Anda di halaman 1dari 43

Myasthenia

Gravis
DEFINISI
Penyakit autoimun mengenai
NMJ pada level postsinaptik
disebabkan oleh adanya defek
pada transmisi neuromuskular
yang diakibatkan oleh serangan
antibodi pada reseptor asetilkolin
nikotinik pada NMJ.
Emedicine.2009
Patofisiologi
Klasifikasi
1. Myasthenia okular (15% - 20%)

2A. Myasthenia general ringan dengan progresi lambat  tanpa krisis dan
responsif terhadap pengobatan. (30%)

2B. Mystenia general sedang berat  melibatkan otot rangka dan bulbar tetapi
tanpa krisis dan respon pengobatan kurang memuaskan. (25%)

3. Myasthenia fulminan akut (15%)


 Progresi cepat dari gejala - gejala berat dengan krisis pernafasan dan respon
pengobatan yang jelek
 Insidensi timoma tinggi
 Mortalitas tinggi

4. Myasthenia berat awitan lambat  gejala sama seperti myasthenia fulminan


akut, tetapi berjalan secara progresif selama 2 tahun mulai dari myasthenia
okular sampai myasthenia general. (10%)
Neonatal Myasthenia Gravis

Transfer pasif IgG


10 – 30% ibu dengan MG
0 – 3 hari setelah kelahiran
Transien  1-6 minggu
Menangis lemah, poor suck,
hipotonia
Congenital Myasthenia Gravis

Defek genetik
Onset saat lahir atau masa
infancy
Ocular +/- general
Stabil dan berfluktuasi
Neonatal Congenital
MG MG
Maternal
(+) (-)
MG
Onset 0-3 days birth - infancy
postnatal
Weakness ocular +/-
generalized generalized
Time remission 1-6 fixed
wks
Course
Antibodies usually (+) no
Drug-Induced Myasthenia
Gravis
DIAGNOSIS
---Anamnesa
1.Apakah munculnya kelemahan otot fluktuatif dan
meningkat dengan aktivitas fisik?

2.Apakah kelemahan meningkat sepanjang hari dan pulih


dengan istirahat?
3.Apakah muncul ptosi?
4.Adakah kelemahan dari ekstensi dan fleksi kepala?
6.Apakah kelemahan menyebar dari mata ke wajah untuk
bulbar otot dan kemudian ke truncal dan anggota tubuh?
7.Apakah pasien memiliki riwayat keluarga yang menderita
penyakit yang sama?
---Pemeriksaan Fisik
Dapat ditemukan:

