Anda di halaman 1dari 24

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR……..:TAHUN............
TENTANG
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI ACEH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang: a. bahwa cita-cita dan tujuan Negara


Kesatuan Repub!ik Inc!onesia adalah
membangun masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan
sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945;

b. bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Repubiik


Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur
dengan undang-undang;
c. bahwa salah satu karakter khas yang alami di dalam
sejarah perjuangan rakyat Aceh adalah adanya ketahanan
dan daya juang yang tinggi yang bersumber pada
pandangan hidup dan karakter sosial kemasyarakatan
dengan budaya Islam yang kuat sehingga Aceh menjadi
daerah modal bagi perjuangan dalam merebut dan
mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
d. bahwa rakyat Aceh, sebagai bagian dari bangsa
Indonesia, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hak
asasi manusia, demokrasi, hukum, dan nilai-nilai
budaya yang hidup dalam masyarakat, serta memiliki hak
untuk menikmati hasil pembangunan secara wajar.
e. bahwa integrasi bangsa dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia harus tetap dipertahankan dengan
menghargai nilai-nilai islami, kesejahteraan,
keragaman kehidupan social, budaya dan adat istiadat
masyarakal Aceh;
f. bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam belum
mencapai kesejahteraan rakyat, belum rnendukung
terwujudnya penegakan hukum dan belum diterapkannya
penghormatan terhadap hak-hak asasi rnanusia di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
g. bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan
alam di Provinsi Nanggroc Aceh Darussalam belum
digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf
hidup rakyat Aceh, sehingga telah mengakibatkan
terjadinya kesenjangan antara Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dengan daerah lain, dan pengabaian sebagian
hak-hak dasar rakyal Acch;
h. bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
tentang otonomi khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa
Aceh, sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, perlu
diselaraskan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
i. bahwa adanya kesenjangan kehidupan rakyat Aceh
dengan rakyat daerah lain telah menimbulkan perlawanan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) terhadap Pemerintah
Republik Indonesia puluhan tahun lamanya;
j. bahwa lahirnya Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka tanggal 15
Agustus 2005 di Helsinki Finlandia perlu
ditindaklanjuti perwujudannya;
k. bahwa telah lahir kesadaran baru di kalangan orang
Aceh untuk memperjuangkan secara damai dan
konstitusional pengakuan hak-hak dasar serta kerukunan
hidup damai di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
l. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut pada huruf a, b,
c, d, e, f g, h, i, j, dan k dipandang perlu
memberikan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemerintahan
di Aceh;

Mengingat: l. Pasal 1 ayat (1), pasal 5 ayat (1),


pasal 18b ayat (1) dan pasal 20 ayat
(1) Undang-Undang Dasar
1945;
2. Ketetapah Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis Garis Besar
Haluan Negara;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor IV/MPR/2000, tentang Rekomendasi
Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah;
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor IV/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan
Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat RI Tahun 2000;
5. Undang Undang Nomor 24 tahun 1956 tentang
Pembentukan Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan
Provinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Tahun 1965
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1103);
6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2051);
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan (Lembaran Negara Tahun 1999, Nomor 60
tambahan Lembaran Negara 3839);
8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa
Aceh sebagai Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3893):
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 114);
10. Undang-Undang Repub1ik Indonesia Nomor 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125);
11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Darah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 126);
12. Nota Kesefahaman antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, 15 Agustus 2005.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN
Menetapkan : UNDANG-UNDANGPENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DI ACEH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan:

1. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah


adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terdiri atas Presiden serta para Menteri.

2. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah provinsi


yang khusus bagi penyelenggaraan pemerintahan di Aceh
dalam Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

3. Gubernur Provinsi Nanggroc Acch Darussalam adalah


Kcpala Daerah dan Kepala Pemerintahan di Aceh.

4. Lembaga Wali Nanggroe adalah representasi kultural


orang Aceh yang memiliki wewenang tertentu dalam
rangka perlindungan hak orang Aceh dengan berlandaskan
pada penghormatan terhadap nilai-nilai agama, adat dan
budaya serta pemberdayaan perempuan dan pemantapan
kerukunan hidup masyarakat sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.

5. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


adalah Gubernur beserta perangkat lainnya sebagai
badan eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjulnya


disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai badan
legislative yang dipilih melalui pemilihan umum.

7. Mahkamah Syar'iyah adalah lembaga peradilan yang


bebas dari pengaruh pihak manapun, berlaku bagi
pemeluk agama Islam dalam wilayah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.

8. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah


peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Gubemur
bersama DPRD atas persetujuan Lembaga Wali Nanggroe
dalam rangka pelaksanaan undang-undang ini.
9. Peraturan Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut
dengan Perda adalah Peraturan Daerah Provinsi dalam
rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
10. Kabupaten, yang selanjutnya disebut Sagoe atau
nama lain, adalah daerah otonom dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam yang dipimpin oleh
Bupati/Wali Sagoe atau nama lain.

