Anda di halaman 1dari 5

PERANAN

PEMERINTAH INDONESIA
DALAM MEWUJUDKAN CITA-CITA BANGSA
(PERFEKTIF PENDIDIKAN ANAK-ANAK TKI DI SABAH)

RESUME PENDIDIKAN PANCASILA


KELAS AL

Oleh :
SEPTI AHWALIN NAJATI IDA
060210102358

UNIVERSITAS JEMBER
2010
RESUME PERKULIAHAN PENDIDIKAN PANCASILA
KELAS AL

Pertemuan I / Tanggal 21 September 2010


PB / Paket Bahasan : Pedoman Pancasila
SPB / Sub Paket Bahasan : Pendidikan Kebangsaan

Artikel : Lagu Kebangsaan dan Garuda Pancasila Anak-anak TKI di Sabah


(di unduh dari www.bnp2tki.go.id)

Kuala Lumpur, BNP2TKI (Selasa, 3/2/2009) Memang mengharukan melihat


anak-anak kelas 3 SD Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menyanyikan lagu
"Indonesia Raya" dan "Garuda Pancasila" sebelum mereka mulai belajar. "Inilah cara
kami mengenalkan Indonesia dan menumbuhkan rasa cinta pada diri anak-anak TKI
di Sabah terhadap negara tercinta, Indonesia," kata Dadang Hermawan, Kepala
Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Sabah, Borneo.
Sekitar 80 persen anak-anak TKI yang sekolah di SIKK lahir di Sabah karena
orang tua mereka menjadi buruh perkebunan kelapa sawit. Anak-anak itu kurang
mengenal Indonesia. Anak-anak TKI itu tumbuh dan besar di negeri orang tanpa bisa
mengecap pendidikan formal seperti umumnya anak-anak Indonesia di tanah air dan
anak-anak warga Malaysia.
"Tidak betul juga jika dikatakan anak-anak TKI tidak bisa belajar di sekolah
Malaysia. Yang dilarang adalah sekolah kebangsaan karena itu ada subsidinya. Anak
warga asing seharusnya sekolah di swasta atau sekolah internasional," kata atase
pendidikan KBRI Kuala Lumpur Imran Hanafi.
"Di sinilah persoalannya, orang tua mereka nya berprofesi sebagai TKI tidak
mampu membayar sekolah swasta apalagi sekolah internasional sehingga ribuan
anak-anak TKI bisa mengecap pendidikan formal," tambah dia.
Selain itu, katanya, peraturan imigrasi Malaysia melarang pekerja asing
membawa anggota keluarga, baik anak dan istri, termasuk dilarang kawin. Namun
kenyataannya, TKI yang bekerja di Sabah membawa keluarga mereka, apakah itu
menjadi buruh perkebunan kelapa sawit atau menjadi pembantu. Kebanyakan
majikan di sana tampaknya mengijinkan hal itu demi kenyamanan dan loyalitas kerja
para buruhnya.
Menurut data KJRI Kota Kinabalu 2006, ada sekitar 24.199 anak-anak TKI di
Sabah tidak bisa mendapatkan pendidikan. Karena saat itu yang dicatat hanya anak-
anak usia sekolah maka pada 2008, diperkirakan 30.000 anak-anak TKI yang tidak
mengecap pendidikan formal.
Masalah buruh di perkebunan kelapa sawit untuk tidak boleh kawin dan
membawa keluarga menjadi suatu dilema. Aturan imigrasi Malaysia memang buruh
asing dilarang kawin dan membawa keluarganya, kecuali ekspatriat. Hal itu diakui
Manajer SDM Sabah Land Development Board (SDLB) Syaheddrul Joddari.
"Kami punya buruh laki-laki dan wanita. Walaupun kami selalu melarang
mereka kawin, tapi yang namanya cinta sulit dicegah. Perkawinan baik resmi atau
tidak terjadi di perkebunan hingga mereka punya anak," katanya.
Melihat ada buruh yang kawin, punya istri dan anak, mendorong para buruh
yang punya istri di kampung untuk membawa keluarganya ke Sabah. Hal itu
berlangsung sekian lama sehingga ribuan anak-anak buruh perkebunan kelapa sawit
kini tidak bisa mengecap pendidikan formal.
Apalagi setelah ada revisi UU Pendidikan di Malaysia yang mendiskriminasi
anak buruh asing, dengan tidak mengizinkan mereka mengikuti pendidikan di
sekolah milik pemerintah karena ada unsur subsidinya.
Anak tidak bisa sekolah sudah tentu akan menambah panjang kemiskinan
keluarga buruh. Pemerintah Indonesia dan Malaysia dibantu LSM Humana berbasis
di Eropa mencoba mengadakan sekolah informal.
Anak-anak TKI dan buruh Filipina diajarkan membaca, menulis, dan
berhitung. Tidak ada jenjang kelas. Yang penting bisa membaca, menulis, dan
berhitung.
Pemerintah Malaysia juga sudah meminta perusahaan perkebunan secara
sukarela menyediakan gedung sekolah informal. Kini ada sekitar 90 gedung sekolah
informal yang dikelola Humana dengan jumlah murid sekitar 7.000 orang. Sejak
tahun 2007, Indonesia mengirimkan 109 guru.