 Ptosis
 Ptosis makin jelas terlihat dan dapat terjadi diskonjugasi
 Kelemahan otot rahang --> mulut terbuka
 Kelemahan otot wajah --> wajah tanpa ekspresi
 Kelemahan dari otot buccinator -->(‘myasthenic snarl’)
 Keterlibatan bulbar --> disartria, proses bicara disfoni dan
disfagia
 Kelemahan otot bulbar lain --> berhitung sejauh mungkin
sebisanya dalam satu napas.
 Lidah sesekali menunjukkan karakteristik alur triple dengan
dua lateral dan satu galur pusat
 Regurgitasi cairan dari hidung
 Kelemahan otot leher --> terkulainya kepala.
 Refleks tungkai hiperaktif dan melemah pengulangan tes
 Muscle wasting muncul pada 15% kasus
---Pemeriksaan Fisik
Dapat dilakukan:
 Meminta pasien untuk melihat keatas selama
beberapa menit ( untuk menilai ptosis dan
kelemahan ocular.
 Meminta pasien untuk berhitung dari 100 sampai 1
dengan lantang (untuk menilai ganguan bicara )
 Atau dengan tes secara repetitive otot-otot proksimal
Pemeriksaan Penunjang
Farmakologikal
Obat-obatan antikolin-esterase digunakan untuk
konfirmasi diagnosis.
Penyuntikan tensilon (edrophonium) intravena,
short acting, 2-4 menit , 2-10mg secara perlahan
dengan penyediaan persiapan atropin yang bisa
digunakan untuk mengantisipasi efek seperti
nausea dan bradikardia. Hasilnya positif bila
terlihat perbaikan pada kelemahan objek tersebut.
Injeksi kontrol saline dapat digunakan terutama
hanya untuk mengontrol kelemahan tungkai.
Tensilon tes ini dapat menunjukkan hasil yang
negatif pada myasthenia ocular
Serological
 Anti-acetylcholine receptor antibody (anti
AChR)
Antibodi reseptor asetilkolin terdeteksi pada 90%
pasien dan spesisifik untuk penyakit ini. Pada
myasthenia ocular hanya 60% yang menunjukkan
hasil positif. Titer yang meninggi berhubungan
dengan keparahan daripada penyakit.Tes ini dapat
diandalkan untuk mendiagnosis myasthenia gravis
autoimun. Hasil tes anti-AChR Ab sering negatif
pada pasien dengan anemia gravis okular.2 Serial
titer Ab sendiri tidak berguna secara klinis untuk
menilai respon pasien.
Antistriated muscle (anti-SM) Ab (Antibodi Anti
Otot Lurik)
Hasil yang positive mengindikasikannya
pencarian thymoma pada pasien berusia kurang
dari 40 tahun.Antibodi anti striated muscle
ditemukan pada 30% pasien dari keseluruhan
pasien dan 90% pasien dengan thymoma.Pada
individu yang berusia lebih tua dari 40 tahun.,
antibody anti-SM dapat muncul tanpa thymoma.
Antibodi lain seperti mikrosomal, koloid, factor
rheumatoid, antibody sel parietal gaster kadang
ditemukan. Ini menggambarkan overlap antara
myasthenia gravis dan penyakit autoimun lain.
 TesFungsi Thyroid1
Fungsi thyroid harus dites untuk
mengevaluasi adanya penyakit thyroid
yang menyertai.
Antistriational antibodies
Serum dari beberapa pasien dengan gravis gravis
memiliki antibodi yang mengikat dalam pola
cross-striational ke bagian jaringan otot jantung
dan rangka. Antibodi ini bereaksi dengan epitop
pada Titin protein otot dan reseptor ryanodine
(RyR). Hampir semua pasien dengan timoma dan
MG dan pasien dengan onset akhir MG
(>50tahun) menunjukkan profil antibody dengan
respon antibodi striational luas. Antibodi ini dapat
digunakan sebagai penentu prognosis dalam
anemia gravis, titer lebih tinggi dari antibodi ini
berhubungan dengan penyakit yang lebih parah
Imaging Studies
Foto Ro thorak
◦ Foto polos anteroposterior dan lateral dapat
mengidentifikasi thymoma sebagai massa di
mediastinum anterior.
◦ Pada foto polos dengan hasil negatif tidak
menyingkirkan thymoma yang lebih kecil,
maka CT Scan dada masih diperlukan.
CT scan dada  identifikasi thymoma
terutama pada orang yang lebih tua
MRI otak dan orbita
Tidak harus dilakukan secara rutin.
Namun akan sangat membantu bila diagnosis
myasthenia gravis tidak berhasil ditegakkan
dan dapat menyingkirkan penyebab lain dari
defisit saraf kranial.
MRI dapat mengevaluasi lesi intraorbital atau
intrakranial, patologi meningeal basal, atau
multiple sclerosis.
DIAGNOSIS BANDING
 Bernard-Horner Syndrome
gangguan pada saraf simpatis ke mata
trias klasik, berupa: ptosis, miosis, dan anhidrosis
pada hemifacial.
Penyebab dari horner syndrom terdiri dari:
ischemia batang otak, syringomyelia, tumor otak,
dan lesi perifer seperti: pancoast tumor,
adenopati servikal, trauma leher dan servikal,
serta aneurisma thoracic-aortic
Myasthenia gravis tidak didapatkan miosis,
maupun anhidrosis karena pada Myasthenia
gravis tidak ada gangguan otonom.
Masa Intrakranial
Diploplia yang terjadi krn massa intrakranial
menyerupai Myasthenia Gravis
Massa intrakranial dapat menekan nervus
oculomotorius maupun musculus dari ekstra-
okular.
Untuk membedakan dari Myasthenia gravis,
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang CT-
scan atau MRI kranial
• Chronic progressive external
ophthalmoplegia (CPEO)
CPEO ditandai paralisis progresif lambat dari
otot ekstraokular
Gejala:
ptosis bilateral
simetris dan progresif
oftalmoparesis beberapa bulan atau tahun kemudian
Iris dan muskulus ciliaris tidak ikut terlibat.
TERAPI
 AChE inhibitor dan terapi immunomodulating
adalah andalan pengobatan.
 Immunomodulation dapat dicapai dengan berbagai
obat, seperti umumnya digunakan kortikosteroid.
 Dalam bentuk ringan  inhibitor AChE digunakan
awalnya. Kebanyakan pasien dengan terapi umum
myasthenia gravis memerlukan immunomodulating
tambahan.
 Plasmapheresis dan thymectomy merupakan
modalitas penting untuk mengobati myasthenia
gravis. (memodifikasi fungsi sistem kekebalan)
Terapi medikamentosa
• Inhibitor asetilkolinesterase
Agen ini menginhibisi AChE, meningkatkan
konsentrasi ACh pada neuromuscular junction
dan meningkatkan aktivasi reseptor ACh.

Piridostigmin (tablet 60 mg).


 Dosis awal 4 x 15 mg (1/4 tablet), setelah 2 hari
dapat ditingkatkan 4 x 30 mg; jika perlu
ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg.
 Dosis maksimum 6 tablet/hari (360 mg/hari).
 Jika tidak berespons dapat diberi kortikosteroid
ataupun azathioprine.
• Immunomodulatory therapy
– Kortikosteroid (prednisolon)
Dapat diberikan selang sehari.
Dosis pertama 10 mg (1 kali pagi hari),
ditingkatkan 10 mg sampai mencapai 1,5
mg/kg/selang sehari atau misalnya 100 mg/hari.
Dosis ini dipertahankan sampai pasien
mengalami remisi (beberapa bulan).
Dosis dapat dikurangi per 10 mg setiap 3-4
minggu sampai 20 mg/selang sehari.
Dosis kemudian dikurangi 1 mg setiap bulan
dan diberikan kembali dengan dosis tinggi bila
relaps.
– Azathioprin
Dosis awal 2 x 25 mg, dapat ditingkatkan 25
mg/hari sampai mencapai 2,5 mg/kg/hari.
Sebelum terapi, sebaiknya dilakukan evaluasi
darah rutin (hitung jenis) dan fungsi hati.
Evaluasi ini dilakukan setiap minggu selama 8
minggu, kemudian setiap 3 bulan.

– Intravenous Immunoglobulin (IVIg)


Mekanisme kerja pada pemberian IVIg γ-
globulin adalah mengurangi kemotaksis atau
aktivitas makrofag.
Terapi bedah
Thymectomy
• Timus memproduksi T-limfosit (system imun)
• Pada penderita myasthenia graviskelenjar
timuspeningkatan jumlah sel (hyperplasia
timus) atau tumor (timoma) pembentukan
antibody berlebihan.
• Timektomi adalah pilihan pengobatan dalam
myasthenia gravis, terutama jika ditemukan:
thymoma dan myasthenia gravis general
• Thymectomy menjadi standar perawatan
dilakukan pada
– pasien dengan timoma
– Pasien usia 10-55 tahun tanpa timoma dengan
myasthenia gravis umum
• Thymectomy dapat menyebabkan remisi
• lebih sering pada pasien muda dengan durasi
penyakit singkat, timus hiperplastik, dan titer
antibodi yang tinggi.
• Dapat timbul remisi 7-10 tahun setelah
operasi, pada 40-60% pasien
Plasmapheresis (Plasma Exchange)
• Untuk terapi jangka pendek pada pasien
miastenia gravis dengan eksaserbasi akut
• Cara: darah diganti dengan sel darah merah,
sehingga plasma dibuang dan diganti dengan
suplemen, yaitu human albumin dan larutan
normal salin
• Plasmapheresis reguler jangka panjang
secara digunakan jika pengobatan lainnya
tidak dapat mengendalikan penyakit ini.
Konsultasi

Mengedukasi pasien tentang kelemahan


yang mungkin timbul dan latihan untuk
melatih kelelahan.
Pasien harus aktif supaya tidak mudah
lelah namun memperhatikan istirahat dan
menghindari aktivitas fisik yang berat
PROGNOSIS
Sangat bervariasi, dapat terjadi remisi
total hingga kematian.
Dengan penanganan yang baik dan
terpadu, penderita miastenia gravis
memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi.
Perlu diingat bahwa miastenia gravis
tidak dapat disembuhkan secara
sempurna. Namun, tanda dan gejala
yang ditimbulkan dapat
dihilangkan/dikurangi.
OCULAR
MYASTHENIA GRAVIS
DEFINISI
MG yang mengenai otot - otot pada mata,
terutama :
 M. levator palpebra superior
 Otot - otot ekstraokular
 M. orbikularis okuli
INSIDENSI
> 2/3 MG  diawali dengan gejala visual
 satu dari enam atau tujuh penderita
MG (15%)  MG okular
MG general  wanita : laki -laki= 3 : 2
dengan onset rata - rata 33 tahun
MG okular  laki - laki > wanita dengan
onset rata - rata 38 tahun
KERENTANAN OTOT
OKULAR
Belum sepenuhnya dimengerti.
Beberapa hipotesa :
 Mudah dikenali
 Perbedaan struktural dengan otot rangka dan
ekstremitas  reseptor ACh <<
 Kontraksi lebih cepat  sering mengalami
kelelahan
 Respon yang berbeda terhadap serangan imun
 rentan terhadap penyakit autoimun
MANIFESTASI KLINIK
Kelemahan otot mata yang
berfluktuasi dan sering memburuk
setelah beraktivitas atau muncul di
akhir hari.
Perbaikan gejala visual terjadi
setelah mengistirahatkan mata.
Tidak terdapat kesulitan menelan,
bicara, bernafas, ataupun kelemahan
ekstremitas.
 Diplopia
◦ Mata tidak bisa difokuskan karena
kelemahan satu atau lebih otot
ekstraokular
◦ Paling sering saat melihat ke atas atau
ke samping
◦ Kompensasi  menelengkan kepala
atau memutar wajahnya
 Ptosis
◦ Kelopak mata menjadi turun dan fisura
interpalpebral menyempit karena
kelemahan M. levator palpebra
superior
◦ Kadang - kadang ditemukan kedutan
◦ Biasanya unilateral, bila bilateral  sisi
yang satu lebih berat daripada sisi
lainnya
DIAGNOSA
Tes edrophonium (Tensilon Test)
lini pertama diagnosis
penyuntikan edrophonium dosis kecil IV
Sleep test
Biasa pada orang yang alergi dengan obat
antikolinesterase dan anak kecil
 Pasien ditempatkan pada ruang gelap dan
tenang  tutup mata 30 menit  bandingkan
foto sebelum dan sesudah istirahat
 Ice test
Sarung tangan diisi dengan es ditempelkan
pada mata yang ptosis beberapa menit
 Fatigue test
Pasien disuruh melihat ke atas pada suatu objek
yang dipegang oleh pemeriksa di depan pasien.

 MRI atau CT scan kepala sering dilakukan


untuk menyingkirkan kemungkinan lain.
TERAPI
 Terapi medikamentosa sama seperti
terapi MG umumnya
 Terapi konservatif :
•Eye patch
•Kacamata prisma khusus
•Plester / eye taping
•Air mata buatan
•Hindari tindakan yang dapat menimbulkan
kekeringan dan iritasi mata
 Konsultasi pada seorang spesialis mata.

Anda mungkin juga menyukai