Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
18208004
DI berbagai belahan dunia, dan juga di Indonesia, ada beberapa jenis air minum.
Yang paling umum adalah air yang dialirkan oleh sistem penyediaan air minum
setempat, yang di Indonesia kita kenal dengan PAM/PDAM. Harga air PDAM ini
berbeda tiap kota, dengan contoh di Bekasi sebesar Rp 3.450,00 per meter kubik
(Kompas, 2010). Selain itu, ada pula air minum dalam kemasan (AMDK), yaitu air
dari mata air atau dari PDAM, diproses, kemudian dikemas dalam botol dan
dijual. Salah satu perbedaan air minum dalam kemasan dengan air PDAM, di
Indonesia, adalah air PDAM tidak dapat diminum langsung (harus direbus
terlebih dahulu) dan air minum dalam kemasan dapat diminum langsung. Selain
itu, masyarakat Indonesia juga umum mengambil air tanah untuk dipakai
sebagai air minum, dengan direbus dahulu. Sebagai perbandingan, harga yang
dikeluarkan masyarakat untuk air minum dalam kemasan adalah yang paling
tinggi dibandingkan dua pilihan lainnya untuk air minum di atas. Air minum
dalam kemasan botol contohnya, mencapai Rp 2.500,00 per satu setengah liter,
dan air minum dalam kemasan galon, Rp 11.000,00 per 19 liter.
Jadi, apa yang salah dengan AMDK? Pada proses pengolahan air minum,
perjalanan air dari pertama diambil hingga dapat diminum, yang mungkin juga
menghasilkan limbah dalam prosesnya, disebut energy footprint. Nah, air minum
yang energy footprint-nya paling besar adalah AMDK (Togar Silaban, 2009). Di
Amerika Serikat, untuk memproduksi air minum dalam kemasan yang
dikonsumsi pada 2007, energi yang dibutuhkan setara dengan 32 juta hingga 54
juta barel minyak. Energi ini digunakan untuk 4 tahap, yaitu memproduksi botol
plastik, mengolah air, mengisi dan menyegel botol, dan mendistribusikan air.
Untuk tahap pertama, energi yang dibutuhkan untuk membuat botol plastik dari
bahan polietilena tereftalat (PET) di seluruh dunia mencapai 3 juta ton PET,
setara dengan 50 milyar barel minyak. Sedangkan, energi yang dibutuhkan
untuk tahap 2 tidak terlalu berpengaruh pada energi keseluruhan dan untu tahap
3 hanya 0,34% dari jumlah pada tahap 1. Untuk tahap 4, energi untuk
mentransportasikan botok-botol ai minum itu tergantung seberapa jauh botol
dan air itu dikirim dan jenis transportasi apa yang dipilih. (Live Science, 2009).
Jadi, apa yang salah dengan penggunaan energi itu? Peter Gleick, Presiden
Pacific Institute, mengatakan, energi sebanyak 32 hingga 54 juta barel minyak
untuk memproduksi AMDK adalah “unnecesary use of energy”, karena jumlah itu
2000 kali liebih besar daripada yang digunakan untuk membuat “tap water”, dan
juga sepertiga persen dari total konsumsi energi Amerika Serikat (Live Science,
2009). Bahkan, di London, ada gerakan yang diinisiasi Walikota London yaitu
“London Tap”, sebuah gerakan untuk kembali pada air perpipaan. Memang, di
London, sebagian AMDK yang dijual merupaka impor dari New Zealand. Hal itu
bisa dianggap tidak rasional, membawa air minum sedemikian jauh. Menteri
Lingkungan Hidup Inggris menganggap pemanfaatan AMDK “daft and morally
unacceptable” yaitu tidak masuk akal dan secara moral tidak dapat diterima
(Togar Silaban, 2009). Di sisi lain, tahun 2008, AS telah mengonsumsi 30 milyar
air kemasan, dan sebanyak 80% botol kemasan dibuang ke tanah. Jika dijajarkan
sampah plastik yang sulit didaur ulang ini dapat mengelilingi bumi sebanyak 150
kali (Era Baru, 2009).
(1) Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat
pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(2) Air minum yang tidak memenuhi syarat kualitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang didistribusikan kepada masyarakat.
c. Air kemasan;
(2) Persyaratan kesehatan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi, radioaktif dan fisik.
(3) Persyaratan kesehatan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini.
air PDAM, apakah dapat langsung diminum atau belum. Namun, jika dilihat
secara umum di masyarakat, sepertinya belum.
Dilihat dari banyaknya ketidakperluan energi untuk membuat air minum dalam
kemasan, penulis tentunya berharap air PDAM di Indonesia dapat diminum
langsung. Jika tidak, sebaiknya menggunakan air PDAM setelah direbus atau
menggunakan AMDK. Tetapi, penggunaan AMDK sebaiknya dapat diminimalisir
tingkat kerugiannya, dengan membeli AMDK produksi dalam negeri yang tidak
memerlukan rantai panjang distribusi dan menggunakan AMDK galon, yang
tentunya menghemat penggunaan plastik. Kita telah melihat, bagaimana
produksi botol plastik membutuhkan energi yang sangat besar.
http://www.togarsilaban.com/2009/08/06/walikota-london-menghimbau-untuk-tidak-beli-
air-minum-dalam-kemasan/
http://www.togarsilaban.com/2009/08/03/air-minum-dalam-kemasan-tidak-ramah-
lingkungan/
http://www.livescience.com/environment/090318-bottled-water-energy.html
http://erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/901-air-minum-dalam-kemasan-sangat-tidak-
ramah-lingkungan
http://fujiro.com/bisnis-amdk/
http://megapolitan.kompas.com/read/2010/07/27/20021183/Tarif.PDAM.Ikut.Naik..15.Pers
en.Saja
http://iom.edu/Reports/2004/Dietary-Reference-Intakes-Water-Potassium-Sodium-
Chloride-and-Sulfate.aspx
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005