11. Kota, yang seIanjutnya disebut Banda atau nama


lain, adalah daerah otonom dalam Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam yang dipimpin oleh Walikota/Wali Banda
atau nama lain.

12. Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain adalah


perangkat daerah kabupaten dari kota yang dipimpin
oleh Carnat atau nama lain.

13. Mukim adalah perangkat Kecamatan/Sagoe Cat atau


nama lain yang terdiri atas gabungan beberapa gampong
yang mempunyai batas wilayah tertentu, dipimpin oleh
Imum Mukim atau nama lain.

14. Gampong adalah perangkat Mukim yang merupakan


organisasi pemerintahan terendah, dipimpin oleh
Keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan
urusan rumah tangganya sendiri.

15. Bendera, lambang dan himne adalah panji kebesaran


sebagai simbol keistimewaan bagi kemegahan jati diri
orang Aceh dan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang tidak diposisikan sebagai simbol
kedaulatan.

16. Orang Aceh adalah orang yang berasal dari rumpun


ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

17. Rakyat Aceh dan atau penduduk Aceh adalah semua


orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar
dan bertempat tinggal di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

BAB II
BENTUK DAN SUSUNAN PEMERINTAHAN DI ACEH

Pasal 2

1. Pemerintahan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam terdiri atas pemerintah Provinsi sebagai
badan eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
sebagai badan legislatif.

2. Pemerintah Provinsi terdiri atas Gubemur dan Wakil


Gubemur beserta perangkat pemerintah Provinsi lainnya.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota terdiri atas pemerintah


Kabupaten/Kota sebagai badan eksekutif, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah KabupatenIKota sebagai badan
legislative
4. Pemerintah kabupaten/kota terdiri atas bupati/wakil
bupati dan walikota/wakil walikota bcserta perangkat
pemerintah kabupaten/kota lainnya.

5. Kabupaten/kota terdiri atas kecamatan-kecamatan.

6. Kecamatan terdiri atas mukim-mukim.

7. Mukim terdiri atas gampong-gampong.

8. Bentuk dan susunan pemerinyahan ditetapkan dengan


qanun

Pasal 3

Penyebaran jejang pemerintahan di dalam Provinsi


Nanggroe Acch Darussalam yang diperlukan untuk
penentuan kebijakan nasional diajukan oleh Pemerintah
Provinsi Nanggroe Acch Darussalam kepada Pemerintah.

BADAN LEGISLATIF
Pasal 4

1. Kekuasaan legislative di Provinsi Nanggroc Aceh


Darussalam dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe


Aceh Darussalam mempunyai fungsi legislasi,
penganggaran dan pengawasan kebijakan daerah.

3. Susunan, kedudukan, wewenang, tugas, hak dan


kewajiban, keanggotaan, pimpinan dan alat kelengkapan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

4. Kedudukan keuangan Dewan Perwakiian Rakyat Daerah


diatur dengan qanun dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

5. Jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam paling banyak 125 %
(seratus dua puluh lima persen) dari yang ditetapkan
undang-undang.
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai tugas dan
wewenang yang selanjutnya diatur dengan qanun.

Pasal 5

Seseorang dapat ditetapkan menjadi anggota legislatif


adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

a. menjalankan ajaran agamanya;


b. penduduk Aceh;

c. setia dan taat kepada Negara Kesatuan Republik


Indonesia dan pemerintah yang sah

d. berpendidikan sekurang-kurangnya SLTA atau


sederajat;

e. berumur minimal 25 tahun;

f. sehat jasmani dan rohani yang ditetapkan oleh surat


Keterangan Tim Dokter;

g. tidak pemah dihukum penjara karena melakukan tindak


pidana;

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan


keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;

i. tidak dalam status warga negara asing;

j. lulus uji kelayakan melalui lembaga yang dibentuk


oleh qanun.

Pasal 6

1. Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah


mempunyai hak:

a. mengajukan pertanyaan;

b. menyampaikan usul dan pendapat;

c. protokoler;

d. keuangan dan administrasi.

2. Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diatur dalam peraturan tata tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mempunyai kewajiban:
a. mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
serta menaati segala peraturan perundang-undangan;
c. membina demokrasi dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah;
d. meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah
berdasarkan demokrasi ekonomi;
e. memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima
keluhan dan pengaduan masyarakat, serta memfasilitasi
tindak lanjut penyelesaiannya.

4. Pelaksanaan hak sebagaimana dlmaksud pada ayat (1)


diatur dalam tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah sesllai dengan peraturan perundang-undangan
BADAN EKSEKUTIF

Pasal 7

1. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


dipimpin oleh seorang Kepala Daerah sebagai kepala
eksekutif yang disebut Gubernur.

2. Gubemur dibantu oleh Wakil Kepala Daerah yang


disebut Wakil Gubernur dan Perangkat Daerah.

3. Tatacara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur


ditetapkan melalui qanun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

4. Gubemur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


bertanggungjawab dalam penetapan kebijakan,
ketertiban, ketentraman dan keamanan di luar yang
terkait dengan tugas teknis kepolisian.

5. Gubemur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, karena


jabatannya adalah juga wakil Pemerintah.

6. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai


Kepala Daerah, Gubemur bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam dengan pertimbangan Lembaga Wali Nanggroe.

7. Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, Gubemur


berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden.

8. Tatacara pemilihan Gubemur dan Wakil Gubemur


ditetapkan dengan qanun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

KEPALA PEMERINTAHAN
Pasal 8

1. Gubernur dan Wakil Gubenur Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dipilih secara langsung oleh rakyat setiap
lima tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis.
bebas dan rahasia serta dilaksanakan secarajujur dan
adil.

2. Seseorang yang dapat ditetapkan menjadi calon


Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara
Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

a. menjalankan syariat Islam;

b. orang Aceh;

c. setia dan taat kepada Negara Kesatuun Republik


Indonesia dan pemerintah yang sah;

d. berpendidikan sekurang-kurangnya sarjana strata 1


atau sederajat;

e. berumur minimal 35 tahun;

f. sehat jasmani dan rohani yang ditetapkan oleh Surat


Keterangan Tim Dokter;

g. tidak pemah dihukum penjara karena melakukan tindak


pidana, kecuali karena alasan-alasan politik;

h. tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan


keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap;

i. tidak dalam status warga negara asing;

j. lulus uji kelayakan melalui lembaga yang dibentuk


oleh qanun.

KEWENANGANDAERAH
Pasal 9

1. Kewenangan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


mencakup kewenangan dalam semua sektor publik, yang
akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi
sipil dan peradilan, kecuaIi dalam bidang hubungan
luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional,
moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan
beragama, dimana kebijaksanaan tersebut merupakan
kewenangan pemerintah Republik Indonesia.

2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dalam rangka perwujudan Pemerintahan di Aceh,
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberikan kewenangan
khusus berdasarkan undang-undang ini.

3. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dan (2) diatur Iebih lanjut dengan qanun.

4. Kewenangan daerah Kabupaten/Kota mencakup


kewenangan sebagaimana telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan.

5. Selain kewenangan sebagaimana yang dimaksud pada


ayat (4), daerah Kabupaten/ Kota memiliki kewenangan
berdasarkan undang-undang ini yang diatur Iebih lanjut
dengan qanun.

6. Perjanjian-perjanjian yang dibuat Pemerintah


Indonesia dengan dunia internasional berkaitan dengan
kepentingan Aceh terlebih dahulu mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nanggroe Aceh
Darussalam.

7. Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat


Republik Indonesia yang terkait dengan kepentingan
Aceh terlebih dahulu mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.

8. Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh


Pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan Aceh
dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala
Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam.

9. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat mengadakan


kerjasama yang saling menguntungkan dengan lembaga
atau badan di luar negeri yang diatur dengan keputusan
bersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

10. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih


akan ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam setelah pemilihan
umum tahun 2009.

11. Pemerintah Aceh berwenang membentuk Lembaga Wali


Nanggroe dengan perangkat upacara dan gelamya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang diatur
dengan qanun. .

BAB III
LEMBAGA WALl NANGGROE
Pasal 10

1. Wali Nanggroe adalah lembaga independen yang


merupakan institusi pelestarian penyelenggaraan
kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Lembaga Wali Nanggroe dengan segala gelarnya


ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Nanggroe Acch Darussalam.

3. Lembaga Wali Nanggroe bukan merupakan lembaga


politik dan pemerintahan di Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Jabatan pimpinan Lembaga Wali Nanggroe ditetapkan 5


(lima) tahun sekali melalui pemilihan langsung oleh
rakyat Aceh bersamaan dengan pemilihan Kepala Daerah.

5. Lembaga Wali Nanggroe berhak mendapatkan


fasilitas-fasilitas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

6. Hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (I), (2),


(3) dan (4) diatur dengan qanun.

Pasal 11

1. Lembaga Wali Nanggroe mempunyai tugas dan wewenang


untuk memberikan masukan, pertimbangan, bimbingan dan
nasehat serta saran-saran dalam menentukan kebijakan
daerah dari aspek agama, adat dan sosial-budaya kepada
Pemeritah Daerah dan masyarakat di Provinsi Nangroe
Aceh Darussalam dan selanjutnya diatur dengan qanun.

2. Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), Lembaga Wali Nanggroe
berfungsi memberikan pertimbangan baik diminta atau
tidak diminta terhadap kebijakan daerah yang
menyangkut bidang eksekutif, legislatif, dan
yudikatif.

3. Lembaga Wali Nanggroe bertanggungjawab terhadap


terselenggaranya pemerintahan yang jujur, adil,
amanah, berwibawa serta islami di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam.

c. mengajukan rancangan anggaran biaya kelembagaan


Lembaga Wali Nanggroe

d. meminta keterangan kepada Dewan Perwakilan Nanggroe


Rakyat Provinsi Aceh Darussalam mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan perumusan peraturan dan qanun;
2. Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan qanun.

Pasal 15

Lembaga. Wali Nanggroe mempunyai kcwajiban untuk


mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; melestarikan penyelenggaraan
kehidupan adat, sosial-budaya dan persatuan
masyarakat, membina kerukunan hidup beragama dan
mendorong pemberdayaan perempuan.

BAB IV
QANUN, PERATURAN DAERAH DAN PERATURAN GUBERNUR
Pasal 16

1. Qanun dibuat dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
bersama-sama Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan
Lembaga Wali Nanggroe.

2. Peraturan Daerah dibuat dan ditetapkan oleh Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi bersama-sama dengan
Gubemur.

3. Tatacara pemberian pertimbangan Lembaga Wali


Nanggroe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan qanun.

4. Tatacara pembuatan peraturan daerah sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 17
Qanun, Peraturan Daerah bersifat mengatur dan mengikat
setelah diundangkan dalam Lembaran Daerah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 18

1. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan hukum di


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat dibentuk Badan
Pembinaan Hukum Daerah (BPHD) setelah mendapatkan
pertimbangan Lembaga Wali Nanggroe dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

2. Badan Pembinaan Hukum Daerah dibentuk dengan


anggota terdiri dari ahli hukum.

3. Struktur organisasi Badan Pembinaan Hukum Daerah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki fungsi,
wewenang, bentuk dan susunan keanggotaannya diatur
dengan qanun.

BAB V
HAK-HAKMASYARAKAT ADAT
Pasal 19

1. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


mengakui, menghormati, melindungi, memberdayakan dan
mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan
berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2. Penyelesaian sengketa hak-hak masyarakat adapt


dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
dengan kesepakatan yang bermartabat pada para pihak.

BAB VI
KEKUASAAN PERADILAN
Pasal 20

1. Kekuasaan peradilan di Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dilaksanakan oleh Badan Peradilan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Di samping kekuasan peradilan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1), diakui adanya kekuasaan Mahkamah
Syar'iyah dan Peradilan Adat di dalam masyarakat hukum
adat

MAHKAMAH SYAR'IYAH

Pasal 21

1. Peradilan syari'ah di Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam sebagai bagian dari sistem peradilan
nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar'iyah yang bebas
dari pengaruh pihak manapun.
2. Kewenangan Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi bidang jinayah, muaamalah dan
ahwal syakhsiyah yang didasarkan atas syari'at Islam
dalam sistem hukum nasional yang diatur lebih lanjut
dengan qanun.
3. Kcwenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberlakukan bagi pemeluk agama Islam.
4. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat
militer beragama Islam diadili oleh Mahkamah
Syar'iyah.

5. Kejahatan sipil yang dimaksudkan pada ayat (4)


diatur dengan qanun.

6. Proses beracara di Mahkamah Syar'iyah diatur dengan


qanun.

Pasal 22

1. Mahkamah Syar'iyah sebagaimana dimaksud dalam Pasal


21 ayat (1) terdiri atas Mahkamah Syar'iyah
Kabupaten/Kota sebagai pengadilan tingkat pertama dan
Mahkamah Syar'iyah Provinsi sebagai pengadilan tingkat
banding yang berkedudukan di Ibukota Provinsi.
2. Dengan undang-undang ini dibentuk Mahkamah
Syar'iyah Kabupaten/kota di tempat yang belum
terbentuk.
3. Mahkamah Syar'iyah untuk pengadilan tingkat kasasi
dilakukan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

4. Hakim Mahkamah Syar'iyah diangkat dan diberhentikan


oleh Presiden sebagai Kepala Negara atas usul Menteri
Hukum dan Hak-Hak Asasi Manusia setelah mendapatkan
pertimbangan Gubernur dan Ketua Mahkamah Agung.

PERADILAN ADAT
Pasal 23

1. Peradilan Adat adalah pengadilan perdamaian di


lingkungan masyarakat yang memiliki kewenangan
memeriksa dan mengadili sengketa adat di antara para
warga dan/atau masyarakat di Nanggroe-AcehDarussalam.
: .

2. Pengadilan Adat dibentuk menurut ketentuan hukum


adat yang berlaku pada masyarakat yang bersangkutan.
3. Pengadilan Adat memiliki kewenangan untuk memeriksa
dan mengadili sengketa adat berdasarkan hukum adat
yang berlaku di dalam masyarakat.
4. Dalam hal salah satu pihak yang bersengketa dan
berperkara keberatan atas keputusan Pengadilan Adat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pihak yang
berkeberatan berhak meminta kepada Lembaga Wali
Nanggroe untuk penyelesaian perkara.

Pasal 24
1. Penyusunan ketentuan hukum adat yang berlaku umum
di masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh
masyarakat adat dengan pertimbangan Lembaga Wali
Nanggroe.

2. Susunan dan kedudukan pengadilan adat diatur dengan


qanun.

BAB VII
PELAKSANAAN SYARl'AT ISLAM
Pasal 25

1. Setiap pemeluk agama Islam menaati dan mengamalkan


syari'at Islam.

2. Menaati dan mengamalkan syari'at Islam sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh setiap
pribadi, keluarga, masyarakat dan pemerintah daerah
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Setiap warga Negara Republik Indonesia dan warga


negara asing yang bertempat tinggal atau singgah di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menghormati
pelaksanaan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Setiap pelanggaran dan/atau kejahatan yang


dilakukan di wilayah hukum Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam berlaku hukum di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

Pasal 26

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota bertanggungjawab atas penyelenggaraan
pelaksanaan syari'at Islam.

2. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota menjamin kebebasan, membina kerukunan,
menghormati nilai-nilai agama yang dianut oleh umat
beragama dan melindungi umat beragama untuk
menjalankan ibadah menurut agamanya.

3. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota mengalokasikan dana dan sumber daya
lainnya dalam rangka pelaksanaan syariat Islam.

Pasal 27

1. Pelaksanaan syari'at Islam di Nanggroe Aceh


Darussalam meliputi: aqidah, ibadah, akhlak,
munakahat, jinayah, peradilan, mawaris, ekonomi dan
perbankan, pendidikan, dakwah islamiyah, syi'ar dan
pembelaan Islam.

2. Pelaksanaan syari'at Islam sebagaimana dimaksud


dalam ayat (1), diatur dengan qanun.
BAB VIII
PENDIDlKAN
Pasal 28

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota bertanggungjawab terhadap
penyelenggaraan pendidikan pada semua jenjang, jalur,
dan jenis pendidikan.

2. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan umum tentang
otonomi pendidikan formal dan otonomi lembaga
pendidikan dayah dalam hal kurikulum inti dan standar
mutu bagi semua jenjang, jalur dan jenis pendidikan.

3. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan pengembangan
kurikulum dan standar kualitas semua jenjang, jalur
dan jenis pendidikan pada perguruan tinggi.

4. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota mengalokasikan dana bagi
penyelenggaraan pendidikan formal dan dayah sebanyak
30% (tiga pu1uh persen) dari jumlah Anggaran
Pcndapatan dan Belanja Daerah yang sclanjutnya diatur
dengan qanun.

5. Setiap rakyat Aceh berhak memperoleh pendidikan


yang bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
tingkat pendidikan menengah dengan beban masyarakat
yang serendah-rendahnya.

6. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota memberikan kesempatan luas kepada
lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat dan
dunia usaha yang memenuhi syarat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan untuk mengembangkan dan
menyelenggarakan pendidikan bermutu.

7. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,


bahasa Arab dan bahasa Inggris ditetapkan sebagai
bahasa kedua di semua jenjang pendidikan.

8. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) sampai dengan ayat (6) ditetapkan dengan
qanun.

BAB IX
KEBUDAYAAN DAN PERADATAN
Pasal 29

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota melindungi, membina dan mengembangkan
kebudayaan Aceh yang islami.

2. Dalam melaksanakan ayat (1), Pemerintah, Pemerintah


Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan
peran dan perhatian kepada seluruh komponen masyarakat
untuk mengembangkan kebudayaan dan peradatan.
3. Pelaksanaan ayat (1) dan (2) harus disertai dengan
pembiayaan yang selanjutnya diatur dengan qanun.

4. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota membina, mengembangkan dan melestarikan
keragaman bahasa dan sastra daerah guna mempertahankan
jati diri orang Aceh.

5. Bahasa daerah dapat dijadikan bahasa pengantar di


jenjang pendidikan dasar sesuai dengan kebutuhan.

6. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) sampai dengan ayat (5) ditetapkan dengan
qanun.

BAB X
KESEHATAN
Pasal 30

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota menetapkan standar mutu kesehatan dan
pelayanan kesehatan kepada rakyat Aceh.

2. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota mencegah dan menanggulangi segala jenis
penyakit endemi dan/atau penyakit yang membahayakan
kelangsungan hidup penduduk.

3. Setiap penduduk Aceh berhak memperoleh pelayanan


kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dengan beban masyarakat yang paling rendah.
selanjutnya diatur oleh qanun.

4. Dalam pelaksanaan ayat (1) dan (2), Pemerintah,


Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
memberikan peran kepada lembaga keagamaan, Iembaga
pendidikan, Iembaga swadaya masyarakat serta dunia
usaha yang memenuhi persyaratan untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada rakyat selanjutnya diatur
dengan qanun.

5. Pemerintah Provinsi dan Pemerintah KabupatenlKota


menyediakan pembiayaan kesehatan sebanyak 15% (lima
belas persen) dari jumlah Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya diatur dengan qanun.

Pasal 31

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota merencanakan dan melaksanakan
program-program perbaikan dan peningkatan gizi
penduduk dan pelaksanaannya dapat melibatkan lembaga
keagamaan, lembaga pendidikan dan lembaga swadaya
masyarakat dan dunia usaha yang memenuhi syarat.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih


lanjut diatur dengan Perda.
BAB XII
KEUANGAN
Pasal32

Penyelenggaraan tugas Pemerintahan Provinsi,


Pemerintahan Kabupaten/Kota dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.

Pasal 33

1. Sumber-sumber pcnerimaan Provinsi, Kabupaten/Kota


meliputi :

a. pendapatan asli Provinsi, Kabupaten/Kota;


b. dana perimbangan;
c. dana hibah luar negeri;
d. dana melalui hutang luar negeri;
e. penerimaan Provinsi dalam rangka otonomi daerah;
f. pinjaman daerah; dan
g. lain-lain penerimaan yang sah;

2. Sumber pendapatan asli Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam, Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :

1. retribusi daerah;

2. pajak daerah;

3. zakat;

4. hasil Perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan


kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan

5. lain-lain pendapatan daerah yang sah.

3. Dana perimbangan bagian Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam dengan perincian sebagai berikut :

a. bagi hasil pajak


1. pajak bumi dan bangunan sebesar 90 % (sembilan
puluh persen);
2. biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan sebesar
80% (delapan puluh persen) ;
3. pajak penghasilan orang pribadi sebesar 20% (dua
puluh persen);

b. bagi hasil sumber daya alam:

1. kehutanan sebesar 80% (delapan puluh persen);


2. hasil kelautan sebesar 80% (delapan puluh persen);
3. pertambangan umum sebesar 80% (delapan puluh
persen);
4. pertambangan minyak bumi sebesar 70% (tujuh puluh
persen);
5. pertambangan gas alam sebesar 70% (tujuh puluh
persen);
c. seluruh hasil sumber daya alam Daerah Nanggroe Aceh
Darussalam dikumpulkan dan dikelola oleh Pemerintah
Nanggroe Aceh Darussalam;
d. Pemerintah Daerah dalam pendistribusian hasil alam
bertanggungjawab kepada Pemerintah Republik Indonesia
sesuai ketentuan perundang
e. dana alokasi umum ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang undangan;
f. dana alokasi khusus ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dengan memberikan
prioritas kepada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;
g. penerimaan khusus dalam rangka pelaksanaan
Pemerintahan di Nanggroe Aceh Darussalam yang besarnya
setara dengan 5% (lima persen) dari plafon dana
alokasi umum nasional ditujukan untuk pembiayaan
pendidikan dan kesehatan;
h. dana tambahan dalam rangka pelaksanaan pemerintahan
di Nanggroe Aceh Darussalam, besarnya ditetapkan oleh
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan
usulan provinsi pada setiap tahun anggaran, ditujukan
untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur serta untuk
rehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang
hancur dan rusak akibat konflik dan bencana alam,
dikelola oleh pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam;

Pasal 34

1. Dana perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja


Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ditetapkan dengan
qanun.

2. Tatacara penyusunan dan pelaksanaan Anggaran


Pendapatan Belanja Provinsi dan Kabupaten/Kota,
perubahan dan perhitungan serta pertanggungjawaban dan
pengawasannya diatur dengan qanun.

Pasal 35

Data dan informasi mengenai penerimaan pajak dan


penerimaan ncgara bukan pajak yang berasal dari
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disampaikan kcpada
Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah setiap tahun anggaran.

Pasal 36

1. Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam dapat menerima


bantuan luar negeri setelah ada pertimbangan Lembaga
Wali Nanggroe dan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
2. Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam dapat melakukan
pinjaman dari sumber dalam negeri dan atau luar
negeri untuk membiayai sebagian anggarannya.
3. Pinjaman dari dalam negeri dan/atau luar negeri
untuk Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam mendapat
pertimbangan Lembaga Wali Nanggroe dan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nanggroe Aceh
Darussalam sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Total kumulatif pinjaman besarnya tidak melebihi
persentase dari jumlah penerirnaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
5. Ketentuan mengenai pelaksanaan bantuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini diatur dengan qanun.

BAB XIII
PEREKONOMIAN
Pasal 37

1. Perekonomian Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang


merupakan bagian dari perekonomian nasional dan global
diarahkan dan diupayakan untuk menciptakan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat Aceh, dengan menjunjung
tinggi prinsipprinsip keadilan dan pemerataan.

2. Usaha-usaha perekonornian di Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam yang memanfaatkan sumber daya alam
dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat,
dan menjamin kepastian hukum bagi investasi,
selanjutnya diatur dengan qanun.

3. Penyediaan tanah dan/atau lahan untuk kepentingan


investasi dalam negeri dan/atau luar negeri, diatur
dengan qanun.

Pasal 38

Pengelolaan lanjutan dalam rangka pemanfaatan sumber


daya alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 37 ayat (2)
dilaksanakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dengan tetap beIpegang pada prinsip ekonomi yang sehat
dan efisien.

Pasal 39

1. Aceh berhak menetapkan tingkat suku bunga berbeda


dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik
Indonesia.

2. Aceh berhak rnenetapkan dan memungut pajak daerah


untuk membiayai kegiatan kegiatan internal yang resmi.

3. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis


internasional serta menarik investasi dan wisatawan
secara langsung ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Aceh memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang


hidup di laut teritorial Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 40

1. Dalam melakukan kegiatan perdagangan, Provinsi


Nanggroe Aceh Darusalam berhak untuk melaksanakan
perdagangan bebas antar wilayah Negara Republik
Indonesia, dan ke negara-negara asing melalui laut dan
udara tanpa hambatan pajak, tarif dan lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

2. Dalam usaha memajukan kemakmuran di Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam, Pemerintah Daerah berhak
untuk melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua
pelabuhan laut dan pelabuhan udara dalam wilayah
Nanggroe Aceh Darussalam, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

3. Dalam pengumpulan dan pengalokasian pendapatan


antara Pemerintah dan Pemerintah Nanggroe Aceh
Darussalam perlu diciptakan prinsip-prinsip
transparansi dan akuntabilitas.

4. Dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas


Pemerintah dan Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam
dapat menunjukkan auditor dalam ataupun luar negeri
untuk melakukan verifikasi terhadap pengumpulan dan
pengalokasian pendapatan kemudian menyampaikan semua
hasil auditnya kepada Pemerintah dan Pemerintah
Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 41

Pemerintah Nanggroe Aeeh Darussalam membentuk lembaga


keuangan Islam, Bank Baitulmal dan Bank Waqaf, yang
pengaturannya ditetapkan dengan qanun.

BAB XIV
HAK ASASI MANUSIA
Pasal 42

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota serta penduduk Provinsi Nanggroe Aeeh
Darussalam menegakkan, melindungi, dan menghormati
Hak-hak Asasi Manusia di Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Untuk melaksanakan hal sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), Pemerintah membentuk perwakilan Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia dan Pengadilan Hak Asasi
Manusia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 43

1. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota menegakkan hak asasi perempuan,
membina, melindungi dengan memberdayakan perempuan
secara bermartabat dan melakukan semua upaya untuk
memposisikannya sebagai mitra kaum laki-Iaki.

2. Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah


Kabupaten/Kota menegakkan hak asasi anak, memelihara,
membina dan melindungi secara bermartabat.

Pasal44
1. Dalam rangka pemantapan persatuan dan kesatuan
bangsa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dibentuk
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

2. Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. melakukan klarifikasi sejarah Aceh untuk


memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia;

b. merumuskan dan menetapkan langkah-Iangkah


rekonsiliasi.

3. Susunan keanggotaan, kedudukan, tugas dan


pembiayaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan (2) diatur
dalam Keputusan Presiden atas usulan Gubemur setelah
mendapat pertimbangan Lembaga Wali Nanggroe.

BAB XV
PERANGKAT DAN KEPEGAW AIAN
Pasal 45

Perangkat pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam terdiri atas Sekretariat Provinsi, Dinas
Provinsi dan Lembaga Teknis lain yang dibentuk sesuai
dengan kebutuhan Provinsi. diatur dengan qanun
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46

1. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


menetapkan kebijakan kepegawaian Provinsi dengan
berpedoman pada norma agama, standard dan prosedur
penyelenggaraan manajemen pegawai negeri sipil sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

2. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) tidak terpenuhi, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kebijakan
kepegawaian sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan
daerah setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) diatur dengan qanun.

BAB XVI
PART AI-PART AI POLITIK LOKAL
Pasal 47

1. Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat


membentuk partai-partai politik lokai sebagairnana
ketentuan nasional.

2. Partai-partai politik lokal dapat dibentuk oleh


sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) orang warga negara
Republik Indonesia yang telah berusia 21 (dua puluh
satu) tahun dan berdomisili di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, dengan akte notaris.

3. Akte notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


harus memuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
disertai kepengurusan ditingkat Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam sebagai pimpinan pusat partai.

4. Partai-partai politik loka! sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) dan (3) didaftarkan pada Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi dengan
syarat:

a. memiliki akte notaris pendirian partai politik


lokal yang sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

b. mempunyai kepengurusan sekurang-kurangnya 40%


(empat puluh persen) dari jumlah Provinsi yang ada
pada tingkat nasionai, 50% (lima puluh persen) dari
Kabupaten/Kota yang ada di tingkat Provinsi dan 75%
(tujuh puluh lima persen) dari jumlah Kabupaten/Kota
untuk tingkat Kecamatan dan 50% (lima puluh persen)
dari jumlah gampong yang ada di setiap kecamatan;

c. memiliki nama, lambang dan tanda gambar yang tidak


mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya
dengan nama dan tanda gambar partai politik lain.

BAB XVII
KEPOLISIAN DAERAH
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Pasal 48

1. Tugas kepolisian dilaksanakan oleh Kepolisian


Daerah Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari
Kepolisian Republik Indonesia.

2. Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam melaksanakan kebijakan teknis kepolisian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang penegakan
syariat Islam, keamanan dan ketertiban masyarakat.

3. Kebijakan mengenai penegakan syariat Islam,


keamanan dan ketertiban masyarakat Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dikoordinasikan oleh Kepala Kepolisian
Daerah kepada Lembaga Wali Nanggroe dan Gubernur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian di bidang


penegakan syari'at Islam dilakukan oleh polisi
syari'at/wilayatul hisbah yang merupakan bagian
integral dari kepolisian Daerah Nanggroe Aceh
Darussalam dan selanjutnya diatur dengan qanun.

5. Dalam pelaksanaan tugas-tugas kepolisian di bidang


keamanan dan ketertiban masyarakat dilaksanakan oleh
polisi umum sebagaimana diatur oleh perundangundangan
dan qanun.

6. Pelaksanaan tugas fungsional kepolisian sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) dan (5) dipertanggungjawabkan
oleh kepala kepolisian daerah kepada Gubernur Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

7. Pengangkatan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
petimbangan Lembaga Wali Nanggroe dan persetujuan
Gubernur.

8. Pemberhentian Kepala Kepolisian Daerah Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia.

9. Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe Aceh


Darussalam bertanggungjawab kepada Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia atas pembinaan kepolisian di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam kerangka tugas
kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 49
1. Seleksi untuk menjadi perwira, bintara, dan tamtama
kepolisian Negara Republik Indonesia di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dilaksnakan oleh Kepolisian
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dengan memperhatikan
sistem hukum, sosialbudaya, adat-istiadat, dan
pertimbangan Lembaga Wali Nanggroe dan Gubernur
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Pendidikan dan pembinaan perwira kepolisian Negara


Republik Indonesia yang berasal dari Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dilaksanakan secara nasional oleh
kepolisian Negara Republik Indonesia.

3. Pendidikan dasar, pelatihan umum dan pembinaan bagi


bintara dan tamtama kepolisian Negara Republik
Indonesia di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam diberi
kurikulum muatan lokal yang bernuansa syar'i,
lulusannya diutamakan untuk penugasan di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Penempatan perwira, bintara, dan tamtama kepolisian


Negara Republik Indonesia dari luar Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam ke Kepolisian Daerah Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dilaksanakan atas keputusan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
memperhatikan sistem hukum, sosial-budaya, dan
adat-istiadat di daerah penugasan.

BAB XVIII
KEJAKSAAN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Pasal 50
1. Tugas kejaksaan dilakukan oleh Kejaksaan Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari Kejaksaan
Agung Republik Indonesia.

2. Kejaksaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam


mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan dan
penuntutan terhadap perkara yang menjadi wewenang
Mahkamah Syar'iyah dan Pengadilan Umum.

3. Jaksa mempunyai latar belakang pendidikan syari'ah


dan ilmu hukum.

4. Pengangkatan kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh Jaksa Agung
dengan persetujuan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

5. Pemberhentian Kepala Kejaksaan Tinggi di Provinsi


Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh Jaksa Agung.

BAB XIX
PERAN ULAMA DALAM PENETAPAN KEBIJAKAN DAERAH
Pasal 51
,
1. Daerah membentuk sebuah badan yang anggotanya
terdiri atas para ulama.

2. Badan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) bersifat


independen yang berfungsi memberikan pertirnbangan
terhadap kebijakan daerah, termasuk pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan serta tatanan ekonomi
yang Islami.

BAB XX
LAMBANG TERMASUK ALAM
PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Pasal 52

1. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat menentukan


bendera, lambang daerah, yang di dalamnya termasuk
alam atau panji kemegahan, dan hymne yang mencerminkan
keistimewaan dan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

2. Bendera dan lambang daerah, yang di dalamnya


termasuk alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
merupakan simbol kedaulatan dan tidak diperlakukan
sebagai bendera kedaulatan di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.

3. Ketentuan sebagaimana di maksud pada ayat (1) dan


ayat (2) diatur lebih lanjut dalam qanun Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang


bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan
undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku.
BAB XXII
KETENTUANPERALIHAN.
Pasal 53
Semua peraturan perundang-undangan yang ada sepanjang
tidak diatur dengan. Undang undang ini dinyatakan
tetap berlaku di Provinsi Nanggroe Aceh Darusslam.

BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Diundangkan di Jakarta Disahkan di Jakarta


Pada tanggal Pada tanggal
MENTERI NEGARA SEKRETARIS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
.
NEGARA
!

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA


TAHUN 2005 NOMOR

Anda mungkin juga menyukai