Anda di halaman 1dari 34

KOMPETISI PEMIKIRAN KRITIS MAHASISWA

EFEKTIFITAS KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK BAGI KELANGSUNGAN


PERTANIAN DI INDONESIA

Diusulkan oleh :

NIA RAHMAWATI 2307100022


WINDA HAYU PRATIWI 2307100118
AYYU FITYATIN LUTHFI HASYIM 2307100147
Bidang Kesejahteraan Rakyat

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


2008
LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH


EFEKTIFITAS KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK BAGI KELANGSUNGAN
PERTANIAN DI INDONESIA

Disusun dalam rangka :


Kompetisi Pemikiran Kritis Mahasiswa (KPKM) 2008

Di susun oleh :
NIA RAHMAWATI 2307100022
WINDA HAYU PRATIWI 2307100118
AYYU FITYATIN L. H. 2307100147

Surabaya, 21 Maret 2008


Mengetahui,

Pembantu Rektor III Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Suasmoro Prof. Drs. Nur Iriawan, M. Ikom, PhD


NIP. 130 633 398 NIP. 131 732 011
KATA PENGANTAR

Kebutuhan petani akan pupuk ibarat kebutuhan manusia akan makanan. Namun
pemakaian pupuk yang berlebihan juga tidak dianjurkan, karena hal tersebut justru akan
berdampak buruk bagi tanaman itu sendiri.
Selama ini untuk memenuhi kebutuhan pupuk nasional, Pemerintah memberikan
subsidi pupuk kepada para petani dengan pemotongan harga, hal tersebut dilakukan agar
harga pupuk dapat dijangkau oleh para petani. Namun, selalu ada masalah terkait denagn
ketersediaan pupuk. Setiap tahun bahkan ada kelangkaan pupuk, pemalsuan pupuk pun
juga merebak. Disisi lain, sektor pertanian di Indonesia juga tidak mengalami kemajuan
yang berarti. Padahal terkait pupuk, sudah ada kebijakan pemerintah yang mengaturnya,
namun masih saja terjadi ketidakberesan terkait pendistribusiaan pupuk dan keberadaan
pupuk itu sendiri. Oleh karena itu, kami mengangkat permasalahan ini sebagai karya tulis
dengan judul “Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk bagi Kelangsungan Pertanian di
Indonesia”.
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas terselesaikannya karya tulis ini. Terdapat
berbagai pihak yang membantu dalam penyelesaian karya tulis ini.Oleh karena itu,penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu diantaranya:
1. Bapak Prof. Dr. Suasmoro selaku Pembantu Rektor III ITS
2. Bapak Prof. Drs. Nur Iriawan, M. Ikom, PhD selaku Dosen Pembimbing
3. Orang tua dan Wali Mahasiswa yang telah memberi dukungan
4. Seluruh keluarga besar ITS yang telah mendukung
5. Serta berbagai pihak yang tidakdapat disebutkan satu per satu
Dalam penulisan karya tulis ini, kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat
kami harapkan.

