(Exobasidium vexans)
KELOMPOK 4
DISUSUN OLEH:
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kuasanya kita dapat
menyelesaikan tugas ini. kami harapkan dengan makalah ini dapat menambah wawasan kita
mengenai penyakit cacar daun teh yang diakibatkan oleh patogen Exobasidium vexans.
Sesuai dengan tujuan pembelajaran kami dalam mengerjakan tugas kami melalui sistem SCL
( Student Centre Learning ).
Terima kasih kami ucapkan kepada orang tua yang sudah membantu kami dalam bentuk
moril maupun materil. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata
kuliah Teknik Perlindungan Tanaman I atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam susunan maupun isinya.
Tim penyusun
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Teh merupakan salah satu komoditas unggulan di sektor perkebunan dan banyak
petani yang mengusahakannya. Namun, dalam membudidayakan tanaman ini, petani
sering menghadapi masalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk
mengatasi masalah tersebut, pemerintah telah mencanangkan pengendalian OPT
melalui pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
1.2 Tujuan
2. Untuk memahami penyakit cacar teh yang disebabkan oleh patogen (jamur).
3. Untuk memahami gejala/respon tanaman teh terhadap patogen yang menginfeksi.
4. Untuk mengetahui penyebab penyakit cacar daun teh.
5. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengelolaan penyakit cacar teh.
Cacar teh (blister blight) berasal dari Assam (India Timur Laut) yang sudah
dikenal sebelum tahun 1860. Dalam jangka waktu yang lama penyakit lama hanya
terbatas di daerah Assam. Pada tahun 1908 penyakit merambat ke daerah Pegunungan
Cachar dan mulai masuk ke daerah Darjeeling. Tahun 1946 penyakit ini sudah merambat
sampai ke perkebunan-perkebunan teh di daerah India Selatan dan Sri Lanka.
Setelah penyakit ini sampai di Sri Lanka, hal tersebut membuka peluang bagi
penyakit untuk masuk ke Indonesia. Pada tahun 1949 penyakit tersebut ditemukan di
Perkebunan Bah Butong, daerah dekat Pematang Siantar. Memasuki tahun 1951
penyakit ini sudah menjalar ke daerah Sukabumi di Perkebunan Harjasari dan dengan
cepat meluas ke daerah timur. Pada tahun 1952 penyakit ditemukan sudah menyebar
pada perkebunan-perkebunan teh di Jawa Timur. Di Indonesia, penyakit cacar teh
menjadi penyakit yang paling merugikan, khususnya bagi perkebunan yang berada di
dataran tinggi.
Pemakaian fungisida
Dalam pengendalian penyakit cacar teh yang banyak dipakai yaitu fungisida
tembaga seperti oksiklorida tembaga atau kuprooksida. Namun tembaga dapat
memacu perkembangan tungau pada teh sehingga telah diusahakan untuk
mengganti fungisida tembaga dengan fungisida yang tidak mengandung tembaga
(fungisida karbamat dan fungisida sistemik). Contoh fungisida yang tidak
mengandung tembaga yaitu mankozeb (Dithane M-45), pirakarbolid (Sicarol),
tridemorf (Calixin), triadimefon (Baycor dan Bayleton). Fungisida protektan seperti :
kaptan (Orthocide), klorotalonil (Daconil), kaptafol (Indafol), mankozeb (Dithane,
Vondozen), dan propineb (Antracol).
Fungisida sistemik dapat membunuh Exobasidium yang berada di dalam jaringan
daun sebaiknya dipakai menjelang musim hujan untuk mengurangi sumber infeksi.
Pemakaian pirakarolid dan trideemorf dapat meningkatkan hasil. Fungisida sistemik
dapat memacu terjadinya ras patogen yang baru, sehingga dianjurkan untuk
memakai fungisida ini hanya sekali setahun dan diikuti dengan perlakuan dari
fungisida protektan. Teh yang diperdagangkan boleh mengandung 150 bagian
perjuta (ppm) tembaga karena dari hasil penelitian dibuktikan bahwa 2 hari setelah
penyemprotan kandungan tembaga sudah kurang dari 100 ppm sehingga perlakuan
dengan fungisida tembaga secara lazim tidak akan mempengaruhi mutu juga rasa
teh.
http://www.google.com
keyword :
cacar teh
Exobasidium vexans