Anda di halaman 1dari 8

METODE/LANGKAH-LANGKAH

PENGORGANISASIAN

Oleh
Abdul Syani

Pendahuluan
Secara metodologis pengorganisasian merupakan suatu cara manajerial yang
berhubungan dengan usaha-usaha kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi
yang telah ditetapkan sebelumnya dengan pembagian kerja. Dalam usaha-usaha ini para
anggota kelompok melakukan pekerjaannya disertai dengan pengetahuan dan metode
ilmiah berdasarkan perspektif umum yang perlu memperhatikan dan memelihara kondisi
yang relevansi responsif dengan tujuan organisasi. Adapun syarat-syarat dalam
mengelola pekerjaan bersama dalam suatu unit kerja agar dapat mencapai tujuan yang
efektif, diantaranya adalah: pertama, mengacu pada tujuan umum organisasi; kedua,
tugas menejerial dilakukan secara bersama dengan melalui sistem spesialisasi; ketiga,
adanya upaya pengelompokan anggota-anggota spesialisasi sesuai dengan prinsip
pengorganisasian. Menurut R.K.Brown (Abdul Syani, Manajemen Organisasi, 1987),
bahwa manfaat dari prinsip Scientific management itu dapat mengatasi kelelahan kerja,
sehingga suatu kerjasama antar anggota kelompok dapat diciptakan secara harmonis.

Untuk mencapai tujuan bersama itu, maka pengelola suatu organisasi perlu
mempertimbangkan tentang upaya keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan bersama. Hal ini dimaksudkan agar percapaian kepentingan pribadi tidak
dominan, sehingga dapat mempengaruhi ketetapan tujuan utama organisasi, yaitu
pengurusan kepentingan kelompok. Cara-cara manajerial diarahkan pada usaha-usaha
yang kooperatif agar aktivitas-aktivitas pencapaian tujuan kelompok benar-benar dapat
diwujudkan. Untuk merealisaikan tujuan ini tentu seorang manajer harus memiliki
kemampuan yang tinggi, sehingga dapat memanfaatkan sumber-sumber teknis
(keahlian) melalui kelompok yang terorganisir. Sumber-sumber teknis adalah gabungan
1
kemampuan-kemampuan pribadi yang dapat menimbulkan suatu kekuatan dalam suatu
organisasi dalam usaha mencapai tujuan-tujuan secara kelompok atau bersama. Secara
umum kesemuanya itu merupakan metoda manajerial dalam rangka memaksimalkan
fungsi-fungsi spesialisasi keahlian anggota kelompok agar tujuan organisasi dapat
dicapai secara efektif.

Metode/Langkah-langkah Pengorganisasian
Dalam proses pengorganisasian agar tujuan bersama dapat dicapai secara efektif, perlu
menetapkan langkah-langkah tertentu sebagai petunjuk arah pelaksanaan kegiatan
organisasi. Untuk ini pertama, melakukan perencanaan, yaitu langkah awal penentuan
jenis pekerjaan yang akan dilaksanakan ke dalam bagian-bagian spesialitas unit kerja.
Dalam perencanaan pembagian kerja dimaksudkan untuk menentukan apa yang hendak
dikerjakan, sehingga anggota-anggota unit kerja secara dini dapat mempersiapkan
langkah-langkah pasti yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut
Konntz dan O’donnel (M.Manullang, Dasar-dasar manajemen, 1985), bahwa
perencanaan merupakan fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan
dari berbagai alternatif dari pada tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-
prosedur dan program-program. Jadi perencanaan merupakan langkah pembimbingan
sebaai bahan untuk mengerjakan serangkaian tindakan. Dalam suatu perencanaan
memuat beberapa sub langkah, yaitu:
1. Perincian dan penjelasan kegiatan yang diperlukan dalam proses kerja
pencapaian tujuan organisasi;
2. Menetapkan alasan-alasan kegiatan dan relevansinya dengan tujuan yang hendak
dicapai;
3. Menetapkan lokasi, dan bahan-bahan perlengkapan kerja untuk menunjang
percepatan dan kualitas kerja agar tujuan dapat dicapai secara efektif;
4. Menetapkan standar waktu pekerjaan agar dapat diselesaikan tepat waktu;
5. Menetapkan bidang spesialisasi dan pengalaman kerja para anggota organisasi;
6. Penjelasan tentang teknis pelaksanaan pekerjaan.

Pada akhirnya perencanaan harus dibuat cukup luas yang mencakup semua tindakan
yang diperlukan, sehingga dengan demikian koordinasi dari aktivitas-aktivitas unit kerja
dapat terjamin dan terhindar dari hambatan-hambatan secara teknis. Seluruh
2
perencanaan ditujukan agar anggota organisasi memperoleh gambaran yang jelas tentang
pekerjaan yang harus dilakukan, sehingga usaha pencapaian tujuan dapat berjalan secara
efektif.
Kedua, dilakukan penetapan tujuan organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan
secara realistis, sehingga dapat mempermudah anggota organisasi untuk memahami
pekerjaan sesuai dengan spesialisasi kehaliannya. Langkah ini dimaksudkan agar
anggota kelompok dapat lebih dinamis dan kreatif dalam menjalankan tugas-tugas yang
memang telah menjadi tanggungjawabnya, tanpa ada unsur paksaan. Untuk
memudahkan penetapan tujuan organisasi dan terhindar dari berbagai kesulitan,
terutama mencari keseimbangan beban kerja, keahlian dan idealisme harapan-harapan
organisasi, maka perlu kemampuan untuk memilih tujuan yang mendasar dari tujuan-
tujuan yang ada. Tujuan yang merupakan tujuan pokok yang benar-benar berkaitan erat
dengan pangkal tolak kelangsungan hidup suatu organisasi.

Menurut C.Perrow (Abdul Syani, Manajemen Organisasi, 1987), ada lima klasifikasi
tujuan yang harus ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi, yaitu:
1. Tujuan kemasyarakatan (Societal goals), artinya penetapan tujuan
mengutamakan kepentingan masyarakat pada umumnya;
2. Tujuan keluaran (Output goals). Penetapan tujuan ini diarahkan pada jenis
kehidupan tertentu dalam bentuk berbagai fungsi konsumen, seperti barang-
barang konsumen, jasa-jasa bisnis, pemeliharaan kesehatan, pendidikan dan
sebagainya;
3. Tujuan sistem (System goals), yaitu penetapan tujuan diarahkan pada
pelaksanaan fungsi organisasi, tidak tergantung pada barang atau jasa yang
diproduksi atau tujuan yang ditetapkan semula. Penekanannya pada
pertumbuhan, stabilitas, laba atau cara-cara pelaksanaan fungsi;
4. Tujuan produksi (Product goals), yaitu penetapan tujuan ditekankan pada
kualitas atau kuantitas, gaya, ketersediaan, kekhususaan, kenekaragaman, atau
pembaharuan produksi.
5. Tujuan turunan (Derived goals), yaitu penetapan tujuan untuk meletakkan
kekuasaaannya di dalam usaha pencapian tujuan-tujuan yang lain, misalnya
politik, pelayanan masyarakat, pengembangan keryawan, kebijaksanaan-
kebijaksanaan, dan investasi yang mempengaruh ekonomi dan perkembangan
masyarakat.

3
Bertolak dari gagasan sebagaimana dikemukakan Perrow, pada dasarnya secara umum
menekankan pada fungsi sistem, dan tujuan-tujuan organisasi merupakan dasar gerak
dari setiap anggota organisasi itu sendiri. Oleh sebab itu tujuan yang harus ditetapkan
adalah tujuan-tujuan yang relatif lebih besar dapat memberikan motivasi para anggota
untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Dalam upaya menciptakan suatu tujuan
hendaknya berdasarkan pada kualitas partisipasi dari setiap anggota organisasi. Dengan
demikian para anggota organisasi dalam melaksanakan pekerjaanya dapat lebih
konsekuen dan konsentrasi penuh secara sukarela. Menurut Sukanto Reksohadiprodjo
(1984), bahwa cara pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan organisasi ini
harus memperhatikan nilai-nilai yang dapat mengkoordinasi, mengintegrasikan, dan
mensinkronisasikan/menyelaraskan bekerjanya sistem organisasi. Tujuannya adalah agar
terhindar dari timbulnya kemungkinan-kemungkinan yang bersifat darurat. Sebaliknya
dapat memperlancar delegasi kekuasaan dan membantu upaya pengawasan yang lebih
teliti.

Ketiga, mencatat kekuatan dan kelemahan metode penetapan tujuan organisasi sebagai
acuan koreksi penentuan langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini
merupakan potensi manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya peningkatan
efektifitas pencapaian tujuan organisasi. Kekuatan dan kelemahan yang perlu
diperhitungkan adalah kemampuan keuangan, keahlian tenaga kerja, bahan dan alat-alat,
dan sebagainya. Di samping itu juga perlu memperhatikan kelemahan-kelemahan mana
yang dapat menghambat usaha pencapaian tujuan, sehingga hal itu dapat dikoreksi dan
diatasi sejak dini.

Keempat, merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan


terhadap berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat
kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai
kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam operasi suatu organisasi. Hal ini diharapkan
agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan itu dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan

4
berbagai pihak. Dalam perumusan tujuan ini perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
1. Melibatkan individu-individu yang bertanggungjawab telah ditetapkan secara
operasional dalam perumusan tujuan organisasian;
2. Manajer puncak ditetapkan sebagai orang yang paling bertanggungjawab dalam
pendelegasian tugas kepada tingkatan yang paling bawah sehubungan dengan
operasi pencapaian tujuan organisasi;
3. Tujuan harus realistik dan diselaraskan dengan lingkungan, baik internal maupun
eksternal, baik sekarang maupun yang akan datang;
4. Tujuan harus jelas, beralasan dan bersifat menantang para anggota organisasi;
5. Tujuan-tujuan umum hendaknya dinyatakan secara sederhana agar mudah
dipahami dan diingat oleh para pelaksana operasional;
6. Tujuan bidang fungsional organisasi harus konsisten dengan tujuan umum;
7. Manajer harus selalu meninjau kembali tujuan yang telah ditetapkan, dan bila
perlu mengubah dan memperbaikinya sesuai dengan perkembangan tuntutan
lingkungan.

Jika ketentuan-ketentuan di atas dapat dipedomani dalam perumusan tujuan organisasi,


maka diharapkan efektivitas kerja dapat ditingkatkan, lebih jelas dan dapat memberikan
hasil yang memuaskan sebagian besar anggota organisasi.

Kelima, pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja
bersama dari para anggota suatu organisasi. Menurut Sri Sujati Kadarisman (1981),
bahwa pembangian kerja dalam suatu organisasi adalah mutlak, agar tidak terjadi
crossing, doubleres, dan overlapping, sehingga nampak jelas batasan tugas, wewenang
dan tanggungjawab masing-masing. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi
efektivitas penyelenggaraan kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap
stabilitas, kelancaran dan efisiensi kerja. Untuk mewujudkan efektivitas
penyelenggaraan kerja ini tentu memerlukan manajer yang mumpuni dan berpengalaman
dalam bidangnya. Para manajer yang perlu dipersiapkan adalah orang-orang yang
memiliki kesanggupan dan mampu memotivasi serta mengendalikan para pekerjanya,
sehingga dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

5
Oleh karena pentingnya pelaksanaan pembagian kerja dalam operasi dan upaya
menjamin kelangsungan hidup suatu organisasi, maka perlu dilakukan secara seksama
dengan penuh pertimbangan. Dengan demikian dalam pembagian kerja hendaknya harus
ada penyesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaan yang akan ditangani, di samping
harus disertai oleh prosedur dan disiplin kerja yang mudah dicerna dan dipahami oleh
para pekerja yang bersangkutan. Orang-orang yang bekerja itu harus didorong untuk
dapat memberikan sumbangan secara efektif kepada cita-cita suatu organisasi melalui
peran-peran mereka.

Keenam, pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja,


pengelompokan tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya
mengerjakan sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada
bawahannya. Sedangkan sebagian besar pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sesuai dengan
bidang bawahannya dapat diserahkan untuk dilaksanakan dengan pemberian
tanggungjawab sepenuhnya. Dengan pendelegasian wewenang ini, berarti para
bawahannya mempunyai wewenang untuk melaksanakan tugas-tugas yang diterima dari
atasannya. Pada prinsipnya dilakukan pendelegasian wewenang ini oleh karena
keterbatasan kemampuan manajer untuk melaksanakan seluruh tugas-tugasnya yang
berhubungan dengan kepentingan suatu organisasi. Di samping itu karena pada waktu-
waktu tertentu seorang manajer harus meninggalkan tugasnya, mungkin tugas luar atau
ada urusan-urusan penting lainnya, sehingga ia harus mendelegasikan wewenangnya
kepada bawahannya agar organisasi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Malayu
SP.Hasibuan (1985) menjelaskan bahwa seorang manajer mendelegasikan
wewenangnya karena:
a. Seorang manajer menghadapi lebih banyak pekerjaan melebihi keadaan normal
kemampuan seseorang;
b. Mendelegasikan wewenang/kekuasaan merupakan langkah penting untuk
mengembangkan para bawahan;
c. Kelancaran organisasi diperlukan (perusahaan), apabila seorang manajer
berhalangan, tugas-tugasnya dapat dilakukan oleh orang lain;
d. Mendelegasikan wewenang adalah anak kunci dari organisasi.

6
Sedangkan M.Manullang (1985), mengatakan bahwa salah satu prinsip pokok dalam
suatu organisasi adalah pelimpahan wewenang. Wewenang merupakan hak seseorang
untuk mengambil tindakan yang perlu agar tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan
sebaik-baiknya. Wewenang itu sendiri terdiri dari berbagai aspek, yaitu wewenang
pengambilan keputusan, wewenang menggunakan sumber daya, wewenang
memerintahkan, wewenang memakai batas waktu tertentu, dan lain sebagainya. Hal ini
ditegaskan oleh Konntz dan O’donnel (Abdul Syani, Manajemen Organisasi, 1987),
bahwa kepemimpinan seorang dapat dikatakan efektif, apabila ia mempunyai
kemampuan untuk melakukan pendelegasian wewenang secara tepat. Dalam
pendelegasian wewenang seorang manajer kepada bawahannya bukanlah hak mutlak,
akan tetapi sebagian besar tanggungjawab masih ada pada pihak pemberi wewenang.
Seorang manajer sebagai pemberi wewenang tetap bertanggungjawab dan berkewajiban
untuk memperhatikan serta mengawasi pelaksanaan pekerjaan para bawahannya,
terutama dalam hal menilai pelaksanaan tugas yang didelegasikan itu.

Ketujuh, rentang pengawasan (span of supervision/span of authority), yaitu hubungan


pengawasan yang dilakukan oleh seorang manajer sebagai atasan terhadap sejumlah
bawahannya. Hal ini berhubungan dengan batas jangkauan pengawasan seorang manajer
terhadap sejumlah bawahannya dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur organisasi.
Rentang pengawasan berkaitan dengan batas jumlah bawahan yang dapat diawasi secara
efektif oleh seorang manajer. Semakin besar jumlah rentang pengawasan yang ditangani
oleh seorang manajer, maka semakin kecil efektivitas koordinasi yang dapat dilakukan
terhadap bawahannya. Semakin besar jumlah bawahannya, maka semakin sulit seorang
manajer untuk melakukan pengawasan secara cermat dan efektif. Untuk mempermudah
seorang manajer untuk mengawasi seluruh bawahannya, maka ia perlu melakukan
pendelegasian wewenang terhadap bawahannya yang dianggap mampu untuk
membantunya dalam proses pengawasan tersebut.

7
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode/langkah-langkah
pengorganisasian dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara efektif adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan perencanaan, yaitu langkah awal penentuan jenis pekerjaan yang akan
dilaksanakan ke dalam bagian-bagian spesialitas unit kerja.
2. Penetapan tujuan organisasi, yaitu kepastian tujuan yang digariskan secara realistis,
sehingga dapat mempermudah anggota organisasi untuk memahami pekerjaan sesuai
dengan spesialisasi kehaliannya.
3. Mencatat kekuatan dan kelemahan metode penetapan tujuan organisasi sebagai acuan
koreksi penentuan langkah-langkah penetapan tujuan berikutnya. Langkah ini
merupakan potensi manajerial dalam rangka menjamin kelangsungan upaya
peningkatan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.
4. Merumuskan tujuan organisasi, yaitu usaha pembauran atau penghimpunan terhadap
berbagai tujuan, baik yang bersifat pribadi, kelompok maupun yang bersifat
kepentingan umum. Untuk merumuskan tujuan ini perlu mempertimbangkan berbagai
kekuatan yang ada dan yang terlibat dalam operasi suatu organisasi.
5. Pembagian kerja, yaitu suatu proses pembagian kerja atau pengaturan kerja bersama
dari para anggota suatu organisasi. Pembagian kerja yang baik merupakan kunci bagi
efektivitas penyelenggaraan kerja, terutama dalam memberikan jaminan terhadap
stabilitas, kelancaran dan efisiensi kerja.
6. Pendelegasian wewenang, yaitu suatu proses pembagian tugas/kerja, pengelompokan
tugas/kerja seorang manajer sedemikian rupa, sehingga ia hanya mengerjakan
sebagian kecil saja pekerjaan yang tidak dapat diserahkan pada bawahannya. Dengan
pendelegasian wewenang ini, berarti para bawahannya mempunyai wewenang untuk
melaksanakan tugas-tugas yang diterima dari atasannya.
7. Rentang pengawasan (span of supervision/span of authority), yaitu hubungan
pengawasan yang dilakukan oleh seorang manajer sebagai atasan terhadap sejumlah
bawahannya. Hal ini berhubungan dengan batas jangkauan pengawasan seorang
manajer terhadap sejumlah bawahannya dalam unit-unit kerja yang ada dalam
struktur organisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Syani, 1987. Manajemen Organisasi. Penerbit: PT. Bina Aksara, Jakarta.
M. Manullang, 1985. Dasar-dasar Manajemen. Penerbit: Ghalia Indonesia, Jakarta.
Malayu SP. Hasibuan, 1985. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Penerbit:
PT. Gunung Agung, Jakarta.
Sri Sujati Kadarisman, 1981. Dasar-dasar Manajemen. Penerbit: Armico, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai