Anda di halaman 1dari 10

Taksonomi Bloom

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan.
Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam
hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan
setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci
berdasarkan hirarkinya.

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:


Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek
perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan
aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan
mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain
tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta,
rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan
pengamalan.

Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori
yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang
sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam
setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang
lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai
“pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan”
yang ada pada tingkatan pertama. Taksonomi Bloom, Konsep dan Implikasinya
bagi Pendidikan Matematika

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya psikologi kognitif, maka berkembang pula cara-cara


mengevaluasi pencapaian hasil belajar, terutama untuk domain kognitif. Salah satu
perkembangan yang menarik ádalah revisi “Taksonomi Bloom“ tentang dimensi
kognitif. Anderson & Krathwohl (2001) merevisi taksonomi Bloom tentang aspek
kognitif menjadi dua dimensi, yaitu:

(1) Dimensi proses kognitif: aspek síntesis digabungkan dengan aspek analisis atau
evaluasi dan ditambahkannya aspek kreasi (kreativitas) diatas aspek evaluasi.
Indikator-indikatornya adalah: - membangun/ mengkonstruksi (generating),
merencanakan (planning), menghasilkan (producing)
(2) Dimensi pengetahuan. Aspek-aspek dari dimensi pengetahuan pada revisi
Taksonomi Bloom meliputi: (a) pengetahuan faktual (factual knowledge) yang
meliputi aspek-aspek (pengetahuan tentang istilah dan pengetahuan “specifik detail“
dan “elements“); (b) pengetahuan konseptual (conceptual knowledge) yang
meliputi: pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip
dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan struktur, (c) pengetahuan
prosedural (procedural knowledge) yang meliputi: pengetahuan tentang keterampilan
materi khusus (subject-specific) dan algoritmanya, pengetahuan tentang teknik dan
metode materi khusus (subject-specific), pengetahuan tentang kriteria untuk
memastikan kapan menggunakan prosedur yang tepat.

(d) pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) yang meliputi:


pengetahuan strategik (strategic knowledge), pengetahuan tentang tugas-tugas
kognitif termasuk kontekstual dan kondisional, pengetahuan diri (self-knowledge)

Konsekuensi logis dari penilaian pengetahuan metakognisi sebagai salah satu hasil
belajar, maka metakognisi bukan lagi hanya dipandang sebagai dampak pengiring
dalam pembelajaran, melainkan merupakan dampak instruksional (tujuan
pembelajaran), termasuk pembelajaran matemátika sekolah. Guru harus merancang
pembelajaran matemátika yang dapat menumbuhkan kemampuan metakognitif siswa.
Untuk keperluan tersebut, guru matemátika harus memahami apa itu metakognisi,
komponen-komponen pembangun metakognitif, dan bagaimana
mengimplementasikan metakognisi dalam pembelajaran matemátika sekolah.

Sehubungan dengan pembelajaran konsep matemátika, seorang guru dituntut untuk


mengajarkannya secara hirarkis, yaitu sebelum mengajarkan konsep lanjutan terlebih
dahulu harus mengajarkan konsep yang mendahuluinya. Konsep yang telah dipahami
dengan baik oleh siswa dapat digunakan untuk mendapatkan konsep-konsep baru
dengan memodifikasi konsep-konsep sebelumnya. Oleh karena itu, penguasaan
konsep dalam matemátika merupakan salah satu faktor pendukung bagi tumbuhnya
sikap kreatif pada siswa yang sangat dibutuhkan dalam keterampilan menyelesaikan
soal dan keterampilan memecahkan masalah.

BAB II

PEMBAHASAN

Kekuatan Berfikir Konsep

Elaine & Sheila dalam makalah matrikulasi (Nurdin 2007:2) mengemukakan bahwa
pengertian yang paling umum dari metakognisi adalah berpikir tentang berpikir.
Pengetahuan metakognitif merujuk pada pengetahuan umum tentang bagaimana
seseorang belajar dan memproses informasi, seperti pengetahuan seseorang tentang
proses belajarnya sendiri. Anderson dan Krathwohl (2001) mengemukakan bahwa
pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum, seperti
kesadaran diri dan pengetahuan tentang kognitif diri sendiri. Pengetahuan kognitif
cenderung diterima sebagai pengetahuan tentang proses kognitif yang dapat
digunakan untuk mengontrol proses kognitif.
Pengetahuan tentang kognitif terdiri dari informasi dan pemahaman yang dimiliki
seorang pebelajar tentang proses berpikirnya sendiri disamping pengetahuan tentang
berbagai strategi belajar untuk digunakan dalam situasi pembelajaran tertentu.
Misalnya, seseorang dengan tipe belajar visual mengetahui bahwa membuat suatu
peta konsep merupakan cara terbaik baginya untuk memahami dan mengingat
sejumlah besar informasi baru.(Mohamad Nur 2000).

Menurut Piaget (Dahar, 1988: 181), perkembangan intelektual melibatkan dua fungsi,
yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk
mensistematikkan atau mengorganisasi proses-proses fisik atau proses-proses
psikologi menjadi sistim-sistim yang teratur dan berhubungan dengan struktur-
struktur. Adaptasi adalah kecenderungan untuk menyesuaikan diri. Cara beradaptasi
ini berbeda antara organisme yang satu dengan organisme yang lain. Adaptasi
terhadap keadaan dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah
ada untuk menanggapi masalah/informasi yang dihadapi dalan keadaannya. Artinya,
jika informasi baru cocok dengan skemata yang dimiliki peserta didik, maka informsi
baru itu diasimilasikan langsung dengan struktur yang ada. Sedangkan dalam proses
akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam
mengadakan respon terhadap tantangan keadaannya. Artinya, jika informasi baru
tidak cocok dengan skemata yang dimiliki peserta didik, maka terjadi
ketidakseimbangan sehingga peserta didik harus berusaha dengan bantuan guru
merubah struktur kognitifnya sedemikian sehingga terbentuk skemata baru atau
memodifikasi skemata yang sudah ada sehingga informasi baru cocok dengan
skemata tersebut dan selanjutnya diasimilasikan.

Berkaitan dengan berpikir konsep matematika, maka perlu untuk mengetahui


pengertian konsep terlebih dahulu. Menurut Gagne, konsep adalah ide abstrak yang
memungkinkan mengelompokkan benda-benda kedalam contoh dan non contoh
(Ruseffendi, 1988:157). Sedangkan matemátika itu mempelajari tentang pola
keteraturan, maka untuk mempelajarinya pertama-tama kita mencoba mengklasifikasi
obyek-obyek. Dalam memproses klasifikasi ini konsep-konsep dasar matemátika
terbentuk.

Berdasarkan pemahaman diatas, maka berpikir matematik merupakan kegiatan


mental, yang dalam prosesnya selalu menggunakan abstraksi dan/ atau generalisasi,
sebab seseorang dikatakan berpikir bila orang itu melakukan kegiatan mental dan
orang yang relajar matemátika mesti melakukan kegiatan mental. Dalam berpikir itu,
orang itu menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah
direkam didalam pikiran orang itu sebagai pengertian-pengertian. Dari pengertian
tersebut terbentuklah pendapat yang pada akhirnya ditariklah kesimpulan. Tentunya
kemampuan berpikir seseorang itu dipengaruhi oleh inteligensinya. Dengan demikian
terlihat adanya kaitan antara inteligensi dengan proses belajar matemátika.

Abstraksi merupakan proses untuk menyimpulkan hal-hal yang sama dari sejumlah
obyek atau situasi yang berbeda. Suatu himpunan disusun dari beberapa unsur yang
kemudian dapat ditetapkan apakah suatu unsur itu menjadi anggota atau tidak menjadi
anggota dari himpunan itu.
Generalisasi menunjukkan pembentukan dari himpunan ke himpunan. Terdapat dua
macam generalisasi. Yang pertama adalah generalisasi primitif, yaitu dari statu
himpunan diperluas menjadi himpunan yang lain sedemikian hingga himpunan yang
pertama tadi menjadi himpunan bagian dari himpunan yang kedua. Jadi apabila
himpunan A menjadi himpunan B dan AB, dikatakan B merupakan generalisasi
primitif dari A. Generalisasi yang kedua adalah geeralisasi matematik. Suatu
himpunan B merupakan suatu generalisasi matematik himpunan A, jika B memuat
isomorfisma bayangan A untuk relasi yang ditetapkan. Jadi disini himpunan A dan B
mungkin saja masing-masing memuat unsur yang saling berbeda asalkan B memuat
bayangan (image)A.

Matemátika yang merupakan suatu kumpulan dari sistem simbolik abstrak yang saling
berkaitan itu mempunyai kekuatan yang menakjubkan. Dengan kita sekedar
memanipulasi simbol-simbol kita dapat menyimpulkan sesuatu secara sahih.
Kesahihan ini kita peroles melalui penalaran deduktif statu cara berpikir matemátika.

Pada hakekatnya landasan berpikir matematik itu merupakan kesepakatan-


kesepakatan yang disebut aksioma. Dengan aksioma-aksioma inilah matemátika
berkembang menjadi banyak cabang matemátika. Karena matematika itu landasannya
adalah aksioma-aksioma, maka matematika merupakan sistem aksiomatik. Dalam
sistem yang aksiomatik ini, kumpulan aksioma-aksioma itu adalah taat azas
(consistent) dan hubungan antar aksioma adalah saling bebas.

Mempelajari Konsep Matemátika

Karakteristik Matematika

Ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian matematika


secara umum adalah:

1. Memiliki objek kajian abstrak


2. Bertumpu pada kesepakatan
3. Berpola pikir deduktif
4. Memiliki simbol yang kosong dari arti.
5. Memperhatikan semesta pembicaraan
6. Konsisten dalam sistemnya.

Berikut ini dikemukakan penjelasan dari masing-masing karakteristik tersebut dengan


contohnya.

# Memiliki Objek Abstrak

Dalam matematika objek dasar yang di pelajari adalah abstrak, sering juga disebut
objek mental. Objek-objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar itu meliputi (1)
fakta, (2) konsep, (3) operasi ataupun relasi dan (4) prinsip. Dari objek dasar itulah
dapat disusun suatu pola struktur matematika.

Adapaun objek dasar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.


1) Fakta (abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol
tertentu. Simbol bilangan “3” sudah dipahami sebagai bilangan “tiga”. Jika disajikan
angka “3” orang sudah dengan sendirinya menangkap maksudnya yaitu “tiga”.
Sebaliknya kalau seseorang mengucapakan kata “tiga” dengan sendirinya dapat
disimbolkan dengan “3”. Fakta lain dapat terdiri atas rangkaian simbol, misalnya
“3+4” yang dipahami sebagai “tiga tambah empat”. Demikian juga “3×5=15” adalah
fakta yang dipahami sebagai “tiga kali lima adalah limabelas”. Fakta yang agak lebih
komplek adalah “3×5 = 5 +5 +5 ”. Dalam geometri juga terdapat simbol-simbol
tertentu yang merupakan konvensi, misalnya “ // ” yang bermakna “sejajar”, “O” yang
bermakna “ lingkaran” dan sebagainya.

2) Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh
konsep atau bukan. “segitiga” adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu
sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh atau bukan contoh. “Bilangan
asli” adalah nama suatu konsep yang lebih komplek. Dikatakan lebih komplek karena
bilangan asli terdiri atas banyak banyak konsep sederhana yaitu bilangan “satu”,
“dua”, “tiga”, dst.

Dalam matematika terdapat konsep yang amat penting yaitu “fungsi”, “variabel” dan
“konstanta”. Konsep tersebut, seperti halnya dengan bilangan, terdapat semua cabang
matematika. Banyak konsep lain dalam matematika yang sifatnya lebih kompleks
misalnya “matriks”, “vektor”, “group” dan ruang metrik”.