Tapi upaya pemerintah Indonesia tidak cukup sampai di situ saja. Atas dasar
hubungan baik kedua negara, kedua kepala pemerintahan sepakat untuk mengijinkan
adanya sekolah Indonesia di Kota Kinabalu bagi anak-anak TKI. Sekolah Indonesia
Kota Kinabalu berjalan sejak 1 Desember 2008. SIKK menampung 274 murid
sekolah dasar (SD). SIKK memiliki enam ruang kelas di kompleks pertokoan Alam
Mesra, Kota Kinabalu.
Dengan enam kelas, SIKK dapat menampung sebanyak 326 anak TKI, tapi
kini baru menampung 274 anak karena baru empat guru termasuk kepala sekolah
yang mengajar di sekolah itu. "Dalam waktu dekat akan ada empat guru tambahan
lagi datang dari Indonesia," kata Dadang Hermawan.
"Agar dapat memberikan pendidikan yang lebih luas kepada anak-anak TKI,
SIKK akan mengadakan pendidikan non formal melalui paket A, paket B, dan paket
C," kata dia.
Untuk tahun pertama, seluruh anak-anak SIKK diberikan seragam "Merah
Putih" SD dan buku-buku pelajaran. "Mereka sangat antusias dalam belajar. Masuk
pukul tujuh tapi pukul enam banyak yang sudah tiba di sekolah. Itu artinya mereka
sudah meninggalkan rumah ke sekolah jam 05 pagi," ungkap Dadang.
Edijatmiko, orang tua murid asal Malang, mengaku sangat senang ada
sekolah Indonesia di Kota Kinabalu karena kini anaknya bisa mendapatkan
pendidikan informal. "Selama ini, anak-anak kami hanya sekolah seperti madrasah di
kampung. Tidak bisa masuk ke sekolah formal," katanya.
Menurut data KJRI, ada 576 anak TKI yang ingin sekolah di SIKK. Tapi
setelah diadakan seleksi dan evaluasi hanya 274 yang bisa masuk sekolah formal.
"Banyak anak-anak TKI di usia 11 tahun tapi belum bisa baca. Terpaksa kami tidak
bisa terima," kata Kepsek SIKK Dadang.
Nabila, murid kelas I SIKK, mengaku senang bisa sekolah di sekolah itu. "Teman-
teman juga senang bisa memakai seragam merah putih, seragam sekolah Indonesia.
Saya kini sudah hafal lagu Indonesia Raya dan Garuda Pancasila," katanya sambil
tersenyum. (Ant)
Pendapat
Untuk memahami hakekat Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi Negara
Pancasila maka perlu memahami keberadaan empat misi penyelenggaraan negara.
Hampir tidak ada negara di dunia yang Pembukaan UUD-nya adalah Deklarasi
Kemerdekaan. Indonesia yang penuh dengan nuansa dan semangat kebangsaan,
seperti yang dapat dibaca yang tertulis pada alenia I, menegaskan ”kemerdekaan
adalah hak segala bangsa”, alenia ketiga yang menyatakan ”supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas”; dan alenia ke empat yang menyatakan : (a) untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (b)
mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (c) ......, disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu....”. Dengan membaca secara cermat Pembukaan UUD
1945 telah jelas bahwa para pendiri Republik berjuang bagi tegaknya Negara
Kebangsaan Indonesia (Nation State of Indonesia) di bumi Nusantara.
Kasus pada artikel diatas dapat dijadikan contoh perjuangan Pemerintah
Indonesia dalam mewujudkan misi penyelenggaraan negara. Pemerintah Indonesia
sudah seharusnya memeperhatikan kebutuhan setiap individu warga negara, agar
mereka tetap mendapatkan hak-haknya meski harus mencari penghidupan di negeri
orang. Namun, terkadang peran pemerintah juga memerlukan dukungan dari semua
pihak demi tercapainya semua cita-cita bangsa, baik itu dalam bentuk LSM maupun
apreasi masyarakat. Peran diplomasi dan saling menjaga hubungan baik antar kedua
negara juga sangat mempengaruhi situasi dan kondisi tersebuk disamping kondisi
politik kedua negara.
Oleh sebab itu, perjuangan dalam menyediakan pendidikan dan penghidupan
yang layak bagi warga negara Indonesia, walau harus menyesuaikan dengan
Peraturan pemeritah negara Malaysia, harus benar-benar dapat diperjuangkan dengan
semangat gotong royong Pancasila demi kepentingan bersama dan mewujudkan cita-
cita bangsa. Selain itu, sebagai warga negara yang baik, minimal kita harus dapat
mendukung Pemerintah Imdonesia dalam mempertahankan hubingan diplomasi yang
baik dengan Perintah Malaysia. Sehingga dapat tercipta situasi yang mendukung
kinerja pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai