Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari Pembangunan


Nasional yang pada hakekatnya merupakan upaya untuk mencapai
kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat
kesehatan yang optimal. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945
Pasl 28 ayat (1) dan Undang -Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, yaitu melalui pembangunan kesehatan salah satu hak dasar
masyarakat yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dapat
dipenuhi. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai investasi untuk
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)yang dapat diukur melalui
Index Pembangunan Manusia (IPM). Kesehatan merupakan salah komponen
utama dalam IPM yang dapat mendukung terciptanya SDM yang sehat,
cerdas, terampil dan ahli menuju keberhasilan Pembangunan Kesehatan.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan telah dilakukan perubahan
cara pandang (mindset) dari paradigma sakit menuju paradigma sehat
sejalan dengan Visi Indonesia Sehat 2010. Seiring dengan visi tersebut,
maka Visi Pembangunan Kesehatan di Kota Semarang yang merupakan Ibu
Kota Provinsi Jawa Tengah adalah Terwujudnya Masyarakat Kota Pantai
Metropolitan yang Sehat Didukung dengan Profesionalisme dan Kinerja
yang Tinggi.
Dalam rangka memberikan gambaran situasi kesehatan di Kota
Semarang Tahun 2007 perlu diterbitkan Buku Profil Kesehatan Kota
Semarang Tahun 2007. Media Profil Kesehatan Kota Semarang merupakan
salah satu sarana untuk menilai pencapaian kinerja pembangunan kesehatan
dalam rangka mewujudkan Kota Semarang Sehat 2010.
Profil Kesehatan menyajikan berbagai data dan informasi diantaranya
meliputi data kependudukan, fasilitas kesehatan, pencapaian program –
program kesehatan, masalah kesehatan dan lain-lain. Tersusunnya Buku
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007 didukung oleh pengelola data
dan informasi Dinas Kesehatan Kota Semarang, Puskesmas, Instalasi
Perbekalan Farmasi, juga lintas sektor terkait (Badan Pusat Statistik, ASKES,

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


JAMSOSTEK, BKKBN, POLWILTABES Kota Semarang).

1.2. Tujuan
1.2.1. U mum
Tujuan disusunnya Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007
adalah tersedianya data / informasi yang relevan, akurat, tepat waktu dan
sesuai kebutuhan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen
kesehatan secara berhasilguna dan berdayaguna sebagai upaya menuju
Kota Semarang yang Sehat.

1.2.2. Khusus
Secara khusus tujuan penyusunan Profil Kesehatan adalah :
1.2.2.1. Diperolehnya Data / informasi umum dan lingkungan yang meliputi
lingkungan fisik dan biologi, perilaku masyarakat yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat, data kependudukan dan sosial ekonomi;
1.2.2.2. Diperolehnya Data / informasi tentang status kesehatan masyarakat yang
meliputi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi masyarakat;
1.2.2.3. Diperolehnya Data / informasi tentang upaya kesehatan,
yang meliputi cakupan kegiatan dan sumber daya
kesehatan.
1.2.2.4. Diperolehnya Data / informasi untuk bahan penyusunan
perencanaan kegiatan program kesehatan;
1.2.2.5. Tersedianya alat untuk pemantauan dan evaluasi tahunan
program – program kesehatan;
1.2.2.6. Tersedianya wadah integrasi berbagai data yang telah
dikumpulkan oleh berbagai sistem pencatatan dan
pelaporan yang ada di Puskesmas, Rumah Sakit maupun
Unit-Unit Kesehatan lainnya;
1.2.2.7. Tersedianya alat untuk memacu penyempurnaan sistem
pencatatan dan pelaporan kesehatan.

1.3. Sistematika Penulisan


Untuk lebih menggambarkan situasi derajat kesehatan, peningkatan
upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan di Kota Semarang pada Tahun
2007, maka diterbitkanlah Buku Profil Kesehatan Kota Semarang yang
3

disusun dengan sistematika sebagai berikut :


BAB I PENDAHULUAN
BAB II GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG
BAB III PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH
BAB IV PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
LAMPIRAN

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


BAB II

GAMBARAN UMUM DAN LINGKUNGAN


YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MASYARAKAT

2.1. Keadaan Geografis


2.1.1. Letak
Kota Semarang terletak antara garis 6º50’ - 7º10’ Lintang Selatan dan
garis 109º35’ - 110º50’ Bujur Timur. Dibatasi sebelah Barat dengan
Kabupaten Kendal, sebelah Timur dengan Kabupaten Demak, sebelah
Selatan dengan Kabupaten Semarang, dan sebelah Utara dibatasi oleh Laut
Jawa dengan panjang garis pantai meliputi 13,6 Km. Ketinggian Kota
Semarang terletak antara 0,75 sampai dengan 348,00 di atas garis pantai.

2.1.2. Luas Wilayah Kota Semarang


Dengan luas wilayah sebesar 373,70 km2 ,
Kota Semarang terbagi dalam 16 kecamatan dan
177 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang ada,
kecamatan Mijen (57,55 km2) dan Kecamatan
Gunungpati (54,11 km2), dimana sebagian
besar wilayahnya berupa persawahan dan
perkebunan. Sedangkan kecamatan dengan
luas terkecil adalah Semarang Selatan (5,93 km2)
dan kecamatan Semarang Tengah (6,14 km2), sebagian besar wilayahnya berupa
pusat perekonomian dan bisnis Kota Semarang, seperti bangunan toko/mall, pasar,
perkantoran dan sebagainya.

2.2 Kependudukan
2.2.1. Pertumbuhan Penduduk, Persebaran dan Kepadatan
Penduduk, Komposisi Penduduk, Kelahiran, Kematian dan
Perpindahan
2.2.1.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang menurut registrasi sampai dengan
akhir Desember tahun 2007 sebesar : 1.454.594. jiwa, terdiri dari 722.026
jiwa penduduk laki-laki dan 732.568 jiwa penduduk perempuan. Dengan
jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5 besar
Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Jawa
Tengah.
Tabel 1 : Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Tahun 2003 - 2007
5

Tahun Jumlah Penduduk Tingkat pertumbuhan


Setahun ( % )

2003 1.378.193 2,09


2004 1.399.133 1,52
2005 1.419.478 1,45
2006 1.434.132 2,03
2007 1.454.594 2,37

Sumber data : Kantor BPS Kota Semarang

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk selama 5 tahun terakhir


menunjukkan hasil yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel diatas,
dimana selama kurun waktu tahun 2004 – 2007 terjadi peningkatan
pertumbuhan penduduk dengan rata-rata sebesar 0.35%.

2.2.1.2. Persebaran dan Kepadatan Penduduk


Penyebaran penduduk yang tidak merata perlu mendapat perhatian
karena berkaitan dengan daya dukung lingkungan yang tidak seimbang.
Secara geografis wilayah Kota Semarang terbagi menjadi dua yaitu
daerah dataran rendah ( Kota Bawah ) dan daerah perbukitan (Kota
Atas). Kota Bawah merupakan pusat kegiatan pemerintahan, perdagangan
dan industri, sedangkan Kota Atas lebih banyak dimanfaatkan untuk
perkebunan, persawahan, dan hutan.
Sedangkan ciri masyarakat Kota Semarang terbagi dua yaitu
masyarakat dengan karakteristik perkotaan dan masyarakat dengan
karakteristik pedesaan.
Sebagai salah satu kota metropolitan, Semarang boleh dikatakan
belum terlalu padat. Pada tahun 2007 kepadatan penduduknya sebesar
3.892 jiwa per km2. Bila dilihat menurut Kecamatan yang mempunyai
kepadatan penduduk paling kecil adalah Kecamatan Mijen sebesar 819 jiwa
per km2, diikuti dengan Kecamatan Tugu 832 jiwa per km2 dan Kecamatan
Gunungpati 1.168 jiwa per km2. Ketiga Kecamatan tersebut merupakan
daerah pertanian dan perkebunan, sehingga sebagian wilayahnya masih
banyak terdapat areal persawahan dan perkebunan,
Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di
pusat kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu besar tetapi jumlah
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007
penduduknya sangat banyak, kepadatan penduduknya sangat tinggi.
Yang paling tinggi kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Semarang
Selatan 14.444 jiwa/km2, kemudian Kecamatan Candisari 12.318 jiwa/km2
Kecamatan Semarang Tengah 12.158 jiwa/km2, diteruskan dengan
Semarang Utara 11.468 jiwa/km2 dan Kecamatan Gayamsari 11. 270
jiwa/km2 .
Bila dikaitkan dengan banyaknya keluarga atau rumah tangga, maka
dapat dilihat bahwa rata-rata setiap keluarga di Kota Semarang memiliki 4,13
atau 4 (empat) anggota keluarga, dan kondisi ini terjadi pada hampir seluruh
Kecamatan yang ada .

2.2.1.3. Komposisi Penduduk


Untuk dapat menggambarkan tentang keadaan penduduk secara
khusus dapat dilihat dari komposisinya, salah satunya adalah penduduk
menurut jenis kelamin. Dari 1.454.594 penduduk Kota Semarang pada tahun
2007 terdiri dari 722.026 jiwa penduduk laki-laki dan 732.568 jiwa penduduk
perempuan . Indikator dari variabel jenis kelamin adalah rasio jenis kelamin
yang merupakan angka perbandingan antara penduduk laki-laki dan
perempuan.
Rasio jenis kelamin pada tahun 2007 di Kota Semarang adalah 986
yang berarti jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan
jumlah penduduk laki-laki, dimana setiap 100 penduduk perempuan, terdapat
pula 986 penduduk laki-laki.

2.2.1.4. Kelahiran, Kematian dan Perpindahan


Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang
besar sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk
mencukupi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan
dan sebagainya menjadi sangat berat.
Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan
alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi. Tingkat pertumbuhan
alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah
penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan
7

dengan Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate ( CBR ) dan Angka
Kematian Kasar atau Crude Death Rate ( CDR ) yang merupakan
perbandingan antara jumlah kelahiran dan kematian selama 1 tahun dengan
jumlah penduduk pertengahan tahun.
Selama periode 5 tahun terakhir perkembangan kelahiran dan
kematian penduduk di Kota Semarang terlihat cukup berfluktuasi. Hal ini
dilihat bahwa untuk CBR periode 2003 – 2007 mengalami kenaikan yang
cukup berarti yaitu menjadi 16,06/1.000 penduduk. Sedangkan CDR juga
mempunyai pola yang sama berfluktuasi selama periode 2003 – 2006
mengalami peningkatan dan menurun pada tahun 2007 menjadi 7,04/1.000
penduduk. Data selengkapnya pada tabel berikut :
Tabel 2: Perkembangan Kelahiran dan Kematian Penduduk
Kota Semarang Periode 2003 – 2007
Tahun Jml Penduduk CBR CDR
(/1000 pddk) (/1000 pddk)

2003 1.378.193 12,56 5,09


2004 1.399.133 12,64 5,27
2005 1.419.478 15,23 6,41
2006 1.434.132 15,46 7,56
2007 1.454.594 16,06 7
,
0
4

Sebagai gambaran pada tahun 2007 Angka Kelahiran Kasar ( CBR )


sebesar 16,06 per 1.000 penduduk yang berarti bahwa setiap 1.000
penduduk jumlahnya bertambah karena kelahiran sebanyak 16,06 atau bila
dibulatkan sebesar 16 orang. Sedangkan Angka Kematian Kasar (CDR)-nya
sebesar 7,04 per 1.000 penduduk yang artinya setiap 1.000 penduduk
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007
selama setahun jumlah penduduknya berkurang karena meninggal sebanyak
7 orang. Dengan demikian selisih dari keduanya adalah 9 orang per 1.000
penduduk.

2.3. PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
masyarakat yang berperan meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi
pendidikan suatu masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya.
Sebagai gambaran tingkat pendidikan penduduk Kota
Semarang pada tahun 2007 adalah sebagai berikut :
Tabel 3 : Prosentase Tingkat Pendidikan di Kota Semarang
Tahun 2007

No Tingkat Pendidikan Laki-laki dan Perempuan

Jumlah %

1. Tdk / blm pernah 91.786 6,53


sekolah
2. Tidak / belum tamat 286.062 20,3
SD 7

3. S D/MI 320.899 22,8


5

4. S L T P/MTs 284.641 20,2


7

5. S L T A/MA 296.172 21,0


9

6. Akademi 61.003 4,34

7. Universitas 63.311 4,51

Jumlah: 1.403.874 100,


00

Sumber data : BPS Kota Semarang

Menurut Badan Pusat Statistik Kota Semarang bahwa perkembangan


tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk Kota Semarang selama
5 ( lima ) tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup berarti. Yang
paling menonjol adalah peningkatan penduduk yang pendidikannya tamatan
SLTA ke atas ( D I, II, III, dan D IV/ S1/ S2/ S3 ), kenaikan ini terjadi baik
untuk penduduk laki-laki maupun perempuan.
9

Tabel 4 : Prosentase Sarana Pendidikan di Kota Semarang


Tahun 2007

No Jenis Sarana Pendidikan Jumlah %

1. TK / Diniyah 594 38,42

2. SD / MI 640 41,39

3. SLTP / MTs 164 10,60

4. SLTA / SMK / MA 148 9,57

Jumlah 1.546 100,0


0

Sumber data : BPS Kota Semarang

2.4. SOSIAL EKONOMI


Prosentase jenis mata pencaharian penduduk Kota Semarang
pada tahun 2007, adalah sebagai berikut :

Tabel 5 : Prosentase Jenis Mata Pencaharian Penduduk


Kota Semarang Tahun 2007

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah (%)

1. Petani sendiri 26.494 4,


3
0

2. Buruh tani 18.992 3,


0
8

3. Buruh Industri 152.557 2


4,
7
9

4. Buruh bangunan 71.328 1


1,
5
7

5. Nelayan 2.506 0,
4
0

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


6. Pengusaha 51.304 8,
3
3

7. Pedagang 73.431 1
1,
9
3

8. Angkutan 22.187 3,
6
0

9. PNS/ TNI/ POLRI 86.918 1


4,
1
2

10. Lain-lain 109.512 1


7,
8
0

Jumlah: 615.229 1
0
0,
0
0

Sumber data : BPS Kota Semarang

2.5. SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN


Tabel 6 : Prosentase Sarana dan Prasarana di Kota Semarang
Tahun 2006 - 2007
A. SARANA DAN PRASARANA KESEHATAN 2006 2007

1. Rumah Sakit Umum :


a. Rumah Sakit Swasta 8 9
b. Rumah Sakit Umum Daerah 2 2
c. Rumah Sakit Umum Pusat 1 1
11

d. Rumah Sakit TNI / POLRI 3 3


e. Rumah Sakit Khusus, terdiri dari : 10 10
- RS Jiwa 1 1
- RS Bedah Plastik 1 1
- Rumah Sakit Ibu dan Anak ( RSIA ) 4 4
- Rumah Sakit Bersalin ( RSB ) 4 4
2. Rumah Bersalin ( RB ) / BKIA 23 23
3. Puskesmas , terdiri dari : 37 37
a. Puskesmas Perawatan 11 11
b. Puskesmas Non Perawatan 26 26
4. Puskesmas Pembantu 33 33
5. Puskesmas Keliling 37 37
6. Posyandu yang ada 1.446 1.454
7. Posyandu Aktif 1.442 1.454
8. Apotik 310 316
9. Laboratorium Kesehatan Swasta 31 33
10. Klinik Spesialis 13 13
11. Optik 42 46
12. Klinik 24 Jam 20 20
13. Toko Obat 73 78
14. BP Umum 165 186
15. BP Gigi 31 38
16. PBDS 6 7
17. Tabib ( yang memiliki Wajib Daftar ) 7 11
18. Sinshe ( yang memiliki Wajib Daftar ) 30 33
19. Akupunktur (yang memiliki Wajib Daftar) 50 64

20. Pijat Urut ( yang memiliki Wajib Daftar ) 14 15


21. Terapi Zona (yang memiliki Wajib Daftar) 49 53
22. Rei Ki ( yang memiliki Wajib Daftar ) 12 13

Sumber data : Sie Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Semarang

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


BAB III
PEMBANGUNAN KESEHATAN KOTA

3.1 DASAR
Dasar pembangunan kesehatan adalah nilai kebenaran dan aturan pokok
yang menjadi landasan untuk berfikir dan bertindak dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan. Dasar-dasar berikut ini merupakan landasan dalam
penyusunan visi, misi dan strategi serta sebagai petunjuk pokok pelaksanaan
pembangunan kesehatan:

3.1.1 Perikemanusiaan
Setiap kegiatan proyek, program kesehatan harus berlandaskan
perikemanusiaan yang dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.1.2 Pemberdayaan dan Kemandirian


Individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya bukan saja sebagai
obyek namun sekaligus pula subyek kegiatan, proyek, program kesehatan. Segenap
komponen bangsa bertangggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan individu, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Setiap kegiatan,
proyek, program kesehatan harus mampu membangkitkan peran serta individu,
keluarga dan masyarakat sedemikian rupa sehingga setiap individu, keluarga dan
masyarakat dapat menolong dirinya sendiri.
Dengan dasar ini, setiap individu, keluarga dan masyarakat melalui kegiatan,
proyek, program kesehatan difasilitasi agar mampu mengambil keputusan yang tepat
ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Warga masyarakat harus mau bahu
membahu menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan agar dapat
menjangkau fasilitas kesehatan yang sesuai kebutuhan dalam waktu yang sesingkat
mungkin. Di lain pihak, fasilitas pelayanan kesehatan yang ada perlu terus
diberdayakan agar mampu memberikan pertolongan kesehatan yang berkualitas,
terjangkau, sesuai dengan norma sosial budaya setempat serta tepat waktu.