Definisi

Konsep berhubungan erat dengan definisi. Definisi adalah ungkapan yang membatasi
suatu konsep. Dengan adanya definisi ini orang dapat membuat ilustrasi atau gambar
atau lambang dari konsep yang didefinisikan. Sehingga menjadi semakin jelas apa
yang dimaksud dengan konsep tertentu. Konsep trapesium misalnya bila dikemukakan
dalam definisi “trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar”
akan menjadi jelas maksudnya. Konsep trapesium dapat juga dikemukakan dengan
definisi lain, misalnya “segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh
sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya adalah trapesium” **). Kedua definisi
trapesium itu (*) dan **)) memiliki isi kata atau makna kata yang berbeda, tetapi
mempunyai jangkauan yang sama.

Kedua definisi itu deikatakan memiliki “intensi” yang berbeda tetapi memiliki
“eksistensi” yang sama. Kesamaan eksistensi itu dapat diuji dengan
pertanyaan“adakah trapesium menurut definisi *) yang tidak termasuk dalam
trapesium menurut definisi **) dan sebaliknya ”? Eksistensi suatu definisi juga
berarti “himpunan yang tertangkap oleh definisi itu”

3) Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan


matematika yang lain. Sebagai contoh misalnya “penjumlahan”, “perkalian”,
“gabungan”, “irisan”. Unsur-unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya
operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi
adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang
diketahui.
4) Prinsip (abstrak) adalah objek matematika yang komplek. Prinsip dapat terdiri
atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi.
Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai
objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat” dan
sbagainya.

Bertumpu pada kesepakatan

Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting. Kesepakatan


yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk
menghindarkan berputar-putar dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif
diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam pendefinisian. Aksioma juga
disebut sebagai postulat (sekarang) ataupun pernyataan pangkal (yang sering
dinyatakan tidak perlu dibuktikan). Beberapa aksioma dapat membentuk suatu sistem
aksioma, yang selanjutnya dapat menurunkan berbagai teorema. Dalam aksioma tentu
terdapat konsep primitif tertentu. Dari satu atau lebih konsep primitif dapat dibentuk
konsep baru melalui pendefinisian.

Berpola pikir deduktif

Dalam matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir
deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang
bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus”. Pola pikir
deduktif ini dapat terwujud dalam bentuk yang amat sederhana tetapi juga dapat
terwujud dalam bentuk yang tidak sederhana.

Contoh: Banyak teorema dalam matematika yang “ditemukan” melalui pengamatan-


pengamatan khusus, misalnya Teorema Phytagoras. Bila hasil pengamatan tersebut
dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu, maka teorema yang ditemukan
itu harus dibuktikan secara deduktif antara lain dengan menggunakan teorema dan
definisi terdahulu yang telah diterima dengan benar.

Dari contoh prinsip diatas, bahwa urutan konsep yang lebih rendah perlu dihadirkan
sebelum abstraksi selanjutnya secara langsung. Supaya hal ini bisa bermanfaat,
bagaimanapun, sebelum kita mencoba mengkomunikasikan konsep yang baru, kita
harus menemukan apa kontribusi konsepnya; dan begitu seterusnya, hingga kita
mendapat konsep primer yang lain.

Memiliki simbol yang kosong dari arti

Dalam matematika jelas terlihat banyak sekali simbol yang digunakan, baik berupa
huruf ataupun bukan huruf. Rangkaian simbol-simbol dalam matematika dapat
membentuk suatu model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan,
pertidaksamaan, bangun geometri tertentu, dsb. Huruf-huruf yang digunakan dalam
model persamaan, misalnya x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan,
demikian juga tanda + belum tentu berarti operasi tamba untuk dua bilangan. Makna
huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan terbentuknya
model itu. Jadi secara umum huruf dan tanda dalam model x + y = z masih kosong
dari arti, terserah kepada yang akan memanfaatkan model itu. Kosongnya arti itu
memungkinkan matematika memasuki medan garapan dari ilmu bahasa (linguistik).
Memperhatikan semesta pembicaraan

Sehubungan dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan tanda-
tanda dalam matematika diatas, menunjukkan dengan jelas bahwa dalam
memggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu dipakai.
Bila lingkup pembicaraanya adalah bilangan, maka simbol-simbol diartikan bilangan.
Bila lingkup pembicaraanya transformasi, maka simbol-simbol itu diartikan suatu
transformasi. Lingkup pembicaraan itulah yang disebut dengan semesta pembicaraan.
Benar atau salahnya ataupun ada tidaknya penyelesaian suatu model matematika
sangat ditentukan oleh semesta pembicaraannya.

Contoh: Dalam semesta pembicaraan bilangan bulat, terdapat model 2x = 5. Adakah


penyelesaiannya? Kalau diselesaikan seperti biasa, tanpa menghiraukan semestanya
akan diperoleh hasil x = 2,5. Tetapi kalu suda ditentukan bahwa semestanya bilangan
bulat maka jawab x = 2,5 adalah salah atau bukan jawaban yang dikehendaki. Jadi
jawaban yang sesuai dengan semestanya adalah “tidak ada jawabannya” atau
penyelesaiannya tidak ada. Sering dikatakan bahwa himpunan penyelesaiannya
adalah “himpunan kosong”.

Konsisten dalam sistemnya.

Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem yang mempunyai kaitan satu
sama lain, tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain. Misal
sistem-sistem aljabar, sistem-sistem geometri. Sistem aljabar dan sistem geometri
tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain, tetapi dalam sistem aljabar sendiri
terdapat beberapa sistem yang lebih “kecil” yang terkait satu sama lain. Demikian
juga dalam sistem geometri, terdapat beberapa sistem yang “kecil” yang berkaitan
satu sama lain.

Suatu teorema ataupun suatu definisi harus menggunakan istilah atau konsedp yang
telah ditetapkan terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal
nilai kebenarannya. Kalau telah ditetapkan atau disepakati bahwa a + b = x dan x + y
= p, maka a + b + y haruslah sama dengan p.

Cara Menyatakan Konsep dalam Matematika

Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Menurut Hudojo


(1990:4) mempelajari konsep B yang mendasarkan kepada konsep A, seseorang perlu
memahami lebih dulu konsep A. Tanpa memahami konsep A, tidak mungkin orang
itu memahami konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika haruslah bertahap dan
berurutan serta mendasarkan kepada pengalaman belajar yang lalu.

Karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang diberi simbol-simbol, maka


konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dulu sebelum memanipulasi simbol-
simbol itu.

Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa
yang telah diketahui oleh orang itu. Karena itu untuk mempelajari suatu materi
matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang itu akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.
Menurut Coney, dan telah diuraikan oleh (Suradi,1992; Darwis,1992; Awi 2005) ada
beberapa cara yang dapat ditempuh dalam mengajarkan konsep matematika,
khususnya pada siswa yang berada pada tahap berpikir operasi formal, yaitu:

# Pendefinisian (defining). Membuat definisi adalah langkah yang baik karena


definisi menggunakan bahasa yang singkat tetapi padat dan terstruktur. Dalam
mengajarkan definisi sebaiknya dibuat blok-blok untuk dipelajari, karena mungkin
beberapa siswa tidak dapat memahami rangkaian kata penting yang dapat diambil dari
definisi. Untuk itu, definisi seringkali ditulis dalam bentuk penjelasan seperti:

……I……. Adalah………II………sehingga………III…….

I : diisi istilah yang didefinisikan, II : diisi istilah yang merupakan superset dari
kumpulan objek dari istilah yang didefinikan, dan III : diisi satu atau lebih kondisi
yang membedakan istilah yang didefinisikan dengan supersetnya.

# Menyatakan syarat cukup. Misal, suatu fungsi f yang didefinisikan pada D, yaitu:
jika maka f satu-satu, dapat dikatakan bahwa syarat cukup supaya suatu fungsi satu-
satu adalah . Dari contoh ini kita dapat melihat gaya bahasa dari syarat cukup, yaitu
“jika” selain itu juga kadang digunakan: asalkan, sebab, karena, dengan alasan.
Dengan logika syarat cukup, siswa diharapkan mampu mencari contoh objek yang
dinyatakan oleh konsep, sehingga langkah syarat cukup memudahkan penerapan dari
konsep.

# Memberi contoh. Contoh-contoh adalah objek-objek yang ditunjuk oleh konsep,


yaitu anggota-anggota himpunan yang ditentukan oleh konsep tersebut. Hal ini sangat
penting, karena dengan contoh dapat memperjelas siswa tentang konsep yang
dipelajarinya. Untuk itu contoh diharapkan contoh yang dipilah adalah yang
sederhana, kemudian siswa dituntun untuk mencari contoh-contah sendiri.

# Memberi contoh disertai alasannya. Pemberian contoh yang disertai alasan releven
dengan penyajian syarat cukup. Dengan kata lain, alasan yang dikemukakan tidak
lain adalah syarat cukup dari definisi. Selain itu, contoh yang dibuat sisiwa tidak
dibuat secara spekulatif dan menghindari unsur tebakan. Cara ini sangat membantu
bagi siswa yang lamban, dimana umumnya sulit mengerti hubungan logika antara
syarat cukup suatu konsep dengan contoh.

# Memberi kesamaan atau perbedaan objek yang dinyatakan konsep. Cara ini
menuntun siswa agar dapat membandingkan objek-objek yang diamati. Jadi dalam
mengajarkan suatu konsep, sedang konsep tersebut mempunyai kesamaan/perbedaan
dengan konsep lain, maka sebaiknya dituntun siswa untuk mengemukakan
persamaan/perbedaan yang ada, sehingga siswa benar-benar memahami konsep yang
dipelajari itu dengan sebaik-baiknya.

# Memberi suatu contoh penyangkal. Yaitu contoh yang digunakan untuk


menyangkal kesalahan generalisasi atau definisi. Misal seorang siswa mentakan
bahwa trapesium adalah segi empat yanfg mempunyai sepasang sisi yang sejajar.
Salah seorang temannya diminta menggambarkan persegi atau persegi panjang di
papan tulis. Lalu guru bertanya: apakah gambar-gambar itu mempunyai dua sisi yang
sejajar? Jawaban yang diharapkan adalah “ya”. Segera guru bertanya lagi, apakah
gambar tersebut merukan trapesium, sesuai dengan definisi yang telah dipelajari
(bukan definisi yang diberikan oleh temanmu tadi)? Jawaban yang diharapkan adalah
“bukan”. Gambar yang diberikan siswa tadi mereupakan contoh penyangkal dari
pendefinisian trapesium yang dikemukakan siswa sebelumnya.

# Menyatakan syarat perlu. Untuk menunjukan pernyataan merupakan suatu syarat


perlu, biasanya digunakan tanda linguistik “harus” atau “hanya jika”. Misal sebuah
segiempat jajaran genjang hanya jika (harus) kedua pasang sisi yang berlawanan
sejajar. Syarat perlu sangat berguna untuk menghindari kesalahpahaman konsep,
karena dengan syarat perlu kita dapat mengidentifikasi contoh objek yang tidak
dinyatakan oleh konsep.

# Menyatakan syarat perlu dan cukup. Untuk menyatakan objek suatu konsep
mempunyai syarat perlu dan cukup biasanya digunakan kata “jika dan hanya jika”,
dengan menyatakan syarat perlu dan cukup memungkinkan siswa menguasai konsep
dengan baik, karena syarat cukup dapat mengidentifikasi contoh , sedangkan syarat
perlu dapat mengidentifikasi bukan contoh. Siswa mungkin tidak dapat menangkap
adanya syarat perlu dan cukup dalam kalimat segi banyak beraturan adalah sama sisi
dan sama sudut, lain halnya dalam kalimat segi banyak adalah beraturan jika dan
hanya jika dia sama sisi dan sama sudut. Jadi syarat perlu menjadi segi banyak
beraturan adalah sama sisi dan sama sudut, dan konjungsinya merupakan syarat
cukup.

# Memberi bukan contoh. Bukan contoh suatu konsep adalah objek yang tidak
termasuk dalam kumpulan yang ditentukan konsep. Bukan contoh biasanya diberikan
jika siswa melupakan satu atau lebih syarat perlu dari konsep suatu objek.

# Memberi bukan contoh disertai alasan. Langkah ini setara dengan memberi contoh
disertai dengan alasan bahwa ini adalah contoh. Alasan yang menyertai bukan contoh
adalah kegagalan untuk dipenuhinya syarat perlu.

Lebih lanjut lagi, misalnya didalam matemátika, untuk menjabarkan operasi hitung
(semesta pembicaraan bilangan real), urutan operasi adalah “+”, “-”, “X” dan

“ : ”. Namun dalam psikologi kognitif urutan yang direkomendasikan adalah operasi


“+”, “X” , “-”, dan “ : ”. Ditinjau dari psikologi operasi “X” akan lebih mudah
dipahami peserta didik setelah ia mempunyai pengalaman belajar operasi “+” yang
kemudian langsung dipergunakan untuk mendapatkan konsep operasi “X” dari pada
setelah memahami operasi “+” kemudian operasi “-”. Operasi “+” yang kemudian
diberikan operasi “-” akan terjadi kesenjangan kognitif sehingga sulit untuk
dipahami, sedang ditinjau dari matematika, operasi “-” merupakan invers dari operasi
“+” perlu segera dikaitkan. Demikian pula penjelasan urutan dua operasi yang lain.

Dari uraian diatas, nampak bahwa hirarki belajar (psikologi) tidaklah selalu seiring
dan sejalan dengan matematika. Dalam menghadapi situasi demikian, pengajar
matematika harus menentukan pilihannya. Pilihan mana yang dipilih merupakan
keputusan yang menentukan bagaimana bentuk kegiatan mengajarnya.

BAB III
KESIMPULAN

1. Berpikir matematik merupakan kegiatan mental, yang dalam prosesnya selalu


menggunakan abstraksi dan/ atau generalisasi, dan tentunya kemampuan
berpikir seseorang itu dipengaruhi oleh inteligensinya. Dengan demikian
terlihat adanya kaitan antara inteligensi dengan proses belajar matemátika.
2. Pada hakekatnya landasan berpikir matematik itu merupakan kesepakatan-
kesepakatan yang disebut aksioma. Karena matematika itu landasannya adalah
aksioma-aksioma, maka matematika merupakan sistem aksiomatik. Dalam
sistem yang aksiomatik ini, kumpulan aksioma-aksioma itu adalah taat azas
(consistent) dan hubungan antar aksioma adalah saling bebas.

1. Ciri-ciri khusus atau karakteristik yang dapat merangkum pengertian


matematika secara umum adalah:

(1). Memiliki objek kajian abstrak,(2). Bertumpu pada kesepakatan, (3). Berpola
pikir deduktif, (4). Memiliki simbol yang kosong dari arti, (5). Memperhatikan
semesta pembicaraan, (6). Konsisten dalam sistemnya.

4. Beberapa cara yang dapat ditempuh dalam mengajarkan konsep matematika,


khususnya pada siswa yang berada pada tahap berpikir operasi formal, yaitu:

(1). Pendefinisian (defining), (2). Menyatakan syarat cukup, (3). Memberi contoh, (4).
Memberi contoh disertai alasannya, (5). Memberikan kesamaan atau perbedaan objek
yang dinyatakan konsep, (6). Memberi suatu contoh penyangkal, (7). Menyatakan
syarat perlu, (8). Menyatakan syarat perlu dan cukup, (9). Memberi contoh, (10).
Memberi bukan contoh disertai alasan.

Anda mungkin juga menyukai