Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan
pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan
nasional. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan
keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara
demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan
penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik merupakan
sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan
negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik. Hal ini telah ditetapkan oleh Undang-Undang No. 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Pemberantasan korupsi memerlukan peningkatan transparansi serta
akuntabilitas sektor publik dan dunia usaha. Pada gilirannya hal ini memerlukan
upaya terpadu perbaikan sistem akuntansi dan sistem hukum guna meningkatkan
mutu kerja serta memadukan pekerjaan lembaga pemeriksa dan pengawas
keuangan (seperti BPK, Irjen, Bawasda dan PPATK) dengan penegak hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, KPK maupun Kehakiman).
Dalam pemberantasan korupsi terkandung makna penindakan dan
pencegahan korupsi, serta ruang untuk peran serta masyarakat yang seharusnya
dapat lebih ditingkatkan dengan adanya perbaikan akses masyarakat terhadap
informasi. Rumusan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang
menyatakan bahwa : masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam Pasal 41 ayat
(2) telah ditentukan wujudnya berupa hak mencari, memperoleh,  dan
memberikan  informasi  adanya  dugaan  telah  terjadi tindak pidana korupsi dan

1
hak  untuk  memperoleh  pelayanan  dalam  mencari,  memperoleh  dan 
memberikan informasi  adanya  dugaan  telah  terjadi  tindak  pidana  korupsi 
kepada  penegak  hukum  yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
Kelemahan dan korupsi dalam satu mata rantai kelembagaan itu telah
membuat negara kita dewasa ini sebagai salah satu negara yang terkorup di dunia
dan telah menyengsarakan rakyat sendiri. Dampak dari buruknya fundamental
perekonomian, berupa sistem akuntansi serta sistem hukum, sudah kita rasakan
dewasa ini. Laporan keuangan negara maupun badan usaha di Indonesia yang
kurang transparan dan kurang akuntabel sebelum krisis tahun 1997 tidak dapat
dijadikan pegangan untuk mengetahui dan mengantisipasi keadaan serta menjadi
dasar dalam pengambilan keputusan.
Teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk perbaikan pelayanan
publik sebagai salah satu cara melakukan pencegahan korupsi. Sistem informasi
yang baik dampak yang signifikan dalam pemberantasan korupsi. Dalam hal ini,
pemanfaatan Sistem Informasi Akuntansi berperan meningktakan efisiensi dan
efektifitas pelaksanaan pekerjaan (pemeberantasan korupsi). Tanpa adanya
perbaikan sistem hukum dan sistem akuntansi, tidak mungkin kita dapat
meningkatkan efisiensi perekonomian dan badan usaha nasional. Peningkatan
efiensi seperti ini akan memungkinkan perekonomian dan badan usaha nasional
kita mampu berperan dalam era globalisasi dan dapat bersaing di pasar nasional
maupun pasar dunia.
Undang-undang memberi ruang bagi para penegak hukum yaitu
Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mendapatkan
dan menggunakan informasi elektronik guna memperkuat pembuktian kasus
korupsi.
1.2 Rumusan masalah
Apakah fungsi SIA? Bagaimanakah peranan SIA dalam pemberantasan
korupsi di Indonesia?

2
BAB 2

FUNGSI DAN PERANAN SIA DALAM UPAYA


PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDOESIA

2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi


Sistem informasi merupakan sebuah susunan dari orang, aktivitas, data,
jaringan dan teknologi yang terintegrasi yang berfungsi untuk mendukung dan
meningkatkan operasi sehari-hari sebuah bisnis, juga menyediakan kebutuhan
informasi untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan oleh manajer.
Sistem Informasi Akuntansi merupakan landasan bagi sistem informasi lain
dan sangat dibutuhkan bagi suatu organisasi. Sistem Informasi Akuntansi
berperan dalam mengumpulkan data kegiatan di organisasi, mengubah data
menjadi informasi dan menyediakan informasi kepada pengguna baik di dalam
maupun di luar organisasi. Sistem Informasi Akuntansi(SIA) dapat didefinisikan
sebagai sebuah sistem informasi yang merubah data transaksi bisnis menjadi
informasi keuangan yang berguna bagi pemakainya.
Adapun tujuan Sistem Informasi Akuntansi adalah sebagai berikut:
1. mendukung operasi-operasi sehari-hari
2. mendukung pengambilan keputusan manajemen
3. memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan pertanggungjawaban
Untuk membangun sistem informasi, baik personal maupun multiuser,
haruslah mengkombinasikan secara efektif komponen-komponen sistem
informasi, yaitu: prosedur kerja, informasi (data), orang dan teknologi informasi
(hardware dan software).
2.2 Korupsi di Indonesia
Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa. Perkembangan korupsi
ditandai dengan meningkatnya sejumlah kasus dan jumlah kerugian keuangan
negara yang dihasilkan. Kualitas tindak pidana korupsi semakin sistematis dan
merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Hal ini berdampak pada bencana

3
terhadap kehidupan perekonomian nasional dan pada kehidupan berbangsa dan
bernegara pada umumnya serta pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak
ekonomi masyarakat. Pemberantasan korupsi yang dilakukan secara konvensional
selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Lemahnya kontrol publik
memiliki dampak yang sangat luas terutama pada usaha reformasi birokrasi
pemerintahan memperkuat banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki
tindakan korupsi pada sistem politik dan sistem administrasi negara Indonesia.
Pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sejak tahun 2005 sampai dengan
tahun 2008 untuk bidang penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan
berwibawa telah menunjukkan berbagai kemajuan yang ditandai dengan adanya
perbaikan sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan di pusat maupun
daerah yang lebih kreatif, dinamis dan responsif terhadap berbagai permasalahan
masyarakat. Namun, kondisi tersebut belum sepenuhnya dalam keadaan ideal dan
pemerintah masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dan kendala terkait
dengan aspek:
a. penerapan tata kepemerintahan yang baik (good public
governance/GPG)
b. sistem pengawasan dan akuntabilitas pemerintah
c. penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah
d. peningkatan kapasitas dan sistem manajemen pengelolaan SDM aparatur
e. kualitas pelayanan publik.

Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang


penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif
yang berlandaskan pada prinsip-prinsip, antara lain transparan, akuntabel, profesional,
efisien dan efektif. Upaya membangun tata kepemerintahan yang baik pada hakikatnya
merupakan upaya membangun sistem nilai penyelenggaraan administrasi negara yang
menyangkut seluruh aspek berbangsa dan bernegara sehingga memerlukan waktu yang
relatif lama. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi pemerintah dalam penerapan
tata kepemerintahan yang baik (GPG) adalah masih perlu ditingkatkannya pemahaman,
kesadaran, dan kapasitas pelaku khususnya sumber daya manusia aparatur dalam

4
penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
2.3 Transparansi dan akuntabilitas Sistem Informasi Akuntansi
Negara yang ingin bebas dari korupsi maka negara tersebut harus menciptakan
transparansi dan akuntabilitas. Transparansi berarti terbukanya akses bagi seluruh
masyarakat terhadap semua informasi yang terkait dengan segala kegiatan yang
mencakup keseluruhan prosesnya melalui suatu manajemen sistem informasi
publik 1. Dengan adanya informasi yang terbuka dan meminimalisir asimetri
informasi maka akan memudahkan kontrol sosial dari masyarakat. Akuntabilitas
dimaknai sebagai pertanggungjawaban suatu lembaga kepada publik atas
keberhasilan maupun kegagalan melaksanakan misi / tugas yang telah
diembannya. Kurangnya perbaikan terhadap sistem hukum dan sistem akuntasi
menghambat pemulihan kegiatan perekonomian nasional setelah terjadinya krisis
tahun 1997-1998. Setelah mengalami krisis, negara lain segera berupaya
meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem akuntansinya sebagai bagian
dari peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara (good and clean
government) maupun pengelolaan badan usahanya (good corporate governance).
Setelah terjadinya rangkaian skandal dunia usaha (seperti Dotcom dan Enron)
Amerika Serikat menyempurnakan sistem akuntansinya dengan mengintrodusi
the Sarbannes-Oxley Act tahun 2002.
Dalam aspek pengawasan, permasalahan utama yang dihadapi adalah
belum efektif dan efisiennya sistem pengawasan yang dilaksanakan pemerintah
yang menjadi salah satu penyebab masih terjadinya tindak pidana korupsi.
Berdasarkan hasil survei Transparency International tahun 2007, Indonesia masih
menjadi negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, yaitu berada pada peringkat
144 dari 179 negara yang disurvei meskipun terjadi sedikit peningkatan pada
indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia yaitu 14 – 3 dari 2,2 (tahun 2005)
menjadi 2,4 (tahun 2006) dan 2,3 (tahun 2007). Hal itu juga tergambar pada masih
rendahnya Peringkat Kemudahan Berbisnis (The Ease of Doing Bussiness) di
Indonesia, yaitu peringkat 123 dari 178 negara berdasarkan survei International

1
http://www.slideshare.net/DadangSolihin/perencanaan-partisipatif

5
Finance Corporation tahun 2007, termasuk masih banyaknya opini disclaimer
yang diberikan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan
Kementerian/Lembaga.
Permasalahan lain dalam aspek pengawasan adalah (a) kompetensi SDM
aparatur pengawasan yang belum merata; (b) hasil pengawasan dan pemeriksaan
belum sepenuhnya ditindaklanjuti; (c) belum konsistennya penerapan sanksi baik
administratif maupun hukum kepada para pejabat dan pegawai yang terbukti
secara hukum melakukan penyalahgunaan kewenangan; (d) belum efektifnya
sistem pengendalian intern pemerintah; dan (e) belum memadainya sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pada aspek akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah, permasalahan utama yang dihadapi adalah belum diterapkannya
dengan baik manajemen berbasis kinerja secara terintegrasi dengan sistem
perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem
pengendalian. Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah juga
masih perlu disempurnakan. Pembentukan lembaga struktural dan lembaga non
struktural baru (kuasi birokrasi) telah menyebabkan organisasi pemerintah
menjadi lebih gemuk dan kurang efisien. Demikian juga halnya dengan sistem
manajemen dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan dan pengelolaan
dokumen serta kearsipan negara yang masih perlu disempurnakan dan
dikembangkan secara modern.
Upaya untuk meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara
merupakan pelaksanaan dari UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001, dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sasaran yang ingin dicapai
melalui Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur adalah
semakin efektifnya sistem pengawasan serta sistem akuntabilitas kinerja aparatur
dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN serta
berfungsinya pengawasan melekat (waskat).

6
Upaya peningkatan efektivitas pelaksanaan pengawasan oleh aparat
pengawasan intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan)
dilakukan melalui tiga strategi pengawasan yaitu preemtif, preventif, dan represif.
Pengawasan preemptif, adalah pengawasan yang dilakukan dalam upaya
meningkatkan kesadaran (awareness) untuk mencegah timbulnya moral hazards,
mendorong partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah dalam
pemberantasan korupsi melalui sosialisasi program anti-korupsi kepada publik,
birokrat, dunia usaha, dan pejabat negara yang bertujuan untuk memberikan
pencerahan sekaligus menumbuhkan kepedulian (public awareness) mengenai
bahaya korupsi dan solusi penanggulangannya. Di samping kegiatan tersebut,
dilakukan kegiatan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan
kapabilitas penyelenggara pemerintahan termasuk pengelola keuangan negara dan
aparat pengawas intern pemerintah. Untuk memberikan pemahaman dan
membangun persepsi yang sama dalam pembenahan manajemen pemerintahan,
BPKP melakukan berbagai macam sosialisasi di antaranya terkait dengan Good
Corporate Governance (GCG), Good Local Governance (GLG), Sistem
Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD), dan Sistem Informasi Manajemen
Keuangan Daerah (SIMDA).
Pengawasan preventif, adalah pengawasan yang dilakukan untuk
mencegah dan mendeteksi secara dini permasalahanpermasalahan yang timbul di
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Upaya preventif dilakukan dalam
merespons opini disclaimer oleh BPK atas laporan keuangan pemerintah maupun
upaya pencegahan terhadap korupsi. Bentuk strategi preventif dimaksud, antara
lain, melalui audit, evaluasi, pendampingan/bimbingan teknis dalam rangka
penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Standar Pelayanan Minimal
(SPM), Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA), Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), Fraud Control Plan, dan
Sistem Akuntansi Barang Milik Negara/Daerah (SABMN/D). Pengawasan
preventif juga dilakukan di lingkungan manajemen BUMN/BUMD melalui
pendampingan/bimbingan teknis penerapan Good Corporate Governance,
penyusunan Key Performance Indicator (KPI), penyusunan Corporate Plan,

7
Sistem Informasi Akuntansi (SIA), Teknologi Informasi, Manajemen Risiko,
Sistem Pengendalian Intern, dalam rangka peralihan status dari Perusahaan
Jawatan (Perjan) menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Pendampingan
penerapan GCG pada BUMN/BUMD telah meningkatkan kualitas pengelolaan
dan praktik bisnis yang lebih sehat dan beretika.
Pengawasan represif, adalah upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan
melalui audit investigatif dan sinergi dengan aparat penegak hukum (kepolisian,
kejaksaan, dan Komisi Pemberantasaan Korupsi).
2.4 Teknologi Informasi sebagai pemberantas korupsi
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk
mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi,
supervisi,   monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku2. Karenanya ada tiga hal yang perlu
digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku
korupsi, dan ‘peran serta masyarakat’.
Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu berbagai pihak,
contohnya, KPK. Dalam melakukan tugasnya, gedung KPK yang dirancang
sebagai smart building, paper-less information system yang diberlakukan sebagai
mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program kampanye serta
pendidikan antikorupsi KPK. Informasi elektronik sangat dibutuhkan agar
informasi yang disampaikan dapat lebih cepat diterima, lebih luas sebarannya, dan
lebih lama penyimpanannya3.
Lembaga pemerintah maupun perusahaan swasta tidak semua melakukan
pemanfaatan sistem informasi yang terdiri dari teknologi perangkat keras,
perangkat lunak, metode sistem dan sumber daya manusia, masih banyak
mengalami hambatan karena lembaga atau perusahaan belum memiliki semangat
transparansi dan makin merebaknya korupsi di semua lini.

2
UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 1 butir ke-3
3
Wikipedia: teknologi informasi

8
Tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang
antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik 4.
Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk
mendorong efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kemajuan teknologi
informasi juga dapat menghemat APBN dalam kegiatan pengadaan barang/jasa
untuk kepentingan pemerintah. Diharapkan e-procurement yang menyediakan
fasilitas pengadaan melalui jaringan elektronik akan meningkatkan transparansi
proses pengadaan sehingga bisa menekan kebocoran yang mungkin terjadi.
Transparansi merupakan syarat pertama dari perwujudan good governance.
Transparansi akan mempermudah akses informasi bagi masyarakat yang
kemudian mempermudah dan memancing partisipasi mereka. Dengan adanya
kedua hal tersebut, maka pada gilirannya pemerintah dituntut untuk lebih
akuntabel dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Berbicara tentang
penghematan yang dapat dilakukan dari pelaksanaaan e-procurement ini,
beberapa pihak mengklaim telah terjadi penghematan yang luar biasa. Dari
berbagai sumber, disebutkan bahwa penghematan yang terjadi berkisar antara
15% hingga 23,5%, angka yang tidak tanggung-tanggung untuk ukuran APBN
negara kita.
Transparansi, akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan partisipasi.
Partisipasi dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan dan setiap daur pembangunan partisipatif mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi dan pelestarian sehingga
masyarakat bukan penerima manfaat melainkan sebagai agen pembangunan.
Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus
memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan
secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan
penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan. Melalui sistem pengelolaan informasi
dan pertanggungjawaban yang jelas, masyarakat bisa mengontrol dan bisa
menghindarkan penyelewengan- penyelewengan yang mungkin saja terjadi.

4
Pasal 4 huruf c UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

9
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Peran SIA sebagai tindakan pencegahan dan pengawasan merupakan
faktor penting dalam tindak pemberantasan kasus korupsi di Indonesia.
Jika penerapan teknologi informasi hanya sebagai tools untuk membantu
pekerjaan misalnya mengetik dan menghitung, hal tersebut tidak akan menjadi
masalah. Namun ketika memasuki wilayah sebuah sistem yang serba online,
terintegrasi dan transparan yang tentunya terbatas untuk internal organisasi, upaya
tersebut membuat banyak pihak gerah. Tanpa sistem informasi yang transparan
dan terintegrasi, sebelumnya ada peluang besar untuk memanipulasi berbagai
data, dari mengubah data riil sampai dapat membuat kuitansi sendiri. Juga
hilangnya peluang karena dengan IT tidak ada lagi kesempatan untuk menunda
pekerjaan. Apabila menunda pekerjaan, siapa yang mau cepat dilayani harus ada
fee terlebih dahulu. Wujud kegerahan yang sebenarnya merupakan penolakan bisa
dengan macam-macam alasan, SDM tidak siap, biaya yang mahal (padahal belum
dihitung cost and benefit-nya), "organization politicking", hingga yang ekstrem ke
sabotase sistem internal. Walaupun bukan sebagai faktor tunggal dalam
kegagalan, kendala-kendala seperti itu tidak jarang membuat sebuah proyek
sistem informasi gagal di tengah jalan dan dicap tidak pernah selesai.
3.2 Saran
Pemerintah di tingkat pusat sampai ke daerah sebenarnya harus menjadi
lokomotif bahwa di tengah keterbatasan yang dimiliki, sistem informasi berbasis
teknologi harus dapat menjadi daya dorong peningkatan efisiensi nasional dan
regional. Di samping efisiensi, sistem informasi adalah jalur cepat meningkatkan
layanan publik dan membentuk good governance yang tidak terbatas hanya pada
membangun citra (image) tapi dapat terasa langsung manfaatnya di masyarakat.
Walaupun pasti harus melalui rintangan yang sangat berat, keberhasilan

10
implementasi sistem informasi yang terintegrasi dan transparan paling tidak dapat
mengurangi peluang terjadinya penyelewengan. Bukankah penyelewengan ada
karena juga akibat kelemahan sebuah sistem yang memberi celah untuk itu.
Masih banyak tantangan ke depan dalam konteks ini, yaitu penyelewengan dalam
organisasi yang telah menerapkan sistem informasi berbasis teknologi. Marilah
kita lewati rintangan demi rintangan yang ada.

11
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik.

Gie. 2002. Pemberantasan Korupsi Untuk Meraih Kemandirian, Kemakmuran,

Kesejahteraan dan Keadilan. Fokus: Bandung.

Vaassen , Meuwissen , Schelleman. 2010. Accounting Information Systems and

Internal Control 2e. Wiley & Sons Ltd : United Kingdom.

Romney, Steinbart. 2006. Accounting Information Systems 11e. Pearson Prentice

Hall : United States of America.

12

Anda mungkin juga menyukai