Anda di halaman 1dari 4

10 Pohon Ramadhan Oleh: Ulis Tofa, Lc

dakwatuna.com - Ibarat sebuah tanaman, maka amaliyah Ramadhan adalah


pohonnya. Mediumnya adalah bulan Ramadhan. Pohon apa yang kita tanam di
medium Ramadhan, itulah yang akan kita petik, itulah yang akan kita nikmati.
Karena “siapa menanam dia yang menuai”.

Pertanyaannya; Pohon apa saja yang perlu kita tanam di bulan suci ini?

Paling tidak ada 10 pohon Ramadhan yang mesti kita tanam di medium bulan
Ramadhan ini:

Pohon pertama, shaum. Tidak sekedar menahan hal yang membatalkan shaum –
makan, minum dan berhubungan biologis- dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari saja. Karena, kalau hanya sekedar menahan yang demikian, boleh jadi
anak kecil, usia SD bisa melakukannya. Betapa anak-anak kita sudah belajar shaum
semenjak dibangku sekolah bukan?

Nah, kalau demikian, apa bedanya shaumnya kita dengan mereka?

Harus ada nilai lebih, yaitu menjaga dari yang membatalkan nilai dan pahala shaum.

Apa yang membatalkan nilai shaum. Di antaranya bohong, ghibah, namimah,


mengumpat, hasud dan penyakit hati lainnya. Dengan demikian, mata, telinga, lisan,
tangan, kaki dan anggota badan kita ikut serta shaum.
“Betapa banyak orang yang shaum, tidak mendapatkan sesuatu kecuali hanya rasa
lapar dan dahaga semata.” Begitu penegasan Rasulullah saw.

Pohon kedua, sahur. Sahur tidak pengganti sarapan pagi, bukan juga penambah
makan malam. Namun sahur yang penuh berkah, yang dilakukan diakhir jelang
waktu fajar. Di sinilah waktu-waktu yang sangat mahal, doa dikabulkan, permintaan
dipenuhi. Sehingga ketika melaksanakan sahur tidak tidak sambil nonton hiburan,
tayangan yang melenakan, oleh media elektronik. Sibukkan diri dan keluarga kita
dengan mensyukuri nikmat Allah dengan bersama-sama melaksanakan sunnah
sahur ini dengan penuh hikmat dan kekeluargaan.

“Sahurlah, karena dalam sahur itu ada keberkahan.” Begitu sabda Rasulullah saw.
mengajarkan.

Pohon ketiga, ifthar. Buka puasa. Sunnah buka puasa itu disegerakan. Ketika
dengar kumandang adzan Maghrib, segera lakukan buka puasa. Jangan tunda,
jangan sok kuat, nanti bakda tarawih saja, bukan.
Dengan apa kita ifthar? Sunnahnya dengan ruthab atau kurma muda. Berapa biji?
Bilangan ganjil satu atau tiga biji. Kalau tidak ada, seteguk air putih. Itu yang
dilakukan Rasulullah saw. bukan dengan memakan aneka hidangan, ragam
makanan, bukan. Dan Rasulullah saw. pun baru makan besar setelah shalat tarawih.

Ifthar bukan ajang balas dendam, seharian manahan lapar, ketika bedug Maghrib,
seakan ingin melampiaskan rasa laparnya dengan memakan semua yang ada.
Perilaku ini tentu tidak akan membawa dampak perubahan dalam kehidupan
pelakunya. Justeru dengan berlapar-lapar sambil merenungkan hikmah shaum dan
menjadi bukti kesyukuran adalah sebagian dari target berpuasa. Sehingga dengan
sadar dan hikmat kita berdoa saat berbuka:

“Yaa Allah, kepada-Mu aku shaum, dengan rizki-Mu aku berbuka, telah hilang rasa
haus-dahagaku, kerongkongan telah basah, karena itu tetapkan pahala bagiku,
insya Allah.”