3.1.3 Adil dan Merata


Setiap individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat
13

mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesempatan untuk


memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat waktu,
tidak boleh memandang perbedaan ras, golongan, agama, dan status sosial individu,
keluarga dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang cenderung urban-based harus terus
diimbangi dengan upaya-upaya kesehatan yang bersifat rujukan, bersifat luar
gedung maupun yang bersifat satelit pelayanan. Dengan demikian pembangunan
kesehatan dapat menjangkau kantong-kantong penduduk beresiko tinggi yang
merupakan penyumbang terbesar kejadian sakit dan kematian. Kelompok-kelompok
penduduk inilah yang sesungguhnya lebih membutuhkan pertolongan karena selain
lebih rentan terhadap penyakit, kemampuan membayar mereka jauh lebih sedikit.

3.1.4 Pengutamaan dan Manfaat


Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kedokteran dan atau
kesehatan dalam kegiatan, proyek, program kesehatan harus mengutamakan
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan, proyek dan program
kesehatan diselenggarakan agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
peningkatan deajat kesehatan masyarakat. Kegiatan, proyek dan program kesehatan
diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan dengan
sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.

3.2 VISI DAN MISI


3.2.1 VISI
Gambaran masyarakat Semarang di masa depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan adalah “Terwujudnya masyarakat kota metropolitan
yang sehat didukung dengan profesionalisme dan kinerja yang tinggi”
Visi tersebut mengandung dua filosofi pokok yang akan dilaksanakan
perwujudannya, yaitu masyarakat kota metropolitan yang sehat dan upaya
pelayanan kesehatan dilakukan secara profesional dan didukung oleh tenaga yang
memiliki kinerja yang tinggi.
Masyarakat kota metropolitan yang sehat adalah masyarakat yang ditandai
oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat,
memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi-tingginya.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


Upaya pelayanan kesehatan secara profesional adalah tatanan dari stake
holder kesehatan di kota Semarang yang memiliki kemampuan cipta, rasa, karsa dan
karya yang tinggi dengan karakteristik mandiri, kreatif, berbudaya, partisipatif dan
menguasi ilmu pengetahuan teknologi sehingga mampu memberikan upaya
pelayanan kesehatan masyarakat maupun perorangan yang prima.

3.2.2 MISI
Misi mencerminkan peran, fungsi dan kewenangan seluruh jajaran organisasi
kesehatan di seluruh wilayah Kota Semarang, yang bertanggung jawab secara
teknisterhadap pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan Kota
Semarang. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi yang diemban oleh
seluruh jajaran petugas kesehatan di masing-masing jenjang administarsi
pemerintahan, yaitu :
1. Memberi perlindungan kesehatan dan memberi pelayanan kesehatan
paripurna yang terbaik kepada seluruh lapisan masyarakat agar tercapai
derajat kesehatan yang optimal
2. Melibatkan peran serta masyarakat melalui upaya di bidang kesehatan
dengan cara efektif dan efisien

3.2.3 TUJUAN
1. Meningkatkan mutu upaya pelayanan kesehatan yang berhasil
guna, beradya guna dan dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat. (Misi 1)
2. Menyediakan pelayanan kefarmasian yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. (Misi 1)
3. Meningkatkan kualitas manajemen upaya pelayanan
kesehatan dalam mendukung pencapaian derajad kesehatan
masyarakat yang optimal. (Misi 1)
4. Memberdayakan individu, kelompok masyarakat di bidang
kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, melindungi
kesehatannya sendiri dan lingkungannya menuju masyarakat
yang sehat, mandiri, produktif. (Misi 2)

3.2.4. SASARAN

1. Menurunnya angka kesakitan, kematian akibat penyakit menular dan tidak


15

menular serta penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sehingga


dapat mencegah penyebaran penyakit.
2. Tersedianya pelayanan kesehatan dasar & rujukan baik pemerintah dan
swasta yang bermutu menuju peningkatan derajad kesehatan masyarakat
yang optimal.
3. Meningkatnya derajad kesehatan ibu, ibu maternal, bayi, balita, anak
prasekolah, remaja, usia lanjut serta meningkatnya status gizi
masyarakat.
4. Meningkatnya kualitas air, lingkungan pemukiman, tempat umum, tempat
pengelolaan makanan yang lebih sehat sehingga dapat melindungi
masyarakat dari penyakit yang ditularkan melalui lingkungan.
5. Tersedianya kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar yang bermutu,
aman dan efektif sesuai kebutuhan medis masyarakat serta
meningkatnya keamanan, khasiat obat yang beredar termasuk obat
tardisional dan kosmetika.
6. Meningkatnya fungsi perencanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan
yang didukung tersedianya sistem informasi yang handal serta kapasitas
sumber daya manusia kesehatan yang memadai.
7. Tersedianya sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah
yang memadai untuk pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan
masyarakat
8. Meningkatnya perilaku hidup bersih sehat dan peran aktif masyarakat
dalam memelihara, meningkatkan, melindungi kesehatan diri dan
lingkungannya.

3.2.5 STRATEGI KEBIJAKAN

Program yang telah disusun dan ditetapkan sebagai strategi kebijakan Dinas
Kesehatan Kota Semarang terdiri dari 8 (delapan) program, antara lain
1. Pelayanan Kesehatan
2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
3. Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat
4. Lingkungan Sehat
5. Pemberdayaan Masyarakat
6. Manajemen Kesehatan dan Perijinan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


7. Obat dan Perbekalan Kesehatan
8. Peningkatan Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan
3.3 SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN DINAS KESEHATAN KOTA
SEMARANG TAHUN 2007
Kinerja dinas yang ingin diwujudkan/ dicapai dalam tahun 2007 (target)
tercermin dalam sasaran-sasaran beserta indikatornya sebagai berikut :
I. Menurunnya angka kesakitan, kematian akibat penyakit menular
dan tidak menular serta penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi sehingga dapat mencegah penyebaran penyakit.
1. Kasus demam berdarah yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 48
jam : 30%
2. Kasus demam berdarah yang difogging sesuai standar < 2 minggu :
60%
3. Penderita demam berdarah yang ditangani : 100%
4. Incident rate demam berdarah : 20/10.000 penduduk
5. Case fatality rate demam berdarah : 2 %
6. Kesembuhan penderita TB BTA + (cure rate) : > 85%
7. Penemuan kasus TB BTA + (case detection rate) : 55%
8. Angka kesakitan diare : 16,24/1000 penduduk
9. Balita dengan diare yang ditangani : 100%
10. Angka kematian diare : < 1/10.000 penduduk
11. Cakupan penemuan pnemoni balita : 25%
12. Cakupan balita dengan pnemoni yang ditangani : 100%
13. Angka kesakitan pnemoni balita : 11,25/10.000 penduduk
14. Klien yang mendapat penanganan HIV-AIDS : 75%
15. Kasus infeksi menular seksual yang diobati : 100%
16. Prevalensi HIV-AIDS : < 1/10.000 penduduk
17. Darah donor diskrining HIV-AIDS : 100%
18. Penderita kusta yang selesai berobat (RFT rate) : > 90%
19. Kelurahan mengalami KLB PD3I & keracunan makanan yang ditangani
< 24 jam : 85%
20. Kelurahan mengalami KLB penyakit bersumber binatang yang ditangani
< 24 jam : 35%
21. Acute flacid paralysis rate < 15 tahun : 2/100.000 penduduk
22. Jejaring deteksi surveilens PTM di RS & puskesmas yang mantap :
17

80%
23. Puskesmas yang melakukan deteksi dini PTM tertentu : 80%
24. Ketepatan laporan surveilens penyakit menular : 80%
25. Kelengkapan laporan surveilens penyakit menular : 90%
26. Ketepatan laporan penyakit tidak menular : 65%
27. Kelengkapan laporan penyakit tidak menular : 80%
28. Kelurahan mencapai Universal Child Imunization (UCI) : 78%
29. Cakupan BIAS : 95%
30. Imunisasi TT ibu hamil : 70%
31. Imunisasi calon jemaah haji : 100%
32. Pelacakan K3JH : 90%

II. Tersedianya pelayanan kesehatan dasar & rujukan baik pemerintah


dan swasta yang bermutu menuju peningkatan derajad kesehatan
masyarakat yang optimal
1. Cakupan rawat jalan di sarana kesehatan
dasar (puskesmas) : 65%
2. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan
dasar (puskesmas) : 0,27%
3. Pelayanan kesehatan kepada korban
bencana :
4. Cakupan rawat jalan di sarana kesehatan
rujukan : 15%
5. Cakupan rawat inap di sarana kesehatan
rujukan : 1,5%
6. Pemenuhan darah di Rumah Sakit : 80%
7. Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat
darurat yang dapat diakses masyarakat :
100%
8. Pelayanan gangguan jiwa di sarana
pelayanan kesehatan umum : 0,4%
9. Pembinaan di laboratorium kesehatan swasta
: 100%
10. Pembinaan di laboratorium puskesmas :
100%

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


11. Pembinaan di laboratorium rumah sakit :
100%
12. Pembinaan di optik : 40%
13. Perijinan sarana kesehatan yang selesai
diproses :
- Balai pengobatan : 30 buah
- Balai pengobatan gigi : 3 buah
- klinik 24 jam : 3 buah
- laboratorium klinik swasta : 2 buah
- optic : 4 buah
- praktek bersama dokter spesialis : 1 buah
- klinik spesialis : 2 buah
- rumah bersalin : 2 buah
- toko obat : 12 buah
- toko obat tradisional : 1 buah
- rumah sakit : 1 buah
14. Jumlah perijinan tenaga kesehatan yang selesai diproses :
- dokter umum : 205 orang
- dokter gigi : 150 orang
- dokter spesialis : 130 orang
- dokter gigi spesialis : 14 orang
- apoteker : 20 orang
- bidan : 15 orang
- perawat : 50 orang
- asisten apoteker : 50 orang
- pengobat tradisional : 5 orang

III. Meningkatnya derajad kesehatan ibu, ibu hamil, bayi, balita, anak
prasekolah, remaja, usia lanjut.
1. Kunjungan ibu hamil 1 : 95%
2. Kunjungan ibu hamil 4 : 87%
3. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan : 87%
4. Deteksi risiko tinggi oleh tenaga kesehatan : 20%
5. Deteksi risiko tinggi oleh masyarakat : 10%
19

6. Jumlah pemeriksaan papsmear : 375 orang ibu


7. Ibu hamil dengan risiko tinggi yang dirujuk : 45%
8. Ibu hamil dengan risiko tinggi yang ditangani : 100%
9. Ibu hamil komplikasi yang ditangani : 90%
10. Neonatal risiko tinggi /komplikasi yang ditangani : 80%
11. Cakupan kunjungan neonatus : 87%
12. Cakupan kunjungan bayi : 87%
13. Cakupan bayi berat badan lahir rendah (BBLR) : 0,8%
14. Cakupan BBLR yang ditangani : 100%
15. Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang balita & anak prasekolah :
68%
16. Cakupan peserta KB aktif : 78,81%
17. Cakupan pelayanan kesehatan usila : 55%
18. Kelompok usila aktif : 80%
19. Jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin & masyarakat rentan:

V. Meningkatnya status gizi masyarakat terutama pada ibu hamil,


bayi dan balita.
1. Balita yang datang dan ditimbang (D/S) : 74%
2. Balita yang naik berat badannya (N/D) : 72%
3. Balita bawah garis merah (BGM) : 1,8%
4. Prevalensi gizi kurang balita : 16,70%
5. Prevalensi gizi buruk balita : 1,8%
6. Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe : 84%
7. Bayi yang mendapat kapsul vit A 1 kali/th : 92%
8. Balita yang mendapat kapsul vit A 2 kali/th : 92%
9. Ibu nifas yang mendapat kapsul vit A: 84%
10. Anemi gizi besi ibu hamil : 25%
11. Pemberian makanan pendamping ASI pada bayi BGM
dari gakin : 80%
12. Ibu hamil KEK : 8%
13. Balita gizi buruk mendapat perawatan : 100%
14. Bayi mendapat ASI eksklusif : 35%
15. Keluarga sadar gizi : 62%
16. Kelurahan dengan garam beriod baik : 66%

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


20. Kecamatan bebas rawan gizi : 50%

V. Meningkatnya kualitas air, lingkungan pemukiman, tempat umum,


tempat pengelolaan makanan yang lebih sehat sehingga dapat
melindungi masyarakat dari penyakit yang ditularkan melalui
lingkungan.
1. Cakupan air bersih : 92,6%
2. Kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan : 80,8%
3. Kualitas air bersih yang memenuhi syarat kesehatan : 64%
4. Rumah sehat : 80,44%
5. Penduduk yang memanfaatkan jamban : 83,94%
6. Rumah yang mempunyai SPAL : 72,14%

7. TPA-TPS yang memenuhi syarat kesehatan : 75%


8. Institusi yang dibina : 77%
9. Tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan : 71%
10. Tempat pengelolaan pestisida sehat : 85%
11. Industri rumah tangga makanan minuman yang memenuhi syarat
kesehatan : 71,15%
12. Tempat pengelolaan makanan sehat : 69,15%

VI. Tersedianya kebutuhan obat pelayanan kesehatan dasar yang


bermutu, aman dan efektif sesuai kebutuhan medis masyarakat
serta meningkatnya keamanan, khasiat obat yang beredar
termasuk obat tradisional dan kosmetika.
a. Ketersediaan obat sesuai kebutuhan : 90%
b. Pengadaan obat esensial : 90%
c. Pengadaan obat generik : 95%
d. Ketersediaan narkotika, psikotropika sesuai kebutuhan pelayanan
kesehatan : 100%
e. Pengelolaan & peredaran obat di sarana distribusi obat :
– Puskesmas : 100%
– Apotek : 50%
– Toko obat : 80%
– BP/RB : 85%
21

– Industri Kecil Obat Tradisional : 15%


– Toko kosmetik : 30%
f. Penerapan pengobatan rasional di puskesmas : 70%
g. Pelanggaran distribusi obat di sarana distribusi obat swasta (apotek,
toko obat, BP/RB, toko kosmetik) : 3%
h. Penulisan resep obat generik : 90%
i. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) yang menerapkan Cara
Pembuatan Obat Tradisional Benar : 100%
j. Upaya penyuluhan pencegahan penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA oleh petugas kesehatan : 10%

VII. Meningkatnya fungsi perencanaan dan evaluasi pelayanan


kesehatan yang didukung tersedianya sistem informasi yang
handal serta kapasitas sumber daya manusia kesehatan yang
memadai.
1. Penyusunan rencana kinerja tahunan dan
pengukuran kinerja kegiatan : 100%
2. Monitoring evaluasi kegiatan : 12 kali per tahun
3. Data dan informasi kesehatan yang akurat, lengkap,
tepat waktu :
4. Pelaksanaan diklat teknis fungsional
5. Pelayanan pemberian izin belajar pendidikan formal
6. Pengetahuan tenaga fungsional tentang angka kredit
7. Pengetahuan SDM tentang administrasi kepegawaian

VIII. Tersedianya sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar


pemerintah yang memadai untuk pelayanan kesehatan bagi
seluruh lapisan masyarakat
1. Tersedianya prasarana/bangunan fisik pelayanan kesehatan
dasar pemerintah yang memenuhi syarat :
2. Tersedianya alat kesehatan medis yang memadai yang
sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan :

IX. Meningkatnya perilaku hidup bersih sehat dan peran serta aktif

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


masyarakat dalam memelihara, meningkatkan, dan melindungi
kesehatan diri dan lingkungannya.
1. Rumah tangga sehat (sehat utama & paripurna) :
56%
2. Posyandu purnama : 36%
3. Posyandu mandiri : > 2%
4. Sekolah sehat : 81%
5. Cakupan penduduk yang menjadi peserta
jaminan pemeliharaan kesehatan pra bayar :
13%
6. Kelompok upaya kesehatan kerja : 20 buah
7. Rumah bebas jentik nyamuk aedes (ABJ) :
88%
8. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD
& setingkat (kelas 1) oleh tenaga kesehatan
atau tenaga terlatih (guru UKS, dokter kecil)
: 100%
9. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa TK
oleh tenaga kesehatan : 50% dari sasaran
10. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa
SLTP oleh tenaga kesehatan atau tenaga
terlatih (guru UKS) : 30%
11. Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa
SLTA oleh tenaga kesehatan atau tenaga
terlatih (guru UKS) : 30%
23

BAB IV
PENCAPAIAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Gambaran masyarakat Kota Semarang masa depan yang ingin dicapai oleh
segenap komponen masyarakat melalui pembangunan kesehatan Kota Semarang
adalah : Kota Semarang Sehat 2010 yang mandiri dan bertumpu pada potensi
daerah. Terdapat beberapa keterkaitan dari beberapa aspek yang dapat mendukung
meningkatnya kinerja yang dihubungkan dengan pencapaian pembangunan
kesehatan, diantaranya adalah : (1) indikator derajat kesehatan sebagai hasil akhir,
yang terdiri atas indikator mortalitas, morbiditas dan status gizi. (2) indikator hasil
antara, yang terdiri atas indikator keadaan lingkungan, perilaku hidup masyarakat,
akses mutu pelayanan kesehatan serta (3) indikator proses dan masukan yang terdiri
atas indikator pelayanan kesehatan, sumber daya kesehatan, manajemen kesehatan
dan kontribusi sektor terkait.

IV. 1 Situasi Derajat Kesehatan


IV.1.1. Kematian
Kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dapat
menggambarkan status kesehatan masyarakat secara kasar, kondisi/ tingkat
permasalahan kesehatan, kondisi lingkungan fisik dan biologik secara tidak
langsung. Selain itu dapat pula digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan kesehatan :

IV.1.1.1 Kematian Bayi dan Balita


Angka kematian bayi di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 yaitu
sebesar 7,50 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2007, berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Daerah (SURKESDA) jumlah kematian bayi yang terjadi di
Kota Semarang sebanyak 466 dari 24.746 kelahiran hidup, terdiri dari 226
kematian bayi yang berasal dari laporan Puskesmas se-Kota Semarang dan
240 kematian bayi di tingkat Rumah Sakit, sehingga didapatkan Angka
Kematian Bayi (AKB) sebesar 18,8 per 1.000 KH. Berdasarkan pencapaian
tersebut maka terdapat penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai
483 bayi dari 24.498 kelahiran hidup. Hal ini dapat disebabkan karena
tersedianya berbagai fasilitas atau faktor aksesibilitas bagi pelayanan
kesehatan ibu dan anak serta dukungan kemampuan dari tenaga medis yang

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


0700000001000000400000000400000048000000080000005800000012000000680000000c000000800000000d0000008c000
4864601d4385e9a161808d4eaa5868f99028c9502448ef72af94aee1f672048ff30845c2bd85480d02b809e8e6fa208c2134e8281
2a2a28282827262633343522364344451f46474859585a5b5c5d5e5f606188898a8b8c8d8e8f909192939495969798999a072d
terampil dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu
0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0c0c0f11111212121212131401010101010101010101
000000c0acc1000016c108849d430030fd432a40000024000000180000000000803f00000000000000000000803f02e4824408
sistem pencatatan serta pelaporan yang semakin baik dan tepat waktu turut
0000000000002a40000024000000180000000402013a00000000000000000402013a00000442000004422a400000240000001
mendukung pencapaian indikator tersebut.
80000000000803f00000000000000000000803f020aad4404b03544214007000c000000000000002a40000024000000180000
Sedangkan untuk kematian Balita di Kota Semarang Tahun 2007
0000000803f00fce843048c3b442a40000024000000180000000000803f00000000000000000000803f00fce843048c3b442a4
sebanyak 113 anak terdiri dari 47 balita (laporan Puskesmas) dan 66 balita
(laporan Rumah Sakit), sehingga diperoleh Angka Kematian Balita (AKABA)
Kota Semarang sebesar 4,6 per 1.000 KH.

IV.1.1.2 Kematian Ibu Maternal (AKI)


Angka kematian ibu dapat diperoleh dari berbagai macam studi yang
dilakukan dalam bentuk survey dengan cakupan wilayah terbatas. Angka
kematian ibu yang berasal dari kegiatan Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) pada tahun 2002/2003 yaitu sebesar 307 per 100.000 kelahiran
hidup merupakan angka nasional yang tidak dapat diuraikan di tingkat
Kabupaten / Kota. AKI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 yaitu sebesar
101 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan laporan Puskesmas jumlah
kematian ibu maternal di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 20
orang dengan jumlah kelahiran hidup sebanyak 24.746 orang.

Kematian tersebut umumnya terjadi di tempat pelayanan kesehatan


ibu dan anak seperti Bidan Praktek Swasta (BPS) serta tempat pelayanan
kesehatan rujukan, yaitu di Rumah Sakit akibat keterlambatan rujukan dari
pelayanan dasar tersebut. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor
penyebab yaitu kualitas ketrampilan pelayanan Bidan Praktek Swasta dalam
pemeriksaan kehamilan (ANC) dan pertolongan persalinan yang sesuai
standar Asuhan Persalinan Normal (APN), kecepatan dan ketanggapan
25

00001000000400000000400000048000000080000005800000012000000680000000c000000800000000d0000008c00000013
dalam menangani masalah kegawat daruratan pada saat persalinan maupun
c020e000140012000000f5ff200000f40000000000000000c020e0001400000000000100230000100000000000000000c02093
0001000000000000000100000000000000010000000000000001000000000000000100000000000000010000000000000001
pasca persalinan, dimana hal ini berpengaruh terhadap penentuan diagnosa
000000010000004c0065007400740065007200000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000
maupun dalam pengambilan keputusan klinik. Faktor lainnya yang turut
0000000a0000400030004009e0818009e08000000000000000000000400000000000200000000000a00000009081000000610
menentukan adalah keteraturan ibu hamil memeriksakan kehamilannya
04b006f00740061002000530065006d006100720061006e00670020000a0054006100680075006e0020003100390039003800
2f3e3c613a63732074797065666163653d22417269616c222f3e3c2f613a6465665250723e3c2f613a7050723e3c613a656e645
(ANC) di petugas kesehatan, deteksi dini terhadap resiko tinggi dan
003410000025102000020201000000000013070000660e0000320100003a010000000008000a000000331000004f101400020
komplikasi kehamilan ataupun persalinan, serta dukungan keluarga dalam
memperoleh pelayanan kehamilan, persalinan maupun rujukan
kegawatdaruratan. Disamping itu mulai membaiknya sistem pencatatan dan
pelaporan baik di sarana pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit dan
Puskesmas turut membantu dalam pendataan kematian ibu maternal.
Kejadian kematian ibu maternal paling banyak terjadi pada masa nifas
sebesar 60%, kemudian pada persalinan 25% dan masa kehamilan 15%.
Sebagai upaya untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI), telah
dilaksanakan berbagai pelatihan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
ibu dan anak diantaranya Pelatihan Asuhan Persalihan Normal (APN) yang
merupakan standar pertolongan persalinan dan pendampingan persalinan
dukun bayi oleh tenaga kesehatan, Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) dan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) serta yang lainnya.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


IV.1.2. Penyakit Menular
IV.1.2.1. Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
08002b27b3d930000000a40000000700000001000000400000000400000048000000080000005c000000120000006c000000
03e5692006a6a680da5f56ea8329d3a6ca73626a84064ad1808c859e9d5d39a353f9fdf0f0781b99b6c5ca18aa2a094597bf1477a
a. Angka Kesakitan
18f45f8589469f6409533a134302542fd701b4226f6e7c0a4fe1916e16351a6d90335648369225422543d02f35e69113e166502
Penyakit DBD di Kota Semarang pada tahun 2007 mengalami
fffffffff80ff7fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff80ff7fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff
fffffffffffffffffff80003fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff80007fffffffffffffffffffffffffffffffff
peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu dari 1.845 kasus menjadi 2.924
12121212121212100343131313131313131302e2f2f2f2f2f2f2f2f2c373b3b3b3b3b3b3b3b392b2a2a2a2a2a2a2a2a2a2a2a282
kasus. Hal yang serupa juga terdapat pada kelurahan dengan katagori
a2a2a2a2a2a281f212121212121212100191c1c1c1c1c292a2a2a2a2a2a2a2a2a2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2a2a2a2a2a2a2a2a2a2
endemis meningkat dari tahun sebelumnya (143 kelurahan) menjadi 154
2121212121212121001c1c1c1c1c1c15070707070707070707070707070707070707070707070707070707070707070707070
kelurahan, sedangkan kelurahan non endemis/sporadis sebanyak 22
kelurahan dan kelurahan potensil 1 kelurahan dan tidak ada kelurahan yang
bebas DBD.
Berdasarkan data pada tabel 10, angka kesakitan DBD pada tahun
2007 mencapai 19,64 per 10.000 penduduk, meningkat dari tahun 2006
(12,99 per 10.000 penduduk),

Berdasarkan grafik diatas, angka kesakitan (incidence rate = IR)


Kota Semarang mulai tahun 2002 – 2007 rata-rata diatas target nasional (IR
= 2/100.000 penduduk) maupun target Kota Semarang sendiri yaitu 7/10.000
penduduk. Jumlah penderita DBD tahun 2007 merupakan tahun dengan
27

jumlah penderita terbanyak apabila dibandingkan data 5 tahun terakhir.

b. Angka Kematian
Pada tahun 2007, jumlah kematian akibat DBD menurun menjadi 32
orang dari 42 orang pada tahun 2006, sehingga diperoleh CFR sebesar
1,1%, dimana angka tersebut masih dibawah target Kota Semarang dan SPM
yaitu < 2%. Penurunan CFR menunjukkan semakin baiknya pelayanan medis
penderita DBD pada Rumah Sakit di Kota Semarang. Pencapaian CFR
tertinggi terdapat pada Puskesmas Karangmalang (16,7%) dan CFR
terendah pada Puskesmas Kedungmundu (0.4%). Dan terdapat 16
puskesmas dengan CFR = 0%.

IV.1.2.2. Pemberantasan Penyakit Malaria


a. Keadaan kasus
Berdasarkan laporan Puskesmas, jumlah kasus malaria pada tahun
2007 ditemukan 34 orang (API = 0.02 pddk) meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 27 orang (API = 0.02 pddk). Semuanya merupakan kasus
import karena berdasarkan hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan
diketahui bahwa sebelumnya penderita pernah mengunjungi daerah endemis
malaria. Kecamatan dengan kasus malaria (+) tertinggi pada tahun 2007
adalah Bugangan 15 kasus.

b. Pelayanan terhadap Penderita


Bentuk pelayanan yang diberikan terhadap penderita malaria adalah
pemeriksaan darah dan pengobatan. Pemeriksaan darah dilakukan terhadap
penderita klinis sedangkan pengobatan dilakukan terhadap baik penderita
klinis maupun yang positif malaria.
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Seorang
penderita klinis baru dinyatakan positif malaria apabila sediaan darah yang
diperiksa terdapat plasmodium. Selain dilakukan pemeriksaan darah, semua
penderita klinis memperoleh pengobatan klinis. Sedangkan untuk yang positif
malaria diberikan pengobatan radikal. Dengan demikian semua penderita
malaria yang ditemukan di Kota Semarang diberikan pengobatan (100%)
IV.1.2.3. Pemberantasan Penyakit TB Paru

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


a. Penemuan Penderita Baru (CDR)
Penemuan suspek tahun 2007 sebanyak 8.437 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2006 (10.012 suspek). Begitu pula untuk penemuan
penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2007 sebanyak 747 orang
mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006 (901 orang). Hal ini
kemungkinan disebabkan karena beberapa UPK belum memenuhi target
program.
Angka penemuan penderita baru (CDR) tahun 2007 sebesar 49%
mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006 (59%). Selain itu
pencapaian ini juga masih belum memenuhi target Kota Semarang (55%).
Hal ini dikarenakan belum semua Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) belum
mencapai target yang ditetapkan.

b. Angka kesembuhan (Cure Rate)


Pencapaian angka kesembuhan TB Paru di Kota Semarang pada
tahun 2006 sebesar 67% mengalami penurunan sebesar 3% dari tahun
2005 yang mencapai 70% dan masih belum memenuhi target yang
ditetapkan yaitu 85%. Hal ini kemungkinan disebabkan masih ada follow up
di akhir pengobatan yang tidak dapat diperiksa. Angka kesembuhan
tertinggi di Puskesmas Karangayu, Rowosari, Pudak Payung, Sekaran,
Purwoyoso dan Karanganyar sebesar 100%. Sedangkan angka
kesembuhan terendah (0%) di Puskesmas Karang Malang.

IV.1.2.4. Pemberantasan Penyakit Diare


a. Angka Kesakitan
Penderita diare di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak
29.943 penderita dengan angka kesakitan sebesar 20,11 per 1.000
penduduk, dimana terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya. Cakupan
penderita diare tertinggi ditemukan pada golongan umur > 5 tahun yaitu
sebanyak 17.530 orang sedangkan pada golongan umur < 5 tahun
sebanyak 12.413 penderita.
Untuk Case Fatality rate (CFR) dihitung berdasarkan jumlah penderita
yang meninggal akibat penyakit Diare yang berobat di Puskesmas dan
berdasarkan data 5 tahun terakhir tidak ada laporan mengenai penderita
yang meninggal (CFR = 0)
29

IV.1.2.5. Pemberantasan Penyakit Pneumonia


Sampai saat ini diketahui 80 – 90%, penyebab kematian bayi dan
balita adalah pneumonia dan merupakan peringkat pertama penyebab
kematian bayi dan balita menurut Survei Kesehatan Nasional (2001).
Kasus pneumonia di Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 3.230
penderita, meningkat dari tahun 2006 yang hanya mencapai 2.286
penderita, sehingga diperoleh IR untuk tahun 2007 sebesar 219,88 per
10.000 balita. Namun apabila dilihat dari cakupan penemuan penderita
Pneumonia yang dilaporkan di Kota Semarang pada tahun 2007
cenderung mengalami penurunan apabila dibandingkan tahun 2006 yaitu
dari 35,02% menjadi 31%. Adanya peningkatan kasus pneumonia dapat
disebabkan oleh semakin meningkatnya tingkat pencemaran di wilayah
Kota Semarang dan status gizi balita yang kurang baik, dikarenakan
makanan yang dikonsumsi balita tidak mengandung cukup gizi yang
diperlukan oleh balita serta daya tahan tubuh Balita yang menurun akibat
status gizi kurang ataupun buruk.
Untuk pelayanan dan penanganan penderita pneumonia, dari 3.230
penderita yang ditemukan, seluruhnya (100%) mendapatkan penanganan
sesuai dengan prosedur penanganan penderita yang ada. Oleh karena itu,
kasus pneumonia maupun pneumonia berat yang ditemukan tidak sampai
menyebabkan terjadinya kematian ( CFR = 0 )

IV.1.2.6. Pemberantasan Penyakit Kusta


Pada tahun 2007, penderita kusta di Kota Semarang yang dilaporkan
dari 16 kecamatan sebanyak 34 orang mengalami peningkatan dari 14
orang pada tahun 2006, yaitu terdiri dari penderita Kusta tipe MB = 27
orang dan PB = 7 orang. Prevalensi kusta tahun 2007 sebesar 0,2 per
10.000 penduduk, mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang
mencapai 0,15 per 10.000 penduduk. Penderita yang ditemukan di
Puskesmas masih rendah, hal ini disebabkan karena banyak penderita
yang berobat ke RS Tugu. Dari seluruh penderita kusta yang ditemukan, 5
orang RFT PB (57%) dan RFT MB (13,04%) dinyatakan telah selesai
berobat (RFT, Releasing From Treatment ). Namun jumlah ini masih belum
memenuhi target yang ditetapkan dalam SPM yaitu >90%.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


IV.1.2.7. Pemberantasan Penyakit Infeksi Menular Seksual
a. Infeksi Menular Seksual (IMS)
Jumlah kasus Infekasi Menular Seksual (IMS) di Kota Semarang
pada tahun 2007 berdasarkan laporan Puskesmas mencapai 550 kasus.
Dari jumlah tersebut, 436 kasus (79,27%) sudah mendapatkan
penanganan/pengobatan. Terdapat 4 (empat) puskesmas yang
melaporkan cakupan pelayanan pengobatan kasus IMS, yaitu Puskesmas
Halmahera (75 kasus), Puskesmas Bugangan ( 20 kasus) dan Puskesmas
Gunungpati (4 kasus) serta Puskesmas Mangkang (451 kasus).
Sedangkan hasil kegiatan di klinik IMS tahun 2007, terdapat beberapa
IMS yang mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006,
diantaranya Servisitis, Kandidiasis, Kandiloma ,Trichomonas vaginalis
Herpes Simplex. Sedangkan yang meningkat adalah Gonorhoe, Siphilis
dan Penyakit Radang Panggul. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
pada Tahun 2007 ada kegiatan PPT ( Periodic Presumtive Treatment)
yang dilaksanakan di semua klinik IMS di Kota Semarang.

b. HIV/AIDS
Jumlah kasus HIV (+) yang ditemukan tahun 2007 sebanyak 18
orang menurun apabila dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar 19 orang.
Cakupan HIV/AIDS didapat dari hasil skrining sero survei pada kelompok
perilaku resiko tinggi sebanyak 363 orang terdiri dari Wanita Penjaja Seks
(WPS). Sedangkan dari hasil kegiatan VCT tahun 2007 ditemukan 195
kasus (120 orang dari klinik VCT, 42 orang BP4 dan 33 orang dari LSM).
Jumlah ini meningkat 16 orang dibandingkan tahun sebelumnya (179
kasus).
Sedangkan untuk kasus AIDS ditemukan sebanyak 33 kasus
meningkat dari tahun 2006 yang mencakup 25 kasus, Hal ini disebabkan
karena semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang HIV /
AIDS sehingga meningkat pula kunjungan ke klinik VCT.
Dari hasil skrining darah di PMI terhadap virus HIV selama tahun
2007 telah diperiksa darah donor sejumlah 47.059 orang. Dari jumlah
tersebut yang positif HIV/AIDS sebanyak 62 (0,13%). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa HIV/AIDS tidak hanya menjangkiti kelompok resiko
31

tinggi saja tetapi juga sudah mengenai masyarakat umum. Namun


demikian darah tersebut sudah langsung dimusnahkan sehingga semua
pasien yang akan menerima darah donor bebas dari virus HIV.

