengan angka moralitas tinggi adalah dari lahir sampai dengan 4 tahun.

c. Etiologi
a. Pada nonatus disebabkan oleh organisme primer basal enteria gram negative, batang
gram negative, streptokokus grub B.

b. Pada anak usia 3 bulan sampai dengan 5 tahun diebabkan oleh organisme primer :
Haemopilus influenzal tipe B.

c. Pada anak-anak yang lebih besar disebabkan oleh infeksi neisseria meningitis atau
infeksi stafilokokus.

d. Gejala Klinis
a. Neonatus
1) Gejala tidak khas
2) Panak (+)
3) Anak tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan kesadaran menurun.
4) Ubun-ubun besar kadang kadang cembung.
5) Pernafasan tidak teratur.

b. Anak Umur 2 Bulan Sampai Dengan 2 Tahun


1) Gambaran klasik (-).
2) Hanya panas, muntah, gelisah, kejang berulang.
3) Kadang-kadang “high pitched ery”.

c. Anak Umur Lebih 2 Tahun


1) Panas, menggigil, muntah, nyeri kepala.
2) Kejang
3) Gangguan kesadaran.
4) Tanda-tanda rangsang meninggal, kaku kuduk, tanda brudzinski dan kering (+).

27
e. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan
pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam
meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran
darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat
meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak
dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri
dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema
serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan
dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen)
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang
disebabkan oleh meningokokus.

f. Diagnosis
Diagnosis meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan cairan
serebrospinal, disokong oleh pemeriksaan :
a. Darah : LED, leokosit, hitung jenis, biakan.
b. Air kemih : biakan.
c. X-foto dada.
d. Uji hiperkulin.
e. Biakan cairan lambung.

28
g. Penatalaksanaan
Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3
bulan.

2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :


a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :


a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.

b. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien
dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es.

c. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

29
h. Komplikasi
a. cairan subdural.
b. Hidrosefalus.
c. Sembab otak
d. Abses otak
e. Renjatan septic.
f. Pneumonia (karena aspirasi)
g. Koagulasi intravaskuler menyeluruh.

i. Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau
meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.

14. Pneumonia
a. Defenisi
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru atau alveoli.
Terjadinya pneumonia, khususnya pada anak, seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus, sehingga biasa disebut dengan bronchopneumonia. Gejala
penyakit tersebut adalah nafas yang cepat dan sesak karena paru-paru meradang
secara mendadak.

b. Insiden
Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi,
tidak saja dinegara berkembang, tapi juga di negara maju seperti AS, Kanada dan

30
negara-negara Eropah. Di AS misalnya, terdapat dua juta sampai tiga juta kasus
pneumonia per tahun dengan jumlah kematian rata-rata 45.000 orang.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah mempertinggi
angka kematian.

c. Patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari
luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit
penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh
manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan
lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk
mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar
kecilnya ukuran sang penyebab tersebut.

d. Manifestasi Klinik
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran nafas atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada, dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala.
Tanda dan Gejala berupa:

Batuk nonproduktif Ronchii


Ingus (nasal discharge) Cyanosis
Suara napas lemah Leukositosis
Retraksi intercosta Thorax photo menunjukkan
Penggunaan otot bantu nafas infiltrasi melebar
Demam Batuk

31
Sakit kepala Berkeringat
Kekakuan dan nyeri otot Lelah.
Sesak nafas
Menggigil

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit yang lembab - mual dan muntah -
kekakuan sendi. Secara umum dapat dibagi menjadi :
Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum,
napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih
besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada.
Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus
melemah, suara napas melemah, dan ronki.
Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah
efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler
tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri
berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku
kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura
lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada
pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak
selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
Tanda infeksi ekstra pulmunal.

e. Komplikasi
Abses paru
Edusi pleural
Empisema
Gagal nafas

32
Perikarditis
Meningitis
Atelektasis
Hipotensi
Delirium
Asidosis metabolik
Dehidrasi
Penyakit multi lobular

e. Penatalaksanaan Medis
PENGOBATAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per-oral
(lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.

Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung
atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin
perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.

Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan keadaannya


membaik dalam waktu 2 minggu.

Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang ditentukan


oleh pemeriksaan sputum mencakup :
Oksigen 1-2 L/menit.
IVFD dekstrose 10 % : NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

33
Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan :
Untuk kasus pneumonia community base :
ü Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian.
ü Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital base :
ü Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian.
ü Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

15. Hepatitis A
a. Defenisi
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). HAV menular melalui makanan/
minuman yang tercemar kotoran (tinja) dari seseorang yang terinfeksi
masuk ke mulut orang lain. HAV terutama menular melalui makanan mentah atau tidak
cukup dimasak, yang ditangani atau disiapkan oleh seseorang dengan hepatitis A
(walaupun mungkin dia tidak mengetahui dirinya terinfeksi).

b. Insiden
Hepatitis A endemis di Indonesia. Hal ini berarti bahwa sebagian besar orang Indonesia
pernah terpajan pada HAV saat kanak-kanak, dan kemungkinan besar akan kebal
terhadap infeksi lagi.
c. Patogenesis
HAV, HBV, dan HCV menyerang sel hati – atau hepatosit – yang menjadi tempat yang
bersahabat bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, system
kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis).
Bila hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis
(yang dapat terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan
parut di hati, sebuah kondisi yang disebut fibrosis. Lambat laun, semakin banyak jaringan
hati diganti dengan jaringan parut seperti bekas luka, yang dapat menghalangi aliran
darah yang normal melalui hati dan sangat mempengaruhi bentuk dan kemampuannya
untuk berfungsi semestinya. Ini disebut sebagai sirosis. Bila hati rusak berat,