Pohon keempat, tarawih. Tarawih berasal dari akar kata “raaha-yaruuhu-raahatan-


watarwiihatan- yang artinya rehat, istirahat, santai. Sehingga shalat tarawih adalah
shalat yang dilaksanakan dengan thuma’ninah, santai, khusyu’ dan penuh
penghayatan, bukan hanya sekedar mengejar target bilangan rekaatnya saja, mau
delapan, dua puluh, empat puluh, silahkan dikerjakan, asal memperhatikan rukun,
wajib, dan sunnah shalat.

Kalau kita disuruh memilih, apakah shalat tarawih di masjid yang dalamnya dibaca
“idzaa jaa’a nashrullahi wal fathu” atau shalat tarawih di masjid yang baca “idzaa
jaa’akal munaafiquna qaaluu nasyhadu innaka larasuuluh…” Pilih mana?

Kita tidak dalam posisi membandingkan surat yang dibaca, semua adalah surat
dalam Al-Qur’an, namun kita ingin membandingkan sikap kita, apa kita pilih yang
panjang-panjang namun khusyu’ atau pilih yang pendek-pendek namun secepat
kilat.

Umat muslim harus berani mengevaluasi diri dalam hal pelaksanaan shalat tarawih
ini. Sebab, sudah kesekian kali kita melaksanakan shalat tarawih dalam hidup kita,
namun kita belum bisa meresapi, merenungkan dan mendapatkan manisnya shalat,
bermunajat kepada Allah swt. secara langsung.

Bukankah Rasulullah saw. meneladankan kepada kita, bahwa beliau shalat tarawih,
di reka’at pertama setelah beliau membaca surat Al-Fatihah, beliau membaca surat
Al-Baqarah sampai selesai, para sahabat mengira beliau akan ruku’, namun beliau
melanjutkan membaca surat An-Nisa’ sampai selesai, para sahabat kembali mengira
beliau akan ruku’, namun kembali beliau membaca surat Ali-Imran sampai selesai,
baru beliau ruku’. Sedangkan ruku’, i’tidal dan sujud beliau lamanya seperti beliau
berdiri rekaat pertama. Subhanallah!

Tentu kita tidak sekuat Rasulullah saw. namun yang kita teladani dari beliau adalah
pelaksanaannya, dengan cara yang thuma’ninah, khusyu’ dan penuh tadabbur.

Pohon kelima, tilawatul Qur’an. Membaca Al-Qur’an. Atau yang populer adalah
tadarus Al-Qur’an. Tadarus tidak hanya dilakukan di bulan suci ini, juga dilakukan
setiap hari di luar Ramadhan, namun pada bulan suci ini tadarus lebih dikuatkan,
ditambahkan kuantitas dan kualitasnya. Setiap malam, Rasulullah saw. bergantian
bertadarus dan mengkhatamkan Al-Qur’an dengan malaikat Jibril.

Imam Malik, ketika memasuki bulan suci Ramadhan meninggalkan semua aktivitas
keilmuan atau memberi fatwa. Semua ia tinggalkan hanya untuk mengisi waktu
Ramadhannya dengan tadarus.

Imam Asy-Syafi’i, si-empunya madzhab yang diikuti di negeri ini, ketika masuk bulan
Ramadhan ia mengkhatamkan Al-Qur’an sehari dua kali, sehingga beliau khatam Al-
Qur’an 60 kali selama sebulan penuh. Subhanallah!

Kita tidak perlu mendebat, apakah itu mungkin? Bagaimana caranya beliau bisa
melakukan hal itu? Esensi yang jauh lebih penting adalah, semangat dan mujahadah
yang kuat itulah yang mesti kita miliki dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Pohon keenam, ith’aamul ifthor. Memberi berbuka puasa. Jangan diremehkan


memberi berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, baik langsung maupun lewat
masjid. Walau hanya satu butir kurma, satu teguk air, makanan, minuman dan
lainnya. Sebab, nilai dan pahalanya sama seperti orang yang berpuasa yang kita
kasih berbuka itu. Di negara-negara Timur-Tengah, tradisi dan sunnah memberi
buka puasa ini sangat kental. Hampir-hampir setiap rumah membuka pintu selebar-
lebarnya bagi para kerabat, musafir, tetangga, sahabat, untuk berbuka bersama
dengan mereka.

Kita jadikan memberi buka bersama ini sebagai sarana menebar kepedulian,
kekeluargaan, keakraban, dengan sesama, lebih lagi sebagai sarana fastabiqul
khairat.

Pohon ketujuh, i’tikaf. Melaksanakan i’tikaf 10 hari akhir Ramadhan. Inilah amalan
sunnah muakkadah yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw. semasa
hidupnya. Lebih dari 8 atau 9 kali beliau beri’tikaf di bulan suci ini, bahkan di tahun di
mana beliau meninggal, beliau beri’tikaf 20 hari akhir Ramadhan. Beliau
membangunkan istri-sitrinya, kerabatnya untuk menghidupkan malam-malam mulia
dan mahal ini. (baca i’tikaf)
Pohon kedelapan, taharri lailatail qadar. Memburu lailatul qadar. Usia rata-rata umat
Muhammad adalah 60 tahun, jika lebih, itu kira-kira bonus dari Allah swt. Namun
usia yang relatif pendek itu bisa menyamai nilai dan makna usia umat-umat
terdahulu yang bilangan umur mereka ratusan bahkan ribuan tahun. Bagaimana
caranya? Ya, dengan cara memburu lailatul qadar, sebab orang yang meraih lailatul
qadar dalam kondisi beribadah kepada Allah swt., berarti ia telah berbuat kebaikan
sepanjang 1000 bulan atau 84 tahun 3 bulan penuh. Jika kita meraih lailatul qadar
sekali, dua kali, tiga kali, dan seterusnya, maka nilai usia dan ibadah kita bisa
menyamai umat-umat terdahulu.

Rahasia inilah yang di yaumil akhir kelak, umat Muhammad saw. dibangkitan dari
alam kubur terlebih dahulu, dihisab terlebih dahulu, dimasukkan ke surga terlebih
dahulu, dan juga dimasukkan ke neraka terlebih dahulu, waliyadzu billah.

“Pada bulan ini ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang
terhalang dari kebaikannya berarti ia telah benar-benar terhalang dari kebaikan.”
(H.R. Ahmad).

Pohon kesembilan, umroh. Melaksanakan ibadah umroh dibulan suci Ramadhan,


terutama 10 akhir Ramadhan. Sebab melaksanakan umroh di bulan suci ini seperti
malaksanakan ibadah haji atau ibadah haji bersama Rasulullah saw.

“Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji.” Dalam riwayat yang lain:
“Sebanding haji bersamaku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pohon kesepuluh, menunaikan ZISWAF, yaitu mengeluarkan zakat, infaq, sedekah


dan wakaf. ZISWAF adalah merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah, ibadah yang
terkait dengan harta dan berdampak pada manfaat sosial. Mengeluarkan ZISWAF
tidak hanya bulan suci Ramadhan, kecuali zakat fitrah yang memang harus
dikeluarkan sebelum shalat iedul fitri, sedangkan zakat-zakat yang lain, sedekah dan
infaq dilakukan kapan saja dan di mana saja, namun karena bulan Ramadhan
menjanjikan kebaikan berlipat, biasanya kesempatan ini tidak disia-siakan umat
muslim, sehingga umat muslim berbondong-bondong menunjukkan kepeduliannya
dengan berZISWAF. Tentu dilakukan dengan baik, benar dan tidak memakan
korban. Lebih baik lagi jika disalurkan lewat Lembaga Amil Zakat yang memang
mengelola dana-dana umat ini sepanjang hari, tidak hanya tahunan.

Berbicara tentang potensi ZISWAF di negeri ini sangatlah besar jumlah, setiap
tahunnya potensi ZISWAF itu 19, 3 Trilyun Rupiah. Subhanallah, dana yang tidak
sedikit yang jika bisa digali, diberdayakan, maka ekonomi umat Islam akan lebih
baik.

Inilah 10 pohon Ramadhan, “Siapa menanamnya ia akan menuai”, biidznillah. Allahu


a’lam

Anda mungkin juga menyukai