Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Diagnosa
Kolelitiasis dapat dibagi menjadi beberapa stadium yaitu: asimptomatik (adanya batu
empedu tanpa gejala), simptomatik (kolik bilier), dan kompleks ( menyebabkan kolesistitis,
koledokolitiasis, serta kolangitis). Sekitar 60-80 % kolelitiasis adalah asimptomatik.1
Kolesistitis Simptomatik
1. Kolesistitis Kronik 2
Sekitar dua per tiga pasien dengan kolelitiasis juga mengalami kolesistitis yang
dikarakteristikan dengan adanya serangan nyeri berulang dan keadaan ini sering juga
dinamakan dengan kolik bilier. Nyeri terjadi ketika batu empedu menyumbat duktus sistikus
sehingga menghasilkan peningkatan tekanan dinding kandung empedu yang progresif. Secara
patologi terjadi perubahan kandung empedu mulai dari keadaan yang normal dengan hanya
sedikit inflamasi kronik pada mukosa menjadi kandung empedu yang mengkerut dengan
fibrosis transmural serta adhesi ke struktur sekitarnya.
Manifestasi klinis 2
Keluhan utama pasien biasanya berupa nyeri terus menerus dan makin makin dirasa nyeri
selama 1 jam pertama dan biasanya berlangsung selama 1-5 jam. Nyeri dirasakan terutama
pada epigastrium atau abdomen kuadran kanan atas dan seringkali menyebar ke punggung
kanan diantara skapula. Nyeri ini bisa sangat hebat dan muncul tiba-tiba, biasanya muncul
pada malam hari atau stelah pasien mengkonsumsi makanan berlemak. Keluhan ini dapat
juga disertai dengan mual dan muntah. Nyeri juga dapat bersifat episodik, pasien dapat
mengeluhkan adanya serangan nyeri yang menyebar diselingi dengan keadaan normal tanpa
gejala. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya nyeri tekan abdomen kuadran kanan
atas pada saat timbul episode nyeri. Jika pasien sedang dalam keadaan bebas nyeri, maka
pemeriksaan fisik dapat meberikan hasil yang normal. Pada pemeriksaan laboratorium
biasanya didapatkan hasil tes fungsi hati dan leukosit yang normal pada pasien kolesistitis
yang tidak memiliki komplikasi. Kondisi kolelitiasis yang atipikal juga sering muncul. Pada
keadaan ini biasanya tidak ditemukan nyeri abdomen kanan atas meskipun terdapat batu di
dalam kandung empedu nya. Jika nyeri berlangsung selama lebih dari 24 jam, harus segera
dicurigai terjadinya impaksi batu di dalam duktus sistikus atau terjadi kolesistitis akut.
Imapksi batu tersebut akan mengakibatkan kondisi yang dinamakan dengan hydrops kandung
empdu dimana terjadi keadaan berikut yaitu cairan empdu diabsorbsi namun epitel kandung
empedu terus menerus menghasilkan sekret mukus sehingga terjadi distensi kandung empedu
oleh mukus.
Pemeriksaan Penunjang
USG abdomen merupakan prosedur standard dalam menentukan diagnosa adanya
2
kolesistitis. Pemeriksaan ini relatif sederhana, cepat dan aman bagi pasien serta dapat
dilakukan pada siapa saja termasuk wanita yang sedang hamil. Sensitivitas USG dalam hal ini
bervariasi tergantung dari operator tetapi secara umum USG memiliki sensitivitas dan
spesivisitas yang tinggi untuk mendeteksi adanya batu empedu dengan ukuran > 2mm. USG
abdomen juga sangat bermanfaat dalam mendiagnosa kolesistitis akut tanpa komplikasi.
Gambaran yang didapatkan pada keadaan ini adalah adanya penebalan dinding kandung
empedu (> 5 mm), cairan perikolekistik, distensi kandung empedu > 5 mm. Ketika kandung
empedu sudah dipenuhi oleh batu seluruhnya, batu-batu tersebut dapat tidak terlihat pada
gambaran USG namun masih bisa didapatkan gambaran acoustic shadow. 1
Gambaran USG kandung empedu disertai dengan batu dan acoustic shadow.
2. Kolesistitis Akut 2
Sebanyak 90 - 95 % kolesistitis disebabkan sekunder karena kolelitiasis. Secara
umum kolesistitis merupakan suatu proses inflamasi. Obstruksi batu pada duktus
sistikus merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya distensi kandung
empedu, inflamasi, serta edema dinding kandung empedu. Pada kolesistitis akut
kandung empedu menjadi menebal dan kemerahan disertai dengan perdarahan
subserosa dan cairan perikolestatik. Selain itu pada mukosa kandung empedu tampak
hiperemis serta nekrosis di beberapa tempat. Jika disertai dengan adanya infeksi
sekunder bakteri, dapat terjadi kolesisititis gangrenosa dan terbentuk abses atau
empyema di dalam kandung empedu. Kadang kala juga dapat terjadi perforasi di
dareah subhepatik.