Surabaya, 21 Maret 2008

Penulis
RINGKASAN

Pupuk adalah bahan yang sangat penting kegunaannya dalam upaya


peningkatan hasil pertanian karena pupuk merupakan bahan yang berperan dalam
penyediaan unsure hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak
langsung. Meskipun pupuk mengandung unsure hara yang diperlukan oleh
tanaman, namun pemakaian pupuk yang berlebihan juga tidak dianjurkan karena
hal tersebut justru akan berdampak buruk bagi tanaman itu sendiri dan juga
keadaan tanah.
Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan pupuk nasional, Pemerintah
memberikan subsidi pupuk kepada para petani dengan pemotongan harga, hal
tersebut dilakukan agar harga pupuk dapat dijangkau oleh para petani.
Pemerintah bekerja sama dengan lima perusahaan pupuk di Indonesia. Pemerintah
memberikan subsidi gas kepada kelima pabrik tersebut dan kemudian pabrik-
pabrik tersebut menjual pupuk dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET)
yang ditetapkan pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.
76/Permentan/OT.140/12/2007, penyaluran pupuk bersubsidi mencakup azas 6
tepat, yaitu : tepat waktu, jumlah, jenis, tempat, mutu dan harga. Pendistribusian
pupuk bersubsidi dengan sistem rayonisasi, dimana Pemerintah (Departemen
Pertanian) telah menetapkan jumlah kebutuhan pupuk disetiap provinsi.
Dengan semua peraturan yang telah dibuat dimulai dari penyediaan pupuk,
pendistribusian pupuk, hingga kerjasama antara pabrik pupuk-Pemerintah
seharusnya tidak terdapat lagi masalah berkaitan dengan ketersediaan pupuk
dikalangan petani. Namun anehnya, masalah-masalah selalu muncul tiap tahunnya
salah satunya adalah kelangkaan pupuk.
Beberapa hal yang menyebabkan subsidi pupuk ini menjadi tidak efektif
adalah tidak difungsikannya RDKK dengan baik. Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK) merupakan dasar penentuan dari keperluan pupuk di tingkat
petani. Adanya RDKK adalah kunci apakah pupuk di tingkat petani akan
terpenuhi atau tidak. Dengan adanya RDKK berarti secara langsung pemerintah
tau seberapa banyak pupuk yang dibutuhkan petani. Adanya kelangkaan pupuk
yang terus berkelanjutan (hampir tiap tahun) menimbulkan pertanyaan besar.
“Apakah sistem pemutaran RDKK yang tidak merata menyebabkan Pemerintah
kurang dalam memberikan subsidi pupuk?”
Selanjutnya adalah peran penyuluh yang kian mengabur, banyak petani
yang hanya tau kalau semakin banyak pupuk yang digunakan maka tanaman yang
digunakan akan semakin subur. Pengetahuan yang sedikit dikalangan petani
sehingga perlu adanya penyuluh untuk mengarahkan jumlah kebutuhan pupuk
petani, penggunaan yang tepat dan sebagainya. Kalau penyuluh sudah tidak ada,
siapa yang akan mengontrol perkembangan tanaman para petani? Yang ketiga
adalah tidak terpenuhinya azas enam tepat yaitu teat waktu, jumlah, jenis, tempat,
mutu, dan harga. Masalah kelangkaan pupuk sudah menumbangkan eksistensi dari
azas enam tepat tersebut yaitu tepat waktu. Lalu bagaimana dengan kelima azas
yang lain?
Sistem pengawasan yang lemah juga menjadikan kebijakan ini kurang
efektif. Penimbunan pupuk, pemalsuan pupuk, dan masalah yang lainnya
membuktikan bahwa suatu keputusan yang bagus ternyata pelaksanaannya jauh
dari sempurna. Keinginan yang tidak sejalan antara pemerintah pusat (Mentan)
dengan pemerintah daerah kerap kali terjadi. Selain itu pola distribusi pupuk
bersubsidi yang panjang membuat system penyaluran menjadi tidak efektif dan
lama, penyelewengan pun bisa timbul di sini. Masalah selanjutnya adalah
Realokasi pupuk yang rumit, saat petani membutuhkan pupuk maka saat itu juga
kebutuhan pupuk harus terpenuhi. Dengan system realokasi yang seperti itu bias
jadi tenaman petani terlanjur mati akibat menunggu pupuk yang tak kunjung
datang. Maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk di
Indonesia masih terkesan hanya sebatas keputusan tertulis yang tidak diimbangi
dengan penerapannya. Upaya yang dapat dilakuakn untuk mengatasi masalah-
masalah yang ditimbulkan dari kebijakan subsidi pupuk diantaranya adalah
pembenahan system pengawasan sampai ditingkat paling bawah, mempersingkat
sistem distribusi, menambah penyuluh ditingkat petani, menindak tegas para
spekulan yang terbukti melakukan penyelewengan pupuk bersubsidi,
menggalalakkan pembuatan pupuk organic di kalangan petani.
Untuk itu rekomendasi yang ditawarkan terkait masalah peningkatan
efektifitas kebijakan subsidi pupuk diantaranya:
1. Pemerintah pusat dan daerah hendaknya lebih mengketatkan pengawasan
distribusi pupuk hingga ke tingkat petani.
2. Pemerintah pusat hendaknya menghimbau kepada pemerintah daerah
untuk lebih meningkatkan jumlah dan peran penyuluh pertanian khususnya
di tingkat pedesaan.
3. Memperpendek sistem distribusi pupuk bersubsidi.
4. Memberikan sanksi yang berat kepada para pelaku penyelewengan pupuk
bersubsidi.
5. Menggalakkan pembuatan pupuk organic di kalangan petani.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pupuk adalah bahan kimia yang berperan dalam penyediaan unsur hara
bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Peran pupuk sangat
penting dalam upaya meningkatkan hasil pertanian. Kebutuhan petani akan pupuk
ibarat kebutuhan manusia akan makanan. Namun pemakaian pupuk yang
berlebihan juga tidak dianjurkan, karena hal tersebut justru akan berdampak buruk
bagi tanaman itu sendiri.
Selama ini untuk memenuhi kebutuhan pupuk nasional, Pemerintah
memberikan subsidi pupuk kepada para petani dengan pemotongan harga, hal
tersebut dilakukan agar harga pupuk dapat dijangkau oleh para petani.
Pemerintah bekerja sama dengan 5 perusahaan pupuk di Indonesia. Pemerintah
memberikan subsidi gas kepada kelima pabrik tersebut dan kemudian pabrik-
pabrik tersebut menjual pupuk dengan harga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET)
yang ditetapkan pemerintah.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian No.
76/Permentan/OT.140/12/2007, penyaluran pupuk bersubsidi mencakup azas 6
tepat, yaitu : tepat waktu, jumlah, jenis, tempat, mutu dan harga. Pendistribusian
pupuk bersubsidi dengan sistem rayonisasi, dimana Pemerintah (Departemen
Pertanian) telah menetapkan jumlah kebutuhan pupuk disetiap provinsi.
Dengan semua peraturan yang telah dibuat dimulai dari penyediaan pupuk,
pendistribusian pupuk, hingga kerjasama antara pabrik pupuk-Pemerintah
seharusnya tidak terdapat lagi masalah berkaitan dengan ketersediaan pupuk
dikalangan petani. Namun anehnya, masalah kelangkaan pupuk justru muncul
untuk setiap tahunnya. Selain kelangkaan, masih banyak masalah lain berkaitan
dengan pupuk, seperti : pupuk palsu, penggunaan pupuk yang terlalu berlebihan
dikalangan petani, harga pupuk yang melambung tinggi dan tidak sesuai HET,
penyelewengan pupuk bersubsidi dan sebagainya.
Dari semua masalah yang ditimbulkan berkaitan dengan masalah pupuk
bersubsidi, sebenarnya petanilah yang paling merugi. Apalagi pertanian di
Indonesia akhir-akhir ini juga tidak mengalami kemajuan yang cukup berarti,
meski banyak faktor yang mempengaruhi, namun masalah ketersediaan pupuk
termasuk dalam faktor yang cukup berpengaruh.
Disisi lain, kelangkaan pupuk yang selama ini terjadi juga tidak bisa
langsung bisa ditangani oleh pihak pabrik, mengingat dalam penyediaan pupuk
bersubsidi, pabrik mendapat pasokan gas dari pemerintah. Sesuai dengan Pepres
No. 77/2005 tentang penetapan pupuk bersubsidi sebagai barang pengawasan,
apabila Produsen (Pabrik Pupuk) memproduksi pupuk melebihi ketentuan akan
dianggap melakukan penyelewengan.
Penerapan relokasi pupuk bersubsidi dari daerah yang belum membutuhkan pupuk
ke daerah yang membutuhkan pupuk pun sangat beresiko antara lain kenaikan
harga pupuk karena biaya distribusi yang tak kecil, serta penyelewengan.
Pasalnya, harga pupuk bersubsidi murah dan apabila dijual diluar Indonesia bisa
mendapat keuntungan yang besar. Kalau hal tersebut dibiarkan, petani benar-
benar akan merugi, sudah miskin maka akan bertambah miskin dengan adanya
kebijakan yang tidak memihak mereka.
Dari berbagai kasus diatas, dapat dianalisis penyebab inefektifitas
kebijakan subsidi pupuk oleh pemerintah. Demikian pula dilakuakn kajian untuk
menanggulangi terus menurunnya produktifitas komoditas sektor pertanian.
Kajian tersebut kemudian dirangkum dalam karya tulis dengan judul
“EFEKTIFITAS KEBIJAKAN SUBSIDI PUPUK BAGI KELANGSUNGAN
PERTANIAN DI INDONESIA”. Melalui penulisan ini, diharapkan dapat
ditemukan bentuk pelaksanaan kebijakan yang paling sesuai untuk meningkatkan
sektor pertanian di Indonesia serta dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan
menjadi solusi atas permasalahan pelaksanaan subsidi pupuk di Indonesia.

1. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam
penulisan karya tulis ini antara lain :
1. Bagaimanakah pelaksanaan kebijakan subsidi pupuk di Indonesia?
2. Bagaimanakah meningkatkan efektifitas kebijakan subsidi pupuk dalam
mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia?

1. 3. Batasan Masalah
Penulisan ini hanya dibatasi pada masalah efektifitas pelaksanaan
kebijakan subsidi pupuk di Indonesia dan usaha untuk meningkatkan efektifitas
kebijakan subsidi pupuk dalam mengatasi masalah pertanian di Indonesia.

1. 4. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan penulisan karya tulis ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui permasalahan pelaksanan kebijakan subsidi pupuk di
Indonesia.
2. Mengetahui usaha peningkatan efektifitas kebijakan subsidi pupuk dalam
mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia.

