Anda di halaman 1dari 11

PENYAKIT DAUN TEH

(Exobasidium vexans)

KELOMPOK 4

DISUSUN OLEH:

ELYANI FAUZIAH S. (150510090108)

REZA NURDWIJANA (150510090105)

FAHMI MAULANA L. (150510090106)

YUDA HADIWIJAYA (150510090103)

FADILLAH SYAH R. (150510090104)

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJAJARAN

2010
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kuasanya kita dapat
menyelesaikan tugas ini. kami harapkan dengan makalah ini dapat menambah wawasan kita
mengenai penyakit cacar daun teh yang diakibatkan oleh patogen Exobasidium vexans.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran kami dalam mengerjakan tugas kami melalui sistem SCL
( Student Centre Learning ).

Terima kasih kami ucapkan kepada orang tua yang sudah membantu kami dalam bentuk
moril maupun materil. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata
kuliah Teknik Perlindungan Tanaman I atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami.

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam susunan maupun isinya.

Jatinangor, 11 Maret 2010

Tim penyusun
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Teh merupakan salah satu komoditas unggulan di sektor perkebunan dan banyak
petani yang mengusahakannya. Namun, dalam membudidayakan tanaman ini, petani
sering menghadapi masalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk
mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah mencanangkan pengendalian OPT
melalui pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

1.2 Tujuan
2. Untuk memahami penyakit cacar teh yang disebabkan oleh patogen (jamur).
3. Untuk memahami gejala/respon tanaman teh terhadap patogen yang menginfeksi.
4. Untuk mengetahui penyebab penyakit cacar daun teh.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengelolaan penyakit cacar teh.

I.3 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit cacar teh?
2. Bagaimanakah respon tanaman terhadap adanya patogen?
3. Apakah yang menjadi penyebab daun teh terkena penyakit cacar teh?
4. Bagaimanakah daur/siklus penyakit cacar teh?
5. Bagaimanakah langkah-langkah untuk menanggulangi penyakit cacar teh?
II. PEMBAHASAN
II.3 Penyakit Cacar Teh

Cacar teh (blister blight) berasal dari Assam (India Timur Laut) yang sudah
dikenal sebelum tahun 1860. Dalam jangka waktu yang lama penyakit lama hanya
terbatas di daerah Assam. Pada tahun 1908 penyakit merambat ke daerah Pegunungan
Cachar dan mulai masuk ke daerah Darjeeling. Tahun 1946 penyakit ini sudah merambat
sampai ke perkebunan-perkebunan teh di daerah India Selatan dan Sri Lanka.

Setelah penyakit ini sampai di Sri Lanka, hal tersebut membuka peluang bagi
penyakit untuk masuk ke Indonesia. Pada tahun 1949 penyakit tersebut ditemukan di
Perkebunan Bah Butong, daerah dekat Pematang Siantar. Memasuki tahun 1951
penyakit ini sudah menjalar ke daerah Sukabumi di Perkebunan Harjasari dan dengan
cepat meluas ke daerah timur. Pada tahun 1952 penyakit ditemukan sudah menyebar
pada perkebunan-perkebunan teh di Jawa Timur. Di Indonesia, penyakit cacar teh
menjadi penyakit yang paling merugikan, khususnya bagi perkebunan yang berada di
dataran tinggi.