34
mengakibatkan bendungan di limpa dan kerongkongan bagian bawah akibat tekanan di
organ yang tinggi. Dampak dari kondisi ini – yang
disebut sebagai hipertensi portal – termasuk pendarahan saluran cerna atas dan cairan
dalam perut (asites). Kerusakan pada hati juga dapat mengurangi pembuatan cairan
empedu yang
dibutuhkan untuk pencernaan yang baik dan mengurangi kemampuan hati untuk
menyimpan dan menguraikan bahan nutrisi yang dibutuhkan untuk hidup. Dampak lain
dari hati yang rusak temasuk ketidakmampuan untuk menyaring racun dari aliran darah,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan bahkan koma.

d. Gejala Klinik
Tidak semua orang yang terinfeksi HAV akan mempunyai gejala. Misalnya, banyak bayi
dan anak muda terinfeksi HAV tidak mengalami gejala apa pun. Gejala lebih mungkin
terjadi
pada anak yang lebih tua, remaja dan orang dewasa. Gejala hepatitis A (dan hepatitis akut
pada umumnya) dapat termasuk:
 Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus)
 Kelelahan
 Sakit perut kanan-atas
 Hilang nafsu makan
 Berat badan menurun
 Demam
 Mual
 Mencret atau diare
 Muntah
 Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna dempul
 Sakit sendi

e. Penatalaksanaan
Pengobatan umum untuk hepatitis A adalah istirahat di tempat tidur. Juga ada penting
minum banyak cairan, terutama bila kita mengalami diare atau muntah. Obat penawar

35
rasa sakit yangdijual bebas, misalnya ibuprofen dapat mengurangi gejala hepatitis A,
tetapi sebaiknya kita membicarakannya lebih dahulu dengan dokter.
Cara terbaik untuk mencegah hepatitis A adalah vaksinasi. Vaksinasi membutuhkan dua
suntikan, biasanya diberikan dengan jarak waktu enam bulan. Efek samping pada
vaksinasi hepatitis A, jika terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit di daerah
suntikan dan gejala ringan serupa dengan flu. Juga tersedia vaksin kombinasi untuk virus
hepatitis A dan B.

16. Influenza
a. Defenisi
Influenza adalah penyakit ikut yang menular, menyerang saluran napas, dan sering
menjadi wabah yang diperoleh dari menghirup virusinfluenza.Penyebab
Virus Influenza tipe A, B, dan C.

b. Insiden

Siapa saja bisa, terutama jika itu terjadi dalam suatu komunitas (kantor, asrama,
sekolahan). Ini bisa terjadi karena penyebaran virus melalui cairan yang keluar
sewaktu penderita bersin, berbicara, dll. Apalagi jika kita berada dengan penderita
dalam ruangan yang ber-AC (tertutup) dan tidak mendapat sinar matahari.

Namun demikian ada kelompok orang yang disebut berisiko tinggi, yaitu mereka yang
menderita :
* penyakit paru menahun, seperti asma, emfisema, bronkitis kronik, bronkiektasi, tbc,
atau fibrosis kistik
* penyakit jantung
* penyakit ginjal kronik
* penyakit kencing manis maupun gangguan metabolik menahun lainnya
* anemia berat
* mempunyai penyakit atau sedang menjalani terapi untuk menekan kekebalan tubuh
* berusia lebih dari 50 tahun

36
c. Patofisiologi

Virus flu menyerang sel-sel permukaan saluran napas. Jaringan menjadi bengkak dan
meradang. Namun meskipun rusak jaringan ini akan sembuh dalam beberapa minggu.

d. Gangguan Klinik

Meskipun influenza sering disebut penyakit pernapasan, namun penyakit ini bisa
memberi pengaruh ke seluruh tubuh. Penderita secara tiba-tiba menjadi demam, letih,
lesu, kehilangan selera makan, dan sakit kepala, belakang tangan dan kaki. Juga
menderita sakit tenggorokan dan batuk kering, mual dan mata seperti terbakar. Panas
bisa meningkat hingga 104 derajat Fahrenheit, tapi akan menurun setelah 2 hingga 3
hari.

e. Komplikasi

Untuk anak-anak dan orang dewasa, influenza adalah penyakit yang bisa sembuh sendiri
dalam satu minggu. Namun untuk orang yang tidak sehat atau daya tahannya menurun,
influenza bisa berakibat fatal.

Tanda-tanda yang disebutkan di atas bisa menjadi sangat parah, dan mungkin terjadi
komplikasi seperti pneumonia, sinusitis, dan radang dalam telinga. Kebanyakan
komplikasinya adalah infeksi kuman karena daya tahan tubuh menjadi menurun untuk
melawan kuman-kuman yang masuk.

f. Penatalaksanaan

Untuk influensa yang belum berkomplikasi, harap beristirahat dengan cukup di rumah
agar tidak menjadi bertambah parah. Mungkin dibutuhkan waktu sekitar 2 hari setelah
demam berlalu.

37
Bisa menggunakan obat flu yang dibeli bebas. Kalau flu sudah terkomplikasi dengan
infeksi bakteri, dokter akan meresepkan antibiotika.

DAFTAR PUSTAKA

http://forum.ciremai.com

http://medicastore.com/

http://www.blogdokter.net

http://ummusalma.wordpress.com

http://www.mhcs.health.nsw.gov.au

http://keperawatanadil.blogspot.com

http:/blog.asuhankeperawatan.com

http://www.health.nsw.gov.au

http://www.id.wikipedia.org

38

Anda mungkin juga menyukai