1. 5. Manfaat Penulisan
a. Kontribusi Teoritis
Menambah pengetahuan tentang permasalahan dalam pelaksanaan
kebijakan subsidi pupuk di Indonesia, dan usaha apa saja yang bisa dilakukan
untuk meningkatkan efektifitas kebijakan subsidi pupuk dalam mengatasi
permasalahan pertanian di Indonesia, serta sebagai referensi untuk penelitian
dimasa yang akan datang.
b. Kontribusi Praktis
Membantu pemerintah dalam upaya evaluasi kebijakan subsidi pupuk di
Indonesia sehingga sektor pertanian di Indonesia mengalami kemajuan dan
menguntungkan semua pihak, baik pihak pemerintah sebagai penentu kebijakan,
maupun pihak petani dan produsen selaku pelaksana kebijakan.
c. Kontribusi Kebijakan
Membantu pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam
memaksimalkan pelaksanaan kebijakan mengenai subsidi pupuk di Indonesia.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat ditemukan solusi untuk mengurangi
tingkat penyelewengan distribusi pupuk setip tahunnya sebagai upaya peningkatan
produksi pertanian.
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1. Pupuk
2. 1. 1 Definisi Pupuk
Pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang mempunyai peranan
penting dalam peningkatan produksi dan mutu hasil budidaya tanaman ( Peraturan
Pemerintah RI No. 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman).
2. 1. 2 Definisi Pupuk Bersubsidi
Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya
ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan di tingkat
pengecer resmi atau kelompok tani (Peraturan Menteri Pertanian No.
76/Permentan/OT.140/12/2007)

2. 2. Dasar Hukum Kebijakan Subsidi Pupuk


2. 2. 1 Peraturan Mengenai Pupuk Bersubsidi
Kebijakan yang berkaitan dengan pupuk bersubsidi selalu diganti dengan
sedikit revisi. Namun pada intinya tetap sama, yakni berisi tentang pengaturan
subsidi pupuk di daerah-daerah, HET, jenis pupuk dan sebagainya. Berikut ini
pasal-pasal yang mengatur subsidi pupuk :
Tabel 2.1 Pasal-pasal yang berkaitan dengan subsidi pupuk

Sumber Bab dan


Penjelasan
Peraturan Pasal
Permentan No. Bab 2 Pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani, pekebun,
76/Permentan/ pasal 2 peternak, pembudidaya ikan atau udang.
OT.140/12/2007 1. Kebutuhan pupuk bersubsidi dihitung sesuai dengan
anjuran pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar
teknis dengan mempertimbangkan alokasi anggaran
subsidi pupuk tahun 2008.
Bab 3
2. Kebutuhan pupuk bersubsidi dirinci menurut provinsi,
pasal 3
jenis dan jumlah.
3. Kebutuhan pupuk bersubsidi dirinci lebih lanjut
menurut kabupaten/kota, jenis, jumlah dan sebaran
bulanan yang disahkan dengan keputusan Gubernur.
Sumber Bab dan
Penjelasan
Peraturan Pasal

4. Kebutuhan pupuk bersubsidi dirinci lebih lanjut menurut


kecamatan, jenis, jumlah dan sebaran bulanan yang
disahkan dengan keputusan Bupati/Walikota.
Bab 3
pasal 3 5. Kebutuhan pupuk bersubsidi dirinci diajukan oleh
petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang
berdasarkan RDKK yang disetujui oleh petugas teknis,
penyuluh atau Kepala Cabang Dinas (KCD) setempat.
1. Kekurangan alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi di
suatu wilayah tertentu akan dipenuhi melalui realokasi
antar wilayah.
2. Realokasi antar kecamatan dalam wilayah
Permentan No. kabupaten/kota ditetapkan lebih lanjut oleh
76/Permentan/ Bab 3 Bupati/Walikota.
OT.140/12/2007 pasal 4 3. Realokasi antar kabupaten/kota dalam wilayah provinsi
ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur.
4. Realokasi antar provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Produsen berkewajiban melakukan monitoring dan


Bab 4
pengawasan terhadap penyediaan, penyaluran dan harga
pasal 11
pupuk bersubsididi wilayah tanggung jawabnya.
Komisi pengawasan pupuk dan pestisida di provinsi dan
Bab 4 kaupaten/kota melakukan pemantauan dan pengawasan
pasal 12 terhadap penyaluran, penggunaan, dan harga pupuk
bersubsidi di wilayahnya.
Pupuk an-organik yang diproduksi di dalam negeri dan
Bab 2
pupuk an-organik yang diimpor wajib memenuhi standar
Pasal 2
mutu dan terjamin efektifitasnya
Perorangan atau badan hukum dilarang mengedarkan
UU No. 8 Bab 3 pupuk an-organik yang tidak sesuai dengan keterangan
tentang pupuk pasal 15 yang terdapat pada label dan atau pupuk an-organik yang
anorganik Th. sudah rusak
2001
Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan penggunaan
Bab 4
pupuk an-organik budidaya tanaman dengan
pasal 17
memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas.
Bab 5 Dalam melaksanakan pengawasan masing-masing
Pasal 22 Bupati/Walikota dapat menunjuk petugas pengawas pupuk.
Sumber Bab dan
Penjelasan
Peraturan Pasal

Petugas pengawas pupuk berwenang :

1. melakukan pemeriksaan terhadap proses produksi


pupuk an-organik
UU No. 8 2. melakukan pemeriksaan terhadap sarana, tempat
tentang pupuk Bab 5 penyimpanan, pupuk dan cara pengemasannya
anorganik Tahun pasal 23 3. megambil contoh pupuk an-organik guna pengujian
2001 mutu
4. memeriksa dokumen dan laporan
5. melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan
persyaratan perizinan pengadaan dan atau peredaran
pupuk an-organik.

2. 2. 2 Perhitungan Sederhana tentang Mekanisme Subsidi Harga Gas


Dalam Pengadaan pupuk bersubsidi, pemerintah memberikan subsidi gas
kepada produsen (Pabrik pupuk) dan konsekuensinya produsen harus menjual
pupuk bersubsidi tersebut sesuai dengan harga yang tidak melampaui HET (Harga
Eceran Tertinggi). Produsen pupuk tetap membayar gas dengan harga sesuai
kontrak, sedangkan selisihnya dibiayai APBN (Sunarsip, 2006).

2. 2. 3 Prinsip Penyediaan Pupuk Bersubsidi


Penyediaan pupuk di tingkat petani perlu terus diusahakan agar memenuhi
azas 6 (enam) tepat yaitu : Tepat waktu, jumlah, jenis, tempat, mutu dan harga.
Beberepa jenis pupuk yang disubsidikan untuk tahun 2008 ini adalah: Urea, SP-
36, NPK, ZA (Deptan, 2007).

2. 2. 4 Distribusi Pupuk Bersubsidi


Distribusi pupuk bersubsidi dimulai dari Lini I (Lokasi gudang pupuk di
wilayah pabrik dari masing-masing produsen), kemudian ke Lini II (Lokasi
gudang produsen di wilayah Ibukota provinsi), setelah itu ke lini III (Lokasi
gudang produsen dan / tau distributor di wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan
produsen), kemudian ke Lini IV (Lokasi gudang pengecer di wilayah kecamatan
dan atau desa yang ditetapkan distributor), setelah dari pengecer barulah pupuk
sampai ke tangan petani (Deptan, 2007).

2. 2. 5 Pengawasan
Sesuai dengan Buku Petunjuk Pengawasan Pupuk Bersubsidi yang
dikeluarkan Deptan (2007), Obyek pengawasan pupuk meliputi :
1. Jumlah dan jenis pupuk yang diproduksi atau diimpor, diedarkan dan
digunakan petani.
2. Mutu pupuk (meliputi kondisi fisik pupuk (bentuk, warna, bau), masa
kadaluarsa (untuk pupuk mikroba), kemasan, wadah pembungkus pupuk dan
kandungan hara pupuk)
3. Harga pupuk subsidi
4. Legalitas pupuk
Sedangkan petugas pengawas meliputi: Petugas Pengawas Pusat, Timgkat
Provinsi dan Tingkat kota.

2. 3. Fakta di Lapangan
2. 3. 1. Kelangkaan
Beberapa kelangkaan pupuk masih saja terjadi meski sudah
diberlakukannya subsidi pupuk, sebagaimana termuat dalam berbagai harian di
bawah ini:
1. Kelangkaan pupuk masih dirasakan para petani di Kabupaten Kerinci, Jambi.
Mereka kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi jenis SP-36, NPK, dan ZA.
Bahkan pupuk jenis NPK tidak beredar lagi di Kabupaten Kerinci (Suara
Pembaruan, 2005).
2. Sejumlah pupuk di Bondowoso, Jatim, Selasa (13/12/06) mengatakan
terjadinya kelangkaan pupuk jenis urea dikarenakan berkurangnya pasokan
(Subandriyo, 2007).
3. Petani di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, kesulitan memperoleh pupuk.
Kesulitan mendapatkan pupuk mulai dirasakan petani sejak awal bulan hingga
menjelang musim tanam yang jatuh pada mei ini. Menurut petani, jenis pupuk
tertentu, seperti urea, sulit diperoleh dikawasan Tegal dan sekitarnya
(Metronews, 2007).
4. Memasuki musim tanam pada tahun 2007, semua kabupaten/kota di Jateng
mengalami kelangkaan pupuk SP-36 dan ZA, kelangkaan pupuk SP-36 dan
ZA kali ini merupakan dampak dari kurangnya alokasi kedua jenis pupuk
bersubsidi tersebut. Tahun 2007 ini alokasi pupuk SP-36 dan ZA diseluruh
kabupaten/kota se-Jateng hanya mencapai 25% dari rencana kebutuhan yang
diajukan masing-masing daerah (Subandriyo, 2007).
5. Berbagai jenis pupuk bersubsidi langka di pasaran Soppeng, Sulawesi Selatan
dalam beberapa tahun terakhir. Kelangkaan itu disebabkan jatah pupuk yang
diterima Soppeng berkurang. Kelangkaan terjadi untuk pupuk jenis Urea dan
ZA (www.fajar.co.id, 2008).
6. Petani di beberapa daerah di Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Serang,
Provinsi Banten kembali dipusingkan oleh kelangkaan pupuk bersubsidi jenis
urea, SP-36, KCl dan NPK (Utomo W, 2008).
1. 2. 3. 2. Penyelewengan
A. Pemalsuan Pupuk
Fakta-fakta pemalsuan pupuk antara lain:
1. Sebanyak 7,3 ton pupuk ZA disita kepolisian Resor Malang karena dalam
setiap kemasan pupuk tersebut didapatkan adanya campuran garam dapur.
Sementara yang terlanjur beredar ke masyarakat sebanyak 56 ton
(www.kompas.com, 2006).
2. Memasuki musim tanam 2007, pupuk palsu jenis SP-36, ditemukan beredar
luas di wilayah Lombok Tengah, kandungan Phosphat yang ada dalam pupuk
tersebut dibawah standar (www.balipost.co.id, 2007).
3. Di Kabupaten Serang, terdapat pupuk palsu seperti jenis KCl dan SP-36 yang
ternyata hanya berisi kapur (www.kapanlagi.com, 2008).
4. Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ditemukan banyaknya pestisida dan
pupuk palsu yang beredar di pasaran. Pupuk palsu yang ditemukan bermerek
Champion, SP BG, Agrosupermix, pupuk Pak Tani dan Pacul
(www.dgip.go.id, 2008).
5. Banyak pupuk palsu jenis SP-36 dan Phonska ditemukan di beberapa daerah
di Kabupaten Lebak (www.media-indonesia.com, 2008).

B. Penyelundupan
Fakta-fakta penyelundupan pupuk antara lain:
1. Kantor Wilayah (Kanwil) IV Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
Jakarta menggagalkan penyelundupan tiga container pupuk urea bersubsidi
dengan tujuan Johor, Malaysia (DJBC, 2006).
2. Aparat Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta kembali
membongkar kasus penyelundupan pupuk urea bersubsidi. Apabila
dibandingkan total volume pupuk bersubsidi tahun 2007 sebanyak 6,7 juta ton,
penyelundupan 220 ton bukanlah perkara besar. Akan tetapi siapa yang bisa
dengan mudah meyakini bahwa benar-benar hanya 220 ton urea yang akan
diselundupkan. Boleh jadi volume besar lainnya sudah diselundupkan lebih
awal (kompas, 2007).

C. Harga yang tak sesuai HET


Harga pupuk urea adalah sebesar Rp. 60.000,-/zak, namun di tiga
kecamatan di Kota Sumenep, yakni kecamatan Rubaru, Batu Putih dan Dasuk,
harga pupuk secara berurutan untuk tiap-tiap daerah tersebut adalah sebesar Rp
67.000,-/zak, Rp 65.000,-/zak dan Rp 70.000,-/zak
(www.tabloid_info.sumenep.go.id, 2007).

2. 4. Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan hasil penguraian bahan organik oleh jasad renik
atau mikroorganisme yang berupa zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh
tanaman. Misal Kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau. Kompos atau pupuk
kandang sudah cukup lama dikenal dan dipergunakan, tetapi baru sebatas
menggunakan apa adanya, belum sampai pada usaha untuk meningkatkan kualitas
dari kompos dan pupuk kandang tersebut. (Moses, S, 2008)
BAB III
PEMBAHASAN

3. 1. Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Pupuk di Indonesia


3. 1.1. Tidak difungsikannya RDKK dengan baik
Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) merupakan dasar
penentuan dari keperluan pupuk di tingkat petani. Seperti yang terdapat dalam
Permentan Bab 3 Pasal 3 bahwa Kebutuhan pupuk bersubsidi dirinci diajukan oleh
petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang berdasarkan RDKK yang
disetujui oleh petugas teknis, penyuluh atau Kepala Cabang Dinas (KCD) setempat.
Adanya RDKK adalah kunci apakah pupuk di tingkat petani akan terpenuhi atau
tidak. Dengan adanya RDKK berarti secara langsung pemerintah tau seberapa
banyak pupuk yang dibutuhkan petani. Adanya kelangkaan pupuk yang terus
berkelanjutan (hampir tiap tahun) menimbulkan pertanyaan besar. Apakah petani
salah prediksi dalam menentukan jumlah kebutuhan pupuknya sendiri? Atau
mungkin system pemutaran RDKK yang tidak merata menyebabkan pemerintah
kurang dalam memberikan subsidi pupuk?
Logikanya, Petani tak mungkin salah prediksi terhadap pupuk yang
dibutuhkannya, berlebihan dalam menentukan jumlah pupuk masih mungkin, tapi
kalau kurangtentu tak masuk akal, petani tentu saja tak ingin panennya gagal
hanya karena tanamannya kekurangan pupuk. Namun, Apabila pemutaran RDKK
bahkan tak sampai ke tangan petani, maka kasus kelangkaan akan terus berlanjut.
Kalau RDKK saja tak sampai kepada petani, bagaimana mungkin pemerintah bisa
tahu jumlah kebutuhan pupuk petani?

