Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Perusahaan dalam mencapai tujuan yang diinginkan membutuhkan
sumber pembiayaan yang dapat diperoleh melalui pembiayaan internal dan
pembiayaan eksternal. Keputusan pendanaan perusahaan akan berpengaruh
terhadap kondisi struktur modal perusahaan yang merupakan bauran
sumber pendanaan permanen. Pemilihan jenis pendanaan mempunyai
pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan investasi perusahaan,
dimana pada setiap sumber pendanaan ada biaya yang harus ditanggung.
Biaya ini menjadi pertimbangan atas tingkat pengembalian yang diharapkan
dari kegiatan investasi termasuk risiko dari investasi. Jenis pendanaan yang
banyak digunakan untuk kegiatan investasi perusahaan adalah modal dari
pemilik (owners), pinjaman dari bank, obligasi dan saham. Kombinasi
struktur modal yang optimal akan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam
struktur modal menawarkan dua teori yang penting dan saling terkait yaitu
Trade-off Theory, dan Pecking Order Theory.
Trade-off Theiry (TOT) menyatakan bahwa target tingkat hutang
(leverage) yang optimal mempertimbangkan biaya dan manfaat yang
diterima dengan menggunakan hutang dalam keputusan investasi. Struktur
modal optimal dicapai dengan men-trade off tax shield dengan biaya
financial distress dalam berbagai tingkatan hutang yang dilakukan. Teori ini
dikeluarkan oleh Modigliani dan Miller yang dikenal dengan Preposisi I dan II.
Pecking order theory (POT) oleh Myers (1984), menyatakan bahwa
penggunaan sumber pendanaan oleh perusahaan dilakukan dengan urutan
pendanaan internal (laba ditahan) untuk kegiatan investasinya dan
pendanaan eksternal jika sumber internal tidak mencukupi. Untuk
pendanaan eksternal yang akan dipilih pertama kali adalah hutang kemudian
saham jika masih belum mencukupi. Pemilihan ini juga dikaitkan dengan
biaya atas sumber pendanaan dari mulai yang termurah hingga termahal. Di
lain pihak, hipotesa lain yang dikenal dengan pecking order theory (POT)
menyarankan bahwa keputusan financing mengikuti suatu hirarki dimana
sumber pendanaan dari dalam perusahaan (internal financing) lebih

1
didahulukan daripada sumber pendanaan dari luar perusahaan (external
financing).
Pada penelitian sebelumnya beberapa peneliti mencoba
membandingkan kekuatan eksplanasi dari masing-masing teori TOT dan POT
dalam konteks yang sama mulai banyak dilakukan, diantaranya adalah Fama
dan French (2002), Frank dan Goyal (2003), dan Flannery dan Rangan
(2006). Selanjutnya riset semacam itu yang menggabungkan kedua teori itu
dalam satu framework model dalam kebijakan financing perusahaan secara
simultan pada konteks yang sama, merupakan wahana yang belum banyak
dilakukan dan sangat menarik untuk dieksplorasi seperti yang dilakukan
Dang, 2006; Frank dan Goyal, 2003; Shyam-Sunder dan Myers,1999.
Didasarkan pada beberapa penelitian di atas penulis akan mereplikasi
penelitian ini dengan mencoba menerapkan gabungan dari TOT dan POT
dalam konteks struktur modal perusahaan dan menguji secara empiris kedua
teori tersebut. Kemudian penulis juga akan melakukan pengujian terhadap
keputusan perusahaan untuk sumber pembiayaan dalam bentuk obligasi.
Model yang akan digunakan mengikuti salah satu model yang dikembangkan
oleh Ozkan (2001), Flannery dan Rangan (2006), Dang (2006), dan Argawal
dan Mohtadi (2004).

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, makan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : apakah keputusan financing (pecking order
theory atau trade of theory) yang diambil atau kebijakan struktur
permodalan yang dipilih oleh manajemen pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia?

3. Tujuan Penelitian
Dari rumusam masalah di atas, makan penelitin ini bertujuan untuk
menguji secara empiris keputusan financing (pecking order theory atau
trade of theory) yang diambil atau kebijakan struktur permodalan yang
dipilih oleh manajemen pada perusahaan-perusahaan di Indonesia?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pecking Order Theory


Menurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa
”Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya
rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber
dana internal yang berlimpah.” Dalam pecking order theory ini tidak terdapat
struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-
urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order
theory dikutip oleh Smart, el al (2004;458-459), terdapat skenario urutan
(hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu :
a. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam
atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal
tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan
operasional perusahaan.
b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih
pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang
paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas
hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham
biasa.
c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan
menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh
seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.
d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya
kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta
kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio
investasi yang lancar tersedia. Pecking order theory tidak mengindikasikan
target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan
pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang
optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking
order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai
tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.

3
Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam
menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario
urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Menurut Singh
dan Hamid dalam Singh (2004) menyatakan bahwa “Perusahaan-perusahaan di
negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada
berhutang dalam membiayai perusahaannya.” Hal ini berlawanan dengan
pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk
menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat
membutuhkan pendanaan eksternal.

2. Trade-off Theory
Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001),
“Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana
penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya
kesulitan keuangan (financial distress)”. Biaya kesulitan keuangan (financial
distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization,
dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya
kredibilitas suatu perusahaan. Trade-off theory dalam menentukan struktur
modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya
keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress)
tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric
information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang.
Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir
dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan
keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan
tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya
dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang
tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer
keuangan yang berpikir demikian. Donaldson dalam Sofiati (2001) melakukan
pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan
tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini
berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat
menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.

4
3. Pengembangan Hipotesis
Pengujian empiris atas variabel yang mempengaruhi struktur modal
perusahaan dilakukan antara lain oleh Shyam-Sunder dan Myers (1999)
yang menggunakan TOT dan POT sebagai benchmark untuk pengujian
struktur modal terhadap 157 perusahaan. Hasil estimasi penelitiannya
menunjukkan bahwa POT lebih dominan dengan kuatnya hubungan antara
perubahan utang dan defisit pembiayaan perusahaan. Instrumen utang
menjadi sumber dan pilihan uatama untuk membiayai deficit perusahaan
sehingga jumlah utang perusahaan akan meningkat ketika defisitnya
meningkat.
Denis dan Mihov (2003) secara khusus menganalisis pilihan jenis utang
pada perusahaan public di Amerika serikat pada tahun 1995-1996. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa determinan utama pemilihan jenis utang adalah
kualitas kredit dari perusahaan. Perusahaan dengan performa dan kualitas
kredit yang bagus akan memilih menggunakan utang public dengan
menerbitkan utang. Sementara perusahaan dengan kualitas kredit yang
sedang akan meminjamkan kredit dari bank, seperti perusahaan
pembiayaan. Berdasarkan hasil temuan di atas dapat dapat dihipotesiskan
penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Perusahaan-perusahaan di Indonesia menunjukkan dalam pengambilan
keputusan financing didasarkan pada pecking order theory. Artinya
kekurangan dana (deficiency) perusahaan berpengaruh positif
terhadap penerbitan hutang perusahaan.

Untuk pengujian variabel eksplanatori size, tangible assets, growth,


profitability dan risk dalam mempengaruhi struktur modal akan dijelaskan
sebagai berikut:

a. Growth
Myers (1984) dalam pengujian POT mengungkapkan bahwa
perusahaan dengan future growth tinggi akan mengurangi penggunaan
hutangnya disebabkan adanya risiko under investment. Pengukuran future
growth opportunity perusahaan dapat dilakukan melalui intangible asset
atau melalui pengukuran pertumbuhan aktual dari size perusahaan. Rajan
5
dan Zingales (1995) mengemukakan masalah under investment yang
dialami perusahaan disebabkan perusahaan dengan future growth tinggi
seharusnya menggunakan pendanaan ekuitas yang lebih besar, sehingga
diharapkan adanya hubungan yang negatif antara growth dengan leverage.
Proksi yang biasa digunakan untuk growth adalah market to book value
(MBV).
H2a : Growth perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penerbitan hutang baru perusahaan.

b. Profitability
Myers dan Majluf (1984) mengemukakan bahwa profitabilitas
mempunyai hubungan negatif dengan tingkat leverage perusahaan. Hal ini
disebabkan pada saat perusahaan mempunyai profitabilitas yang tinggi akan
membayar hutang sehingga tingkat leverage menjadi rendah serta lebih
menyukai menggunakan keuntungan (pendanaan internal) untuk kegiatan
investasinya sesuai dengan POT. Frank dan Goyal (2003) mencatat bahwa
perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi, cenderung
mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan melalui
pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan
dengan tingkat profitabilitas yang tinggi mempunyai sumber dana internal
yang melimpah. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-
perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio
hutangnya rendah.
H2b : Profitabilitas perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan pada
penerbitan hutang baru perusahaan.

c. Size
Besar/kecil perusahaan menjadi salah satu variabel yang dianggap
dapat mempengaruhi keputusan perusahaan dalam memilih bentuk
pendanaan. Firm size mengindikasikan bahwa semakin besar suatu
perusahaan semakin besar pula tingkat hutangnya (Smart, Megginson, dan
Gitman, 2004). Helwege dan Liang (1996) menyatakan dimana perusahaan
besar cenderung mengikuti pecking order theory dengan menggunakan
utang lebih besar dari saham, sementara perusahaan kecil menggunakan
lebih banyak pembiayaan dari saham daripada sumber utang. Size dapat
6
digunakan sebagai proksi untuk probabilitas perusahaan mengalami defisit,
dengan asumsi bahwa biaya kebangkrutan tetap serta merupakan fungsi
yang menurun terhadap nilai perusahaan (Titman dan Wessel, 1988).
Berdasarkan asumsi ini maka size mempunyai hubungan positif terhadap
leverage.
H2c : Size perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penerbitan hutang baru perusahaan.

7
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Metode Pengumpulan Data


Data-data untuk penelitian ini berupa laporan keuangan (laporan
tahunan) perusahaan yang merupakan emiten Bursa Efek Indonesia dari
tahun 2004-2008 yang diperoleh melalui website www.jsx.co.id,
www.investorindonesia.com dan situs lain yang mendukung perolehan data
penelitian ini dan tidak termasuk emiten yang bergerak dalam industri
perbankan/jasa keuangan dan mempunyai laporan keuangan yang lengkap
untuk tahun 2004 - 2008.
Pemilihan sampel didasarkan pada komposisi indeks JBA 25 pada revisi
ketujuh dan yang mempunyai komposisi indeksnya berkisar antara 4% -
20%. Dari total 25 perusahaan, hanya 7 perusahaan yang memenuhi
persyaratan.
Table 1: Industry Classification
No
. Kode Emiten Kelompok Usaha
1 MEDC MEDCO ENERGY INTERNATIONAL Pertambangan
2 AALI ASTRA AGRO LESTARI Pertanian
Industri Barang
3 GGRM GUDANG GARAM Konsumsi
Infrastruktur, utilitas
4 TLKM TELEKOMUNIKASI INDONESIA & Transportasi
Industri Dasar &
5 INTP INDOCEMENT TUNGGAL PRAKASA kimia
Perdagangan, Jasa &
6 UNTR UNITED TRACTORS Investasi
7 ASII ASTRA INTERNATIONAL Aneka Industri
http://www.bbj-jfx.com/node/1030

2. Model Pengujian
Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi
berganda (multiple regression). Metode estimasi yang digunakan pada
penelitian yang digunakan ordinary least square (OLS). Hasil estimasi
menggunakan metode OLS diharapkan bersifat Best Unbiased Linear
Estimate (BLUE). Model yang digunakan untuk pengujian pecking order
adalah sebagai berikut:

8
Debtit = α + β DEFit + eit (1)
Dimana :
Debtit : Perubahan debt yang dikeluarkan oleh perusahaan i pada tahun t,
DEFit : Deficiency
εit : error terms
Menunjukkan banyaknya hutang (debt) yang diterbitkan dipengaruhi
oleh defisit yang dialami perusahaan dimana defisit (DEF) ini dinyatakan
dalam :
DEFt = DIVt + WKt + It - CFt
Dimana :
Div : Devidend payout
∆ WK : Delta working capital
I : Invesment
CF : Operating cash flow
Untuk menguji hipotesis 2, maka Model tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Debtit = α + β1 Growtht + β2 Profitt + β3 St + eit (2)
Dimana :
Debtit : Hutang perusahaan (defisit perusahaan)
Growtht : Pertumbuhan perusahaan, yang diproxykan dengan perubahan
Total Assets (Short et al, 2002)
Profitt : Profitabilitas, dengan manggunakan proxy perubahan total assets
(Short et al, 2002)
St : Sales (penjualan) yang diproxikan dengan Ln dari Total Sales
(Ozkan, 2001).
eit : Error terms

9
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Hasil regresi model Pecking Order Theory dan Trade of Theory


persamaan (1 dan 2) dari data cross section dengan menggunakan metode
fixed effect untuk periode waktu dapat dibaca pada Tabel 1 (lihat Lampiran
1). Estimasi dari persamaan (1) dengan menggunakan hasil regresi pada
Tabel 1 adalah sbb:
DEBT = 20.925.236+ 0.326734*DEF
Evaluasi tanda parameter estimasi menujukkan bahwa koefisien
deficiency (DEF) bertanda positif. Ini bermakna bahwa perusahaan akan
mengunakan dana ekstenal (hutang), jika perusahaan mengalami kekurangan
dana (DEF). Koefisien DEF sebesar Rp.0.326734, maknanya jika perusahaan
mengalami kekurangan dana Rp.1, maka perusahaan akan
mengunakan/menerbitkan hutang sebesar Rp.0.326734. Nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 0.113851 (0.11.39), artinya, variasi kekurangan dana
bagi perusahaan di Indonesia dijelaskan oelh model sebesar 11.39% dan
sisanya 88.61% dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Hal ini sesuai dengan
pecking order theoryyang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk
menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat
membutuhkan pendanaan eksternal. Hasil estimasi mendukung hipotesis satu
(H1).
Hasil yang paling menarik dari output Tabel 2 (lihat lampiran 1) adalah
bahwa faktor-faktor determinan dari debt berdasarkan TOT sangat dominan
dibandingkan dengan pengaruh faktor deficiency yang disarankan oleh POT.
Growth mempunyai hubungan positif dengan tingkat debt perusahaan,
tetapi tidak signifikan (H2 terdukung). Disini POT terbukti mempunyai
kekuatan explanatory yang sangat lemah, karena POT memprediksi korelasi
deficiency adalah mendekati satu dan positif. Hal ini dapat dibuktikan dari
hasil estimasi tabel 2, dengan persamaan sebagai berikut :
DEBT = 10.233.465+ 4.927333*SIZE - 0.455108*PROFIT
+0.443450*GROWTH
Berdasarkan persamaan di atas terdapat bahwa size dan growth
perusahaan mempunyai hubungan positif atau searah dengan debt. Dimana
10
jika size dan growth perusahaan meningkat, maka debt juga akan
meningkat. Koefisien size dan growth masing-masing sebesar Rp.4.927333
dan Rp.0.443450. Ini maknanya setiap peningkatan size dan growth sebesar
Rp.1, makan akan mengakibatkan debt sebesar Rp.4.927333 dan
Rp.0.443450, dengan asumsi variabel lain tetap. Sedangkan koefisien profit
berslope negatif, ini artinya bahawa jika profitability perusahaan turun
sebesar Rp.1, maka debt perusahaan akan meningkat sebesar Rp.0.455108.
Nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0.993171 (0.9932), artinya
bahwa debt perusahaaan dapat dijelaskan dalam model ini sebesar 99.32%,
dan sisanya 0.68% dijelaskan oleh variabel lain diluar model dalam
penelitian ini. Jadi berdasarkan dari hasil estimasi tabel 2, dapat dinyatakan
bahwa hipotesis 2b juga terdukung. Hubungan negatif antara profitability
dengan debt perusahaan bermakna bahwa semakin tinggi profit, maka
proporsi ekuitas semakin meningkat atau proporsi pinjaman semakin
menurun. Jika dikaitkan dengan ukuran perusahaan, dimana perusahaan
besar cenderung memiliki proporsi pinjaman yang besar, maka korelasi
negatif antara profitabilitas dan tingkat leverage pada perusahaan besar
semakin kuat. Disamping itu, perusahaan juga menghadapi pembatasan
penggunaan retained earnings dan kebijakan dividen yang ketat (sticky).
Oleh karena itu, jika terjadi penurunan profit, perusahaan akan cenderung
menutupi kebutuhan dananya deng
Hipotesis 2c juga terdukung yang menyatakan ahawa size mempunyai
pengaruh positif terhadap debt perusahaan. Hubungan yang positif antara
firm size dan debt ini dikarenakan perusahaan besar mempunyai tingkat
kredibilitas yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil sehingga perusahaan
besar mempunyai akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman.
Perusahaan besar ini pada umumnya lebih dikenal oleh pihak luar seperti
investor dan analis, sehingga informasi yang diterima pihak luar simetris
dengan manajer perusahaan. Perusahaan yang kecil atau masih muda
kemungkinan memiliki kas inflows yang rendah dalam menghadapi peluang
investasi yang menguntungkan, tidak mempunyai akses untuk masuk pada
pasar modal regular, sehingga pada saat yang bersamaan ini perusahaan
kecil enggan untuk mengajak pihak luar (outsiders) sebagai partner atau
rekan kerja.

11
BAB V
KESIMPULAN

1. Penelitian terhadap 7 perusahaan Indonesia yang telah go public di Bursa


Effek Indonesia (BEI) yang bergerak di bidang industrials menunjukkan
bahwa pengaruh faktor-faktor determinan capital structure menurut teori
trade-off (TOT) jauh lebih kuat (outperformed) pengaruhnya daripada
pengaruh faktor deficiency menurut pecking order theory (POT).
Pengujian POT secara secara terpisah juga menunjukkan penolakan
terhadap teori Myers.
2. Variabel tingkat profitabilitas terbukti berkorelasi negatif dengan debt
perusahaan, tetapi secara statistik tidak signifikan. Demikian pula tingkat
pertumbuhan perusahaan berkorelasi positif dengan debt, tetapi juga
tidak signifikan secara statistik. Penolakan terhadap hipotesa pecking
order pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia mungkin
berkaitan dengan argumentsi market timing dalam pendanaan jangka
panjang. Hal ini merupakan masalah penelitian yang menarik untuk dikaji
lebih lanjut.
3. Variabel lain yang cukup signifikan pengaruhnya adalah ukuran besarnya
perusahaan (size) berkorelasi positif dengan tingkat debt perusahaan.
Semakin besar ukuran perusahaan dan semakin besar proporsi tangible
fixed asset yang dimiliki perusahaan, maka semakin tinggi tingkat
debtnya. Hal ini betentangan dengan POT, dan sejalan dengan hasil
penelitian Ang dan Jung dalam Dang (2006) di Korea Selatan. Mungkin
ada kesamaan karakteristik pasar keuangan di Asia yang lebih
berorientasi pada kredit perbankan dibandingkan dengan pasar modal.

12
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Huson Joher Ali dan Hisham, Nazrul (2009), Revisiting Capital
Structure Theory :A Test of Pecking Order and Static Order Trade-of
Model From Malaysian Capital Market, International Research Journal of
Finance and Economics, Issue 30

Argawal, Sumit dan Mohtadi, Hamid (2004). Financial markets and financing
choice of firms: Evidence from developing countries. Global Finance
Journal, Vol. 15, hal. 57-70

Dang, V. A. (2006), “Testing the Trade-off and Pecking Order Theories: A


Dynamic Panel Framework”, Working Paper, University of Leeds, U.K.

Denis, David J. dan Mihov, Vassil T. (2003). The choice among bank debt,
non-bank private debt, and public debt: Evidence from new corporate
borrowings. Journal of Financial Economics, Vol. 70, hal. 3-28

Fama, Eugene F dan Kenneth R. French, (2000). "The Equity Premium,"


Journal of Finance, American Finance Association, vol. 57(2), pages
637-659, 04.

Flannery, M. J. dan K. P. Rangan. (2006), “Partial Adjustment toward Target


CapitalStructures”, Journal of Financial Economics.

Frank, M.Z. dan V. K. Goyal. (2003), “Testing the Pecking Order Theory of
Capital Structure”, Journal of Financial Economics, 67, pp. 217-248

Helwege, Jean dan Liang, Nellie (1996). Is there a pecking order? Evidence
from a panel of IPO firms. Journal of Financial Economics, Vol. 40, hal.
429-458.

Modigliani, Franco dan Miller H. Merton (1958). The cost of capital,


corporation finance and the theory of investment. The American
Economic Review, Vol. 48, No. 3, hal. 261-297

Myers, Stewart C. (1984). The Capital Structure Puzzle, Journal of Finance,


Vol. 39, Hal. 575-595

Myers, Stewart C. (2001). Capital Structure. Journal of Economic


Perspectives, vol 15, 81-102.

Myers, Stewart C. dan Majluf, Nicholas S. (1984). Corporate financing and


investment decisions when firms have information the investors do not
have. Journal of Financial Economics, Vol. 13, hal. 187-221

Ozkan, A. (2001). ”Determinants of Capital Structure and Adjustment to


Long Run Target: Evidence from UK Company Panel Data”, Journal of
Business Finance dan Accounting, 28, pp. 175-198

13
Rajan, R. and L. Zingales, 1995, "Is There an Optimal Capital Structure?
Some Evidence from International Data.", Journal of Finance, vol 50,
pp 1421-1460

Shyam-Sunder, L. dan S. Myers. (1999), “Testing Static Trade-off against


Pecking Order Models of Capital Structure”, Journal of Financial
Economics, 51, pp.219-244

Singh, Ajit, (2004), Multilateral Competition Policy and Economic


Development; A Developing Country Perspective on the European
Community Proposals, University of Cambridge

Smart, S.B., W.L. Megginson and L.J. Gitman, (2004), Corporate Finance.
Penerbit, Mason, Ohio: South-Western/Thomson Learning.

Sofiati. 2001. ”Pengaruh Timbal Balik antara Utang dan Ekuitas Terhadap
Struktur Modal Perusahaan-perusahaan Go-Publik di Bursa
EfekJakarta”. Kompak. Yogyakarta: STIE Yo. (Januari) : 40-56

Titman, Sheridan dan Wessel, Roberto (1988). The Determinants of Capital


Structure Choice, Journal of Finance, Vol. 43. Hal. 1-19.

14
Lampiran 1 :

Tabel 1 : Estimasi Debt (hutang) Perusahaan terhadap Deficiency

Dependent Variable: DEBT


Method: Least Squares
Date: 04/21/10 Time: 02:31
Sample: 2004 2008
Included observations: 5
Variable CoefficientStd. Error t-Statistic Prob.
DEF 0.326734 0.526283 0.620833 0.5787
C 20925236 1775462. 11.78580 0.0013
R-squared 0.113851 Mean dependent 20424027
var
Adjusted R-squared -0.181533 S.D. dependent var 3252937.
S.E. of regression 3535888. Akaike info 33.28400
criterion
Sum squared resid 3.75E+13 Schwarz criterion 33.12778
Log likelihood -81.21000 F-statistic 0.385434
Durbin-Watson stat 1.325396 Prob(F-statistic) 0.578684

Tabel 2 : Estimasi Debt (hutang) Perusahaan


terhadap Growth, Profitability dan Size

Dependent Variable: DEBT


Method: Least Squares
Date: 04/21/10 Time: 04:27
Sample: 2004 2008
Included observations: 5
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
GROWTH 0.443450 0.161306 2.749116 0.2221
PROFIT -0.455108 0.141432 -3.217847 0.1918
SIZE 4.927333 0.688686 7.154691 0.0884
C 10233465 1058114. 9.671418 0.0656
R-squared 0.993171 Mean dependent 20424027
var
Adjusted R-squared 0.972685 S.D. dependent var 3252937.
S.E. of regression 537620.7 Akaike info 29.21826
criterion
Sum squared resid 2.89E+11 Schwarz criterion 28.90581
Log likelihood -69.04564 F-statistic 48.47997
Durbin-Watson stat 2.915797 Prob(F-statistic) 0.105096

15
Lampiran 2 :

Tabel 3 : Variabel Defieciency (DEF) dan DEBT Perusahaan

Tahun DEF DEBT


2004 -2.163.637,78 15.933.058,80
2005 -4.085.308,14 19.863.119,40
2006 -4.697.827,40 20.090.366,60
2007 3.650.377,62 21.215.521,20
2008 -373.608,76 25.018.066,60

Tabel 4 : Variabel yang Mempengaruhi DEBT Perusahaan

Tahun Growth Profit Size DEBT


2004 544.891 5.046.169 1.546.650 15.933.058,80
2005 5.046.169 435.452 1.555.622 19.863.119,40
2006 1.546.650 997 1.840.178 20.090.366,60
2007 3.217.441 3.766.516 2.374.179 21.215.521,20
2008 5.731.908 3.661.606 2.768.905 25.018.066,60

16

Anda mungkin juga menyukai