Berikut ini data 10 besar penyakit yang ada di Kota Semarang pada
tahun 2007 berdasarkan laporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit:

Tabel 6 : Data 10 Besar Penyakit di RS dan Puskesmas Tahun 2007


No Rumah Sakit Jumlah Puskesmas Jumlah
(Rawat Inap)
1. Demam Berdarah Dengue 733 Infeksi akut lain pada 181.953
saluran nafas
2. Diare dan gastroenteritis oleh 727 Faringitis 41.993
penyebab infeksi tertentu
3. Demam tifoid dan paratifoid 589 Influensa 34.363

4. Diabetes mellitus YTT 195 Hipertensi esensial 28.304

5. Pneumonia 133 Diare 27.368

6. Infeksi saluran nafas bagian atas 116 Peny. Pulpa dan Jar. 22.972
akut lainnya Peripikal
7. Peny. System kemih lainnya 116 Gastritis 22.456

8. Katarak dan gangguan lensa 114 Osteoporosis 20.674


lainnya
9. Cedera intracranial 110 Gangguan otot lainnya 17.953

10. Hipertensi esensial 107 Nyeri kepala 15.113

Sumber data : Laporan SP3 dan SP2RS

IV.1.2.8. Surveilans Acute Flaccid Paralysis (SAFP)


Untuk membebaskan Indonesia dari penyakit polio, maka pemerintah
telah melaksanakan program Eradikasi Polio (ERAPO) yang terdiri dari
pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian imunisasi massal pada
anak balita melalui PIN (Pekan Imunisasi Nasional) dan Surveilans AFP.
Surveilans AFP pada hakekatnya adalah pengamatan dan penjaringan semua
kelumpuhan yang terjadi secara mendadak dan sifatnya flaccid (layuh), seperti
sifat kelumpuhan pada poliomyelitis. Prosedur pembuktian penderita AFP
terserang virus polio liar atau tidak adalah sebagai berikut :
1. Melakukan
pelacakan
terhadap anak usia

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


sama atau kurang
dari 15 tahun yang
mengalami
kelumpuhan layuh
mendadak (<14
hari) dan
menentukan
diagnosa awal
2. Mengambil
spesimen tinja
penderita tidak
lebih dari 14 hari
sejak kelumpuhan,
sebanyak 2 kali
selang waktu
pengambilan I dan
II > 24 jam
3. Mengirim kedua
specimen tinja ke
laboratorium Bio
Farma Bandung
dengan
pengemasan
khusus/baku
4. Hasil pemeriksaan
spesimen tinja
akan menjadi bukti
virologis adanya
virus polio liar di
dalamnya
5. Diagnosa akhir
ditentukan pada 60
hari sejak
kelumpuhan.
Pemeriksaan klinis
33

ini dilakukan oleh


dokter spesialis
anak atau syaraf
untuk menentukan
adanya
kelumpuhan atau
tidak

Kasus AFP yang ditemukan di Kota Semarang tahun 2007 sebanyak


11 kasus, meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 8 kasus, terbanyak
pada golongan umur 5 -15 thn sebanyak 6 kasus, 1-4 thn sebanyak 5 kasus
sehingga untuk tahun 2007 diperoleh AFP rate sebesar 2,75 per 100.000
( target ≥ 2/100.000 penduduk ). Sumber penemuam kasus AFP ditemukan
pada 7 Rumah Sakit, 2 praktek swasta, 2 dari masyarakat.

IV.1.3. PENYAKIT TIDAK MENULAR


Saat ini di negara berkembang telah terjadi pergeseran penyebab
kematian utama yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular.
Kecenderungan transisi ini dipengaruhi oleh adanya berubahnya gaya hidup,
urbanisasi dan globalisasi. Penyakit yang tergolong dalam penyakit tidak
menular (degeneratif) yaitu : Neoplasma (Kanker), Diabetes Mellitus,
Gangguan mental, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, dan lain-lain.

Neoplasma (Kanker), kanker adalah tumor ganas yang


ditandai dengan pertumbuhan abnormal sel-sel tubuh. Berdasarkan hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, kanker merupakan
penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan stroke. Pada tahun
2007 di Kota Semarang berdasarkan laporan program yang berasal dari
Rumah Sakit dan Puskesmas, kasus penyakit kanker yang ditemukan
sebanyak 10.171, terdiri dari Kanker Payudara 4.844 kasus, Kanker Serviks
4.537 kasus, Kanker Hati dan Empedu 434 kasus, Kanker Bronkus dan Paru
256 kasus.

Diabetes Mellitus (Kencing Manis), Kencing manis adalah

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


suatu keadaan dimana terjadi kelebihan kadar gula darah (glukosa) dalam
darah. Kencing manis dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti
kegemukan, makan makanan yang berlebihan, penyakit infeksi atau juga
dapat disebabkan oleh faktor keturunan yang mengganggu hormon insulin.
Data laporan program tahun 2007 untuk kasus Diabetes Mellitus adalah
sebanyak 50.129 kasus, terdiri atas 4.084 Diabetes tergantung insulin dan
46.063 kasus Diabetes non insulin.

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah, merupakan penyakit


yang mengganggu sistem pembuluh darah atau lebih tepatnya menyerang
jantung dan urat-urat darah, misalnya : Angina Pektoris, Acute Myocard Infark
(AMI), Hipertensi dan Stroke. Pada tahun 2007 di Kota Semarang kasus
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah terdiri dari Angina Pektoris 3.807
kasus, AMI 2.088 kasus, Hipertensi Esensial 54.780 kasus dan Stroke
Hemoragik 2.958 kasus. Kasus-kasus penyakit jantung dan pembuluh darah
banyak yang menyebabkan terjadinya kematian. Menurut data pendukung
yang ada, angka kematian karena penyakit tidak menular tahun 2007
meningkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Urutan lima besar
penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian yaitu :
1. Hipertensi
2. Diabetes mellitus non
insulin
3. Hipertensi lain
4. Stroke Hemoragik
5. Asma bronkiale

IV.1.4. Kejadian Luar Biasa


Dilaporkan pada tahun 2007 di Kota Semarang terjadi Kejadian Luar
Biasa (KLB) sebanyak 33 kejadian yaitu : Difteri (26 kejadian), Keracunan
Makanan (5 kejadian), Meningitis ( 1 kejadian) dan Campak (1 kejadian). Dari
kasus KLB yang ada, terjadi kematian akibat KLB Difteri (1 orang). Data
secara lengkap dapat dilihat pada tabel 31.
Dari 177 kelurahan yang ada di Kota Semarang terdapat 25 kelurahan
yang terkena kejadian luar biasa (KLB). Dari jumlah tersebut seluruhnya
(100%) telah dilakukan kegiatan penanganan/penanggulangan dengan cepat
35

dalam waktu kurang dari 24 jam (data selengkapnya pada tabel 30).

IV.1.5. Keadaan Gizi


IV.1.5.1 Status Gizi Bayi dan Balita
Perkembangan keadaan gizi masyarakat dapat dipantau melalui hasil
pencatatan dan pelaporan program perbaikan gizi masyarakat yang
tercermin dalam hasil penimbangan bayi dan balita setiap bulan di
posyandu. Pada tahun 2007 di Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi
Lahir Hidup sebanyak 24.746 bayi dan jumlah Balita yang ada (S) sebesar
115.400 anak. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
pada tahun 2007 yaitu sebanyak 137 bayi (0,55%), meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 133 bayi (0,53%). Sedangkan jumlah Balita yang datang
dan ditimbang (D) di posyandu dari seluruh balita yang ada 115.400 anak
(S) yaitu sejumlah 93.272 anak (80,82%) dengan rincian jumlah balita yang
naik berat badannya sebanyak 74.775 anak (80,17%) dan Bawah Garis
Merah (BGM) sebanyak 897 anak (0,96%).
Permasalahan gizi yang masih tetap ada dan jumlah cenderung
bertambah adalah masalah gizi kurang dan gizi buruk. Kurang gizi sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat yang kurang, keadaan sosial
ekonomi dan kejadian penyakit. Sedangkan untuk kasus gizi buruk
ditemukan sebanyak 30 kasus. Dari seluruh kasus gizi buruk tersebut juga
telah dilakukan intervensi khususnya upaya perbaikan gizi masyarakat
dalam bentuk kegiatan pemberian PMT pemulihan selama 180 hari,
perawatan serta pengobatan baik di puskesmas maupun di Rumah Sakit
dengan bantuan dana program Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin
(Askeskin) dan APBD II. Hasil Pemantauan Status Gizi di Kota Semarang
dari Tahun 2005 – Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 7 : Perkembangan Status Gizi Balita Tahun 2005 – 2007

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


No Status Gizi Prevalensi (kasus)

2005 2006 2007

1. Gizi buruk 0,94 1,73 1,68

2. Gizi kurang 11,09 14,00 15,19

3. Gizi baik 85,98 80,97 79,58

4. Gizi lebih 1,99 3,30 3,56

IV.1.5.2. ASI Ekslusif


ASI (Air Susu Ibu) merupakan salah satu makanan yang sempurna
dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang dibutuhkan
oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Oleh sebab itu ,
pemberian ASI perlu diberikan secara ekslusif sampai umur 6 (enam) bulan
dan dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun. Walaupun
demikian masih terdapat kendala dalam pemantauan pemberian ASI Ekslusif
karena belum ada sistem yang dapat diandalkan. Selama ini pemantauan
tingkat pencapaian ASI Ekslusif dilakukan melalui laporan puskesmas yang
diperoleh dari hasil wawancara pada waktu kunjungan bayi di Puskesmas.
Berdasarkan hasil laporan puskesmas tahun 2007, pemberian ASI
Ekslusif mengalami penurunan dari tahun 2006 40,07% (9.129 bayi ) yang
hanya mencapai 4.281 bayi (38,44%). Jumlah ini masih belum memenuhi
target yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu 80%.
Terdapat beberapa hal yang menghambat pemberian ASI Ekslusif
diantaranya adalah : rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya
mengenai manfaat dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan
konseling laktasi dan dukungan dari petugas kesehatan, faktor sosial budaya,
kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja dan gencarnya
pemasaran susu formula. Untuk itu tingkat pencapaian dalam program ASI
Ekslusif ini harus mendapatkan perhatian khusus dan memerlukan pemikiran
dalam mencari upaya-upaya terobosan serta tindakan nyata yang harus
dilakukan oleh provider di bidang kesehatan dan semua komponen
masyarakat dalam rangka penyampaian informasi maupun sosialisasi guna
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat.
37

IV.2. PERILAKU MASYARAKAT


IV.2.1. Rumah Tangga Berperilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Menurut teori HL Blum salah satu faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat adalah faktor perilaku. Dengan mewujudkan perilaku
yang sehat diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan suatu penyakit
dan angka kematian ibu dan anak akibat terlambatnya/kurangnya kesadaran
dalam mengunjungi sarana pelayanan kesehatan.
Dalam rangka merubah perilaku masyarakat kepada perilaku yang
sehat, maka telah dilaksanakan kegiatan pembinaan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat. Dalam kegiatan PHBS terdiri dari beberapa sasaran kegiatan
yaitu PHBS tatanan institusi, tempat-tempat umum dan rumah tangga,
dimana tatanan rumah tangga dianggap merupakan tatanan yang
mempunyai daya ungkit paling besar terhadap perubahan perilaku
masyarakat secara umum. Pada tahun 2007 di Kota Semarang dari sampling
84.480 rumah tangga yang diperiksa diperoleh hasil yaitu Rumah Tangga
yang berperilaku hidup bersih dan sehat sebanyak 68.67%, terdiri dari strata
utama 63.083 RT (75%) strata paripurna 4.725 RT (5,59%).

IV.2.2. Posyandu Purnama dan Mandiri


Salah satu Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yang turut
mendukung pelaksanaan program kesehatan di masyarakat adalah pos
pelayanan terpadu (Posyandu) yang dilaksanakan oleh para kader yang
berasal dari masyarakat dengan pembinaan dari tenaga kesehatan di
puskesmas. Dalam perkembangannya ternyata posyandu mendapat
tanggapan positif dari masyarakat. Namun demikian tanggapan positif dari
masyarakat belum dibarengi dengan meningkatnya mutu pelayanan karena
masih banyak faktor yang menyebabkan mutu pelayanan posyandu masih
rendah antara lain : Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki masih sangat
rendah, banyak kader posyandu yang droup out, sarana dan prasarana yang
belum memadai.
Saat ini Posyandu yang ada di Kota Semarang berjumlah 1.464 buah,
terdiri dari 639 posyandu purnama (43,65%) dan 307 Posyandu mandiri
(20,97%) sehingga jumlah total posyandu yang tergolong purnama dan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


mandiri adalah 946 posyandu (64,61%). Dari tabel 47 dapat dilihat bahwa
Kecamatan yang banyak memilki Posyandu dengan katagori Mandiri yaitu
Semarang Barat sebanyak 44 posyandu (14,33%) dan masih terdapat 8
(delapan) Puskesmas yang sama sekali tidak memiliki posyandu mandiri
diantaranya: Puskesmas Bugangan, Lamper Tengah, Gayamsari, Candilama,
Genuk, Pudak Payung, Gunungpati, dan Sekaran.

IV.2.3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)


Salah satu kepedulian pemerintah terhadap kesehatan masyarakat
dalam pelayanan kesehatan adalah melalui pelaksanaan program Jaminan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM). JPKM merupakan upaya
pemeliharaan kesehatan secara paripurna, terstruktur yang dijamin
kesinambungan dan mutunya, dimana pembiayaannya dilaksanakan secara
pra-upaya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada JPKM bertujuan
untuk memelihara kesehatan para peserta, bukan hanya sekedar
menyembuhkan penyakit tetapi dituntut untuk aktif berusaha meningkatkan
derajat kesehatan dan mencegah peserta agar tidak jatuh sakit.
Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah penduduk yang tercakup
dalam dalam berbagai JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) sebesar
254.869 jiwa (20,62%) dari total jumlah penduduk , dengan perincian :
Peserta ASKES : 239.482 jiwa (19,92%)
Peserta BAPEL : 35.972 jiwa (2,99%)
Peserta JAMSOSTEK : 65.237 jiwa (5,43%)
Peserta Dana Sehat : 15.380 jiwa (1,28%)
Apabila dibandingkan dengan target Standar Pelayanan Minimal
(SPM) untuk pelayanan JPKM sebesar 30%, maka cakupan JPKM di Kota
Semarang masih belum memenuhi target.
39

IV.2.4. Pelayanan Kesehatan pada Keluarga Miskin


Salah satu faktor yang menentukan bagi keberhasilan
pelaksanaan pembangunan kesehatan adalah kemudahan di dalam
akses terhadap pelayanan kesehatan yang ada. Kemampuan setiap
penduduk dalam hal ini berbeda-beda dimana dalam kondisi krisis
moneter seperti saat ini, terdapat sebagian besar penduduk yang
tidak mampu untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang ada.
Untuk itu pemerintah memberikan bantuan/subsidi untuk pelayanan
kesehatan bagi keluarga miskin atau Maskin.
Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan Keluarga Miskin
dan Masyarakat Rentan terlindungi oleh JPK (subsidi Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah) di satu wilayah tertentu. Masyarakat
miskin yang terlindungi oleh JPK adalah masyarakat miskin yang telah
mempunyai kartu sehat atau Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin
(Askeskin). Di Kota Semarang sampai dengan tahun 2007 terdapat
masyarakat miskin dan yang memiliki kartu ASKESKIN baru mencapai
175.716 jiwa (69,75%) dari 252.579 masyarakat miskin yang ada.
Pemanfaatan Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin
(ASKESKIN) oleh masyarakat miskin dalam pelayanan kesehatan
meningkat dari tahun sebelumnya, dimana untuk tahun 2007 jumlah
masyarakat miskin yang dengan kartu ASKESKIN yang mendapat
pelayanan kesehatan mencapai 79,69% dibandingkan tahun 2006
( 70,73%). Cakupan pelayanan kesehatan pada maskin berupa
kunjungan rawat jalan sebanyak 194.686 orang (110,99%) dan rawat
inap 922 orang (0,53%).

IV.3. PENYEHATAN LINGKUNGAN


Upaya penyehatan lingkungan dilaksanakan dengan lebih diarahkan
pada peningkatan kualitas lingkungan yaitu melalui kegiatan bersifat promotif,
preventif dan protektif. Adapun pelaksanaannya bersama-sama dengan
masyarakat, diharapkan secara epidemiologi akan mampu memberikan
kontribusi yang bermakna terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Namun demikian pada umumnya yang menjadikan permasalahan
utama adalah masih rendahnya jangkauan program. Hal ini lebih banyak

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


diakibatkan oleh keterbatasan sumber daya kesehatan. Sedangkan
permasalahan utama yang dihadapi masyarakat adalah partisipasi
masyarakat terhadap upaya penyehatan lingkungan yang masih sangat
rendah. Lingkungan sehat merupakan salah satu pilar utama dalam
pencapaian Indonesia Sehat 2010.

IV.3.1 Rumah Sehat


Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan
keluarga. Oleh karena itu rumah haruslah sehat dan nyaman agar
penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan produktivitas hidup. Kota
Semarang pada tahun 2007, jumlah rumah yang ada sebanyak 294.351
buah, sedangkan kategori rumah yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak
33.846 rumah (82,77%) dari 40.892 rumah yang dilakukan pemeriksaan.
Secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi beberapa
kriteria, diantaranya adalah bebas dari jentik nyamuk. Arti bebas disini
terutama pada bebas jentik nyamuk Aedes aegypti yang merupakan vektor
dari penyakit demam berdarah dengue (DBD). Nyamuk Aedes aegypti ini
hidup dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih
yang tidak langsung behubungan dengan tanah seperti bak mandi/wc, air
tandon, gentong, kaleng, ban bekas, dan lain-lain.
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis di
wilayah kota Semarang, untuk itu diperlukan upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular untuk menurunkan resiko penularan dan
kejadian sakit. Salah satu upaya tersebut adalah program pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M (menguras, mengubur, dan
menutup) pada tempat-tempat yang potensial sebagai sarang nyamuk baik
yang ada di dalam rumah maupun di lingkungan sekitarnya.
Tahun 2007 di Kota Semarang terdapat rumah/gedung. Dimana dari
jumlah tersebut yang dilakukan pemeriksaan mengenai bebas jentik nyamuk
Aedes hanya sejumlah 31.276 buah (10,63%). Hal ini disebabkan karena
keterbatasan alokasi dana, waktu, dan tenaga guna menjangkau seluruh
bangunan yang ada. Namun demikian hasil yang didapatkan cukup baik dan
sudah memenuhi target yaitu sebanyak 27.115 buah rumah/bangunan
dinyatakan bebas jentik nyamuk Aedes atau sejumlah 86,70% dari
41

rumah/bangunan yang dilakukan pemeriksaan.

IV.3.2 Tempat – Tempat Umum dan Tempat Pengelolaan Makanan


( TTU dan TUPM)

Tempat-tempat umum adalah tempat kegiatan bagi umum yang


disediakan oleh badan – badan pemerintah, swasta atau perorangan yang
langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan
tetap, memiliki fasilitas sanitasi (jamban, tempat pembuangan sampah dan
limbah) untuk kebersihan dan kesehatan di lingkungan. Tempat-tempat
umum yang sehat berpengaruh cukup besar di masyarakat karena
masyarakat menggunakan fasilitas umum tersebut untuk berbagai
kepentingan.
Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan
kondisi tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat
pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit serta
tidak menjadi sarang vektor penyakit yang dapat menimbulkan menyebabkan
gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Pengawasan
sanitasi tempat umum meliputi sarana wisata, sarana ibadah, sarana
transportasi, sarana ekonomi dan sosial. Pengawasan sanitasi tempat umum
dan pengelolaan makanan (TUPM) di Kota Semarang meliputi hotel,
restoran/rumah makan dan pasar.
- Jumlah hotel : 83 buah, jumlah diperiksa 69 buah, jumlah sehat 58 buah
(84,06%)
- Jumlah pasar : 51 buah, jumlah diperiksa 50 buah, jumlah sehat 30 buah
(60,00%)
- Jumlah restoran/rumah makan: 383 buah, jumlah diperiksa 250 buah,
jumlah sehat 191 buah (76,40%)
- Jumlah TUPM lainnya : 1.564 buah, jumlah diperiksa 1.169 buah, jumlah
sehat 979 buah (83,75%)
Jumlah tempat - tempat umum dan tempat pengelolaan makanan di
Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 2.081 buah, jumlah diperiksa 1.538
buah dan jumlah yang sehat 1.258 buah atau 81,79%. Data selengkapnya
pada tabel 50.

IV.3.3. Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar


Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007
IV.3.3.1 Persediaan Air Bersih
Air bersih memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia
karena diperlukan untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan hidup
manusia. Oleh karena itu air bersih harus selalu tersedia dalam jumlah yang
cukup dan memenuhi syarat kesehatan (syarat fisik, kimiawi, dan
bakteriologi). Pada tahun 2007 jumlah KK yang memiliki persediaan air
bersih sebanyak 327.902 KK (92,91 %) dari 352.929 KK yang ada. Apabila
dibandingkan dengan target Renstra Kota Semarang ( 92,6%) maka target
tersebut sudah dapat tercapai. Upaya peningkatan kualitas air bersih akan
meningkat apabila diikuti upaya perbaikan sanitasi (sarana pembuangan
kotoran manusia, sampah, air limbah ). Selain itu adanya peran serta dan
kesadaran sektor swasta penyedia air bersih yang meningkat berkenaan
dengan kualitas air bersih. Secara umum sumber penyediaan air bersih di
Kota Semarang ini berasal dari ledeng / PDAM (60,21%), sumur gali
(27,61%), sumur pompa tangan (10,00%), dan lainnya (1,66%), dimana
sebagian besar pengelolaan sumber air bersih dilakukan oleh PDAM
(Perusahaan Daerah Air Minum) Kota Semarang.

IV.3.3.2 Jamban
Keberadaan jamban keluarga sangat penting dalam sebuah keluarga.
Pengelolaan sebuah jamban yang memenuhi syarat kesehatan diperlukan
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit.
Berdasarkan laporan puskesmas, pada tahun 2007 diketahui bahwa
46.936 KK telah memanfaatkan jamban keluarga dan 44.191 KK telah
memenuhi syarat jamban yang sehat (94,15%) dari 49.324 KK yang
dilakukan pemeriksaan. Apabila dibandingkan dengan target Rencana
Strategik tahun 2007 yaitu 83,94%, maka cakupan keluarga yang telah
memiliki jamban keluarga sudah memenuhi target tersebut. Faktor yang
turut mendukung pencapaian target tersebut yaitu meningkatnya
pembangunan dan pengembangan perumahan yang memenuhi syarat
kesehatan.
43

0000000b000000880000000c000000940000000d000000a000000013000000ac00000002000000e40400001e0000000800000
IV.3.3.3 Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga
000000017352474200aece1ce90000000467414d410000b18f0bfc6105000000206348524d00007a26000080840000fa0000008
d9fd5ce6ce03af218d5c8708771e6968887b488707978ead2ee761eea698dda26699420ba3769902b78198b66aaf9aae03f078e0
Dalam upaya mendukung terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat
000000ffffff000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000003fffffffffffffffffffffff
diperlukan pengelolaan air limbah yang sesuai standar dan memenuhi
fffffffffffffffffffffffffffffffffff800001ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffff000000fffffffffffffffffffffffffffffff
syarat kesehatan. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah suatu
4a524a524a524a524a524a524a524a524a524a292500000000ff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7fff7f0000ff7
a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a00002f3194419545944195419441
bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan kamar mandi,
6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f667f6a7f66f84d000095459441954194419545944195416510bf7fb
tempat cuci, dapur dan lain-lain bukan dari jamban atau peturasan. SPAL
yang sehat hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :
• Tidak mencemari sumber air bersih (jarak dengan sumber air bersih
minimal 10 meter
• Tidak menimbulkan genangan air yang dapat dipergunakan untuk
sarang nyamuk (diberi tutup yang cukup rapat)
• Tidak menimbulkan bau (diberi tutup yang cukup rapat)
• Tidak menimbulkan becek atau pandangan yang tidak menyenangkan
(tidak bocor sampai meluap)
Pengelolaan limbah di rumah tangga yang diperiksa pada tahun
2007 sebanyak 46.649 KK dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak
41.487 KK (88,93%). Jumlah ini telah melebihi target yang telah ditentukan
dalam renstra 2007 (72,14%).

IV.3.3.4 Pembinaan Kesehatan Lingkungan pada Institusi


Lingkungan merupakan salah faktor yang dapat berperan dalam
peningkatan derajat kesehatan. Oleh karena itu upaya pembinaan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


kesehatan lingkungan selain dilakukan pada rumah tangga dan tempat-
tempat umum, juga dilaksanakan pada beberapa institusi/sarana seperti:
- sarana kesehatan sejumlah 386 tempat, dan yang telah dilakukan
pembinaan sebanyak 308 tempat atau 79,79%.
- sarana pendidikan sejumlah 909 tempat, dan yang telah dilakukan
pembinaan sebanyak 867 tempat atau 95,38%.
- sarana ibadah sejumlah 896 tempat, dan yang telah dilakukan
pembinaan sebanyak 670 tempat atau 74,77%.
- perkantoran sejumlah 186 tempat, dan yang telah dilakukan pembinaan
sebanyak 162 tempat atau 87,09%.
- Dan sarana lain sejumlah 234 tempat, dan yang telah dibina sebanyak
167 tempat atau 71,36%.
Apabila dibandingkan dengan target pada renstra tahun 2007 yaitu
77%, maka pembinaan pada institusi telah memenuhi target tersebut
(pencapaian 85,83%).

IV.4. AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN


IV.4.1. Cakupan Pelayanan Kesehatan
Cakupan pelayanan kesehatan oleh penduduk dapat diperoleh dari
data kunjungan rawat jalan dan rawat inap Puskesmas maupun Rumah Sakit.
Pada tahun 2007 di Kota Semarang jumlah penduduk yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan rawat jalan di Puskesmas sebanyak 18.387 per
100.000 penduduk, sedangkan untuk rawat inap Puskesmas yaitu sebesar
296 per 100.000 penduduk. Sedangkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
rawat jalan di Rumah Sakit yaitu sebanyak 24.437 per 100.000 penduduk
dan rawat inap 10.277 per 100.000 penduduk
Untuk cakupan rawat jalan di Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu
sebesar 42,82%. Cakupan ini sudah memenuhi target SPM Tahun 2005
sebesar 10%. Sedangkan untuk cakupan rawat inap (kunjungan pasien baru)
di sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2007 yaitu sebesar 10,57%,
dimana jumlah ini sudah melampaui target SPM Prop. Jawa Tengah Tahun
2005 yaitu 1% untuk kunjungan rawat inap di sarana kesehatan (Puskemas
dan Rumah Sakit). Peningkatan pencapaian cakupan ini didukung dengan
adanya penambahan jumlah tenaga medis dan paramedis di sarana
45

kesehatan, biaya yang terjangkau dalam pelayanan kesehatan (baik rawat


jalan maupun rawat inap) yang disertai juga dengan peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan yang sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Sedangkan untuk data pemanfaatan Rumah Sakit di Kota Semarang


dapat dilihat dari beberapa indikator kinerja Rumah Sakit yang meliputi :
a. Bed Occupation Rate (BOR), standar yang ideal untuk suatu
Rumah Sakit adalah antara 70% s.d 80%. Manfaat Angka
Penggunaan Tempat Tidur (BOR ) adalah untuk mengetahui
tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah Sakit. Prosentase
BOR yang digunakan pada penderita Rawat Inap di Rumah
Sakit se- Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 75,10%
dengan jumlah tempat tidur sebanyak sebesar sebanyak 3.434
buah. Apabila dibandingkan dengan BOR tahun 2006 sebesar
61,39%, maka terdapat peningkatan penggunaan tempat tidur
di RS, dimana angka ini sudah dapat mencapai standar yang
ideal untuk Rumah Sakit. Hal ini menunjukkan bahwa
pemanfaatan tempat tidur pada Rumah Sakit di Kota
Semarang telah dimanfaatkan secara optimal.

b. Length Of Stay ( LOS) adalah rata-rata dalam 1 (satu) tempat


tidur dihuni oleh 1 (satu) penderita rawat inap yang dihitung
dalam hari dengan standar ideal antara 6 – 9 hari. Manfaat
LOS adalah untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit,
dan untuk mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit.
Pencapaian LOS RS tahun 2007 mencapai 6,3, dimana angka
ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2006 (LOS =
5,43). Cakupan pencapaian tersebut dapat diartikan bahwa
penggunaan tempat tidur di RS di Kota Semarang sudah
memenuhi standar ideal. RS yang nilai LOS 1-5 hari sebanyak
14 RS, 2 RS dengan LOS lebih dari 10 hari dan 3 RS tidak
melaporkan data tersebut.

c. Turn of Interval (TOI) adalah rata-rata tempat tidur tidak


ditempati dengan standar ideal antara 1 – 3 hari. TOI untuk
Kota Semarang pada tahun 2006 sebesar 2,1 menurun dari
Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007
tahun 2006 yaitu 3,42 namun angka ini masih dalam batas
standar ideal yang ditetapkan. Hal ini dapat menggambarkan
bahwa pemakaian tempat tidur di Rumah Sakit sudah optimal.

d. Gross Death Rate (GDR), adalah angka kematian untuk tiap-


tiap 1000 penderita keluar maksimum adalah 45. Manfaat
GDR (Gross Death Rate) untuk mengetahui mutu pelayanan /
perawatan Rumah Sakit. Angka ini bisa untuk menilai mutu
pelayanan jika angka kematian kurang dari 48 jam rendah.
GDR Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 3,5 menurun
dari tahun 2006 yang mencapai 3,73.

e. Neath Death Rate (NDR), manfaat NDR adalah untuk


mengetahui mutu pelayanan / perawatan Rumah Sakit.
Semakin rendah NDR suatu Rumah Sakit, berarti bahwa mutu
pelayanan / perawatan Rumah Sakit makin baik. NDR yang
masih dapat ditolerir adalah kurang dari 25 per 1000 penderita
keluar. Pencapaian NDR di Kota Semarang pada tahun 2007
sebesar 2,00 menurun dari tahun 2006 yaitu 2,18, namun
demikian secara keseluruhan pelayanan rumah sakit di Kota
Semarang telah tergolong baik.

IV.4.2. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak


IV.4.2.1. Pelayanan Kesehatan Antenatal
Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan
kunjungan baru ibu hamil K1 untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan
ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi
sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan kedua dan dua kali pada
triwulan ketiga.
Pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan pada ibu hamil
yang berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan atau antenatal care
(ANC) meliputi penimbangan berat badan, pemeriksaan kehamilannya,
pemberian tablet besi, pemberian imunisasi TT dan konsultasi.
Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun
2007 adalah 24.274 bumil (89,04%) dimana pencapaian ini juga telah
47

melampaui target yang ditetapkan dalam Renstra Tahun 2007 yaitu 86%.
Faktor pendukung dalam hal ini dapat disebabkan oleh meningkatnya
kesadaran ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke sarana
pelayanan kesehatan yang ada dan adanya dukungan peningkatan kualitas
pelayanan ANC oleh petugas puskesmas. Cakupan K4 Puskesmas dari
rentang antara yang terendah Puskesmas Mangkang (43,08%) dengan
yang tertinggi Puskesmas Bulu Lor (105,99%). Pencapaian melebihi target
dikarenakan mobilitas penduduk di Kota Semarang yang cukup tinggi
sehingga banyak penduduk luar wilayah yang menggunakan pelayanan
kesehatan yang ada di wilayah tersebut. Bila dibandingkan dengan target
SPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 sebesar 78%, maka pencapaian
K4 di Kota Semarang sudah melampaui target tersebut.
Anemi (kekurangan zat gizi besi) pada ibu hamil merupakan salah
satu penyebab utama terjadinya kematian pada ibu melahirkan dan
kematian bayi karena terjadinya perdarahan pada waktu melahirkan. Kasus
anemia ibu hamil di Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu sebanyak 1.436
bumil (19,04%) dari 7.543 bumil yang diperiksa. Namun angka ini masih
dibawah target Renstra Kota Semarang tahun 2007 sebesar 25%. Untuk itu
diperlukan adanya upaya pencegahan dan penanganan terhadap
permasalahan tersebut, salah satunya melalui pemberian tablet besi (Fe)1
dan tablet besi (Fe)3.
Pada tahun 2007 cakupan pemberian tablet (Fe)1 sebanyak 28.069
bumil (102,96%) dan cakupan untuk tablet (Fe)3 sebanyak 24.240 bumil
(88,91%). Hal ini menunjukkan bahwa penjaringan pertama pada ibu hamil
sudah dapat dilaksanakan sesuai target namun untuk penjaringan
selanjutnya (Fe)3 90 tablet tidak dapat mencakup jumlah tersebut. Secara
keseluruhan angka tersebut telah memenuhi target yang telah ditentukan,
yaitu untuk tablet Fe1 90% dan tablet Fe3 82%. Keberhasilan pencapaian
target tersebut dapat disebabkan oleh adanya persediaan tablet Fe yang
mencukupi kebutuhan dan juga pelaksanaan kegiatan melalui koordinasi
dan kerjasama dengan lintas program dan sektor terkait.
Dalam pelayanan ibu hamil (antenatal) baik pada K1 maupun K4 ibu
hamil selain diberikan tablet Fe juga diberikan imunisasi TT sebagai upaya
perlindungan ibu dan bayinya dari kemungkinan terjadinya Tetanus pada
waktu persalinan. Oleh karena itu pemberian TT merupakan keharusan

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


pada setiap ibu hamil. Pemberian imunisasi TT pada Bumil mencakup TT1
sebesar 20.090 bumil (71,86%), masih belum memenuhi target yang
ditentukan yaitu 95%, imunisasi TT2 sebesar 18.189 bumil (65,06%), telah
mencapai target yaitu 65%, imunisasi TT3 sebanyak 2.543 bumil, imunisasi
TT4 sebanyak 1.926 (6,98%) dan imunisasi TT5 hanya mencapai 1.108
bumil (3,96%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa untuk pelayanan
imunisasi TT1 – TT2 pada Bumil di Tahun 2007 terjadi penurunan (Tahun
2006 TT1 – TT2 masing-masing 92% dan 85%), akan tetapi untuk TT3 –
TT5 untuk Tahun 2007 terdapat peningkatan dari Tahun 2006 ( TT3 – TT5
masing-masing 3% - 3% - 2%). Hal ini disebabkan pemberian imunisasi TT
pada Bumil dan juga pada Wanita Usia Subur (WUS) lebih diarahkan pada
pemberian TT 5 dosis.
Sedangkan untuk cakupan TT bagi Wanita Usia Subur (WUS) usia
15-39 tahun sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu di Kota Semarang
pada tahun 2007 yaitu TT1 2.943 orang (10,53%), TT2 1.552 orang
(5,55%), TT3 309 orang (1,11%), TT4 256 orang (0,92%) dan TT5 384
orang (1,37%) dari 27.958 WUS yang ada. Secara keseluruhan cakupan
TT1 – TT5 WUS Tahun 2007 mengalami peningkatan apabila dibandingkan
tahun sebelumnya.