3. 1. 2. Peran Penyuluh yang kian mengabur


Petani pernah disalahkan akibat adanya kelangkaan pupuk. Pasalnya,
petanilah yang menggunakan pupuk secara berlebihan sehingga jumlah pupuk
menjadi berkurang. Bagaimana mungkin petani dapat disalahkan, banyak petani
yang hanya tau kalau semakin banyak pupuk yang digunakan maka tanaman akan
semakin subur. Hal inipun kembali ke RDKK, terkait pengetahuan yang sedikit di
kalangan petani, perlu adanya penyuluh untuk mengarahkan jumlah kebutuhan
pupuk petani, penggunaan yang tepat dan sebagainya. Dalam Permentan memang
disebutkan bahwa : Kebutuhan pupuk bersubsidi dihitung sesuai dengan anjuran
pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis dengan
mempertimbangkan alokasi anggaran subsidi pupuk tahun 2008. Tapi, siapa yang
bisa menjamin kalau seluruh petani akan tau tentang peraturan tersebut tanpa ada
penyuluh?
Sebenarnya dengan adanya penyuluh akan lebih mempererat hubungan
pemerintah dan petani, tentu saja apabila penyuluh berfungsi dengan baik.
Sebenarnya sejak zaman Orde Lama penyuluh sudah ada, namun entah mengapa
sekarang perannya sudah mulai kabur. Penyuluh bukan Kepala Desa, bukan
Camat, ataupun Walikota, meski ketiga-tiganya sebenarnya juga adalah orang-
orang yang berpengaruh pada pendistribusian pupuk hingga ke petani. Petani
membutuhakn penyuluh dalam bidang pertanian melebihi kebutuhannya akan
Kepala Desa, Camat hingga Walikota. Kalau penyuluh sudah tidak ada, siapa
yang akan mengontrol perkembangan tanaman para petani? Siapa yang akan
bertanggung jawab saat petani memupuk tanamannya terlalu berlebihan yang
menyebabkan kelangkaan pupuk? Bukankah dalam UU No. 8 tentang pupuk
anorganik telah disebutkan bahwa Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan
penggunaan pupuk an-organik budidaya tanaman dengan memperhatikan prinsip
efisiensi dan efektifitas? Bagaimana penerapan UU tersebut selama ini?

3. 1. 3. Tidak Terpenuhinya Azas 6 (enam) tepat


Dalam buku petunjuk penggunaan pupuk disebutkan bahwa penggunaan
pupuk harus memenuhi azas 6 tepat, yakni: Tepat waktu, jumlah, jenis, tempat,
mutu dan harga. Dimulai dari masalah waktu yang juga terkait jumlah dan tempat,
sudah terbukti bahwa terdapat kelangkaan pupuk yang menunjukkan bahwa azas 6
tepat ada beberapa yang tidak terpenuhi. Mengenai harga juga demikian, ada
harga pupuk yang melebihi HET. Jumlah jenis pupuk tertentu yang sering
mengalami kelangkaan juga sering terjadi tiap tahunnya.
3. 1. 4. Lemahnya Pengawasan
Dampak dari pengumuman Deptan mengenai rencana kenaikan HET
pupuk pada awal Januari 2007, padahal belum diputuskan DPR mengandung
risiko besar. Pasalnya, itu masih dalam tahap rencana, belum mendapat kekuatan
hukum tetap. Keterbukaan tersebut juga bisa dimanfaatkan para spekulan untuk
menimbun pupuk sejak dini. Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin itu akan
memicu terjadinya kelangkaan serta meroketnya harga pupuk di pasaran.
Pengumuman kenaikan HET pupuk yang dilakukan Mentan terlalu dini karena
strategi subsidi yang disiapkan pemerintah juga belum beres. Strategi tersebut
masih dalam batas rekaan pemerintah yang belum mendapat persetujuan dari
DPR.
Selain itu pemalsuan pupuk kerap kali terjadi. Padahal sudah disebutkan
dengan jelas dalam UU No. 8 bab 3 pasal 15 bahwa Perorangan atau badan
hukum dilarang mengedarkan pupuk an-organik yang tidak sesuai dengan
keterangan yang terdapat pada label dan atau pupuk an-organik yang sudah rusak.
Dan anehnya lagi, pemalsuan pupuk selalu diketahui setelah beredar bebas
dipasaran, yang lebih parah adalah sudah dipakai konsumen. Bukankah sebelum
dipasarkan seharusnya sudah ada pengawasan terkait mutu pupuk?
Bahkan disebutkan dalam Buku Petunjuk Pengawasan Pupuk Bersubsidi
yang dikeluarkan Deptan (2006), Obyek pengawasan pupuk meliputi: jumlah dan
jenis pupuk, Mutu pupuk (meliputi kondisi fisik pupuk (bentuk, warna, bau), masa
kadaluarsa (untuk pupuk mikroba), kemasan, wadah pembungkus pupuk dan
kandungan hara pupuk), harga pupuk subsidi dan legalitas pupuk ditambah lagi
dengan UU No 8 tentang pupuk anorganik 8 Bab 5 pasal 23 yang menyebutkan
bahwa wewenang pengawas meliputi:
1. melakukan pemeriksaan terhadap proses produksi pupuk an-organik
2. melakukan pemeriksaan terhadap sarana, tempat penyimpanan, pupuk dan cara
pengemasannya
3. megambil contoh pupuk an-organik guna pengujian mutu
4. memeriksa dokumen dan laporan
5. melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan persyaratan perizinan pengadaan
dan atau peredaran pupuk an-organik.
Lantas, kenapa masih bisa ditemukan ZA bercampur garam dapur, atau
KCl dan SP-36 yang ternyata hanya berisi kapur? Dimana orang-orang yang
seharusnya mengawasi distribusi pupuk?
Padahal, penggunaan pupuk palsu sangat merugikan petani karena kadar
zat yang tidak sesuai. Pengawas adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas
pendistribusian pupuk, keaslian pupuk dan semua hal yang terkait masalah
penyaluran pupuk. Seharusnya sebelum pupuk beredar di pasaran, ada badan
resmi yang secara langsung mengecek semua pupuk yang akan beredar dipasaran,
sehingga kasus pemalsuan pupuk yang berlanjut kepada pemakaian pupuk pun
bisa dihindarkan. Dan, tak kalah penting adalah peran penyuluh, dengan adanya
penyuluh petani bisa lebih jelas mendapat informasi mana pupuk yang asli dan
mana pupuk yang palsu.
Selain itu, terkait dengan pupuk bersubsidi, terdapatnya agen-agen tak
resmi yang menjual pupuk perlu dipertanyakan. Bagaimana pengaturannya hingga
muncul agen tak resmi? Padahal agen tak resmi berpotensi menimbulkan banyak
masalah diantaranya adalah penjualan pupuk dengan harga yang tak lumrah serta
tidak tepat sasaran. Bukankah sudah jelas dalam Permentan bahwa Pupuk
bersubsidi diperuntukkan bagi petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang.
Kalau pupuk bersubsidi sudah jatuh ke tangan agen yang salah, siapa yang dapat
menjamin pupuk akan sampai pada petani?

