Anda di halaman 1dari 2

PENDAHULUAN

Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat merupakan kawasan yang
memiliki topografi dengan daerah yang landai sampai berbukit kecil dengan ketinggian
tempat rata-rata 100 meter di atas permukaan laut. Menurut klasifikasi Schmid dan
Ferguson, Cagar Alam Pananjung Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan curah hujan
rata-rata per tahun 3.196 mm, suhu udara antara 80-90%. Pada Cagar Alam ini terdapat
pula 3 padang gembala diantaranya Cikamal, Badeto, dan Nanggorak yang merupakan
sumber pakan satwa liar dari Banteng (Bos sondaicus), diperkirakan saat ini hanya terdapat
3 ekor banteng yang mendiami lokasi cagar alam.

Populasi banteng yang terdapat pada padang gembala tersebut semakin berkurang
dari populasi sebelumnya, kemungkinan difaktori dengan seiringnya jumlah rumput yang
relatif sedikit dengan adanya persaingan terhadap tanaman lain yang tumbuh bersama pada
padang gembala tersebut. Ketersedian rumput pada padang gembala ini disebabkan oleh
gulma yang merupakan tanaman pengganggu yang mampu hidup dominan di padang
gembala. Salah satu gulma yang paling dominan tumbuh pada padang gembala adalah
kirinyuh (Chromolaena odorata (L) R.M King and Robinson), tanaman lain yang dapat
tumbuh antara lain harendong (Melastoma sp.), kebo jalu, lamteni, laban ( Vitex
pubescens), kibaceta, tetra stegma, dan diasahan.

Kirinyuh (Chromolaena odorata (L) R.M King and Robinson) merupakan gulma
penting pada tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, kelapa sawit, kakao, tebu, kapas
dan Albizia falcataria (Anonim 1991). Gulma ini berasal dari Amerika Tengah dan Selatan
( Tjitrosemito 1996). Gulma ini dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dan akan
tumbuh lebih baik lagi apabila mendapat cahaya matahari yang cukup (Vanderwoude et al.
2005). Kondisi yang ideal bagi gulma ini adalah wilayah dengan curah hujan > 1000
mm/tahun (Binggeli 1997). Dengan demikian, gulma ini tumbuh dengan baik di tempat-
tempat yang terbuka seperti padang rumput, tanah terlantar dan pinggir-pinggir jalan yang
tidak terawat. Hal ini yang menyebabkan padang gembala di Cagar Alam Pananjung
Pangandaran didominasi dengan pertumbuhan kirinyuh, yang menghambat pertumbuhan
rumput yang merupakan pakan banteng.
Berbagai teknik pengendaliian terhadap tanaman ini telah dilakukan baik secara
fisik (manual dan mekanis) dan kimiawi, menurut Sipayung dan de Chenon (1995) kedua
teknik tersebut memerlukan biaya mahal. Dalam studi lapang yang dilakukan ini penulis
ingin mengetahui metode terbaik dalam pengendalian tanaman kirinyuh dengan melihat
parasitoid dari Pseudocares connexa sebagai agen pengendali Chromolaena odorata.
Penelitian ini sebelumnya telah dilakukan oleh SEAMEO BIOTROP pada tahun 2001 di
Pangandaran.

Tujuan

Studi Lapangan ini bertujuan mengetahui parasitasi Pseudocares connexa sebagai


agen pengendali hayati kirinyuh atau rumput siam (Chromolaena odorata) di padang
gembala Cikamal yang berada di kawasan Cagar Alam Penanjung Pangandaran, Jawa
Barat dengan mengamati jumlah puru terhadap tinggi tanaman dan jumlah bunga yang
dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai