Anda di halaman 1dari 27

Pneumothoraks

Suatu keadaan dimana terdapatnya udara dalam cavum pleura, akibat :

 Robeknya pleura viseralis, udara masuk, tekanan cavum pleura negatif  menyebabkan Pneumothoraks
sederhana tertutup
 Robeknya dinding dada dan pleura parietalis, udara masuk kedalam cavum pleura “ sucking wound”  
menyebabkan  Pneumothoraks Terbuka

 Bila kebocoran pleura bersifat ventil, udara masuk saat inspirasi dan tidak dapat keluar saat ekspirasi 
disebut  Tension Pneumothoraks  akan  menyebabkan kolaps paru dan terdorongnya isi  rongga dada
kasisi sehat, mengganggu aliran darah  sehingga terjadi  shock non hemorrhagi

 Udara bisa masuk ke bawah kulit menyebabkan  Emfisema cutis

 Udara masuk ke mediastinum  disebut  Emfisema mediastinal

Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang antar pleura dan merupakan
suatu keadaan gawat darurat dalam dunia kedokteran serta harus memperoleh pertolongan secepatnya. Adanya
udara bebas dalam rongga antar pleura menyebabkan kollapsnya paru (Rusmiati dkk, 1999).

Klasifikasi pneumothoraks

1. Berdasarkan terjadinya maka pneumothoraks dibagi menjadi


o Pneumothoraks Artifisial

o Pneumothoraks Traumatika

Pneumothoraks iatrogenik merupakan bagian dari pneumothoraks taumatika yang terjadi akibat komplikasi dari
suatu tindakan diagnostik seperti pemasangan kateter vena sentral atau tekanan positif ventilasi mekanik.
(Rusmiati dkk, 1999).

 Pneumothoraks Spontan

-          Pneumothoraks spontan primer (PSP)

-          Pneumothoraks spontan sekunder (PSS)

2.  Berdasarkan fistulanya

 Pneumothoraks terbuka
 Pneumothoraks tertutup

 Tension pneumothoraks

3.  Berdasarkan derajat kolaps

 Pneumotoraks total
 Pneumothoraks partial (Azis,2001)

Pneumothoraks katamenial (monthly pneumothoraks) merupakan bagian dari pneumothoraks spontan yang terjadi
sehubungan dengan siklus mentruasi terjadi pada wanita yang berumur antara 30-40 tahun dan terjadi dalam  72
jam pertama dari mentruasi. Secara khusus disebutkan tentang pneumothoraks spontan sekunder yang
berhubungan dengan AIDS, pneumothoraks spontan sekunder ini mempunyai prognosis jelek karena sering
ditemukan pada stadium akhir infeksi HIV. Banyak pasien ini yang meninggal dalam tiga hingga enam bulan
setelah  terjadinya pneumothoraks (Sahn, 2000).
Menurut asalnya terjadinya :

Pneumotoraks Spontan

Adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa atau dengan adanya penyakit paru yang mendasarinya.

Dibagi 2 jenis :

1. Primer

Terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari. Keadaan ini terjadi karena robeknya kantong udara dekat
pleura viseralis. Sering pada usia 20-40, pria > wanita, kadang ditemukan blep atau bulla dilobus superior

Pneumothoraks yang terjadi pada individu tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasarinya. Umumnya
terjadi pada dewasa muda, tidak ada riwayat menderita penyakit paru sebelumnya, tidak berhungan dengan
aktivitas fisik tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan penyebabnya tidak diketahui (Azizman, 1995). Menurut
Fraser, dkk (1991) hal ini terjadi karena robeknya suara kantong udara dekat pleura viseralis. Penelitian secara
patologi membuktikan pada reseksi jaringan paru tampak satu atau dua ruang yang berisi udara dalam bentuk
bleb atau bulla.

Sampai sekarang mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan primer masih belum jelas. Penjelasan yang dapat
diterima adalah pneumothoraks itu sendiri oleh karena rupturnya bleb kecil didaerah apeks paru walaupun
kemungkinan besar bleb tersebut merupakan variabel yang tidak dapat ditemukan. Bleb kemungkinan mempunyai
hubungan dengan dasar dari emphisema

Mekanisme lainnya adalah terjadi degradasinya jaringan elastis paru yang diinduksi oleh rokok. Hal ini terjadi
karena ketidak seimbangan antara protease – anti protese dan sistem oksidan – antioksidan. Setelah terbentuknya
bulla yang diikuti oleh inflamasi yang menginduksi terjadinya obstruksi pada pada saluran nafas kecil dan  
terjadinya kenaikan tekanan alveolar yang menyebabkan masuknya udara ke jaringan interstisial parum. Udara
selanjutnya masuk ke hilum, naiknya tekanan dalam ruang mediastinum yang diikuti oleh rupturnya pleura
parietalis mediastinalis menyebabkan terjadinya pneumothoraks. Hasil analisis histopatologi dan pemeriksaan
dengan mikroskop elektron terhadap jaringan yang didapat dari hasil operasi tidak menunjukkan adanya defek
pada pleura viseralis

Walaupun secara klinis pneumothoraks spontan primer tidak didapatkan adanya kelainan paru tapi Lesur dan Co
dalam Light (1993) melaporkan bahwa dengan pemeriksaan CT-Scan dada pada 20 pasien dengan pneumothoraks
spontan

primer didapatkan 16 pasien (80%) adanya emfisema subpleura di apeks. Sahn dkk (2000) mendapatkan adanya
bulla subpleura 76-100% pada pasien pneumothoraks saat dilakukan video-assisted thoracoscopic surgery dan
dengan CT-Scan dada didapatkan adanya bulla ipsilateral pada 89% pasien dengan pneumothoraks primer.

2. Sekunder

Terjadi dengan penyakit paru yang mendasarinya. misal :

 COPD
 Focus TB kaseosa

 Ashma bronchiale

 Blep emfisema

 Ca primer /metastase

 Pneumoni
Pneumothoraks spontan sekunder merupakan bagian dari pneumothoraks yang terjadi karena adanya penyakit
parenkim paru atau saluran pernafasan  yang mendasari terjadinya pneumothoraks. (Thurlbeck dkk, 1995). 
Pneumothoraks ini terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura yang sering berhubungan dengan
penyakit paru yang mendasarinya dan yang paling sering adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Johnston,
1980). Penyakit lainnya adalan kistik fibrosis dimana terjadi ruptur dari kistik subpleura di apeks paru. Asma
bronchiali dapat menyebabkan PSS karena adanya udara yang terperangkap sehingga tekanan intra alveolar
meningkat kemudian terjadi robekan alveoli yang diikuti dengan mengalirnya iudara menyusuri jaringan interstisial
sampai ke pleura viseralis dan mediastinum (Bahar, 1990). Pneumothoraks spontan sekunder terjadi karena
adanya kelemahan pada stuktur parenkim paru dan  pleura.

Konsep dasat terjadinya pneumothoraks dibagi atas :

1.  Penyakit-penyakit yang menghasilkan kenaikan tekanan intrapulmoner

2.  Penyakit-penyakit yang menyebabkan menebal atau menipisnya dinding kista

3.  Penyakit-penyakit yang menyebabkab rusaknya parenkim paru

Tuberkulosis paru dapat menyebabkan pnemothoraks dengan mekanisme rupturnya lesi cavitasi atau nekrosis
keruang pleura. (Thurlbeck,dkk.1995).  Sedangkan menurut Sahn (2000) ketika tekanan alveolar melebihi tekanan
interstisial paru sebagaimana yang terjadi pada PPOK dan inflamasi saluran nafas setelah batuk, udara yaqng
berasal dari ruptur alveolus bergerak ke interstisial dan belakang paru sepanjang berkas bronkvaskuler kearah
hillus ipsilateral dari paru, menghasilkan pneumomediastinum; jika terjadi ruptur pada hillus dan udara bergerak
melalui pleura parietalis mediastinalis ke cavum pleura dan menghasilkan pneumothoraks.

Mekanisme lainnya yang bisa menyebabkab terjadinya pneumothoraks spontan sekunder adalah udara yang
berasal dari alveolus secara langsung masuk kedalam cavum pleura sebagai akibat dari nekrosis jaringan paru,
disebabkan oleh P.carinii pneumonia.

Gambaran klinis dari pneumothoraks adalah : sesak nafas, suara nafas menurun pada sisi yang terkena dan 
perkusi hipersonor. Sedangkan gambaran radiologis dari pneumotoraks adalah adanya bayangan udara yang
cembung tanpa ada gambaran struktur paru, yang memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis yang
cenderung berkumpul pada bagian atas sisi lateral dan tampak gambaran paru yang kolaps berkumpul didaerah
hillus (Bahar,1990: Staufer, 1998)

Terapi utama pada pneumothoraks adalah evakuasi udara yang terdapat didalam cavum pleura dan mencegah
terjadinya kekambuhan. Pilihan terapi untuk pneumothoraks mencakup observasi, aspirasi sederhana dengan
kateter, WSD, pleurodesis,thoracoscopi melalui insersi port tunggal kedalam dada,   video – asisted  bedah
thoracoscopi  dan thoracotomi (Sahn dkk, 2000; Fry dkk, 2000). Indikasi thoracotomi meliputi fistel yang
persisten, pneumothoraks berulang, pneumothoraks inisial pada pasien pneumonectomy ( hidup dengan satu paru)
dan pneumothoraks yang terjadi pada pasien dengan faktor resiko pekerjaan seperti : pilot pesawat dan penyelam
(Fry., W.A., dkk, 2000).

Patogenesis

Sampai sat ini belum jelas, dimana bisa terjai tiba2.Dioerkirakan karena ruptur blep / billa 85%. Tekanan negatif
cavum pleura (terisi cairan 10-20 cc berfungsi sebagai pelemas) dan gerakan respirasi serta adanya ball valve efek
dari jaringan yang kolaps saat ekspirasi memudahkan terjadinya pneumotoraks.

Bulla

Suatu kantong udara dibatasi sebagian oleh pleura fibrotik yang menebal dan sebagian oleh jaringan fibrotik pari
serta oleh jaringan paru yang emfisematous

Blep : Terbentuk oleh alveoli yang pecah melalui jaringan interstitial ke dalam  lapisan fibrous tipis dari pleura
viseralis yang berkumpul dalam bentuk kista dan biasanya di apex.

Bulla / Blep menurut terjadinya dibagi :


Kongenital

Aquisita

-         Bullous emfisema

-         Sub pleura blep / Pneumatocele

Klinis :

 Pasien nampak sehat, biasnya dewasa kurus


 Pasien tua dengan bronkhitis kronis dan emfisema

 Nyeri dada pada paru yang terkena

 Sesak nafas

Pemeriksan Fisik :

 Palpasi           :  fremitus melemah sampai menghilang


 Perkusi          :  Sonor atau hipersonor

 Auskultasi : suara nafas melemah sampai menghilang

Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium  : AGD : hipoksia


 EKG  :  perubahan axis QRS dan gelombang T prekordial

 Radiologi  :  Posisi erect PA saat inspirasi dan Ekspirasi 15% blep/bulla (+)

Komplikasi

 Tension Pneumotoraks 3-5 %


 Piopneumotoraks

 Hematopneumotor

Penatalaksanaan

 Observasi  ,  tiap 6-8 jam


 Suplemen O2

 Simple Aspirasi

 Tube Torakostomi atau Drainase intercostal

Bila klinis baik, paru mengembang penuh , tunggu 1-2 hari agar kebocoran menutup kembali , WSD diklem, bila
baik dicabut. Bila 1 minggu dengan fisioterapi nafas gejala menetap pasang drain kembali

 Tube Torakostomi + Instilasi Sclerosant (Pleurodesis)

Premedikasi  :
gol Benzodiazepam + lidocain 4 mg/kgBB dalam 50 cc aquabidest

Sclerosant

 Tetracyclin :  550 mg + 20 cc aquabidest

Alternatif :

Mynocyclin 300 mg dalam 50 cc aquabidest ,  efektif untuk fistel bronchopleural post reseksi pulmo

Doxyciclin  :  efusi pleura karena malignitas

 Talc :  5 gram dalam 250 cc N-salin atau langsung

 Bleomycin tidak dianjurkan karena  tidak efektif

 Torakoskopi

Indikasi :

 Paru tidak mengembang selama 7 hari suctioning


 Broncopleural fistel persisten > 7 hari

 Pneumotoraks rekurens post chemical pleurodesis

 Pasien penyelam dan penerbang

 Open Torakotomi

Pneumotoraks Traumatic

Pneumothoraks Induced

Menurut bentuknya dibagi :

 Closed Pneumotoraks
 Open Pneumotoraks

 Valvular Pneumotoraks

Secara Kinis dibagi :

Tertututp :

 Sederhana (Simple pneumothoraks)


 Desakan  (Tension pneumothoraks)

Terbuka :  Suctkin chest Wound / luka dada menghisap

Pneumothoraks Tertutup

Penyebab :
 Biasanya akibat patah tulang iga pada suatu trauma tumpul dimana tulang menusuk paru-paru
 Dapat juga tanpa patah tulang iga, misal : peninggian tekanan intra alveolar secara mendadak saait
inspirasi dengan glottis tertutup, alveoli akan pecah sehingga terjadi pneumothoraks. Keadaan ini
cenderung sembuh sendiri dengan adanya kuncupnya paru, lubang yang terbentuk akan menutup.

 Robekan esofagus atau Tracheobronchial

Apabila lubang tidak menutup waktu paru menguncup, saat inspirasi udara akan keluar, sedang waktu ekspirasi
udara tidak dapat kembali à Tension pneumothoraks.

Berdasarkan volume rongga pleura dan Derajat penguncupan paru,p pneumothoraks Sederhana dibagi :

 < 15%          pneumothoraks ringan


 15 – 60 %    pneumothoraks sedang / menengah

 >  60 %        pneumothoraks berat

Pneumothoraks Terbuka

Biasanya akibat trauma tumpul atau tajam menimbulkan luka terbuka, akibatnya paru-paru akan kuncup dengan
tiba2. Waktu inspirasi paru yang sakit akan menguncuop, dan waktu ekspirasi akan sedikit mengembang. Hal ini
akibat karena waktu ekspirasi udara paru yang sehat sebagian akan masuk ke dalam paru yang kuncup dan udara
yang kotor akan terhisap kedalam paru yang sehat waktu inspirasi berikutnya ,  pernafasan Pendulum.

Diagnosis Pneumothoraks

1.   Klinis dan Pemeriksaan Fisik

 Sesak nafas, sianosis


 Perkusi       :  timpani dan dullness pada daerah yg kolaps

 Auskultasi  :  suara nafas melemah sampai hilang

2.   Radiologis ,  kecuali pada Tension pneumothoraks

Tindakan :

 Bila minimal  : Aspirasi melalui sela iga II 2,5 cm lateral sternum


 Bila paru kolaps 1/3 bagian pasang drainase sistem 3 botol , kontrol foto tiap 24 jam, bila mengembang
drain diklem 24 jam , tidak sesak maka drain dilepas dan dilanjutkan fisioterapi.

Tension Pneumothoraks

Merupakan akibat lanjut dari Close pneumotoraks atau jenis pneumothoraks dengan fenomena katup yang
menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura tetapi tidak dapat keluar lagi. Akibatnya udara terus
bertambah menimbulkan peningkatan tekanan pada cavum pleura, sehingga akan menggeser mediastinum ke
arah paru yang sehat.

Akibat pergeseran mediastinum dapat menimbulkan kematian karena :

 Di mediastinum  terdapat jantung , aorta, saraf dan vena cava superior dab inferior, sehingga akan
terganggu terutama vena cava. Akibat gangguan vena cava maka aliran balik vena ke jantung akan
berkurang dan berlanjjut turunnya Cardiac Output, selanjutnya akan akan timbul shock non hemoragik
 Mediastinum yang terdesak ke paru – paru sehat mengakibatkan ventilasi terganggu sehingga
menimbulkan Hipoksia korban
Syarat terjadinya Tension Pneumothoraks :

 Rongga pleura utuh


 Ada mekanisme ventil

Tanda-tanda Tension Pneumotoraks

 Sesak nafas, sianosis


 Tekananan darah menurun, nadi cepat dan lemah

 Perkusi paru  :  Hipersonor

 Auskultasi  : vesikuler menghilang

 Shock non hemoragik

 Gelisah akibat hipoksia

Penanganan :

 Tusuk dengan jarum besar di SIC 2 untuk dekompresi


 Pemasangan WSD  à turunkan tekanan dan alirkan udara

Pneumothoraks  Katamenial

Pneumotoraks katamenial (PK) didefinisikan sebagai sindroma pneumotoraks berulang yang terbanyak terjadi
antara 48-72 jam setelah menstruasi sedangkan pneumotoraks sendiri adalah gas yang terakumulasi pada rongga
pleura. Pneumotoraks katamenial merupakan suatu kondisi yang jarang, terjadi secara spontan dengan sebab
yang tidak diketahui dan ditandai oleh penambahan udara di rongga pleura secara akumulasi selama menstruasi.
Sindroma ini pertama kali dijelaskan oleh Maurer dkk. pada tahun 1958 dan secara resmi diberi nama oleh
Liddington dkk. pada tahun 1972. Angka kejadian PK 2,8-5,6% dari semua kejadian pneumotoraks spontan pada
perempuan. Usia penderita antara 19-54 tahun, terbanyak berusia 30-40 tahun dan 90-95% terjadi pada paru
sebelah kanan.5,6 Dari analisis yang dilakukan oleh Joseph dkk.4 terhadap 110 penderita sindroma endometriosis
toraks, manifestasi terbanyak adalah pneumotoraks (73%) kemudian hematotoraks (14%), hemoptisis (7%) dan
nodul paru (6%).

PATOGENESIS

Empat teori saat ini masih diyakini untuk menerangkan mekanisme patogenesis terjadinya PK yakni:

 Peningkatan kadar prostaglandin selama menstruasi yang ditandai dengan efek prostasiklin F2 dapat
menyebabkan spasme pembuluh darah dan bronkus sehingga dipercayai sebagai penyebab kerusakan
alveoli hingga terjadi pneumotoraks.
 Bula subpleura yang pecah spontan akibat perubahan hormon saat menstruasi.

 Keterlibatan gumpalan mucus yang menghilang dari rongga serviks sehingga udara masuk ke dalam
rongga peritoneum dan diyakini udara tersebut masuk ke rongga toraks melalui diafragma yang cacat.

 Model metastasis. Jaringan endometrium menempel ke rongga toraks dengan dua cara yaitu penjalaran
langsung melalui diafragma yang cacat dan mikro emboli melalui vena pelvis.

Teori pertama dan kedua tidak dapat menerangkan sebab terbanyak terjadi pada paru sisi kanan dan pemeriksaan
torakoskopi pada beberapa penderita tidak ditemukan bula yang pecah atau utuh dalam paru. Mekanisme
patogenesis PK yang pasti masih belum jelas, sama halnya dengan insiden dan penatalaksanaan PK.7

DIAGNOSIS
Diagnosis PK sulit ditegakkan karena untuk mendapatkan jaringan endometrium dalam rongga toraks tidak mudah.
Gejala dan tanda terbanyak PK adalah pneumotoraks spontan, sesak napas dan nyeri dada yang dapat menjulur ke
bahu dan leher.6 Dasar diagnosis PK adalah nyeri dada atau pneumotoraks spontan yang berhubungan dengan
menstruasi dan terjadi dominan pada sebelah kanan.

Riwayat endometriosis dalam keluarga perlu ditanyakan dan pemeriksaan ginekologi sebaiknya dilakukan walaupun
endometriosis pelvis hanya dapat diidentifikasi 22-37% penderita yang didiagnosis PK.8 Seromarker Calscium 125
(125Ca)serum dan peritoneum meningkat 2-5 kali angka normal, di luar kondisi keganasan dapat menunjukkan
pertumbuhan jaringan endometrium di luar uterus dan penurunan 125Ca berkorelasi terhadap perbaikan penyakit
dan hasil pengobatan.9 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan pada toraks adalah foto dan CT Scan
toraks, sedangkan pemeriksaan invasif berupa torakoskopi dan torakotomi eksplorasi.3 Diagnosis PK pasti dengan
melakukan pemeriksaan histopatologi sediaan lesi yang diambil saat torakoskopi atau torakotomi eksplorasi.
Joseph dkk. mendapatkan 80 penderita pneumotoraks spontan dari 110 sindroma endometriosis toraks, 61
penderita diantaranya (76%) dilakukan eksplorasi toraks melalui torakotomi atau torakoskopi ternyata ditemukan
kelainan pada diafragma sebanyak 26%, endometriosis pleura sebanyak 13%, bula 23% dan tidak ditemukan
kelainan sebanyak 25%. Pemeriksaan patologi memberikan gambaran fibrosis, peradangan kronik, degenerasi dan
kalsifikasi distrofi. Gambaran mikroskopik terlihat banyak hemosiderin-laden macrophage dan sel multinukleat
besar yang menunjukkan perdarahan yang telah dorganisis, terlihat juga kelenjar dan jaringan endometrium yang
terkumpul di tengah.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan PK terbagi menjadi invasif dan noninvasif atau dibagi menjadi pengobatan medis dan
pembedahan yang memiliki perbedaan efikasi, risiko dan keuntungan.5 Pengobatan secara bedah lebih baik
dibandingkan dengan obat-obatan dalam menurunkan kekambuhan gejala termasuk pneumotoraks berulang.3
Torakotomi merupakan cara yang paling invasif sehingga tidak dianjurkan sebagai pengobatan pilihan pertama
walaupun saat ini prosedur pembedahan dapat meminimalkan teknik invasif dan menggunakan cara yang aman.10
Obat-obatan yang dapat digunakan pada PK bertujuan menekan aktiviti dan pertumbuhan jaringan endometrium
dalam rongga toraks dengan cara menekan ovulasi dan pengeluaran estrogen. Obat-obatan tersebut dapat
berupa :

 Derivat testosteron  (danazol). Obat ini bekerja dengan menekan fungsi gonadotropin sehingga terjadi
blokade estrogen. Efek samping obat ini adalah penambahan berat badan, penumpukan cairan tubuh,
lemah, timbul jerawat, muka terasa panas, tumbuh rambut di muka dan suara berat. Efikasi obat ini tidak
terlalu bagus karena hanya mencegah kekambuhan sebesar 50%.
 Kontrasepsi oral, merupakan kombinasi progestin dan estrogen atau progestin saja. Obat ini menekan
ovulasi dan dapat mencegah kekambuhan pneumotoraks sekitar 50%. Efek samping obat ini adalah perut
membesar, nafsu makan meningkat, penumpukan cairan tubuh, mual dan trombosis vena dalam.

 Agonis Gonadotropin releasing hormone (GnRH), yaitu lupron, triptoreline, busereline dan gosoreline
merupakan pilihan lain pengobatan PK. Awal kerja obat ini merangsang pengeluaran hormon gonadotropin
dari kelenjar pituitari dan beberapa minggu setelah pemberian justeru akan menekan pengeluaran
hormon tersebut.  Obat ini sangat efektif mencegah kekambuhan pneumotoraks bila diberi dalam jangka
waktu lama sampai lebih dari satu tahun dengan dosis 3,5 mg subkutan setiap bulan. Efek samping obat
tersebut berupa hipoestrogenia, muka terasa panas dan kehilangan materi tulang.

Pengobatan PK secara bedah dapat berupa pleurodesis/pleurektomi, histerektomi (THBSO/total hysterectomy and
bilateral salpingo-oophorectomy) sebagai pengobatan definitif, torakoskopi/torakotomi (reseksi lesi endometrial,
penutupan defek diafragma, abrasi pleura dan stapling bula).  Beberapa cara pengobatan pembedahan :

 Pleurodesis efektif mengurangi kekambuhan pneumotoraks tetapi tidak menyelesaikan akar permasalahan
sehingga tidak dijadikan sebagai pengobatan utama. Penderita PK yang dilakukan pleurodesis tetap
merasakan nyeri dada saat menstruasi walaupun paru tidak kolaps.
 Histerektomi bertujuan mengeliminasi sumber utama estrogen dan dilakukan pada penderita yang tidak
ingin hamil, ini sangat efektif tetapi penambahan estrogen akan menjadi masalah akibat hipoestrogen
yang terjadi.

 Torakoskopi dan torakotomi merupakan dua cara yang dilakukan untuk mencari penyebab PK.
Torakoskopi lebih disukai karena kurang invasif dan dapat meneliti dinding toraks dan diafragma, bila
didapatkan implantasi endometrial maka reseksi harus dilakukan untuk membatasi penyebaran
endometrial. Pleurodesis atau pleurektomi juga dilakukan bila diyakini dapat mencegah kekambuhan.
Angka kekambuhan pengobatan dengan pemberian hormon lebih tinggi dibandingkan dengan pembedahan.
Kekambuhan selama 6 bulan sebanyak 95% tidak terjadi pada cara pembedahan, sedangkan hanya 50% pada
pemberian hormon. Kekambuhan selama satu tahun menjadi 75% pada pembedahan dan 40% pada pemberian
hormon. Banyak kasus PK pada awal dilakukan penatalaksanaan sama seperti pneumotoraks spontan kemudian
langkah berikutnya adalah pemberian agonis GnRH atau hormon yang lain dan bila tidak respons maka dilakukan
cara invasif. Pada akhirnya penatalaksanaan PK dilihat kasus per kasus tergantung masing-masing individu, umur,
status fertiliti dan gambaran patologi yang ditemukan.

Pneumotoraks katamenial merupakan kelainan klinis yang jarang dan belum diketahui etiologinya. Hipotesis yang
paling banyak diketahui adalah terdapat aliran udara dari traktus genitalia melalui fenestrasi endometrial di dalam
diafragma. Meskipun beberapa laporan menunjukkan terdapat hubungan dengan endometriosis diafragmatik,
hanya sedikit yang telah diketahui terjadi implant endometrial di dalam pleura viseral. Dalam makalah ini
dijelaskan suatu kasus pneumotoraks katamenial yang sangat jarang pada perempuan, 1 tahun pascahisterektomi,
disebabkan oleh endometriosis ektopik di dalam pleura visceral yang telah diperiksa secara histopatologik.

Thorak

Anatomi

Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian belakang pada vertebra thorakalis dan di depan pada
sternum. Iga ke 8,9,10 menempel pada costa VII. Iga ke 11 dan 12 mengambang pada otot2. Dinding dada terdiri
dari tulang vertebra thoracalis 1 s/d 12, 12 costa dan sternum , cartilago costa dan otot.

Rongga dada mempunyai 2 pintu masuk yaitu :

1   Pintu Masuk Atas / Apertura Thoracalis Superior

 Lateral : Cartilago costa & costa I


 Anterior : Manubrium Sterni

 Posterior : Corpus Vertebra thorakal I

2   Pintu Masuk bawah / Apertura Thoracalis Inferior

 Anterior : Cartilago Costa VII – X & Xiphisternalis joint


 Posterior : Vertebra Vth-XII & Costa. Ditutupi oleh struktur fibromuskular dikenal sebagai Diafragma.

Rongga dada dibagi menjadi kompartimen :

 Sebelah kanan adalah Hemithoraks Dekstra


 Sebelah kiri adalah Hemithoraks Sinistra

 Tengah adalah Mediastinum

Costa berdasarkan perlekatannya dengan sternum dibagi 3 :

1. Costa Vera : costa 1 – 7 melekat langsung pada sternum


2. Costa Spuria : costa 8 – 10

3. Costa Fluktuates : costa 11 – 12 , tidak menempel pada sternum

Otot – otot Extrinsik dinding dada terdiri :

 M.pektoralis mayor dan minor (superficial)


 M.Seratus anterior

 M. Trapezius
 M. Latissimus Dorsi

 M. Rhomboideus Mayor dan Minor

Otot – otot  Intrinsik terdiri dari :

 M. intercostalis internus
 M. Intercostalis eksternus Semua diinervasi oleh n.intercostalis kecuali m.pektoralis mayor dan minor.
Vaskularisasi oleh r.intercostalis anterior cabang a.mamaria interna dan r.intercostalis posterior cabang
a.intercostalis superior dan aorta thoracalis.

Dinding dalam dinding thoraks ditutupi oleh Pleura parietal, dimana Pleura ini berlanjut menutupi paru sebagai
Pleura viseralis. Pelipatan pleura ini terjadi pada hillus pulmo dan tepat dibawah hilus terjadi duplikator pleura
parietal yang dikenal sebagai Ligamentum Pulmonalis.

Keadaan ini penting misal pada kasus pneumothoraks, paru akan mengecil kearah hilus dan ligamentum
pulmonalis, sedang pada kasus hematotoraks paru yang mengecil hanya bagian bawah, karena darah cenderung
mengumpul dibawah sesuai arah gravitasi.

 Fraktur iga 1 – 3 , kemungkinan cedera pembuluh darah besar


 Fraktur iga 4 – 7 , kemungkinan cedera jantung dan paru

 Fraktur iga 8 – 12 , kemungkinan cedera organ intra abdomen

Dinding dada tersusun dari cutis,subcutis, glandula mammae ( pada wanita ),fascia ,otot dan pleura parietal. Otot
dada terdiri dari m pectoralis mayor, m pectoralis minor, m intercostalis externa, costa,m intercostalis internus, m
intercostalis intima, dan m. tranversus thoracalis ,seperti pada gambar

Anatomi Paru

Arteri Pulmonalis membawa darah venous dari ventrikel kanan mengikuti bronchia melanjutkan diri sebagai kapiler
pada alveoli. Vena pulmonalis mulai dari kapiler paru membawa darah mengandung O2 ke ventrikel kiri ke seluruh
tubuh.

Arteri bronchialis merupakan cabang langsung dari aorta.Paru-paru terdiri dari 5 lobus :

1.   Paru kanan 3 lobus , terdiri 10 segmen

 Lobus Superior : segmen apical, anterior, posterior


 Lobus anterior

 Lobus Inferior

2.   Paru kiri 2 lobus , terdiri dari 8 segmen

 Lobus Superior : segmen apicoposterior, anterior, linguilaris sup & inf


 Lobus Inferior : segmen superior, anteromedis basal, laterobasal

Fisiologi Pernafasan

Udara di luar tubuh dapat masuk ke dalam tubuh jika tekanan paru lebih kecil daripada tekanan atmosfer. Tekanan
paru dapat lebih kecil jika volume paru diperbesar. Besarnya volume paru disebabkan pembesaran rongga
dada.Pembesaran rongga dada disebabkan oleh 2 faktor yaitu Thoracal dan Abdominal Faktor thoracal
memperbesar kearah transversal dan anteroposterior, akibat kerja m.intercostal menarik kosta kearah atas.
Faktoer abdominal memperbesar ke arah vertikal melalui kerja dari diafragma, dimana waktu inspirasi diafragma
akan ditarik kearah abdomen sehingga memperbesar rongga dada kearah vertikal.
Ketika ekspirasi maka otot – otot intercostal dan diafragma akan relaksasi sehingga volume akan kembali ke
semula, sehingga tekanan paru akan lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan keluar.

Inspiras dan ekspirasi = 1 : 2 . Waktu inspirasi normal + 1 detik dan ekspirasi + 2 detik sehingga total waktu
repirasi 3 detik, sehingga frekuensi normal perbnafasan + 20 x permenit.

Setelah udara melalui trachea, bronchus principalis , kemudian berakhir pada alveolus. Di alveolus CO2 akan
berdifusi dari kapiler ke alveolus. Kapiler paru mendapat darah dari a.pulmonalis yang banyak mengandung CO2
(darah venos) dan mengalirkan darah yang mengandung O2 melalui v.pulmonalis. Tiap menit tubuh membutuhkan
O2 sebanyak 250 cc dan pada orang dewasa dibutuhkan sebanyak 4,3 L/menit yang mengalir ke alveoli à Alveolar-
Ventilation. Guna transportasi O2 ke jaringan arteri dipengaruhi kadar Hb darah. 1 gram Hb maksimal mengikat
1,34 cc O2, sehingga pada keadaan anemi transport O2 akan terganggu.

Fungsi dari pernafasan adalah :

1. VentilasiMemasukkan / mengeluarkan udara melalui jalan nafas ke dalam / dari paru kanan dengan cara
inspirasi
2. DistribusiMengalirkan udara tersebut merata keseluruh sistem jalan nafas sampai alveoli

3. DiffusiZat asam (O2) dan zat asam arang(CO2) bertukar melalui membran semipermeable pada dinding
alveoli (pertukaran gas)

4. PerfusiDarah arterial dari kapiler2 meratakan pembegian muatan oksigennya dan darah venous cukup
tersedia untuk digantikan isinya dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.

Trauma Thorak

Ruda paksa dada dapat menyebabkan kerusakan dinding dada, paru, jantung, pembuluh darah besar serta organ
disekitarnya termasuk visera. Patogenesisnya sebagian besar oleh karena kecelakaan lalu lintas, kriminalitas,
kecelakaan rumah tangga maupun kerja. Pertolongan pertama pada ruda paksa dadaditujukan pada sistim
respirasi dan Sirkulasi.

Gejala yang sering Nyeri dada, sesak nafas atau nyeri pada waktu bernafas.

Ruda paksa dada dibagi menjadi :

§         Trauma Tumpul           akibat  kecelakaan lalu lintas

§         Trauma Tajam karena luka tusuk, luka tembak

Kegawatan pada trauma dada yang menyebabkan kematian / Primary Survey adalah sbb :

&      Gangguan Airway

Obstruksi Jalan nafas adanya sumbatan jalan nafas misal: gigi palsu.

Tindakan : Helmich Manuver, suction, ET, tracheostomi

&      Gangguan Breathing

 Open Pneumothoraks
 Tension Pneumothoraks

 Flail Chest

&      Gangguan Circulation


 Hematothoraks Massif
 Tamponade Cordis

Identifikasi Scundary Survey  (ATLS) :

§         Pneumothoraks sederhana

§         Hematothoraks

§         Kontusio pulmo

§         Trauma Tracheobronchial

§         Trauma tumpul jantung

§         Traumatic Aortic Disruption

§         Traumatic Diafragmatic Injury

§         Mediastinal Traversing Wounds

Penyebab kematian pada trauma thoraks al:

§      Syok à cara mengetahui :

 Akral dingin dan basah

Dingin  à akibat pembuluh darah perifir kontraksi untuk  memenuhi perfusi organ vital

Basah à  mekanisme simpatis à adrenalin meningkat à  memacu klj keringat

 Nadi cepat dan lemah

Cepat karena untuk memenuhi perfusi, Lemah akibat hipovolemi

Mengapa tidak berdasarkan TENSI ? karena adnya mekanisme homestatis sehingga adrenalin meningkat à
vasokonstriksi à tensi meningkat. Sehingga pada syok tensi bisa normal, padahal pasien hipovolemi

§         Hipoksia

§         Hiperkabnia

§         Asidosis metabolik

Klinis

Anamnesa :

§         Nyeri dada

§         Sesak nafas

§         Nyeri waktu bernafas


§         Sianostik dengan jejas didada

Pemeriksaan Fisik

§         Inspeksi  à jejas, simetris, nafas paradoksal

§         Palpasi  à NT(+), fremitus ka/ki berbeda, krepitasi

§         Perkusi  à Sonor(normal), redup(cairan), hipersonor(udara)

§         Auskultasi  à vesikuler, suara tambahan

Tindakan elementer ditujukan pada kegagalan sistim Respirasi dan sirkulasi :

1.      Airway

Miringkan kepala penderita bertujuan mengeluarkan sisa makanan, darah, kotoran , menarik dagu jebelakang
mencegah lidah jatuh kebelakang.

Bila usah tesebut gagal dilakukan :

a.       Pemasangan Orotracheal atau Nasotracheal tube

b.      Endotracheal Intubasi

c.       Tracheostomi  à bila a dan b gagal

2.      Memasang InfusMengurangi dan menghilangi nyeri

Bertujuan mengatasi syok hipovolemik yang akan terjadi.

3.      Kesadaran penderita  à GCS

4.      Foto thorak 2 posisi

Indikasi pembedahan segera pada ruda paksa :

1.      Obstruksi jalan nafas

2.      Hematothoraks masif

3.      Tamponade Jantung

4.      Tension pneumothoraks

5.      Flail chest

6.      Penumotoraks terbuka

7.      Kebocoran bronchus dan tracheobronchial

{mospagebreak title=Jenis – jenis kerusakan pada Trauma Thoraks}

Jenis-jenis Kerusakan pada Trauma Thoraks


1       Dinding Dada

§          Emphysema

Disebabkan oleh kerusakan pleura dan paru oleh ujung tulang. Jika tidak terjadi perlekatan pada cavum pleura
akan terjadi pneumothoraks, empisema subkutan dan mediastinum. Jika terjadi perlekatan cavum pleura terjadi
emphysema subkutan tanpa pneumothoraks.

Mediastinal emphysema adalah suatu keadaan msuknya udara kedalam mediastinum akibat kebocoran trachea,
bronchus, kadang esofagus.

Tindakan :  drainase cavum pleura

§          Patah tulang rusuk

Fraktur costa terutama disebabkan  karena  trauma tumpul dada. Perlu  ketelitian untuk membedakan apakah
kontusio dinding dada atau fraktur kosta. Fraktur ini sebagian terbesar disebabkan  kecelakaan lalu lintas diikuti
jatuh dari  tempat yang tinggi.

Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi untuk memberikan
perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi
paru. Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu adanya
komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam   penanganan terhadap fraktur
ini. Pada anak fraktur costa sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.

Etiologi

Costa  merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena  tulang ini sangat dekat dengan kulit
dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan  memberikan trauma juga kepada costa.
Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa tersebut.. Dari keduabelas  pasang costa yang ada,
tiga  costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan  karena costa tersebut sangat
terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena  posisinya sangat terbuka dan memiliki
pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12  juga jarang mengalami
fraktur oleh karena sangat mobil .Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang
“undisplaced” , oleh karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat mempertahankan
fragmen costa yang ada pada tempatnya.

Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :

1.  Disebabkan trauma

a..  Trauma tumpul

Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain : Kecelakaan
lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat
perkelahian.

b.        Trauma Tembus

Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembak

2.  Disebabkan bukan trauma

Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara
berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga :
Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
Patofisiologi

Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping ataupun dari arah
belakang.Trauma yang mengenai  dada biasanya akan menimbulkan trauma  costa,tetapi dengan adanya otot
yang melindungi costa pada dinding dada,maka  tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.

Pada trauma langsung dengan energi  yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya .Pada trauma
tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan
costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi
fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.

Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya.Fraktur
pada costa ke 4-9 dapat mencederai  a.intercostalis ,pleura visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat 
mengakibatkan timbulnya hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi jantung.

Klasifikasi

Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan

1     Fraktur simple

1     Fraktur multiple

Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat

§         Fraktur segmental

§         Fraktur simple

§         Fraktur comminutif

Menurut letak fraktur dibedakan :

§         Superior  (costa 1-3 )

§         Median   (costa 4-9)

§         Inferior    (costa 10-12 ).

Menurut posisi :

§         Anterior,

§         Lateral

§         Posterior.

Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana pada keadaan ini terdapat
fraktur segmental ,2 costa atau lebih yang letaknya  berurutan.

Diagnosis

Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah timbul komplikasi,seperti
hematotoraks dan pneumotoraks.Hal ini dapat terjadi pada olahragawan yang memiliki otot dada yang kuat dan
dapat mempertahankan posisi frakmen tulangnya
Anamnesis

§         Perlu ditanyakan mengenai mekanisme trauma, apakah oleh karena jatuh dari ketinggian atau akibat jatuh
dan dadanya terbentur pada benda keras , kecelakan lalu lintas, atau oleh sebab lain.

§
Nyeri à  merupakan keluhan paling sering biasanya  menetap pada satu titik  dan akan bertambah pada saat
bernafas. Pada saat  inspirasi maka rongga dada akan mengembang dan keadaan ini akan menggerakkan fragmen
costa yang patah, sehingga akan menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak sekitarnya
dan keadaan ini akan menimbulkan rangsangan nyeri.

§         Apabila fragmen costa ini menimbulkan kerusakan pada vaskuler akan dapat menimbulkan
hematotoraks,pneumotoraks. sedangkan bila fragmen costa mencederai parenkim paru-paru akan dapat
menimbulkan

§         Penderita dengan kesulitan bernafas atau bahkan saat batuk keluar darah, hal ini menandakan adanya
komplikasi berupa  adanya cedera pada  paru.

§         Riwayat penyakit dahulu  seperti bronkitis, neoplasma, asma, haemoptisis atau sehabis olahraga akan
dapat membantu mengarahkan diagnosis adanya fraktur costa.

§         Pada anak dapat terjadi cedera paru maupun jantung,meskipun tidak dijumpai fraktur costa. Keadaan ini
disebabkan costanya masih sangat lentur,sehingga energi trauma langsung mengenai jantung ataupun paru-paru.

Pemeriksaan fisik

§         Kondisi lokal pada dinding dadanya seperti adanya plester,deformitas dan asimetris,kita perlu juga
memeriksa fisik secara keseluruhan yang berkaitan dengan kemungkinan adanya komplikasi akibat adanya fraktur
costa sendiri maupun penyakit penyerta yang kadang ada.

§
Adanya fraktur costa ke 1-2 yang merupakan costa yang terlindung oleh sendi bahu, otot leher bagian bawah dan
clavicula, mempunyai makna bahwa fraktur tersebut biasanya diakibatkan oleh trauma langsung dengan energi
yang hebat. Pada fraktur daerah ini perlu dipikirkan kemungkinan adanya komplikasi berupa cidera terhadap vasa
dan saraf yang melewati  apertura superior2,9

Pemisahan costocondral memiliki mekanisme trauma seperti pada fraktur costa. Pemisahan costocondral atau
dislokasi pada artikulasi antara parsosea dengan  parscartilago akan menimbulkan gejala yang sama dengan
fraktur costa, dengan nyeri yang terlokalisir pada batas costocondral , apabila terdapat dislokasi secara komplit
akan teraba defek oleh karena ujung parsoseanya akan lebih menonjol dibandingkan dengan parscartilagonya.

Adapun pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya :

 Nyeri tekan ,crepitus dan deformitas dinding dada


 Adanya garakan paradoksal

 Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea,

 Kadang akan nampak ketakutan dan cemas,karena saat bernafas bertambah nyeri.

 periksa paru dan jantung,dengan memperhatikan adanya tanda-tanda pergeseran trakea, pemeriksaan
ECG, saturasi oksigen

 periksa abdomen terutama pada fraktur costa bagian inferior :diafragma, hati, limpa, ginjal dan usus

 periksa tulang rangka: vertebrae, sternum, clavicula, fungsi anggota gerak

 nilai status neurologis:  plexus bracialis, intercostalis, subclavia.

Pemeriksaan penunjang
Rontgen toraks anteroposterior dan lateral dapat membantu mendiagnosis adanya hematotoraks dan
pneumotoraks ataupun contusio pulmonum.Pemeriksaan ini akan dapat mengetahui jenis,letak fraktur costaenya.

Pemeriksaan foto oblique hanya dapat membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa,   rontgen abdomen
apabila ada kecurigaan trauma abdomen yang mencederai hati,lambung ataupun limpa  akan menimbulkan
gambaran peritonitis . Sedangkan pada kasus yang sulit  terdiagnosis dapat dilakukan dengan “Helical CT Scan”.

Differential Diagnosis

v       Contusio di\nding dada

v       Repirasi (infeksi, pleuritis, emboli pulmo)

v       Cardiac (MI, pericarditis)

v       Fraktur (stress fraktur, fraktur sternum, fraktur vertebrae)

v       Musculoscletal (Osteoartritis, costocondritis, ankylosisng spondilitis)

v       Gastrointestinal (Gastritis, hepatitis, cholecystitis)

v       DVT

Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat adanya fraktur costa dapat timbul segera setelah terjadi fraktur, atau dalam
beberapa hari kemudian setelah terjadi. Besarnya komplikasi dipengaruhi oleh : besarnya energi trauma dan
jumlah costae yang patah.

Gangguan hemodinamik  merupakan tanda bahwa terdapat komplikasi akibat fraktur costae. Pada fraktur costa ke
1-3  akan menimbulkan cedera pada vasa dan nervus subclavia, fraktur costa ke 4-9 biasannya akan
mengakibatkan cedera terhadap vasa dan nervus intercostalis dan juga pada parenkim paru, ataupun terhadap
organ yang terdapat di mediastinum, sedangkan fraktur costa ke 10-12 perlu dipikirkan kemungkinan adanya
cedera pada diafragma dan organ intraabdominal seperti hati,limpa,lambung maupun usus besar.

Pada kasus fraktur costa simple pada satu costa tanpa komplikasi dapat segera melakukan aktifitas secara normal
setelah 3-4 minggu kemudian, meskipun costa baru akan sembuh setelah 4-6 minggu.

Komplikasi awal  : pneumotoraks, effusi pleura,hematotoraks, dan flail chest,sedangkan komplikasi yang dijumpai
kemudian antara lain contusio pulmonum, pneumonia dan emboli paru.Flail chest dapat terjadi apabila terdapat
fraktur dua atau lebih dari costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental,keadaan ini akan
menyebabkan gerakan paradoksal saat bernafas dan dapat mengakibatkan gagal nafas.

Penatalaksanaan

Pre Hospital :

Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untuk memperbaiki suplai oksigenasi

Penanganan  pada saat di ruang UGD

Tindakan darurat  terutama ditujukan untuk memperbaiki jalan nafas,pernafasan dan sirkulasinya( Airway, Breath
dan circulation).

Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri dan memberikan kemudahan
untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya jangan diberikan obat mucolitik,yang dapat merangsang
terbentuknya dahak dan malah menambah kesulitan dalam bernafas.
Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada tindakan ini dapat menimbulkan
komplikasi berupa pneumotoraks dan hematotoraks, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya
diberikan terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%.

Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan padding untuk menstabilkan
dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang
stabil

Penanganan di ruang rawat inap

Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, sedangkan pada pasien dengan fraktur
multiple dan kominutif serta  dicurigai adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu
mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan  narkotik (lihat tabel ), dan yang juga penting
untuk ini adalah pemberian latihan nafas (fisioterapi nafas).

Fraktur costa  dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan drainase atau torakotomi
,untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya komplikasi harus selalu dilakukan secara berkala dengan
melakukan foto kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama.

Penanganan  di rawat jalan.

Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang adekuat untuk memudahkan gerakan
pernafasan. Latihan nafas harus selalu dilakukan untuk memungkinkan pembuangan dahak :

Prognosis

Fraktur costa pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis yang baik, sedangkan pada penderita dewasa
umumnya memiliki prognosis yang kurang baik oleh karena selain penyambungan tulang relatif lebih lama juga
umumnya disertai dengan komplikasi.Keadaan ini disebabkan costa pada orang dewasa lebih rigit sehingga akan
mudah menusuk pada jaringan ataupun organ di sekitarnya.

Tanda utama à Gerakan nafas asimetri, nyeri waktu nafas dan sesak nafas.

Tindakan  :

1              Pemasangan Plester

Harus melewati garis tengah atau ¾ lingkaran dada (1-2 minggu).     Kerugiannya dapat menimbulkan
pneumonitis dan kolaps paru

2              Blok anestesi interkostal

3             Anestesi lokal pada hematom sekitar patah tulang

4              Blok paravertebral

§            Flail Chest

Flail chest adalah gerakan abnormal dari dinding dada yang terjadi akibat fraktur dari dua costa atau lebih dari
costa yang berurutan dan tiap-tiap costa terdapat fraktur segmental . atau  fraktur pada 2 tempat atau lebih
pada 1 iga dimana terjadi pada 3 iga atau lebih, baik anterio maupun posterior. Flail chest tidak terjadi
pada daerah posterior dekat m.Sacrospinalis karena splinting otot

Akibat keadaan ini (segmen yang mengambang)  akan terjadi gerakan nafas paradoksal dimana pada waktu
inspirasi bagian tersebut masuk ke dalam , sedang waktu ekspirasi bagian tersebut akan keluar. Hal ini akan
menyebabkan terjepitnya insersio vena cava inferior dan penurunan tekanan O2 serta peningkatan CO2 akibat
adanya pendeluft. Penyebab timbulnya hipoksia pada keadaan ini disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan
dinding dada tertahan dan trauma jaringan parunya.

Adanya segmen flail chest menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada yang sering kita sebut sebagai
gerakan paradoksal. Gerakan paradoksal ini akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai akibat dari
aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur
pada costa akan menyebabkan nyeri yang hebat dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dada.
Disamping itu hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak dengan hebat mengikuti gerakan
nafas : ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan mengakibatkan gangguan pada venous return dari sistem vena
cava, pengurangan cardiac output dan penderita jatuh pada kegagaln hemodinamik.

Biomekanik Trauma

Flail chest merupakan akibat dari trauma tumpul  yang keras yang signifikan pada dinding dada yang
mengakibatkan fraktur costae  pada multipel area. Bisa diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh
dari ketinggian dan tindak kekerasan atau benturan dengan energi yang besar. Flail chest adalah sebuah indikator
dari suatu signifikan tenaga kinetik yang besar pada dinding dada dan kubah costa, namun pada   pasien dengan 
kelainan yang mendasari sebelumnya seperti osteoporosis, post sternektomi dan multiple meloma. dengan trauma
pada dinding dada yang ringan saja dapat juga terjadi flail chest.

Penyebab segmen flail bisa terjadi oleh karena trauma terhadap  dinding dada bagian lateral, misalnya oleh karena
tendangan yang keras atau trauma yang lain, ataupun trauma terhadap dinding dada bagian depan misalnya oleh
karena tabrakan mobil yang mengakibatkan stir mobil menghantam dinding dada 8. Dengan mengetahui
biomekanik suatu trauma akan dapat membantu identifikasi trauma yang diderita korban. Informasi yang rinci dari
biomekanik kecelakaan dimulai dari anamnesa keadaan korban pada saat sebelum kejadian, seperti minum
alkohol, pemakaian obat tertentu, kejang, nyeri dada, kehilangan kesadaran sebelum kejadian tersebut dan lain
sebagainya.

Pemeriksaan analisa darah sangat diperlukan

Gejala – gejala :

-    Sesak nafas, sianosis

-        Takhikardi

-         Nafas paradoksal

DIAGNOSIS

Sebagian besar kasus flail chest dapat terdiagnosis dengan mudah dengan pencarian yang cepat. Pada anamnesis
kita dapatkan riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya gerakan paradoksal disertai peningkatan nafas yang progresif dan tanda-tanda syok. Pada pemeriksaan
penunjang dalam bentuk rontgen toraks, didapatkan fraktur costa multipel segmental. Flail chest adalah diagnosis
klinis-anatomis yang ditandai dengan adanya gerakan paradoksal dari dinding dada pada saat bernafas spontan.
Perlu berhati hati karena  temuan klinis tersebut akan menghilang pada pasien yang mendapat bantuan  ventilasi
buatan. Fraktur costa satu atau lebih, hanya bisa ditegakkan dengan foto toraks, instabilitas  struktur yang terlibat
pada dinding dada biasanya  menunjukkan gerakan abnormal atau paradoks dengan adanya fraktur costa multipel
segmental .

Foto toraks antero-posterior dan lateral adalah pemeriksaan penunjang  yang sederhana untuk menentukan
jumlah dan type costa yang fraktur. Bila diperlukan, CT scan toraks dapat digunakan untuk  mengidentifikasi
fraktur costa dan  menilai kontur dari mediastinum, namun pemeriksaan ini relatif lebih mahal. Pada pemeriksaan
foto toraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks, adanya gambaran hematotoraks, pneumotoraks, atau
kontusi pulmo menunjukkan hubungan yang kuat dengan gambaran fraktur costa

PENANGANAN
Flail chest merupakan keadaan yang membahayakan jiwa pasien (termasuk lethal six). Penanganan pertama pada
kasus flail chest secara umum tetap harus memperhatikan Airway, Breathing, Circulation kemudian secara khusus
ditujukan untuk stabilisasi sementara terhadap costa yang melayang berupa pemasangan firm straping serta
pemberian analgesia untuk mencegah nyeri, yang bertujuan untuk  mempertahankan  respirasi  yang optimal

1. Intubasi dan ventilator

Intubasi dan ventilator dibutuhkan pada pasien trauma dada dengan kontusi pulmo dengan hipoksia. Ventilasi
diperlukan pada trauma dada dengan instabilitas dinding dada (flail chest). Pemasangan ventilasi diperlukan
sampai terjadinya penyembuhan pada parenkim paru.  Penyembuhan dan stabilisasi dari fraktur costa merupakan
indikasi untuk dilakukan weaning dari ventilatornya, keculai pada pasien dengan trauma dada yang berat.
Ventilator mekanik digunakan pada pasien dengan insufisiensi pernapasan yang persisten atau gagal nafas setelah
kontrol nyeri yang adekuat tidak berhasil 10.

2.   Penggunaan WSD

Pasien dengan flail chest yang dipasang ventilator dapat menyebabkan pneumotoraks atau tension pneumotoraks
karena kerusakan parenkim paru akibat tusukan dari ujung costa. Karena hal tersebut maka diperlukan
pemasangan WSD. Banyak penulis yang merekomendasikan pemasangan WSD profilaksi/preventif pada semua
pasien flail chest yang akan dipasang ventilator

3.  Pemasangan Fiksasi Interna

Gagal nafas yang terjadi pada pasien dengan flail chest disebabkan oleh  gerakan paradoksal dinding dada atau
instabilitas dinding dada yang mengakibatkan abnormalitas volume tidal. Tindakan menghilangkan gerakan
paradoksal atau instabilitas dinding dada merupakan hal yang sangat penting. Fungsi dari stabilisasi fiksasi interna
adalah merubah fraktur multipel segmental menjadi fraktur simpel, sehingga gerakan paradoksal tidak terjadi

Stabilisasi dengan fiksasi interna untuk flail chest populer pada tahun 1950. Pada awalnya stabilisasi interna tidak
dilakukan secara rutin meskipun banyak laporan menunjukan bahwa keuntungan penggunaan implant,
memberikan hasil yang cukup memuaskan  baik hasil jangka panjangnya maupun dari segi biaya. Selama ini
fiksasi interna banyak dilakukan hanya pada pasien yang memerlukan torakotomi atau pada kasus dengan
deformitas dinding dada yang besar atau  karena multipel myeloma,  namun ternyata pada flail chest dengan
pemasangan internal fiksasi memberikan respon yang positif dengan alasan pasien tidak perlu terlalu lama
memakai ventilator dan perawatan di ICU bahkan setelah operasi pasien bisa mobilisasi segera.

Penanganan :

q       Penekanan pada thoraks yang bergerak dengan telapak tangan atau gumplan kain.Selanjutnya dilakukan
fiksasi dengan plester pada iga yang patah dengan gumpalan kain dibawahnya  à pada flail chest unilateral.

Keuntungan : meningkatkan tidal volume dan efisiensi ventilasi

Kerugian : atelektase pneumonia akibat pernafasan terhalang, sehingga diperlukan fisioterapi aktif

q       Stabilisasi dengan Traksi dengan beban 1- 2,5 kg

q       Assisted Respiratory à pada flai chest berat post stabilisasi

Cara :

Memasang endotracheal tube, sehingga dapat menghisap sekret dan mengatasi anoksia serta hiperkabnia dengan
manual ventilasi. Bila gagal dilakukan tracheostomi.

Vasculer Disease

Lapisan dinding arteri dan Vena terdiri dari :


 Tunika Adventia

Mengadung reseptor alpha dan Betha yang berhubungan dengan vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh dara

 Tunika Media

Pada arteri lebih tebal dari vena, sehingga vena jarang mengalami sklerosis

 Tunika Intima  /  endothel

Endothel memproduksi enzym dan mediator yang mempengaruhi timbunan kolesterol, Triglyserda di tunika media
serta mengatur vasodilatasi dan vasokonstriksi.

Dinding arteri normal terdiri atas tiga lapis yang kosentris, yaitu intima, media dan adventisia. Bagian paling dalam
intima terbentuk dari satu lapis sel endotel dan berhubungan langsung dengan darah yang mengalir dalam lumen
arteri. Lapisan media terdiri hampir seluruhnya atas sel otot polos dan matriks ekstra seluler. Lapisan adventisia 
merupakan jaringan ikat yang longgar dimana terdapat sebagian besar vasa vasorum yang membawa nutrisi
dinding pembuluh darah. Antara intima dan media terlihat lamina elastik eksterna terletak diantara media dan
adventisia, tetapi tidak kuat seperti yang interna. Susunan struktur sistem vena menggambarkan tekanan aliran
darah yang rendah di dalamnya dan volume yang besar. Pembuluh vena lebih besar dari arteri pasangannya dan
mempunyai dinding yang tipis. Lapisan media mempuyai sedikit sekali lapisan otot polos.

Ulkus Diabetikum

Patogenesis

1.Sistem Saraf

Neuropati diabetikum melibatkan baik saraf perifer maupun sistem saraf pusat. Dahulu perubahan neurologis ini
dianggap sebagai efek sekunder karena perubahan vasa nervosum. Sampai akhirnya Thomas dan Lascelles
menemukan bahwa jarang sekali terjadi perubahan pada sistem vaskuler lokal yang mendarahi saraf. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa neuropati perifer pada pasien DM disebabkan karena abnormalitas metabolisme
intrinsik sel Schwan yang melibatkan lebih dari satu enzim. Nilai ambang proteksi kaki ditentukan oleh normal
tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal, rangsang nyeri yang diterima kaki cepat mendapat
respon  dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang lebih besar.

Pada penderita DM, adanya neuropati diabetikum  akan menyebabkan seorang penderita DM kurang atau tidak
merasakan adanya trauma, baik mekanik, kemis, maupun termis, keadaan ini memudahkan terjadinya lesi atau
ulserasi yang kemudian masuknya mikroorganisme menyebabkan infeksi terjadilah selulitis atau gangren.
Perubahan yang terjadi yang mudah ditunjukkan pada pemeriksaan rutin adalah penurunan sensasi (rasa raba,
panas, dingin, nyeri), nyeri radikuler, hilangnya refleks tendon, hilangnya rasa vibrasi dan posisi, anhidrosis,
pembentukan kalus pada daerah tekanan, perubahan bentuk kaki karena atrofi otot, perubahan tulang dan sendi.

2.Sistem Vaskuler

Iskemia merupakan penyebab berkembangnya gangren pada pasien DM. Dua kategori kelainan vaskuler,

a.  Makroangiopati

Makroangiopati yang berupa oklusi pembuluh darah ukuran sedang maupun besar menyebabkan iskemia dan
gangren. Dengan adanya DM, proses aterosklerosis berlangsung cepat dan lebih berat dengan keterlibatan
pembuluh darah multiple. Sembilan puluh persen pasien mengalami tiga atau lebih oklusi pembuluh darah dengan
oklusi yang segmental serta lebih panjang dibanding non DM. Aterosklerosis biasanya proksimal namun sering
berhubungan dengan oklusi arteri distal bawah lutut, terutama arteri tibialis anterior dan posterior, peronealis,
metatarsalis, serta arteri digitalis.

Faktor yang menerangkan terjadinya akselerasi aterogenesis  meliputi kelainan metabolisme lipoprotein,


hipertensi,  merokok, faktor genetik dan ras, serta meningkatnya trombosit.
b. Mikroangiopati

Mikroangiopati berupa penebalan membrana basalis arteri kecil, arteriola, kapiler dan venula. Kondisi
ini  merupakan akibat hiperglikemia menyebabkan reaksi enzimatik dan nonenzimatik glukosa kedalam membrana
basalis. Penebalan membrana basalis menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah.