IV.4.2.2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Upaya untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Ibu Maternal,
salah satunya melalui persalinan yang sehat dan aman, yaitu persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter spesialis kebidanan, dokter
umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) maupun dengan dukun
terlatih yang didampingi oleh tenaga kesehatan. Jumlah persalinan dengan
pertolongan tenaga kesehatan di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar
22.155 (85,14%) dari jumlah perkiraan persalinan sebesar 26.021 kelahiran.
Angka ini sudah dapat memenuhi target Renstra yang telah ditentukan
sebesar 86,00%. Pencapaian ini didukung dengan tersedianya Bidan di
seluruh Puskesmas dengan perbandingan Puskesmas dan Bidan yaitu 1 :
4. Disamping itu jumlah Rumah Sakit dan Rumah Bersalin di Kota
Semarang yang telah mencukupi.

IV.4.2.3 Ibu Hamil Resiko Tinggi dan Komplikasi


49

Yang dimaksud dengan risiko tinggi pada ibu hamil adalah


keadaan ibu hamil yang mengancam kehidupannya maupun janinnya,
misalnya umur, paritas, interval dan tinggi badan. Prosentase sasaran ibu
hamil risiko tinggi adalah 20% dari ibu hamil yang ada di masyarakat. Pada
tahun 2007 ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi yang ditemukan di Kota
Semarang sebesar 3.366 orang dan bumil risti/ komplikasi yang dirujuk
yaitu sebanyak 885 orang (26,29%). Jumlah ini mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2006 yaitu ibu hamil risti / komplikasi yang ditemukan
mencapai 2.547 orang, dan 820 ibu hamil risti yang dirujuk (32,19%).
Apabila dibandingkan dengan target Renstra tahun 2007 (100%),
maka cakupan untuk ibu hamil risti yang dirujuk masih belum terpenuhi
sesuai target. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor seperti : Adanya
bumil risiko tinggi yang langsung ditangani di rumah sakit sehingga tidak
tercatat di puskesmas, Bumil risiko tinggi dengan katagori ringan ditangani
sendiri oleh puskesmas, dimana seharusnya bumil risiko tinggi seluruhnya
dirujuk. Berdasarkan data yang ada, ibu hamil risiko tinggi yang dirujuk
seluruhnya (100%) telah mendapatkan penanganan.
IV.4.2.4. Pemberian Vitamin A
Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di
seluruh dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada
semua umur terutama pada masa pertumbuhan. Salah satu dampak
kekurangan Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadai
pada anak usia 6 bulan – 59 bulan yang menjadi penyebab utama
kebutaan di negara berkembang.
Salah satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan
adalah dengan suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi 2 kali per tahun
pada Balita dan Ibu Nifas (Bufas)untuk mempertahankan bebas buta
karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia
dengan segala manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja, dan
bahkan kebutaan sampai kematian). Disamping itu pemantapan program
distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat mendorong tumbuh
kembang anak serta meningkatkan daya tahan anakterhadap penyakit
infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
bayi dan anak.
Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


adalah bayi berumur 6 – 11 bulan dan anak umur 12 – 59 bulan yang
mendapat kapsul Vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri
dari kapsul Vitamin A biru dengan dosis 100.000 SI yang diberikan pada
bayi berumur 6 – 11 bulan dan kapsul Vitamin A berwarna merah diberikan
pada anak umur 12 – 59 bulan dan diberikan pada bulan Februari dan
Agustus setiap tahunnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas, diketahui
bahwa cakupan pemberian suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi pada
bayi sebanyak 28.634 bayi (100%), Balita sebanyak 93.600 anak (100%)
serta Bufas 25.178 orang (96,76%). Cakupan tersebut seluruhnya sudah
memenuhi target Renstra Kota Semarang Tahun 2007 yaitu cakupan
Vitamin A untuk bayi dan balita sebesar 92% dan untuk Bufas sebesar
84%.

IV.4.2.5. Pelayanan Kesehatan Neonatal, Bayi dan Balita


a. Kunjungan Neonatus (0 – 28 hari)
Cakupan kunjungan neonatus tingkat Kota Semarang tahun 2007
sebesar 23.643 (95,54%), dimana jumlah ini meningkat apabila
dibandingkan dengan tahun 2006 sebanyak 23.125 anak (94,40%).
Apabila dibandingkan dengan target Renstra Tahun 2007 yaitu 87%, maka
angka ini sudah melebihi target tersebut. Keberhasilan pencapaian ini
disebabkan : meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan
neonatus, peningkatan pelayanan kesehatan terutama kesehatan anak
(neonatus, bayi, balita) di Puskesmas, dan adanya pemeriksaan kunjungan
ke rumah oleh tenaga kesehatan bagi neonatus yang tidak dapat
berkunjung ke puskesmas serta sistem pencatatan dan pelaporan (PWS
KIA) yang sudah berjalan dengan baik. Cakupan kunjungan neonatus
dengan rentang antara yang terendah 65,79% (Puskesmas Karanganyar)
dengan rentang tertinggi 123,18% (Puskesmas Mangkang).

b. Kunjungan Bayi (1 - 12 bulan)


Kunjungan bayi adalah kunjungan bayi (1 – 12 bulan) yang
memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga
kesehatan, paling sedikit 4 kali. Hasil cakupan kunjungan bayi di Kota
Semarang pada tahun 2007 sebesar 22.987 (92,89%) dimana jumlah ini
51

mengalami penurunan dari tahun 2006 yaitu 23.487 bayi (95,87%) namun
cakupan ini sudah memenuhi target Renstra Kota Semarang Tahun 2007
sebesar 87%.
Pada tahun 2007 ditemukan 14 (empat belas) Puskesmas dengan
cakupan kunjungan bayi sama dengan atau lebih dari 100% (data terlampir
pada tabel 15). Cakupan yang melebihi jumlah sasaran bayi (≥100%) dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pada saat penentuan jumlah sasaran
melalui kegiatan pemantauan wilayah setempat (PWS) KIA belum
mencakup jumlah seluruh bayi yang ada di wilayah tersebut atau karena
penentuan target sasaran bayi terlalu rendah.

c. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita dan Pra


Sekolah
Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) anak balita dan pra
sekolah adalah anak umur 1 – 6 tahun yang dideteksi dini tumbuh kembang
sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 2 kali.
Pelayanan DDTK anak balita dan prasekolah meliputi kegiatan deteksi dini
masalah kesehatan anak menggunakan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), monitoring pertumbuhan menggunakan Buku KIA/KMS dan
pemantauan perkembangan (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan
sosialisasi dan kemandirian), penanganan penyakit sesuai MTBS,
penanganan masalah pertumbuhan, stimulasi perkembangan anak balita
dan prasekolah, pelayanan rujukan ke tingkat yang lebih mampu.
Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang (DDTK) anak balita dan
pra sekolah di tingkat Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu 68,91%.
Apabila dibandingkan dengan target Rencana Strategik Tahun 2007 (68%),
maka cakupan DDTK anak balita dan prasekolah di Kota Semarang sudah
mencapai target tersebut, dan target SPM Propinsi Jawa Tengah Tahun
2005 yaitu sebesar 65%. Data secara terperinci dapat dilihat pada tabel 18.

IV.4.3. Pelayanan Imunisasi


Untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan bayi
serta anak balita perlu dilaksanakan program imunisasi untuk penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti penyakit

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


00700000001000000400000000400000048000000080000005800000012000000680000000c000000800000000d0000008c0
c86a2765a54388d8d944b989a7f6ed721b0162b8e313ea3a7f252fe5f5456ddcf34eac6aec4b0c44d0f4970ac4ed3e75938432a16
fffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffe00007ffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffffe00007fffffffffffffffffffff
TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Polio dan campak. Idealnya
c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c282b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2a2d38343434343434343434343434343
bayi harus mendapat imunisasi dasar lengkap terdiri dari BCG 1 kali, DPT 3
424242424043232323232323232323232323232323232323232323232323232001c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1
1212121212121212121b1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1d2a2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2b2
kali, Polio 4 kali, HB 3 kali dan campak 1 kali.
50e0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a06010100000001310d08080808080808080808080808080808080707
Untuk menilai kelengkapan imunisasi dasar bagi bayi, biasanya
424240e0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a0a001c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c1c
dilihat dari cakupan imunisasi DPT3, Polio 4 dan Campak ≥ 80%. Cakupan
bayi yang diimunisasi DPT3 pada tahun 2007 sebesar 23.472 anak
(92,37%), Polio 4 sebanyak 21.864 anak (86,04%) dan bayi yang telah
memperoleh imunisasi campak sebesar 23.274 (91,59%) dari sasaran
sejumlah 25.412 bayi. Dari data tersebut maka cakupan imunisasi di Kota
Semarang pada bayi telah dilaksanakan secara lengkap dan memenuhi
target yang ada.
Program imunisasi dapat berjalan secara efektif dan memberikan
dampak penurunan kejadian penyakit apabila kelengkapan imunisasi telah
terlaksana dan mutu pelayanan imunisasi diterapkan sesuai standar,
terutama dalam penangan col chain. Strategi operasional pencapaian
cakupan tinggi dan merata dapat dilihat dari pencapaian Universal Child
Immunization (UCI) desa/kelurahan. Tahun 2007 jumlah desa/kelurahan
yang sudah mencapai UCI dengan kriteria cakupan DPT 3, polio 4 dan
Campak ≥ 80% sebanyak 139 kelurahan (78,53%) dari 177 kelurahan yang
ada, jumlah ini meningkat dari Tahun 2006 yaitu 136 kelurahan (76,80%).
Selain itu angka ini juga telah memenuhi target Renstra Kota Semarang
Tahun 2007 sebesar 78%.
Untuk mengukur manajemen program / efisiensi program
menggunakan angka drop out dengan menghitung selisih cakupan
imunisasi DPT1 dengan cakupan imunisasi Campak. Angka Drop Out
(DO) imunisasi dasar lengkap di Kota Semarang Tahun 2007 sebesar 7,73,
menurun dari Tahun 2006 yang mencapai 8,63%, dan angka ini masih
belum melampaui batas maksimal DO yaitu 10%.
53

Selain imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan


program imunisasi tambahan seperti Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Hasil pelaksanaan BIAS tahun 2007 di Kota Semarang meliputi BIAS
Campak dan BIAS DT dan TT. BIAS Campak dilaksanakan pada bulan
Agustus dengan sasaran siswa kelas I dengan hasil sebanyak 26.551
(97%) telah memenuhi target minimal yaitu 85%. BIAS DT dan TT
dilaksanakan pada bulan Nopember dengan sasaran siswa kelas I
divaksinasi DT dan kelas II dan III divaksinasi TT, dengan hasil : kelas I
26.214 siswa (97,02%); kelas II 25.841 siswa (97,27%); kelas III 23.607
siswa (97,85%) dimana seluruhnya juga telah memenuhi target yang
ditentukan sebesar 95%.

IV.4.4 Pelayanan Kesehatan Pra Usia Lanjut (Usila) dan Usia Lanjut
Pelayanan kesehatan pra usila dan usila yang dimaksudkan adalah
penduduk usia 45 tahun ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar oleh tenaga kesehatan baik di puskesmas maupun di
Posyandu Kelompok Usia Lanjut. Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Pra
Usila dan Usila di Kota Semarang pada tahun 2007 sebesar 69.840 orang
(80,25) terdiri atas pra usila (45 – 59 thn) sebanyak 40.803 orang dan Usila
(≥ 60 thn) sebanyak 29.037 orang, jumlah ini meningkat dari tahun 2006
sebanyak 32.381 (66,82%). Apabila dibandingkan dengan target SPM
Tahun 2005 (20%) dan Renstra Tahun 2007 (55%) maka cakupan
pelayanan kesehatan pada Pra Usila dan Usila di Kota Semarang sudah
bisa melampaui target tersebut. Keaktifan petugas puskesmas dalam
melakukan pembinaan dan pelayanan di dalam dan luar gedung terhadap
kelompok usia lanjut turut mendukung pencapaian indikator tersebut.

IV.4.5 Keluarga Berencana

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


30000000a40000000700000001000000400000000400000048000000080000005c000000120000006c0000000c00000084000
b38e404a4bee09520bfb6b5fda4647ea5ed3734ac9010198ba3acf33288f1efd44972f4753e94a9d663219c9ea202b03ad15e44c3
495859a96e6f6f7071727395969798999a4343434200010101015678797a7b9b9c9d9e9fa0a1a2a3a4a5a6a7a88a8bad8d8e7d8
000024000000180000000000803f00000000000000000000803f0000000000000000214007000c000000000000002b4000000
3d930000000a40000000700000001000000400000000400000048000000080000005c000000120000006c0000000c00000084
0880400000000000000c01e46020000000000000002000000000000000000803f0210c0db00000000000000ff08400c032c000
de4b4391548a8fcd209129c8dcea5645e32a26eae50ac1e8f6b45a7722d5fad38ca02240993490cc8a9166756ae478594f7d08a9
00000000000003e22803f11ea564491d220440400000023000000200000008e12803f00000000000000003e22803f11ea56449
Salah satu program pemerintah dalam upaya mengendalikan jumlah
10101010101010101010001b50100010101010101010101b65a5b6768696a6b6c6d8182838485868788898a8b8ca3a4a5a6a7
001000000180000000c000000000000025400000058000000d60100008702000003020000b50200000200000000000000000
0000000000001e4006000c00000000000000214005000c00000000000000344000000c000000000000001e4005000c0000000
kelahiran dan mewujudkan keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu
0442a40000024000000180000000000803f00000000000000000000803fab95f64200f820442b4000000c000000000000001e4
0000e0010000454d462b2b4000000c000000000000001e4006000c00000000000000214005000c0000000000000034400000
melalui konsep pengaturan jarak kelahiran dengan program Keluarga
000000000000000803fe8793c443cbe40440400000023000000200000000000803f00000000000000000000803fe8793c443cb
Berencana (KB).
5000c0000000000000008400204280000001c0000000210c0db0000000000000010000004420000044276e7a344c1b45d4434
000002a40000024000000180000000402013a00000000000000000402013a0000044200000442214007000c0000000000000
1. Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS)
Pada tahun 2007, jumlah PUS yang ada sebanyak 243.194. Yang
menjadi peserta KB baru sebanyak 33.874 (13,93%). Sedang jumlah
peserta KB aktif yang telah dibina sebesar 188.309 (77,43%)

2. Peserta KB Baru
Dari 33.874 peserta KB Baru (13,93%), secara rinci mix kontrasepsi
yang digunakan adalah sebagai berikut :
- Suntik : 61,92%
- Pil : 20,39%
- Kondom : 3,82%
- IUD : 5,16%
- Implant : 4,69%
- MOP/MOW : 5,43%

3. Peserta KB Aktif
Hasil pembinaan peserta KB Aktif selama tahun 2007 sebesar
188.309 (77,43%) dengan mix kontrasepsi sebagai berikut :
- Suntik : 42,13%
- Pil : 12,06%
- IUD : 6,33%
- Implant : 5,33%
- Kondom : 4,48%
- MOP/MOW : 7,09%

Dari keseluruhan peserta KB baru selama tahun 2007, pemakaian


kontrasepsi suntik merupakan yang tertinggi karena sifatnya yang praktis
dan juga cepat dalam mendapatkan pelayanannya. Apabila dibandingkan
dengan data tahun 2006, kontrasepsi suntik masih menduduki peringkat
teratas, sedangkan kontrasepsi pria merupakan yang paling sedikit
digunakan yaitu kondom dan MOP. Hal ini disebabkan banyak suami
55

menganggap bahwa istri saja yang mempunyai kewajiban untuk


0000090000000130000009c00000002000000e40400001e0000000700000053704f6f4b7900001e0000000900000066405241
02d010c0004000000f0010d0007000000fc0200004d1a33000000040000002d010d0004000000f00106000500000009024d1a3
menggunakan kontrasepsi sebagai upaya pengaturan kelahiran.
0000f00106000500000009024d4d80000500000001024d4d80000e00000024030500cc03ed02cc03eb01d103e701d103ea02cc
0012001c0012000b001200120012000900140012001200040000002d01030004000000f0010c001c000000fb02dfff000084038
0611001100040000002d010b00040000002d01080004000000f0010600040000002d010200040000002701ffff030000001e00
0000300000000000000000000000100020003000000000005000500000003000000030000000200000003000000000000000
0000000000080c0d64003020e00040001000000000000008085d14003020e00050000000000000000000044c54003020e000
33100000a00004000100010064100800000001000000010032100400000002003310000007100c00000000000000ffff09004

IV.4.6 Kesehatan Kerja dan Kesehatan Institusi


a. Pelayanan Kesehatan Pekerja
Pelayanan kesehatan pada pekerja merupakan upaya untuk
pemeliharaan kesehatan yang dapat mendukung peningkatan produktivitas
pekerja, dimana biasanya pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertahap yaitu berupa pemeriksaan awal bagi calon pekerja, pemeriksaan
berkala dan pemeriksaan pada akhir masa kerja. Hal ini dimaksudkan agar
kesehatan pekerja senantiasa terpelihara mulai awal bekerja hingga nanti
pada akhir masa kerjanya sehingga dapat terhindar dari resiko penyakit
akibat kerja (PAK). Umumnya pembinaan dan pelayanan kesehatan pada
pekerja khususnya pekerja formal dilaksanakan oleh klinik perusahaan atau
bekerja sama dengan sarana pelayanan kesehatan yang ada (Puskesmas,

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


Rumah Sakit). Sedangkan untuk pekerja sektor informal masih belum banyak
mendapatkan perhatian terutama dalam hal pelayanan kesehatan karena
umumnya mereka bekerja secara mandiri diluar tanggung jawab suatu
perusahaan/instansi. Apabila dibandingkan prosentase jumlah pekerja, maka
sektor informal merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja. Selama ini
mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum, namun
belum dikaitkan dengan pekerjaannya.
Cakupan pelayanan kesehatan pekerja pada industri formal di Kota
Semarang pada tahun 2007 sebanyak 240.753 orang (79,14% dari 304.196
pekerja formal yang ada). Jumlah ini diperoleh dari pekerja sektor formal
yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas dengan
fasilitas asuransi berupa ASKES maupun Jamsostek.
Sedangkan untuk pelayanan kesehatan pada pekerja sektor informal
dari 665.530 pekerja yang terdata, yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sebanyak 551.838 pekerja (82,92%). Walaupun pekerja informal tidak berada
dalam tanggung jawab suatu badan/instansi seperti pada pekerja formal,
tetapi mereka tetap mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara
membayar sendiri ataupun melalui kartu sehat maupun asuransi kesehatan
keluarga miskin (Askeskin).

b. P3 NAPZA
Berdasarkan data laporan puskesmas, kegiatan penyuluhan,
pencegahan dan penanggulangan dan penyalahgunaan NAPZA tahun 2007
sasarannya tidak hanya pada sekolah dan masyarakat saja melainkan juga
pada masyarakat umum. Cakupan pelayanan NAPZA pada tahun 2007
berupa kegiatan penyuluhan NAPZA oleh tenaga kesehatan, baru mencapai
375 kegiatan (21,61%) dari 1.735 kegiatan penyuluhan keseluruhan. Apabila
dibandingkan dengan target Kota Semarang (20%), angka ini masih jauh
berada di bawah target tersebut. Kondisi ini dapat disebabkan antara lain
karena pada sebagian besar puskesmas kegiatan penyuluhan NAPZA yang
dilaporkan yang hanya dilaksanakan pada forum resmi dengan sasaran anak
sekolah/remaja saja sedangkan yang sifatnya non formal pada masyarakat
yang berkunjung di puskesmas belum dilaporkan secara lengkap.
Kaitan Narkoba dengan anak sekolah/pelajar dewasa ini semakin
meningkat, dimana 88% pengguna narkoba menggunakan ganja, 36%
57

menggunakan jarum suntik (data ILO 2005, dikutip dari majalah forum edisi 6
Juli 2005). Penggunaan jarum suntik bersama dan bergiliran berpotensi untuk
menularkan penyakit seperti HIV/AIDS, Hepatitis C. Apabila kondisi tersebut
tidak segera mendapatkan penanganan yang serius dan berkelanjutan maka
jumlah kasus yang ada akan semakin meningkat. Data dari pemelitian
Country AHRN Indonesia ,sekolah merupakan tempat yang aman untuk
mendapatkan serta mengkonsumsi narkoba. Untuk itu perlu adanya
peningkatan kerja sama dan koordinasi dari jajaran instansi terkait, salah
satunya seperti yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota
Semarang bersama dengan Badan Narkotika Kota (BNK), dimana Dinas
Kesehatan Kota Semarang juga termasuk dalam keanggotaan BNK dan
berkoordinasi dengan BNK dalam kegiatan penyuluhan yang bekerja sama
dengan tenaga puskesmas dan ibu-ibu PKK. Selain itu bentuk dukungan
kegiatan lainnya dapat berupa : pentas seni, lomba poster, maupun deteksi
dini tes urine. Selain itu juga perlu adanya dukungan dari lintas sektor di
tingkat Provinsi dan Pusat.

c. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah


Pelayanan Kesehatan Anak Sekolah meliputi pemeriksaan kesehatan
siswa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih (guru
UKS/dokter kecil) melalui penjaringan kesehatan, paling sedikit 1 kali.
Penjaringan kesehatan pada anak sekolah meliputi pemeriksaan umum
seperti : TB, BB, kulit, ketajaman mata, pendengaran, gigi dan mulut). Hasil
cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah (siswa TK, SLTP dan
SLTA)pada tahun 2007 di Kota Semarang mencapai 99.729 siswa (97,08%).
Apabila dibandingkan dengan target SPM tahun 2005 Propinsi Jawa Tengah
(75%) dan Renstra tahun 2006 (60%), maka cakupan pelayanan tersebut
telah memenuhi target. Hal ini dapat disebabkan karena partisipasi dari Guru
UKS dan kader kesehatan (dokter kecil) sudah jauh lebih baik dalam
pelayanan kesehatan di sekolah dan tenaga kesehatan yang ada juga telah
berperan secara aktif dalam upaya pembina Usaha Kesehatan Sekolah.
Selain itu keterlibatan dan kerja sama lintas sektor yang erat antara Dinas
Kesehatan dengan Dinas Pendidikan serta Kantor Departemen Agama juga
turut mendukung keberhasilan program tersebut.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


IV.4.4 Upaya Kesehatan Khusus
IV.4.4.1 Sarana Kesehatan dengan Kemampuan Gawat Darurat
Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat
diakses oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 62
sarana kesehatan (58,06%) yaitu 15 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS
Jiwa (100%), 9 RS Khusus (100%) dan 11 puskesmas (29,73%). Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 29. Apabila dibandingkan dengan
target SPM 2005 (40%), maka jumlah ini sudah mencapai target tersebut.

IV.4.4.2 Pelayanan Kesehatan Jiwa


Selain menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara umum,
sarana kesehatan yang ada juga memberikan pelayanan terhadap
kesehatan jiwa. Target Renstra untuk pelayanan kesehatan jiwa pada
tahun 2007 yaitu 0,4% dari kunjungan kasus di sarana kesehatan.
Pelayanan kesehatan jiwa pada Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota
Semarang pada tahun 2007 menunjukkan pencapaian sebesar 0,42%.
Pelayanan kesehatan jiwa di Kota Semarang pada umumnya telah
memenuhi target yang telah ditetapkan, hal ini disebabkan beberapa faktor
diantaranya yaitu :
• Peningkatan kemampuan dokter dan tenaga medis
dalam pelayanan kesehatan jiwa dalam bentuk
pelatihan dan refreshing
• Petugas kesehatan telah memiliki pengetahuan dan
kemampuan melakukan deteksi dini dari gejala yang
menjurus pada gangguan kejiwaan.
• Perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan serta
monitoring dan evaluasi program kesehatan jiwa
• Adanya klinik kesehatan jiwa di sarana kesehatan
(Rumah Sakit Umum)

IV.4.4.3 Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan
di puskesmas pada tahun 2007 yaitu tumpatan gigi tetap sebanyak 9.590
dengan rata-rata per bulan sebesar 799 tindakan dan pencabutan gigi
59

tetap sebanyak 10.250 dengan rata-rata per bulan sebesar 854, dengan
rasio untuk tambal dibandingkan pencabutan gigi sebesar 0,94. Di dalam
pelayanan UKGS di sekolah dasar, dilaksanakan pemeriksaan kesehatan
gigi pada 41.317 siswa (26,52%), terdapat 8.182 siswa perlu perawatan
dan yang telah mendapatkan perawatan sebanyak 5.114 siswa (62,50%).
Apabila dibandingkan dengan target tahun 2007 perbandingan
tumpatan dan pencabutan gigi tetap minimal > 1, maka pencapaian
pelayanan kesehatan gigi dan mulut belum mencapai target. Hal ini
disebabkan kesehatan gigi dan mulut masih belum menjadi alasan
penting masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain itu
pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan gigi dan mulut masih
belum terlaksana dengan baik sehingga sering terjadi keterlambatan
dalam pelaporannya. Untuk itu perlu adanya peningkatan pelayanan
kesehatan gigi mulut khususnya pada upaya kesehatan secara promotif
dan preventif, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan serta
peningkatan kualitas pencatatan dan pelaporan yang ada.

IV.4.4.4 Pelayanan Transfusi Darah


Target SPM Prop. Jawa Tengah tahun 2005 untuk kegiatan
pelayanan transfusi darah dalam hal pemenuhan kebutuhan permintaan
darah yaitu 90%. Hasil kegiatan pelayanan transfusi darah di Kota
Semarang pada tahun 2007 sebesar 66.489 (92,96%) kantong darah dari
kebutuhan 71.526 kantong darah. Jumlah ini mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya yang mencapai 88,63%, namun angka tersebut juga
belum memenuhi target yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan belum tercapinya target untuk pelayanan transfusi
darah, yaitu :
 Belum adanya program upaya pelayanan kesehatan di Dinas
Kesehatan yang menangani secara langsung bidang/ unit tansfusi
darah, selain PMI.
 Rumah sakit yang memiliki Bank Darah Rumah Sakit masih terbatas
 Partisipasi masyarakat sebagai pendonor masih relatif terbatas
sehingga belum mampu memenuhi kebutuhan darah yang ada.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


IV.5. OBAT DAN PERBEKALAN KESEHATAN LAINNYA
IV.5.1. Ketersediaan dan Kebutuhan Obat Esensial dan Obat Generik
Berdasarkan data ketersediaan obat pada tahun 2007 yang
berasal dari laporan Instalasi Perbekalan Farmasi Kota Semarang bersumber
dari laporan 37 Puskesmas se-Kota Semarang, jumlah jenis obat yang
dibutuhkan oleh Puskesmas rata-rata 129 item, sedangkan jenis obat yang
tersedia di Puskesmas rata-rata 145 item. Jika dibandingkan antara
kebutuhan obat dengan persediaan yang ada diperoleh ketersediaan obat
secara keseluruhan sebesar 112,87%. Berarti secara umum kebutuhan obat
di Kota Semarang telah terpenuhi (tersedia).
Khusus untuk obat generik, kebutuhan total jenis obat generik seluruh
Puskesmas Tahun 2007 adalah rata-rata 131 item. Sedangkan jumlah total
jenis obat generik yang tersedia sebanyak 145 item. Jika dibandingkan
dengan kebutuhan obat generik maka pemenuhannya sebesar 110,55%.
Artinya secara umum kebutuhan obat generik di Puskesmas seluruhnya
dapat dipenuhi (tersedia).

IV.5.2. Penulisan Resep Obat Generik


Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit milik Pemerintah, diketahui
bahwa jumlah penulisan resep obat generik di fasilitas sarana kesehatan
tersebut sebesar 52.816 (55,81%) dari total penulisan resep yang ada yaitu
sejumlah 94.639 resep. Apabila dibandingkan dengan target SPM Provinsi
Jawa Tengah yaitu sebesar 80%, maka pencapaian ini masih belum
memenuhi target. Hal dapat disebabkan cakupan yang ada masih belum bisa
menggambarkan kegiatan penulisan resep obat generik yang dilakukan oleh
Rumah Sakit Pemerintah se-Kota Semarang, dimana data yang ada hanya
berasal dari Rumah Sakit milik Pemerintah Kota Semarang yaitu Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Semarang, sedangkan data dari Rumah
Sakit Pemerintah lainnya belum tercakup dalam pelaporan yang ada.

IV.5.3. Ketersediaan Obat Narkotika dan Psikotropika


Data yang dilaporkan untuk ketersediaan obat narkotika dan
psikotropika berasal dari 37 puskesmas. Jumlah seluruh kebutuhan obat
narkotika dan psikotropika di Kota Semarang tahun 2007 yaitu rata-rata 3
item per Puskesmas sedangkan untuk ketersediaan obat narkotika dan
61

psikotropika yaitu sebesar 4 item. Apabila dibandingkan antara kebutuhan


dan ketersediaan obat narkotika dan psikotropika maka diperoleh capaian
rata-rata sebesar 122,32%. Hal ini berarti untuk obat golongan narkotika dan
psikotropika di Puskesmas dapat terpenuhi sesuai kebutuhan.

IV.6. SUMBER DAYA KESEHATAN


IV.6.1. Tenaga Kesehatan
Penyelenggaraan upaya kesehatan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak
didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Sesuai dengan
Visi Dinas Kesehatan Kota Semarang yaitu “Terwujudnya Masyarakat Kota
Metropolitan yang Sehat Didukung dengan Profesionalisme dan Kinerja yang
Tinggi” maka diperlukan peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
(SDM) dibidang kesehatan, yang diharapkan mampu bekerja secara profesional dan
selalu berusaha untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka mewujudkan
pelayanan kesehatan yang optimal pada masyarakat.
Informasi tenaga kesehatan diperlukan bagi perencanaan dan pengadaan
tenaga serta pengelolaan kepegawaian. Kesulitan memperoleh data ketenagaan
yang mutakhir disebabkan antara lain karena sifat data ketenagaan yang selalu
berubah terus-menerus sehingga sistem pencatatan dan pelaporan belum dapat
ditampilkan secara lengkap, akurat dan sistematis. Sebagai gambaran hasil
pendataan tenaga kesehatan melalui Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007
yang berada di Puskesmas, Rumah Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Semarang
sebagai berikut:
Tabel m : Data Tenaga Kesehatan di Kota Semarang Tahun 2007
Jenis Tenaga Unit Kerja
No
Kesehatan
Jumlah

RSU/RS
Institusi Sarana
RSB Khusus
DKK Puskesmas Diknakes Kesh
Lainnya
/Diktat Lain

662
1 Dokter Spesialis 0 2 577 24 59

1.552
2 Dokter Umum 5 106 312 71 1.058

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


P erbandingan T enaga K esehatan B erdasar J enisnya
T ahun 2006

0000000d0000009400000013000000a000000002000000e40400001e00000009000000416c6c2075736572000020001e00000
433
3 Dokter Gigi 5 62 90 1 275
01340188013301880133018d013101920130019201300198012e019d012d019d012d01a2012b01a2012b01a8012a01ae01280
022002f0022002f0022002e8021f02e8021f02e0021f02d8021f02d8021f02d0021f02c8021f02c8021f02c1021e02b9021e02b9
2.469
00040000002d010d00050000000102ffffff00050000000902000000000700000016044c04930600000000040000002d010000
4 Perawat 4 132 2.211 48 74
2d403d70205000000090200000000040000000201010013000000320acb03f4020800000041706f74656b6572160012001100
Sarjana 85
22596573223b224e6f221e041a00a5001500002254727565223b2254727565223b2246616c7365221e041400a6000f0000224f
5 Keperawatan 0 1 82 2 0
0000000000000000261002000c0051100800000100000000000034100000241002000300251020000202010000000000d8fff
8021000000000000e000e010000000000010f2008021000010000000e00ff000000000000010f0008021000020000000e00ff00
548
6 Bidan 3 158 205 28 154

465
7 Tenaga Farmasi 6 43 269 12 135
Sarjana Farmasi & 351
8 Apoteker 3 0 37 34 277

67
9 Tenaga Sanitarian 8 36 23 0 0

119
10 Kesehatan Masy. 28 5 86 0 0

155
11 Tenaga Gizi 4 43 96 12 0

66
12 Tenaga Terapi Fisik 0 0 54 0 12
Tenaga Keteknisian 343
13 Medik 0 42 301 0 0
Sumber : Sub Bag Kepegawaian dan Seksi Perijinan Tenaga Kesehatan

Rasio tenaga kesehatan Kota Semarang (puskesmas, Rumah Sakit dan


63

Dinas Kesehatan Kota Semarang) dibandingkan dengan jumlah penduduk


kota Semarang tahun 2007 dapat diperoleh data sebagai berikut:
a. jumlah Dokter Umum sebesar 107 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)
b. jumlah Dokter Spesialis sebesar 46 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 6/100.000 penduduk)
c. jumlah Dokter Gigi sebesar 30 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 11/100.000 penduduk)
d. jumlah Perawat sebesar 175 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 117,5/100.000 penduduk)
e. jumlah Bidan sebesar 37 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 100/100.000 penduduk)
f. jumlah Tenaga Farmasi sebesar 57 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 10/100.000 penduduk)
g. jumlah Tenaga Gizi sebesar 11 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 22/100.000 penduduk)
h. jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat sebesar 8 per
100.000 penduduk
(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)
i. jumlah Tenaga Sanitasi sebesar 4 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)
j. jumlah tenaga teknisi medis sebesar 28 per 100.000
penduduk
Dari data tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa jumlah tenaga
kesehatan rata-rata sudah memenuhi target yang ditetapkan dalam Indonesia
Sehat 2010 seperti : Tenaga Medis (Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter
Gigi), Tenaga Keperawatan, Tenaga Kefarmasian. Namun juga masih
terdapat tenaga kesehatan yang jumlahnya masih belum sesuai dengan
target (kebutuhan) yang ada yaitu : Tenaga Bidan, Tenaga Kesehatan
Masyarakat, Tenaga Gizi dan Tenaga Sanitasi.
Data secara lengkap dapat dilihat pada tabel 54 – tabel 59.