3. 1. 5. Keinginan yang tidak sejalan antara Pemerintah Pusat (Mentan) dengan


Pemerintah Daerah
Dalam Permentan disebutkan bahwa kebutuhan pupuk bersubsidi
ditentukan oleh pemerintah pusat yang kemudian turun ke pemerintah daerah dan
diatur oleh daerah sendiri. Dalam hal ini, pemerintah pusat telah menetapkan
berapa banyak jumlah pupuk yang diberikan kepada Pemerintah daerah, dan
masalah pendistribusiannya dilakuakn mandiri oleh masing-masing daerah.
Semua akan baik-baik saja saat adanya satu tujuan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Namun, bila ternyata tujuannya berbeda tentu akan
menimbulkan dampak yang berbeda. Dalam hal ini, pemerintah pusat selaku
pemegang kekuasan penuh harus mampu menyatukan visi dengan pemerintah
daerah, agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi. Percuma pemerintah pusat
menggebu-gebu ingin memuluskan kebijakannya sementara pemerintah daerah
yang bersinggungan langsung dengan petani tidak terlalu mengindahkan anjuran
pemerintah pusat.

3. 1. 6. Distribusi yang Panjang


Kalau digambarkan secara sederhana, penyaluran pupuk bersubsidi adalah
sebagai berikut:

Lini I Lini II Lini III Lini IV Pengecer petani

Gambar. 3. 1. Sistem Distribusi Pupuk Bersubsidi


Keterangan :
Lini I : Lokasi gudang pupuk di wilayah pabrik dari masing-masing produsen
Lini II : Lokasi gudang produsen di wilayah Ibukota provinsi
Lini III : Lokasi gudang produsen dan / tau distributor di wilayah kabupaten/kota
yang ditetapkan produsen
Lini IV : Lokasi gudang pengecer di wilayah kecamatan dan atau desa yang
ditetapkan distributor.
Dari gambar di atas, terdapat jalan yang panjang hingga sampainya pupuk
dikalangan petani. Keberadaan Lini yang terlalu banyak membuat sistem
penyaluran menjadi tidak efektif dan lama, penyelewengan pun bisa timbul disini.
Selain itu, biaya juga akan semakin bertambah banyak karena adanya banyak Lini.
Kalau pemotongan Lini lebih mempermudah distribusi, seharusnya hal tersebut
dilakukan agar dampak yang ditimbulkan seperti kelangkaan pupuk dapat
dihilangkan.
Sebagai contoh kasus kelangkaan pupuk di Jawa Timur pada tahun 2006.
Pupuk (urea) bersubsidi di sejumlah daerah di Jawa Timur pernah menghilang di
pasaran sebelum musim tanam 2006. Meski waktu itu musim tanam tahun 2006
belum serentak, tanda-tanda sulitnya ditemui pupuk berharga murah di pasaran
dewasa ini bukan tidak mungkin akan terjadi seperti tahun 2006, yakni
menghilangnya semua jenis pupuk bersubsidi di pasaran.
Pelajaran ini tidak boleh terulang pada tahun 2008. Sebab, hilangnya
pupuk di tahun 2006 tersebut sebagai pembenar di kalangan petani bahwa raibnya
pupuk adalah penyakit menahun yang sulit sembuh. “Tradisi” itu tampaknya
bukan dikarenakan konsekuensi dari hukum ekonomi, melainkan sebuah sistim
untuk tetap menempatkan petani sebagai kaum miskin yang termaginalkan.
Secara umum, substansi kebijakan tersebut berpihak kepada petani agar
dalam memproduksi pangan nasional secara nyaman. Pola pengawasan dalam
pengadaan dan penyaluran pupuk, misalnya tidak sekedar memakai pola
berjenjang dan berlapis. Selain dilakukan oleh aparatur pemerintah dari tingkat
bawah hingga pusat, produsen juga diberi kewenangan untuk melakukan
pengawasan internal dan eksternal. Disamping itu, pemerintah menerjunkan
satuan-satuan tenaga pendamping masyarakat guna menjamin petani untuk bisa
menebus pupuk sesuai HET.
Nyaris tidak ada celah bagi distributor dan pengecer memainkan pupuk
bersubsidi, seperti dugaan yang terjadi pada carut marutnya pengadaan dan
distribusi pupuk bersubsidi pada tahun 2005. Dalam regulasi kedua, kekacauan
sistem penjualan di lini 3 dan 4 yang dituding banyak pihak sebagai tempat paling
rawan dalam kasus raibnya pupuk di pasaran telah dibenahi sedemikian rupa.
Selain terikat dalam kontrak kerja dan sistem pembelian tertutup ,
distributor dan pengecer diwajibkan membuat laporan mengenai jumlah maupun
alur penjualan pupuk. Karena itu kedua peraturan menteri ini benar-benar
menghalau adanya praktik penjualan lintas pengecer, agen tidak resmi dan aksi
borong yang dilakukan petani pemodal.
Tetapi menjadi aneh kalau sekarang telah terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi di
pasaran. Adakah kesalahan dalam kedua regulasi tersebut?
Terlalu gegabah bila menyalahkan peraturan pemerintah . Kalaupun para
petani di kabupaten Bojonegoro dan sejumlah petani di daerah lain di Jawa Timur
maupun di propinsi lainnya sulit mendapatkan pupuk berharga subsidi, hal itu
dikarenakan regulasi yang dibuat pemerintah tidak mempunyai jati diri. Untuk
siapa kebijakan tersebut dibuat? benarkah kedua peraturan menteri tersebut untuk
melindungi petani?
Pertama, regulasi tersebut dibuat masih dalam bingkai lama, yakni model
birokrasi panjang. Birokrat yang membuat draf peraturan tampaknya masih
terilhami oleh peran aparatur negara sebagai penguasa yang mengendalikan hajat
hidup rakyat, bukan perilaku birokrat sebagai abdi bangsa yang melayani rakyat.
Karena panjang dan berlikunya birokrasi pada alur distribusi pupuk
bersubsidi, maka implementasinya menjadi bias dan mengandung celah-celah
kelemahan. Misal, dalam pembentukan kelompok tani yang mengharuskan
mendapat persetujuan/rekomendasi pejabat dinas di pemerintah kabupaten/kota.
Celah inilah yang dimanfaatkan secara baik oleh pihak-pihak tertentu dalam
membelokkan distribusi pupuk bersubsidi yang menjadi hak petani.
Kedua, pemberian wewenang ekonomi demikian luas pada produsen.
Pabrikan tidak hanya diwajibkan memproduksi pupuk dengan harga tebus HET,
tetapi juga wajib dalam mengamankan alur distribusi hingga lini 4. Dua tugas
berat ini masih dibebani lagi oleh pemerintah dalam regulasinya tersebut bahwa
produsen wajib melakukan pengawasan dalam pengadaan dan penyaluran pupuk
juga hingga lini 4.
Memang, BUMN penghasil pupuk memiliki fungsi sosial dalam melayani
kepentingan negara disamping dituntut margin. Persoalannya, sudah demikian
hebatkah BUMN kita. Selain bertindak dalam menjalankan fungsi ekonomi juga
sebagai polisi. Pengawasan tidak hanya dilakukan oleh produsen di lini distribusi,
melainkan pula harus mengetahui si pengecer yang ditunjuk distributor.
Produsen jelas tidak akan maksimal dalam menjalankan tugas dan
wewenang yang demikian luas itu. Jika demikian potretnya, apa yang bisa
diharapkan dari regulasi tersebut bila kenyataannya di lapangan telah terjadi
kelangkaan pupuk bersubsidi atau kalaupun ada harga tebusnya jauh diatas HET.
3. 1. 7. Realokasi pupuk yang rumit

Dalam Permentan disebutkan bahwa apabila terjadi kekurangan alokasi


kebutuhan pupuk bersubsidi di suatu wilayah tertentu akan dipenuhi melalui
realokasi antar wilayah. Realokasi antar kecamatan dalam wilayah kabupaten/kota
ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati/Walikota, Realokasi antar kabupaten/kota
dalam wilayah provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur. Realokasi antar
provinsi ditetapkan lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Sepertinya realokasi sangatlah mudah. Tapi, pada dasarnya, realokasi itu panjang
dan rumit. Bisa dibayangkan saat petani membutuhkan pupuk, maka saat itu juga
kebutuhan pupuk harus terpenuhi. Dengan system realokasi yang seperti itu, bisa
jadi tanaman petani terlanjur mati akibat menunggu pupuk tak kunjung datang
akibat adanya sistem birokrasi yang rumit dan panjang. Mungkin saja, petani bisa
memesan lebih awal untuk realokasi, sehingga tidak perlu menunggu lama pupuk
yang dating. Tapi masalahnya, terkadang persediaan pupuk juga tidak bisa
diprediksi. Hari ini ada, seminggu kemudian sudah lenyap entah kemana.
Realokasi tidak efektif, yang lebih baik adalah menyediakan sejumlah pupuk yang
cukup pada setiap daerah, tentu saja hal tersebut didukung oleh lancarnya
pemutaran RDKK dikalangan petani serta keseriusan pemerintah dalam
menangani masalah pertanian.

3. 2. Usaha Peningkatan Efektifitas Kebijakan Subsidi Pupuk dalam


Mengatasi Permaslahan Pertanian di Indonesia

Subsidi pupuk yang ada sekarang melibatkan banyak pihak, yakni


Departemen Pertanian selaku pemrakarsa kebijakan pupuk bersubsidi,
Departemen Perdagangan selaku pengatur pengadaan dan pendistribusiannya,
serta Departemen Keuangan. Dalam upaya tercapainya tujuan pemberian subdidi
pupuk kepada petani, mutlak diperlukan koordinasi antar instansi terkait. Hal
tersebut tidak mudah, mengingat masing-masing departemen memiliki
kepentingan yang berbeda-beda.
Beberapa usaha yang perlu ditempuh oleh pemerintah diantaranya:
1. Pembenahan sistem pengawasan sampai di tingkat paling bawah. Perlu
diadakan kroscek dari pengawas pusat berkaitan dengan pelaporan masalah
pupuk. Selain itu, perlu dibentuknya badan khusus yang menangani masalah
penyaringan pupuk sebelum diedarkan ke pasar sehingga pemalsuan pupuk bisa
diminimalkan.
2. Sistem distribusi dari Lini I ke Lini IV dirasa sangat panjang dan melelahkan,
dan tentunya semakin menambah biaya operasional dari distribusi pupuk.
Alangkah baiknya kalau sistem distribusinya diperpendek sehingga lebih cepat
tersalurkan ke tingkat petani. Selain itu, perlu adanya distribusi tertutup, yaitu
dalam distribusi tersebut pengecer mengetahui nama-nama petani yang
seharusnya menerima pupuk bersubsidi. Dengan demikian, pupuk bersubsidi bisa
tepat sasaran.
3. Menambah penyuluh di tingkat petani. Penyuluhan itu mutlak dilakukan agar
produktivitas petani meningkat. Penyuluhan sangat penting karena dengan adanya
penyuluhan, keinginan dan informasi dari pemerintah kepada petani dapat
tersalurkan. Dengan demikian, apa yang diinginkan pemerintah tersampaikan dan
apa yang dikehendaki petani terhadap pemerintah terkait masalah pertanian bisa
didengar oleh pemerintah. Dengan demikian, tak ada saling curiga dan
menyalahkan, yang lebih penting petani bisa merasakan bahwa mereka dekat dan
mendapat perhatian dari pemerintah.
4. Tindak tegas para spekulan yang terbukti melakukan masalah penyelewengan
pupuk bersubsidi. Tindakan tegas bisa berupa pem-black list-an spekulan tersebut
dalam jajaran agen/distributor pupuk, sehingga tidak ada ruang bagi para pelaku
penyelewengan yang lain.
5. Penggalakan pembuatan pupuk organik di kalangan petani. Limbah sehabis
panen bisa dimanfaatkan untuk pupuk, inilah yang belum dilirik oleh pemerintah.
Kalau Masyarakat dididik untuk bisa membuat pupuk organik sendiri, tentunya
mereka akan menjadi masyarakat yang cerdas dan mandiri. Selama ini, kompos
atau pupuk kandang sudah cukup lama dikenal dan dipergunakan, tetapi baru
sebatas menggunakan apa adanya, belum sampai pada usaha untuk meningkatkan
kualitas dari kompos dan pupuk kandang tersebut.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Simpulan
Simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan tersebut adalah :
1. Pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia dengan ditetapkannya HPP
(Harga Pembelian Pemerintah) gabah maupun beras dinilai tidak efektif
untuk mendukung kesejahteraan pertanian di Indonesia. Hal tersebut
terbukti dengan Nilai Tukar Petani (NTP) yang cenderung menurun.
Kenaikan HPP tidak menjamin secara langsung kesejahteraan petani
karena panjangnya distribusi gabah dan beras yang mengakibatkan HPP
tidak langsung jatuh ke tangan petani.
2. Terdapat beberapa kendala yang menyebabkan ketidakefektifan penetapan
HPP oleh pemerintah kerena beberapa hal:
a. Jumlah petani dengan lahan sempit yang merupakan
mayoritas petani padi di Indonesia hanya dapat menjual
hasil panennya pada tengkulak sehingga berakibat tidak
diterimanya HPP yang sewajarnya di tingkat petani.
b. Penetapan HPP yang tidak tepat waktu mengakibatkan
keberadaan HPP tidak begitu bermakna.
c. Rendahnya nilai tawar petani terhadap komoditas hasil
pertanian.
3. Upaya untuk meningkatkan efektifitas kebijakan perberasan Nasional
adalah sebagai berikut:
 Difungsikannya kembali peran KUD (Koperasi Unit Desa) sebagai
distributor yang menghubungkan petani dengan Bulog.
 Memberikan pinjaman usaha tani kepada petani gurem yang rata-
rata tanahnya sangat kecil.
 Penggalakan pembentukan kelompok tani untuk mengokohkan
nilai tawar petani tehadap komoditas hasil pertanian.
 Menaikkan HPP dan GKP pada saat panen raya agar HPP
dinikmati petani sehingga sistem distribusi menjadi lancar.
 Mengaktifkan lumbung desa sebagai penyedia pangan saat musim
paceklik tiba.
 Pemerintah juga perlu menjamin adanya ketersediaan benih dan
pupuk dengan harga terjangkau.
 Memfasilitasi petani dengan berbagai fasilitas teknologi pasca
panen kepada petani, termasuk teknologi pengeringan dan
penggilingan padi.
 Meningkatkan peran Bulog sebagai pengaman harga dasar
pembelian gabah.
 Restrukturisasi lembaga pertanian baik pusat maupun daerah.
 Membatasi konversi lahan untuk melindungi kepentingan semua
pihak.
 Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian dengan cara
mengefektifkan kembali program intensifikasi dan ekstensifikasi
pertanian

4. 2. Rekomendasi
Berdasarkan karya tulis ini, terdapat beberapa hal yang sebaiknya
dilakukan oleh pemerintah, yaitu sebagai berikut:
1. Pemerintah melakukan perbaikan terhadap sistem distribusi
perberasan dengan memotong panjanganya distribusi beras dan
gabah.
2. Pemerintah memberikan pinjaman usaha tani kepada petani gurem
yang rata-rata tanahnya sangat kecil.
3. Pemerintah menggalakan pembentukan kelompok tani untuk
mengokohkan nilai tawar petani tehadap komoditas hasil pertanian.
4. Pemerintah menaikkan HPP dan GKP pada saat panen raya agar
HPP dinikmati petani sehingga sistem distribusi menjadi lancar.
5. Pemerintah juga perlu menjamin adanya ketersediaan benih dan
pupuk dengan harga terjangkau.
6. Pemerintah memfasilitasi petani dengan berbagai fasilitas
teknologi pasca panen kepada petani, termasuk teknologi
pengeringan dan penggilingan padi.
7. Pemerintah meningkatkan peran Bulog sebagai pengaman harga
dasar pembelian gabah.
8. Pemerintah melakuakn restrukturisasi lembaga pertanian baik pusat
maupun daerah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Pemerintah RI No. 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya


Tanaman).
2. Peraturan Menteri Pertanian No. 76/Permentan/OT.140/12/2007
3. Sunarsip. 2006. Regulasi Yang Justru Menghambat. www.republika.co.id.
Diakses pada tanggal 7 Februari 2008.
4. Deptan. 2007. Buku Petunjuk Pengawasan Pupuk Bersubsidi. Jakarta:
Deptan.
5. Suara Pembaruan. 2005. Permintaan Pupuk Melonjak.
www.suarapembaharuan .com. Diakses pada tanggal 2 Februari 2008.
6. Subandriyo, Toto. 2007. Kelangkaan Pupuk Lagi. www.suara
merdeka.com. Diakses pada tanggal 2 Februari 2008.
7. Metronews. 2007. Petani di Tegal Kesulitan Memperoleh Pupuk .
www.metrotvnews.com. Diakses pada tanggal 2 Februari 2008.
8. www.fajar.co.id. 2008. Pupuk Bersubsidi Langka . Diakses pada tanggal 2
Februari 2008.
9. Utomo, W. 2008. Kemana Pupuk Mengalir?. Jurnalnasional.com. Diakses
pada tanggal 2 Februari 2008.
10. www.kompas.com. 2006. Ditemukan, Pupuk ZA Bercampur Garam.
Diakses pada tanggal 7 Februari 2008.
11. www.balipost.co.id. 2007. Pupuk Palsu Beredar di Loteng . Diakses pada
tanggal 7 Februari 2008.
12. www.kapanlagi.com. 2008. Menpan: Pupuk Palsu Masih Marak di
Pasaran . Diakses pada tanggal 7 Februari 2008.
13. www.dgip.go.id. 2008. Pupuk Palsu Berbagai Merek Beredar . Diakses
pada tanggal 9 Februari 2008
14. www.media-indonesia.com. 2008. Pupuk SP36 dan Ponska Palsu Diduga
Beredar di Lebak. Diakses pada tanggal 11 Februari 2008.
15. DJBC. 2006. Digagalkan, Penyelundupan 66.000 Kg Pupuk Bersubsidi .
www.customs.go.id. Diakses pada tanggal 15 Februari 2008.
16. kompas edisi Sabtu, 22 Desember 2007 . 2007. BC Mulai Periksa PPJK
dan Eksportir .
17. www.tabloid_info.sumenep.go.id. 2007. Pupuk Urea Langka Harga
Eceran Mahal . Diakses pada tanggal 7 Februari 2008.
18. Moses, S.2008. Teknik Pembuatan Pupuk Organik “Bhokasi” .
www.biotama.com. Diakses tanggal 22 Maret 2008.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama Nia Rahmawati
Tempat dan tanggal Malang, 23 November 1988
lahir
Alamat JL. Lempung Perdana 3B/24 Sby
No HP 081357245663
Jurusan Teknik Kimia
Semester 2 (Dua)

PENDIDIKAN
1995 - 2001 SDN Tandes Kidul 1 Sby
2001- 2004 SMP Negeri 3 Sby
2004 - 2007 SMA Negeri 5 Sby
2007- Sekarang Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri

KARYA TULIS YANG PERNAH DIBUAT


 Pemanfaatan Rami (Boehmeria nivea) sebagai bahan Baku Tekstil Dalam
Upaya Menanggulangi Ketergantungan Kapas Impor

PRESTASI
 Juara Harapan II ACI Praja 2004
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama Winda Hayu Pratiwi
Tempat dan tanggal Gresik, 9 Desember 1989
lahir
Alamat Jl. Pendidikan 01 KetapangLor Uj.Pangkah, Gresik
No HP 085232508076
Jurusan Teknik Kimia
Semester 2 (Dua)

PENDIDIKAN
1995 - 2001 SDN Ketapang Lor
2001- 2004 SMP Negeri 1 Sidayu
2004 - 2007 SMA Negeri 1 Gresik
2007- Sekarang Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri

KARYA TULIS YANG PERNAH DIBUAT


 Pemanfaatan Rami (Boehmeria nivea) sebagai bahan Baku Tekstil Dalam
Upaya Menanggulangi Ketergantungan Kapas Impor
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama Ayyu Fityatin L. H
Tempat dan tanggal Ngawi, 21 April 1987
lahir
Alamat Dsn. Nguluh Rt. 01 Rw. 15 Ds. Babadan Pangkur
NGAWI
No HP 085233576988
Jurusan Teknik Kimia
Semester 2 (Dua)

PENDIDIKAN
1994- 2000 MIN Babadan
2000 - 2003 SLTP Ma’arif-1 Ponorogo
2003 - 2006 SMU Negeri 2 Madiun
2007- Sekarang Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurusan Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri

KARYA TULIS YANG PERNAH DIBUAT


 Hitam Putih Televisi dan Dampaknya bagi Remaja.
 Pemanfaatan Rami (Boehmeria nivea) sebagai bahan Baku Tekstil Dalam
Upaya Menanggulangi Ketergantungan Kapas Impor

PRESTASI
 Juara III Lomba Menulis Cerpen Islami FOKSI Fak. Perikanan
UNIBRAW
 Juara I Lomba Menulis Cerpen Islami dalam Kegiatan Muslimah Day
JMMI ITS

Anda mungkin juga menyukai