3.  Sistem Imun

Status hiperglikemi dapat mengganggu berbagai fungsi netrofil dan monosit (makrofag) meliputi proses
kemotaksis, perlekatan(adherence), fagositosis dan proses-bunuh mikroorganisme intraseluler (intracelluler
killing). Semua proses ini terutama penting untuk membatasi invasi bakteri piogenik dan bakteri lainnya. Empat
tahapan tersebut diawali dengan kemotaksis,kemudian fagositosis, dan mulailah proses intra selulur untuk
membunuh kuman tersebut oleh radikal bebas oksigen (RBO=O2) dan hidrogen peroksida. Dalam keadaan normal
kedua bahan dihasilkan dari glukosa melalui proses hexose monophosphate shunt yang memerlukan NADPH
(nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Pada keadaan hiperglikemia, glukosa tersebut oleh aldose
reduktase (AR) diubah menjadi sorbitol, dan proses ini membutuhkan NADPH. Akibat dari proses ini sel akan
kekurangan NADPH untuk membentuk O2 dan H2O2 karena NADPH digunakan dalam reaksi. Gangguan ini akan
lebih parah apabila regulasi DM memburuk.

4. Proses Pembentukan Ulkus

Ulkus diabetikum merupakan suatu kaskade yang dicetuskan oleh adanya hiperglikemi. Tak satupun faktor yang
bisa berdiri sendiri menyebabkan terjadinya ulkus. Kondisi ini merupakan akumulasi efek hiperglikemia dengan
akibatnya terhadap saraf, vaskuler, imunologis,  protein jaringan, trauma serta mikroorganisma saling berinteraksi
menimbulkan ulserasi dan infeksi kaki.

Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras
dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada
daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma
berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan
luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase
yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal ,
bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya.

APA ITU ULKUS  DIABETIKUM ?

Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang berupa kematian jaringan akibat kekurangan aliran darah. Biasanya
dibagian ujung kaki.

Klasifikasi

Pembagian kaki diabetikum menurut Wagner :

Derajat  0       :  resiko tinggi, tak ada ulkus, pembentukan kalus.

Derajat  1       :  ulkus superfisial terbatas pada kulit, klinis tidak ada infeksi.

Derajat  2       :  ulkus dalam, sering dengan selulitis, tidak ada abses atau infeksi tulang.

Derajat  3       :  ulkus dalam yang melibatkan tulang atau pembentukan abses.

Derajat  4       :  gangren lokal (ibu jari atau tumit).

Derajat  5       :  gangren seluruh kaki.


Gambar 1. perkembangan ulkus .

A.Pembentukan plak keratin keras sebagai kalus.

B. Krusakan jaringan jauh di da;am kalus.

C. Ruptur permukaan kavitas, terbentuk ulkus.

D. Blokade ulkus oleh keratin, bakteri terperangkap, infeksi berkembang.

Dikutip dari Maggiore P, Echols RM. 1991.Infection in Diabetic Foot.In: Jahss MH. Disorders of the foot and Ankle.
Medical and Surgical management. 2nd Edition. W.B. Saunders Company. 1937-57.

Diagnosis

Anamnesis

Informasi penting adalah pasien telah mengidap DM sejak lama.  Gejala-gejala neuropati diabetik yang sering
ditemukan adalah kesemutan, rasa panas di telapak kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari. Gejala
neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mendapat
trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga mengakibatkan luka pada kaki.

Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran
darah ke tungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten). Manifestasi lain berupa ujung jari terasa dingin, nyeri
kaki diwaktu malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila dinaikkan.. Adanya angiopati ini
menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan luka yang sukar sembuh.
Pemeriksaan fisik

Inspeksi

Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangmya produksi keringat. Hal ini
disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula hilangnya  rambut  kaki atau jari kaki, penebalan kuku,
kalus pada daerah daerah yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya
deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami penekanan tersebut merupakan
lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari
derajatnya saat kita temukan, ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada
kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi. Pada derajat 3   tampak
adanya pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau
melibatkan seluruh kaki.

Palpasi

Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi arteri akan menyebabkan
perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan teraba sebagai
daerah yang tebal dan keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan
yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus sangat penting untuk
mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah
kulit, otot, tendo serta tulang yang terlibat.

Pemeriksaan Sensorik

Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila belum tampak adanya ulkus
namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah.

Cara termudah dan murah adalah dengan pemakaian nilon monofilamen 10 gauge. Test positif apabila pasien tidak
mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok.
Kegagalan merasakan monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta
sensitifitas 83%.

Pemeriksaan Vaskuler

Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan  test vaskuler noninvasif yang
meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, ankle-brachial index (ABI), dan absolute toe systolic presure.
ABI  didapat dengan cara membagi tekanan sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka
yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk memastikan terjadinya oklusi
arteri.

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologi akan dapat mengetahui apakah didapat gas subkutan, benda asing serta
adanya  osteomielitis.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi infeksi. Gula darah puasa
dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui
status nutrisi pasien.

Pengelolaan

1.Kontrol Nutrisi dan Metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan
hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan
pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein
tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%.

Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian
antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus
diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

2.Kontrol Stres Mekanik

Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi bed rest,
memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat ditempat tidur,
tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki
pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama
menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.

3.Obat-obatan

Pencegahan infeksi sistemik karena luka lama yang sukar sembuh dan penanganan pengobatan DM merupakan
faktor utama keberhasilan pengobatan secara keseluruhan. Pemberian obat untuk sirkulasi darah perifer dengan
pendekatan multidisiplin (reologi-vasoaktif-neurotropik-antiagregasi-antioksidan-antibiotika) / “3 ANTI REVANE”
merupakan pokok pengobatan dan menjadi berhasil bila juga harus dilakukan terapi bedah dengan amputasi ( 3
ANTI REVANE-PUT).

4.Tindakan Bedah

Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau pembedahan dapat
ditentukan sebagai berikut:

Derajat 0        :  perawatan lokal secara khusus tidak ada.

Derajat I-IV     :  pengelolaan medik dan bedah minor

Derajat V        :  amputasi

Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus meliputi seluruh jaringan
nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka yang sehat dengan ditandai adanya perdarahan.
Pasien bahkan dokter kadang ragu terhadap tindakan ini, namun akan terkejut saat melihat munculnya jaringan
baru yang tumbuh .

Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan sebagai berikut:

 jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)


 mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)

 osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi

 amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)

 amputasi transmetatarsal

 amputasi syme

Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut atau bahkan amputasi atas
lutut.  Tujuan amputasi atau mutilasi adalah :

 membuang jaringan nekrotik


 menghilangkan nyeri

 drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder

 merangsang vaskularisasi baru.

 rehabilitasi yang terbaik

Pencegahan

Pemakaian sepatu harus pas dengan lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih
dianjurkan karena mudah beradaptasi dengan bentuk kaki serta bisa “bernafas”. Kaos kaki juga harus pas, tidak
boleh melipat. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki dengan jari terbuka. Jangan sekali kali berjalan tanpa alas
kaki.

Trauma minor dan infeksi kaki seperti  terpotong, lecet-lecet, lepuh, dan tinea pedis bila diobati sendiri oleh pasien
dengan obat bebas dapat menghambat penyembuhan luka. Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta
aplikasi antibiotika topikal bisa mencegah infeksi lebih lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah
pembentukan ulkus.

Berikut adalah tips perawatan kaki yang dianjurkan:

1. Inspeksi kaki tiap hari  terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-jari. Gunakan cermin untuk melihat
telapak kaki dan tumit.
2. Cuci kaki tiap hari dengan air sabun dan keringkan, terutama diantara jari.

3. Gunakan cream atau lotion pelembab

4. Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.

5. Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke proksimal.

6. Jangan merokok

7. Hindari suhu ekstrem, jangan memakai botol isi air panas atau pad pemanas pada kaki.

YANG BERESIKO TINGGI TERKENA ULKUS DM?

1. Penderita DM lama
2. Kadar gula darah tinggi

3. Jenis kelamin

4. Umur
5. Perokok

6. Hypertensi

7. Kegemukan

8. Hypercholesterol

9. Kurang gerak

Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus?   Ada 3 faktor yang berpengaruh :

1.  Neuropathy (kelainan saraf)

Sensorik menyebabkan hilang rasa

Motorik menyebabkan perubahan tumpuan

Otonom terjadi shunting di mikrovaskuler menjadi tak efektif menyebabkan perfusi jaringan menurun Gangguan
keringat sehingga kulit menjadi kering.

2.  Angiopathy (kelainan pembuluh darah

Dinding pembuluh darah

Aliran darah

Komponen darah

3.  Infeksi

Anda mungkin juga menyukai