Manifestasi klinis 2
Kolesistitis akut dapat bermula dengan adanya serangan kolik bilier, tapi hal ini
berlawanan dengan keadaan kolik bilier itu sendiri yaitu karena nyeri yang timbul
tidak menghilang. Nyeri tersebut terus menerus menetap selama beberapa hari. Pasien
sering kali mengalami demam dan mengeluhkan adanya anoreksia, mual, muntah ,
lemas, dan apabila proses inflamasi sudah menjalar ke peritoneum parietale, maka
pasien akan malas untuk bergerak karena adanya nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan nyeri fokal pada abdomen kuadran kanan atas, dan Murphy sign yang
positif merupakan tanda yang khas pada keadaan ini. Pada pemeriksaan laboratorium
bisa didapatkan jumlah leukosit normal atau leukositosis sedang dengan jumlah
12.000 – 15.000/mm3 dan adanya peningkatan sedang dari bilirubin serum < 4mg/ml
seiring dengan peningkatan fosfatase alkali, transaminase dan amilase. Adanya ikterus
berat menandakan adanya batu pada duktus sistikus komunis atau obstruksi pada
duktus sistikus karena inflamasi perikolestatik sebagai akibat dari impaksi batu pada
infundibulum kandung empedu yang secara mekanis mengakibatkan obstruksi duktus
sistikus ( Mirizzi syndrome).
Pemeriksaan penunjang 2
USG abdomen merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang paling
bermanfaat dalam mendiagnosa adanya kolesistitis akut dengan sensitivitas dan
spesifisitas sebesar 95 %. Pada USG abdomen didapatkan gambaran berupa
penebalan dinding kandung empedu disertai dengan cairan perikolestatik. Nyeri tekan
pada daerah kandun emppedu saat probe USG menekan daerah tersebut juga
mengindikasikan adanya kolesistitis akut (sonographic Murphy sign positif). Selain
USG abdomen juga dapat dilakukan CT scan abdomen dengan gambaran yang
didapatkan berupa adanya penebalan dinding kandung empedu disertai dengan cairan
perikolestatik, dan batu empedu.
3. Koledokolitiasis 2
Batu pada duktus sistikus komunis dapat memiliki ukuran yang bervariasi mulai dari
ukuran kecil, besar, dengan jumlah tunggal maupun multipel dan dapat ditemukan
pada 6 – 12 % pasien dengan kolelitiasis dan insidennya akan meningkat sesuai
dengan meningkatnya usia. Adanya batu pada duktus sistikus ini disebabkan karena
migrasi batu dari duktus sistikus.
Manifestasi Klinis 2
Koledokolitiasis dapat bersifat asimptomatik dan seringkali ditemukan secara tidak
sengaja. Koledokolitiasis dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi total maupun
parsial dan dapat juga bermanifestasi sebagai kolangitis atau pankreatitis bilier. Nyeri
yang ditemukan pada pasien relatif sama dengan nyeri yang dirasakan pada keadaan
kolik bilier. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hasil yang normal namun dapat
juga ditemukan adanya nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas atau pada daerah
epigastrium disertai juga dengan adanya ikterus. Keluhan yang dirasakan bisa hilang
timbul biasanya berupa nyeri dan ikterus hilang timbul yang diakibatkan karena
adanya batu yang secara sementara mengimpaksi ampulla dan kemudian berpindah.
Untuk batu yang kecil, maka batu ini dapat melewati ampulla secara spontan disertai
dengan menghilangnya gejala-gejala klinis namun lambat laun batu akan
mengimpaksi secara total dan mengakibatkan ikterus progresif. Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan bilirubin serum, fosfatase alkali, dan
transaminase.
Pemeriksaan penunjang 2
USG abdomen merupakan pemeriksaan radiologis pertama yang berguna untuk
mengidentifikasi adanya batu pada kandung empedu dan menentukan ukuran duktus
sistikus komunis. Pada USG abdomen didapatkan gambaran berupa pelebaran duktus
sistikus komunis > 8 mm. Selain USG abdomen juga dapat dilakukan pemeriksaan
Magnetic Resonance Cholangiography (MRC) yang dapat memberikan gambaran
anatomis yang detail dalam mendeteksi koledokolitiasis dengan nilai sensitivitas dan
spesivisitas sebesar 95 dan 89 %. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan
Endoscopic Cholangiography yang merupakan gold standard untuk mendeteksi
adanya koledokolitiasis. Dengan Endoscopic Cholangiography bisa didaptakan
keuntungan yaitu selain dapat digunakan sebagai sarana diagnostik, juga berguna
sekaligus sebagai sarana terapi.
Gambaran MRCP normal yang menunjukkan duktus sistikus komunis (panah biru)
dan duktus pankreatikus (panah putih)
Gambaran MRCP yang menunjukkan 2 buah batu pada duktus sistikus komunis.
4. Kolangitis 2
Kolangitis merupakan satu dari dua komplikasi utama dari batu duktus koledokus,
sedangkan komplikasi lainnya lagi berupa pankreatitis bilier. Kolangitis akut merupakan
suatu infeksi bakteri yang menyebar dari bawah ke atas yang disebabkan karena adanya
obstruksi parsial maupun total dari duktus biliaris. Dalam keadaan normal, cairan empedu
yang dihasilkan oleh hati bersifat steril, demikian pula dengan kondisi steril cairan empedu
yang disimpan di dalam kandung empedu dipertahankan dengan aliran empedu yang
berkesinambungan disertai dengan substansi antibakterial yang terdapat di dalam cairan
empedu itu sendiri berupa imunoglobulin. Gabungan antara infeksi bakteri disertai dengan
obstruksi bilier yang umumnya disebabkan karena batu empedu merupakan faktor yang
penting dalam terjadinya kolangitis. Organisme-organisme yang umumnya menyebabkan
kolangitis yaitu antara lain Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus faecalis,
dan Bacteroides fragilis.
Manifestasi Klinis 2
Kolangitis dapat bermanifestasi sebagai suatu kondisi yang bervariasi mulai dari keadaan
klinis yang ringan, sedang, dapat sembuh spontan sampai dengan suatu keadaan berat dan
mengancam jiwa seperti pada keadaan septikemia. Gejala yang paling umum muncul adalah
gejala-gejala yang dikenal sebagai Charcot triad dan muncul pada dua pertiga dari pasien-
pasien yaitu berupa demam, nyeri epigastrium atau nyeri abdomen kuadran kanan atas, dan
disertai dengan ikterus. Gejala klinis yang muncul dapat berkembang secara progresif disertai
sepsis dan keadaan ini dikenal sebagai Reynolds pentad (adanya demam, ikterus, nyeri
abdomen kuadran kanan atas, syok septik dan perubahan status mental). Namun demikian
keadaan ini juga bisa bermanifestasi sebagai suatu keadaan yang atipikal yaitu berupa demam
yang tidak terlalu tinggi, ikterus atau nyeri abdomen kanan atas. Keadaaan ini biasanya
terjadi pada orang dewasa yang bila mengalami infeksi ini tidak memberikan gejala yang
bermakna sampai suatu saat jatuh kedalam kondisi sepsis. Pada pemeriksaan abdomen, hasil
yang ditemukan tidak dapat dibedakan dari keadaan kolesistitis akut. Sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan adanya leukositosis, hiperbilirubinemia, dan
peningkatan fosfatase alkali serta transaminase.
Pemeriksaan Penunjang 2
Pemeriksaan USG abdomen berguna untuk mendeteksi adanya kolangitis apabila pada pasien
tersebut belum pernah didiagnosa memiliki batu empedu sebelumnya karena dalam
pemeriksaan akan nampak adanya batu empedu disertai dengan duktus yang berdilatasi.
Pemeriksaan radiologis definitif yang juga berguna untuk diagnosa adalah Endoscopic
Retrograde Cholangiopangcreatography (ERCP), namun apabila ERCP tidak tersedia, dapat
dilakukan pemeriksaan Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC). Dengan ERCP
dan PTC dapat ditentukan level sereta penyebab obstruksi, memungkinkan pengambilan
cairan empedu untuk dikultur, pengambilan batu empedu apabila terdapat batu empedu, dan
drainase cairan empedu dengan kateter drainase atau dengan stent. CT scan dan MRI juga
dapat berguna untuk menetukan apakah terdapat masssa periampular sebagai penyebab dari
dilatasi duktus.
Gambaran ERCP dengan batu empedu pada duktus sistikus komunis
Percutaneous Transhepatic Cholangiography
Pankreatitis bilier 2
Batu empedu yang terdapat di duktus biliaris komunis sering memiliki hubungan dengan
terjadinya pankreatitis akut. Obstruksi duktus pankreatikus karena impaksi batu atau
obstruksi sementara oleh batu yang kemudian melewati ampulla dapat mengakibatkan
pankreatitis. USG saluran empedu pada pasien dengan pankreatitis merupakan hal yang
penting untuk dilakukan. Jika terdapat batu empedu dan pankreatitis yang disebabkan
sifatnya berat, tindakan ERCP disertai dengan sfinkterektomi dan ekstraksi batu dapat
menghentikan perjalanan penaykit pankreatitis. Setelah pankreatitis hilang, harus langsung
dilakukan pengangkatan kandung empedu saat itu juga. Jika terdapat batu empedu dan
pankreatitis yang terjadi tidak terlalu berat serta dapat sembuh spontan,maka hal ini
menandakan bahwa batu empedu sudah melewati duktus / ampulla . Untuk pasien-pasien
dengan kondisi seperti ini, perlu dilakukan kolesistektomi dengan kolangiogram intraoperatif
atau ERCP preoperatif.
1. http://emedicine.medscape.com/article/774352-overview
2. Brunicardi FC et.all. Schwartz’s Manual of Surgery 8th edition. United States of
America. McGraw Hill.2006.