II.4 Gejala/Respon Tanaman Teh Terhadap Patogen


Gejala yang ditunjukkan daun teh setelah terinfeksi oleh patogen yaitu mulanya
akan terbentuk cacar yang berbentuk seperti bercak kecil hijau pucat yang tembus
cahaya pada daun teh muda. Dalam kurun waktu 5-6 hari bercak pada daun teh akan
meluas, menjadi cekung, sehingga pada bagian bawah daun teh akan terbentuk bagian
yang cembung dan mirip dengan bentuk cacar.
Pada permukaan cacar daun teh, akan terlihat lapisan tiipis seperti lapisan debu
putih kelabu yang terdiri dari basidiospora. Permukaan atas daun teh yang berbentuk
cekung bersifat licin, mengkilat, dan terlihat lebih pucat daripada bagian daun yang tidak
terkena penyakit. Pada akhirnya, cacar akan mongering dan akan membentuk bekas
lubang pada daun teh yang terinfeksi.
Selain daun, jamur penyebab cacar teh (Exobasidium vexans) juga dapat
menyerang ranting-ranting yang masih hijau. Namun hal tersebut hanya terjadi pada
kebun teh yang sudah terkena serangan hebat dari patogen akibat dari perdu tanaman
telah lemah dikarenakan cacar. Infeksi pada ranting (batang muda) dapat menyebabkan
pembengkokan dan patahnya ranting-ranting serta matinya tunas-tunas dari tanaman
teh tersebut.

II.5 Penyebab Penyakit Cacar Teh


Patogen penyebab penyakit cacar teh bernama Exobasidium vexans. Patogen
tersebut termasuk ke dalam jenis patogen dari kelas fungi/jamur. Jamur ini memiliki
miselium interseluler. Sebelum membentuk basidium hifa, jamur akan melakukan
agregasi di bawah lapisan epidermis dan akan membentuk lapisan himenium. Berkas
basidium akan memanjang sehingga lapisan epidermis akan terangkat dan pecah.
Basidium akan membentuk 2-4 basidiospora yang bersel 1, tetapi kemudian akan
menjadi bersel 2 sebelum dihamburkan. Jamur Exobasidium vexans akan membentuk
konidium bersel 2 yang berbentuk kumparan, dan berdinding agak tebal.

Siklus Penyakit Cacar Teh


Exobasidium vexans akan berkembang biak menggunakan basidiospora.
Exobasidium vexans memiliki basidiospora yang berdinding tipis. Jamur ini termasuk ke
dalam parasit obligat (parasit yang hanya hidup pada jaringan hidup). Dengan kata lain,
penyakit cacar teh hanya dapat disebarkan oleh basidiospora atau oleh pengangkutan
bahan tanaman hidup.
Exobasidium vexans bertahan hidup dari satu musim ke musim lain dengan cara
hidup pada daun-daun teh. Pada perdu teh yang terdapat di daerah yang sangat lembap
(di lembah, di bawah pohon), selalu ada daun teh yang bercacar meskipun dalam musim
kemarau. Karena pada musim penghujan, cacar akan membentuk basidiospora yang
nantinya akan disebarkan oleh angin kepada perdu-perdu teh di sekitarnya.
Basidiospora dapat ditularkan pada perdu teh lain jika kelembapan udara cukup
tinggi dan disebarkan oleh angin karena sporanya sangat ringan. Spora ini memiliki
lapisan dinding yang tipis dan berselaput lendir yang memudahkan spora untuk melekat
dengan kuat pada permukaan daun teh muda sehingga tetap kuat walaupun hujan lebat
menerpa.
Pada keadaan lapisan air yang tipis ataupun kelembapan yang tinggi spora akan
berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah. Hal tersebut akan
menyebabkan infeksi/penetrasi secara langsung dengan cara menembus lapisan
epidermis daun teh atau melalui mulut kulit (stomata).
Untuk menembus lapisan epidermis, pembuluh kecambah akan membentuk
apresorium (pembesaran hifa seperti piringan multinucleate) pada ujungnya.
Apresorium akan melakukan infeksi/penetrasi pada permukaan daun teh bagian atas.
Proses perkecambahan spora, pembentukan apresorium, dan penetrasi ke dalam daun
teh memerlukan waktu selama 16 jam. Setelah penetrasi maka infeksi akan segera
terjadi dan selama 9-14 hari maka cacar yang ada sudah dapat membentuk spora baru.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyakit


Penyakit cacar teh sangat merugikan kebun-kebun yang berada di atas 900 m
dari permukaan laut dan umumnya penyakit ini terjangkit pada musim hujan. Faktor
cuaca yang sangat mempengaruhi penyakit cacar teh yaitu kelembapan udara. Karena
untuk pembentukan dan penyebaran basidiospora diperlukan kelembapan nisbi yang
lebih tinggi dari 80%.
Sedangkan untuk perkecambahan spora diperlukan kelembapan yang lebih tinggi
dari 90% atau diperlukannya lapisan air yang tipis. Spora tidak dapat berkecambah
dengan baik di dalam tetes air yang biasanya disebabkan karena kurangnya zat asam.
Pada dasarnya, spora dapat berkecambah dengan sangat baik di dalam lapisan embun.
Sinar matahari dapat mempengaruhi penyakit cacar teh secara tidak langsung
karena sinar dapat mengurangi kelembapan udara dalam kebun. Namun sebenarnya
sinar matahari dapat membunuh spora jamur secara langsung karena adanya sinar ultra
violet. Dalam ruangan yang sangat gelap hanya ada sedikit spora yang dapat
berkecambah. Sinar yang lemah dapat membantu perkecambahan spora dan
pertumbuhan pembuluh kecambah. Sedangkan cahaya yang banyak akan menghambat
kedua proses tersebut.
Angin juga berpengaruh terhadap penyakit cacar teh. Peran angin yaitu dapat
mempengaruhi kelembapan udara. Penyakit cacar teh akan lebih banyak terdapat pada
bagian kebun yang kurang berangin (di lereng, dan di lembah).
Tinggi tempat sangat berpengaruh terhadap penyakit cacar teh, karena semakin
tinggi tempatnya maka semakin berat penyakitnya. Hal tersebut dikarenakan semakin
tinggi tempat, kabut akan semakin banyak dan akan meningkatkan kelembapan di
waktu siang hari.
Lembaga penelitian melihat adanya perbedaan dalam ketahanan klon-klon teh.
Klon-klon teh yang dianjurkan oleh lembaga penelitian yaitu :
 Klon PS 1, RB 1, PS 354, SA 40, dan Cin 143 : memiliki ketahanan yang tinggi.
 TRI 2025, PG 18, Mal 2, Kiara 8, RB 3, dan PS 324 : memiliki ketahanan sedang.
 TRI 2024 : memiliki ketahanan rendah.
Ketahanan klon terhadap penyakit cacar teh ini berkorelasi positif dengan
kerapatan bulu (pubescence) yang ada pada pucuk teh. Sebaliknya ketahanan
berkorelasi negatif dengan kerapatan mulut kulit dari tunas dan sudut antara daun
dengan ranting. Ketahanan teh diperkuat dengan adanya korelasi positif dari senyawa
seperti polifenol teh, kadar epikatekin, epigalokatekingalat, dan epikatekingalat.

II.6 Pengelolaan Penyakit Cacar Teh


Perkebunan-perkebunan teh yang terletak agak tinggi dari permukaan laut akan
mendapat lebih banyak gangguan dari penyakit cacar teh, hal tersebut dapat
dikendalikan dengan cara-cara seperti :
 Mengurangi pohon pelindung (peteduh)
Dengan menghilangkan pohon pelindung (Grevillea robusta) maka sinar matahari
yang tertangkap akan lebih banyak dan memiliki daya untuk membunuh spora
secara langsung. Namun dengan berkurangnya pohon pelindung maka akan terjadi
beberapa akibat sampingan yang merugikan seperti :
(1) Bahan organik tanah berkembang, gulma akan berkembang.
Dengan begitu kebun akan menjadi gelap dan lembap sehingga penyakit akan
berkembang lagi. Selain itu akan terjadi perebutan unsur hara dan air antara
tanaman pokok dengan gulma, sedangkan jika gulma mengganggu maka akan
dibutuhkan lebih banyak biaya yang dikeluarkan untuk menanganinya.
(2) Serangan Helopeltis, tungau, dan ula meningkat.
(3) Erosi dapat terjadi lebih hebat.
(4) Hasil kebun menjadi tidak tetap (berfluktuasi).
(5) Tunas-tunas yang baru berkembang menjadi mudah gosong oleh sinar
matahari.
(6) Akan terjadi kemunduran produksi pada jangka panjang.
Pada intinya, tidak menjadi masalah untuk tetap mempertahankan pohon pelindung
(Grevillea robusta) karena sebenarnya dengan adanya pohon pelindung tidak
banyak membantu panyakit cacar teh asalkan sinar matahari yang mencapai perdu
teh tidak kurang dari 60%.

 Pemakaian fungisida
Dalam pengendalian penyakit cacar teh yang banyak dipakai yaitu fungisida
tembaga seperti oksiklorida tembaga atau kuprooksida. Namun tembaga dapat
memacu perkembangan tungau pada teh sehingga telah diusahakan untuk
mengganti fungisida tembaga dengan fungisida yang tidak mengandung tembaga
(fungisida karbamat dan fungisida sistemik). Contoh fungisida yang tidak
mengandung tembaga yaitu mankozeb (Dithane M-45), pirakarbolid (Sicarol),
tridemorf (Calixin), triadimefon (Baycor dan Bayleton). Fungisida protektan seperti :
kaptan (Orthocide), klorotalonil (Daconil), kaptafol (Indafol), mankozeb (Dithane,
Vondozen), dan propineb (Antracol).
Fungisida sistemik dapat membunuh Exobasidium yang berada di dalam jaringan
daun sebaiknya dipakai menjelang musim hujan untuk mengurangi sumber infeksi.
Pemakaian pirakarolid dan trideemorf dapat meningkatkan hasil. Fungisida sistemik
dapat memacu terjadinya ras patogen yang baru, sehingga dianjurkan untuk
memakai fungisida ini hanya sekali setahun dan diikuti dengan perlakuan dari
fungisida protektan. Teh yang diperdagangkan boleh mengandung 150 bagian
perjuta (ppm) tembaga karena dari hasil penelitian dibuktikan bahwa 2 hari setelah
penyemprotan kandungan tembaga sudah kurang dari 100 ppm sehingga perlakuan
dengan fungisida tembaga secara lazim tidak akan mempengaruhi mutu juga rasa
teh.

 Pemangkasan pada musim kering


Tunas-tunas teh yang baru tumbuh setelah pemangkasan sangat rentan terhadap
penyakit cacar teh. Maka dari itu, sangat dianjurkan untuk melakukan pemangkasan
perdu teh pada musim kemarau agar tunas-tunas berkembang dalam cuaca yang
kering (dry weather recovery). Namun yang terjadi bila dilakukan pemangkasan
pada musim kering akan menyebabkan produksi kurang merata. Di samping itu
akan lebih banyak tenaga pemangkasan pada bulan pemangkasan. Di Indonesia
banyak perkebunan teh yang melakukan pemangkasan sepanjang tahun dengan
disertai penyemprotan fungisida.

 Pemangkasan sejajar dengan permukaan tanah


Perdu teh dipangkas sejajar dengan miringnya tanah. Hal tersebut memberikan
banyak keuntungan seperti : permukaan perdu-perdu menjadi rata sehingga kabut
fungisida yang disemprotkan kurang mendapat hambatan, tidak terdapat sudut-
sudut yang lembap dan kurang mendapat sinar matahari, tanaman teh dapat cepat
menutup sehingga pertumbuhan gulma segera tertekan.
 Memetik dengan daur pendek
Setelah 9 hari maka infeksi jamur sudah dapat menghasilkan spora sehingga
sebaiknya dalam musim hujan daur petik dilakukan tidak lebih panjang dari 9 hari
dan diusahakan agar semua pucuk yang bergejala terpetik termasuk pucuk yang
belum masak petik. Pemetikan dengan daur pendek dapat mengurangi intensitas
cacar dan secara kumulatif dapat memberikan hasil pucuk yang lebih banyak.

 Penanaman klon tahan


Hal ini dilakukan untuk meremajakan kebun-kebun teh yang rentan terhadap
penyakit cacar teh. Dianjurkan agar kebun-kebun teh menanam beberapa klon
tahan yang sesuai dengan kondisi kebunnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.com

keyword :

cacar teh

Exobasidium vexans

Penanggulangan penyakit cacar teh

Anda mungkin juga menyukai