Anda di halaman 1dari 4

Dalam kesempatan tersebut disampaikan bahwa untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman

agar terjadi peningkatan kesuburan tanah secara alami melalui daur ulang nutrisi tanaman
perlu dilakukan perbaikan aktivitas biologis, fisik dan kimia tanah dengan cara menambahkan
pupuk organik dari berbagai sumber (pangkasan tanaman dan pupuk kandang) secara
periodik ke dalam tanah baik dalam bentuk segar maupun dengan kompos tanaman. Dengan
terlaksananya penyuluhan ini diharapkan petani dapat mengaplikasikan konservasi tanah
pada lahan sawah; petani dapat mengendalikan hama tanaman secara terpadu; petani
paham pentingnya konservasi tanah dan pengendalian hama terpadu agar hasil produksinya
tinggi.

PERTANIAN ORGANIK LEBIH HEMAT ENERGI

Ditengah vitalisasi semangat gerakan pertanian internasional beberapa decade


belakangan ini, pertanian organic global terus bertumbuh tetapi belum menjadi aliran
utama budaya pertanian dunia. Penekanan orientasi pada kepastian kenaikan
produksi kelihatannya menjadi salah satu pengikat sehingga kebanyakan petani di
Negara berkembang maupun Negara maju masih berkutat dengan pertanian
konvensional yang lebih dikuasai dan praktis.

Seolah ada keraguan untuk beralih kepertanian organic, padahal model pertanian ini
menawarkan berbagai manfaat dan penghematan dibandingkan pertanian non organic.
Melihat perkembangan di Negara Negara berkembang, Direktur Eksekutif Federasi
Internasional Gerakan Pertanian Organik ( IFOAM), Markus Arbenz mengharapkan
petani kecil Negara Negara berkembang ikut dalam gerakan pertanian organic.
“Dalam tahun tahun belakangan ini kita telah menyadari bahwa pengalihan ke
pertanian organic bisa mendukung ketahanan pangan, penyesuaian
terhadap perubahan iklim, serta konservasi keragaman hayati “, katanya.

Dalam satu risalah hasil studi tentang pertanian organic dan perubahan iklim,
Lembaga Riset Pertanian Organik ( FIBL) menyatakan ada beberapa tujuan yang
diemban pertanain organic diantaranya mencegah kerusakan lingkungan, memelihara
keragaman hayati, mengelola lengkap yang menarik, memelihara ternak dalam
kondisi sejahtera, dan menghasilkan pangan yang baik.
FIBL juga memandang pertanian organic sebagai salah satu kunci bagi pemecahan
amasalah perubahan iklim. Diantara alasan utamanya ialah bahwa pertanian organic
lebih hemat dalam penggunaan energy. Alasan pokok lain ialah bahwa pertanian
organic memendam lebih banyak karbon dalam tanah mengurangi emisi gas rumah
kaca metan, dan bias beradaptasi dengan lebih baik terhadap cuaca yang ekstrim.
Dijelaskan, penggunaan lebih sedikit, hemat dan efisien energy dalam pertanian
organic, dimungkinkan karena system organic dimungkinkan karena system organic
mengandalkan terutama asupan sumberdaya lingkungan lahan pertanian itu sendiri
dan berupaya sedapat mungkin menghindari asupan dari luar. Oleh sebab itu secara
signifikan kebutuhan energy primer pertanian organic lebih rendah. Sehingga
penggunaan energy per unit lahan pada produksi tanaman dan ternak organic secara
signifikan lebih rendah disbanding pertanian bukan organic.

Uji coba lapang menunjukkan bahwa per unit hasil, energy yang digunakan sistenm
pertanian organic 20 % lebih rendah disbanding yang non organic.
Berbagai pola dan model penyelenggaraan menyebabkan konsumsi energy lebih
tinggi pada pertanian non organic. Konsumsi energy primer bahan bakar minyak
( fossil) terus meningkat. Penggunaan energy secara tidak langsung dalam kegiatan
pertanian bukan organic ikut mengambil peran penting dalam konsumsi energy,
yakni lewat aplikasi pupuk ( utamanya pupuk nitrogen) dan pakan hasil industry.
Industri butuh energy besar untuk proses pengolahan molekul nitrogen ( N2) yang
ditangkap dari udara menjadi bentuk pupuk nitrogen bagi tanaman. Selain konsumsi
energy yang besar, dampak negative pupuk nitrogen dan proses pembuatannya
terhadap lingkungan juga cukup besar. Pupuk nitrogen bias mencemari air tanah.
Belum lagi oksida nitrit ( N2O) yang merupakan gas rumah kaca kuat yang
dipancarkan ke udara dari tanah yang dipupuk serta dari pabrik ketika pengolahan
sedang berlangsung.
Pada pertanian organic pupuk industry ridak digunakan. Pasok nitrogen diupayakan
dari bahan organic yang diaur ulang dan berasal dari rabuk pertanian ataupun
kompos. Pada pertanian organic limbah pertanian untuk mengurangi emisi gas metan
dan oksida nitrit. Perputaran nitrogen dalam system pertanian organic umumnya
lebih kecil disbanding pada system non organic sehingga kehilangan atau emisinya
juga lebih sedikit
Mekanisasi pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian membutuhkan
banyak energy. Pada pertanian organic pengurangan tehnik pengolahan atau
pengerjaan tanah dan peningkatan penggunaan nitrogen terikat pada rabuk hijauan
bbisa emngurangi secara signifikan penggunaan energy, emisi gas-gas rumah kaca
termasuk CO2 disamping juga meningkatkan hasil.
Kenyataan bisa terjadi hasil per unit lahan pada pertanian organic lebih rendah
sehinggamengurangi efisiensi energy spesifek produk, misalnya dalam hal kalori atau
nilai tambah. Namun dalam banyak kasus produksi organic dinilai tetap lebih efisien

Penyuluhan Pemanasan Global dan Pelatihan


Pertanian Organik
Dalam upaya peningkatan dan pengembangan
ekonomi masyarakat, Yayasan MBM melalui Divisi
Ekonomi dan Pembangunan masyarakat
menyelenggarakan Penyuluhan Pertanian Organik bagi
petani di dusun Ambyarsari, Desa Blimbingsari,
Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali.
Pertemuan yang dilaukan di Balai Banjar Dusun Ambyarsari ini diikuti oleh
20 orang warga desa dan juga anggota kelompok binaan YayasanMBM,
yaitu Kelompok Tani Lestari. Momen ini juga sebagai bagian dari Perayaan
Ulang Tahun kelompok tersebut yang ke-3.

Pelatihan ini diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh salah satu
peserta pelatihan. Selanjutnya, I Gede Mustika, sebagai Kepala Divisi
Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat, yang juga tampil sebagai
pembicara dalam Penyuluhan dan pelatihan ini, mengawali penyuluhan
dengan memberikan informasi dasar mengenai pemanasan global,
penyebab dan konsekuensinya. Cara penyampaian yang sederhana
dengan memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya,
membuat para peserta cepat menyerap informasi yang diberikan. “Bumi
kita ini dikelilingi oleh sebuah selimut tebal. Panas dari matahari yang
dipancarkan ke bumi akan dipantulkan lagi, sehingga bumi kita tetap
terjaga temperaturnya. Tetapi sekarang, karena begitu banyaknya emisi
gas karbon, baik itu dari kendaraan bermotor maupun pabrik, membuat
selimut penutp bumi itu semakin tebal. Dan karenanya, panas dari
matahari tidak bisa dipantulkan kembali. Inilah yang disebut dengan “Efek
Rumah Kaca”, demikian imbuh beliau dalam pembukaan pelatihan ini.
Oleh karena itu beliau sangat mengharapkan peran setiap orang untuk
selalu menjaga kelestarian lingkungan. Alasannya tentu saja, karena
pepohonan dan tumbuh-tumbuhan memerlukan karbondioksida (CO2)
dalam proses fotosintesis, serta mengeluarkan oksigen (O2) yang sangat
diperlukan manusia.

Dan berhubungan dengan penggalakan pertanian dengan menggunakan


pupuk organik, para peserta pelatihan juga
mendapatkan banyak masukan mengenai cara
pengolahan pupuk organik dengan memanfaatkan
bahan-bahan yang ada dilingkungan sekitar, yang
disebut denagn BOKASI. Proses pengolahan ini
menggunakan kotoran sapi, kotoran ayam, limbah
sekam yang merupakan sisa pembakaran, tanah, dan micro-organisme
yang berfungsi sebagai pengurai. Setiap beberapa hari sekali, campuran
Bokasi ini harus diaduk dan dibalik, sehingga nantinya zat pengurainya
bisa menguraikan semua dengan merata. Ketika gas methan dari kotoran
sapi seudah hilang, artinya pupuk olahan ini sudah siap untuk dipakai.
Penggunaan pupuk organik olahan ini, selain mengurangi dampak Rumah
Kaca, juga bisa mengurangi pengeluaran petani dalam membeli pupuk
buatan Pabrik.

Selain pelatihan mengenai pembuatan Bokasi, Dr. Gede Suwarno, Dokter


Hewan sekaligus Fasilitator dalam Bidang Pertanian, mendemonstrasikan
cara pembuatan cairan pestisida sebagai hasil penyulingan dari sekam
padi yang dibakar. (Sekam sisa ini yang dipakai untuk pembuatan bokasi).
Cairan ini bisa berfungsi sebagai obat anti hama bagi tanaman padi. “Obat
yang paling baik bagi tanaman adalah sesuatu yang berada paling dekat
dengan tanaman itu sendiri”, demikian tembahnya. Dengan menggunakan
media sederhana, seperti bambu dan kaleng bekas, proses pembakaran
itu sendiri tidak memerlukan banyak waktu. Sedikitnya 1 gelas air
sulingan akan dihasilakan dari pembakaran 1 karung sekam kering.
Perbandingan antara air dan pestisida alami ini adalah 1:10, artinya 1 liter
pestisida dicampurkan dengan 10 liter air. Para peserta sangat antusias
dengan semua kegiatan ini. Selain disampaikan dengan cara yang
sederhana sehingga mudah dimengerti, mereka juga mengakui bahwa
sebenarnya mereka selama ini tidak menyadari akan potensi yang ada
dilingkungan sekitar mereka. Dan karenanya, mereka sangat bersyukur
bisa mendapatkan pengetahuan tambahan ini dari Yayasan Maha Bhoga
Marga.

Anda mungkin juga menyukai