IV.6.2 Sarana Kesehatan


Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal bagi
masyarakat perlu didukung oleh adanya sarana kesehatan yang memadai

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


dan memiliki kualitas pelayanan yang baik. Sarana kesehatan dasar yang
ada di Kota Semarang pada tahun 2006 terdiri dari : 15 Rumah Sakit
Umum, 1 Rumah Sakit Jiwa, 4 Rumah Sakit Bersalin, 4 Rumah Sakit Ibu
dan Anak, 37 Puskesmas (11 Puskesmas Perawatan dan 26 Puskesmas
Non Perawatan), 33 Puskesmas Pembantu, 37 Puskesmas Keliling, 264
Balai Pengobatan/Klinik 24 Jam, 316 Apotek, 78 Toko Obat, 20 praktek
dokter bersama spesialis, 2.541 praktek dokter swasta perorangan dan 220
praktek pengobat tradisional. Data secara lengkapnya dapat dilihat pada
tabel 61.
Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Laboratorium Kesehatan
dan 4 spesialis dasar, dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan kepada masyarakat, telah terdapat beberapa sarana pelayanan
kesehatan yang telah dilengkapi oleh fasilitas laboratorium kesehatan dan 4
(empat) spesialis dasar. Kondisi yang ada di Kota Semarang pada tahun
2007, diketahui bahwa sarana kesehatan yang memiliki laboratorium
kesehatan sebanyak 62 buah (100%) dan yang memberikan pelayanan 4
spesialis dasar sebesar 15 buah (24,19%). Sarana kesehatan tersebut
terdiri dari : 15 Rumah Sakit Umum dengan fasilitas laboratorium kesehatan
dan 4 spesialis dasar; Rumah Sakit Khusus 5 buah yang memiliki
laboratorium kesehatan serta 37 puskesmas se-Kota Semarang telah
seluruhnya dilengkapi oleh fasilitas laboratorium kesehatan sederhana
Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat
diakses oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 62
sarana kesehatan (58,06%) yaitu 15 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS
Jiwa (100%), 9 RS Khusus (100%) dan 11 puskesmas (29,73%). Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 29. Apabila dibandingkan dengan
target SPM 2005 (40%), maka jumlah ini sudah mencapai target tersebut.
Desa Siaga, merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan secara mandiri. Sebuah desa
dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki
sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Jumlah
desa siaga yang ada di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 48 desa.
Kedepan desa siaga akan terus dikembangkan baik dari segi kuantitas
maupun kualitas guna memeratakan pelayanan kesehatan dasar kepada
65

masyarakat dan pada akhirnya diharapkan dapat mengatasi berbagai


masalah kesehatan yang ada.

IV.6.3. Anggaran Kesehatan


Alokasi anggaran kesehatan untuk Kota Semarang pada tahun 2007
sebesar Rp. 98.773.163.758,- meningkat dari tahun 2006 yaitu sebesar Rp.
74.573.915.000,-. Alokasi dana ini terbagi atas: sumber APBD Kota
Semarang sebesar Rp. 94.073.730.300,- (95,24%); sumber APBD Propinsi
Rp. 276.500.500,- (0,28%); sumber APBN sebesar Rp. 3.404.463.000,-
(3,44%). Total APBD Dinas Kesehatan dari total APBD Kota Semarang
sebesar Rp. 1.326.309.254.272,- yaitu 7,09%. Data secara lengkap dapat
dilihat pada tabel 60.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


BAB V
KESIMPULAN

Berbagai upaya yang telah dilaksanakan dalam pembangunan


kesehatan, antara lain upaya peningkatan dan perbaikan terhadap derajat
kesehatan masyarakat, upaya pelayanan kesehatan, sarana kesehatan dan
sumber daya kesehatan. Hasil-hasil kegiatan pembangunan kesehatan di 16
kecamatan di Kota Semarang selama periode 1 (satu) tahun tergambar dalam
Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2007.
Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan dalam
pembangunan kesehatan telah menunjukkan hasil yang cukup baik, namun
masih ada beberapa program kesehatan yang belum mencapai hasil yang
optimal. Keberhasilan maupun kekurangan dalam pencapaian upaya-upaya
pembangunan kesehatan di Kota Semarang selama tahun 2007 adalah
sebagai berikut :
a. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah (SURKESDA) jumlah
kematian bayi yang terjadi di Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 466
dari 24.746 kelahiran hidup,sehingga didapatkan Angka Kematian Bayi
(AKB) sebesar 18,8 per 1.000 KH. Sedangkan untuk kematian Balita di
Kota Semarang Tahun 2007 sebanyak 113 anak sehingga Angka Kematian
Balita (AKABA) Kota Semarang diperoleh sebesar 4,6 per 1.000 KH.
b. Berdasarkan laporan Puskesmas dan Rumah Sakit jumlah kematian ibu
maternal di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 20 orang dengan
jumlah kelahiran hidup sebanyak 24.746 orang.
c. Penyakit DBD di Kota Semarang pada tahun 2007 mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya yaitu dari 1.845 kasus menjadi 2.924 kasus
sehingga diperoleh angka kesakitan DBD sebesar 19,64 per 10.000
penduduk.
d. Berdasarkan laporan Puskesmas, jumlah kasus malaria pada tahun 2007
ditemukan 34 orang (API = 0.02 pddk) meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu 27 orang (API = 0.02 pddk).
e. Berdasarkan data laporan triwulan (Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit)
penemuan penderita TB Paru BTA positif pada tahun 2007 sebanyak 747
orang mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2006 (901 orang)
f. Penderita diare di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 29.943
penderita dengan angka kesakitan sebesar 20,11 per 1.000 penduduk,
67

dimana terdapat peningkatan dari tahun sebelumnya.


g. Kasus pneumonia di Kota Semarang pada tahun 2007 mencapai 3.230
penderita, meningkat dari tahun 2006 yang hanya mencapai 2.286
penderita, sehingga diperoleh IR untuk tahun 2007 sebesar 219,88 per
10.000 balita
h. Pada tahun 2007, penderita kusta di Kota Semarang yang dilaporkan dari
16 kecamatan sebanyak 34 orang mengalami peningkatan dari 14 orang
pada tahun 2006, yaitu terdiri dari penderita Kusta tipe MB = 27 orang dan
PB = 7 orang.
i. Jumlah kasus Infekasi Menular Seksual (IMS) di Kota Semarang pada
tahun 2007 berdasarkan laporan Puskesmas mencapai 550 kasus. Jumlah
kasus HIV (+) yang ditemukan tahun 2007 sebanyak 18 orang dan dari
hasil kegiatan VCT tahun 2007 ditemukan 195 kasus (120 orang dari klinik
VCT, 42 orang BP4 dan 33 orang dari LSM). Sedangkan untuk kasus AIDS
ditemukan sebanyak 33 kasus meningkat dari tahun 2006 yang mencakup
25 kasus.
j. Kasus AFP yang ditemukan di Kota Semarang tahun 2007 sebanyak 11
kasus, meningkat dari tahun sebelumnya sebanyak 8 kasus, terbanyak
pada golongan umur 5 -15 thn sebanyak 6 kasus, 1-4 thn sebanyak 5 kasus
sehingga untuk tahun 2007 diperoleh AFP rate sebesar 2,75 per 100.000
( target ≥ 2/100.000 penduduk )
k. Jumlah kasus penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
tertinggi yaitu Campak 343 kasus, dan Difteri 29 kasus,Hepatitis B 457
kasus sedangkan untuk penyakit lainnya seperti Pertusis, Tetanus, Tetanus
Neonatorum dan Polio di Kota Semarang Tahun 2007 tidak ditemukan
adanya kasus.
l. Data kasus penyakit tidak menular tahun 2007 di Kota Semarang : Kasus
penyakit kanker yang ditemukan sebanyak 10.171 kasus ( Kanker
Payudara 4.844 kasus, Kanker Serviks 4.537 kasus, Kanker Hepar 434
kasus, Kanker Paru 256 kasus) ; Diabetes Mellitus sebanyak 50.129 kasus ;
kasus Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ( Angina Pektoris 3.807
kasus, AMI 2.088 kasus, Hipertensi 54.780 kasus dan Stroke 2.958 kasus )
m. Dilaporkan pada tahun 2007 di Kota Semarang terjadi Kejadian Luar Biasa
(KLB) sebanyak 33 kejadian yaitu : Difteri (26 kejadian), Keracunan
Makanan (5 kejadian), Meningitis ( 1 kejadian) dan Campak (1 kejadian).

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


Dari kasus KLB yang ada, terjadi kematian akibat KLB Difteri (1 orang).
n. Pada tahun 2007 di Kota Semarang menunjukkan jumlah Bayi Lahir Hidup
sebanyak 24.746 bayi dan jumlah Balita yang ada (S) sebesar 115.400
anak. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) pada
tahun 2007 yaitu sebanyak 137 bayi (0,55%), meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 133 bayi (0,53%). Sedangkan jumlah Balita yang datang
dan ditimbang (D) di posyandu dari seluruh balita yang ada 115.400 anak
(S) yaitu sejumlah 93.272 anak (80,82%) dengan rincian jumlah balita yang
naik berat badannya sebanyak 74.775 anak (80,17%) dan Bawah Garis
Merah (BGM) sebanyak 897 anak (0,96%)
o. Berdasarkan hasil laporan puskesmas tahun 2007, pemberian ASI
Ekslusif mengalami penurunan dari tahun 2006 40,07% (9.129 bayi ) yang
hanya mencapai 4.281 bayi (38,44%).
p. Pada tahun 2007 di Kota Semarang dari sampling 84.480 rumah tangga
yang diperiksa diperoleh hasil yaitu Rumah Tangga yang berperilaku hidup
bersih dan sehat sebanyak 68.67%, terdiri dari strata utama 63.083 RT
(75%) strata paripurna 4.725 RT (5,59%)
q. Posyandu yang ada di Kota Semarang berjumlah 1.464 buah, terdiri dari
639 posyandu purnama (43,65%) dan 307 Posyandu mandiri (20,97%)
sehingga jumlah total posyandu yang tergolong purnama dan mandiri
adalah 946 posyandu (64,61%)
r. Berdasarkan laporan puskesmas, jumlah penduduk yang tercakup dalam
dalam berbagai JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) sebesar 254.869
jiwa (20,62%) dari total jumlah penduduk , dengan perincian :
• Peserta ASKES : 239.482 jiwa (19,92%)
• Peserta BAPEL : 35.972 jiwa (2,99%)
• Peserta JAMSOSTEK : 65.237 jiwa (5,43%)
• Peserta Dana Sehat : 15.380 jiwa (1,28%)
s. Di Kota Semarang sampai dengan tahun 2007 terdapat masyarakat miskin
dan yang memiliki kartu ASKESKIN baru mencapai 175.716 jiwa (69,75%)
dari 252.579 masyarakat miskin yang ada
t. Pada tahun 2007 Kota Semarang jumlah rumah yang ada sebanyak
294.351 buah, sedangkan kategori rumah yang memenuhi syarat
kesehatan sebanyak 33.846 rumah (82,77%) dari 40.892 rumah yang
dilakukan pemeriksaan
69

u. Jumlah tempat - tempat umum dan tempat pengelolaan makanan di Kota


Semarang Tahun 2007 sebanyak 2.081 buah, jumlah diperiksa 1.538 buah
dan jumlah yang sehat 1.258 buah atau 81,79%.
v. Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar yaitu : persediaan air
bersih sebanyak 327.902 KK (92,91 %) dari 352.929 KK yang ada; 46.936
KK telah memanfaatkan jamban keluarga dan 44.191 KK telah memenuhi
syarat jamban yang sehat (94,15%) dari 49.324 KK yang dilakukan
pemeriksaan; Pengelolaan limbah di rumah tangga yang diperiksa
sebanyak 46.649 KK dan yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak
41.487 KK (88,93%);
w. Pada tahun 2007 di Kota Semarang jumlah penduduk yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan rawat jalan di Puskesmas sebanyak 18.387 per
100.000 penduduk, sedangkan untuk rawat inap Puskesmas yaitu sebesar
296 per 100.000 penduduk. Sedangkan pemanfaatan pelayanan kesehatan
rawat jalan di Rumah Sakit yaitu sebanyak 24.437 per 100.000 penduduk
dan rawat inap 10.277 per 100.000 penduduk. Untuk cakupan rawat jalan di
Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu sebesar 42,82%. Sedangkan untuk
cakupan rawat inap (kunjungan pasien baru) di sarana pelayanan
kesehatan pada tahun 2007 yaitu sebesar 10,57%.
x. Pencapaian hasil kinerja Rumah Sakit di Kota Semarang meliputi : BOR
(67,20) ; LOS (5,60) ;TOI (2,7) ; GDR (3,5) ; NDR (2,00).
y. Pelayanan kesehatan Ibu dan Anak :
• Cakupan kunjungan ibu hamil K4 Kota Semarang pada tahun 2007
adalah 24.274 bumil (89,04%)
• Cakupan pemberian tablet (Fe)1 sebanyak 28.069 bumil (102,96%)
dan cakupan untuk tablet (Fe)3 sebanyak 24.240 bumil (88,91%)
• Pemberian imunisasi TT pada Bumil mencakup TT1 sebesar
20.090 bumil (71,86%), imunisasi TT2 sebesar 18.189 bumil
(65,06%), imunisasi TT3 sebanyak 2.543 bumil, imunisasi TT4
sebanyak 1.926 (6,98%) dan imunisasi TT5 mencapai 1.108 bumil
(3,96%)
• Cakupan TT bagi Wanita Usia Subur (WUS) yaitu TT1 2.943 orang
(10,53%), TT2 1.552 orang (5,55%), TT3 309 orang (1,11%), TT4
256 orang (0,92%) dan TT5 384 orang (1,37%) dari 27.958 WUS
yang ada

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


• Jumlah persalinan dengan pertolongan tenaga kesehatan di Kota
Semarang pada tahun 2007 sebesar 22.155 (85,14%) dari jumlah
perkiraan persalinan sebesar 26.021 kelahiran
• Pada tahun 2007 ibu hamil risiko tinggi/ komplikasi yang ditemukan
di Kota Semarang sebesar 3.366 orang dan bumil risti/ komplikasi
yang dirujuk yaitu sebanyak 885 orang (26,29%)
• Cakupan pemberian suplementasi kapsul Vitamin A dosis tinggi
pada bayi sebanyak 28.634 bayi (100%), Balita sebanyak 93.600
anak (100%) serta Bufas 25.178 orang (96,76%).
• Cakupan kunjungan neonatus tingkat Kota Semarang tahun 2007
sebesar 23.643 (95,54%)
• Hasil cakupan kunjungan bayi di Kota Semarang pada tahun 2007
sebesar 22.987 (92,89%)
• Hasil cakupan deteksi dini tumbuh kembang (DDTK) anak balita dan
pra sekolah di tingkat Kota Semarang pada tahun 2007 yaitu
68,91%.
z. Cakupan bayi yang diimunisasi DPT3 pada tahun 2007 sebesar 23.472
anak (92,37%), Polio 4 sebanyak 21.864 anak (86,04%) dan bayi yang
telah memperoleh imunisasi campak sebesar 23.274 (91,59%) dari sasaran
sejumlah 25.412 bayi
Hasil kegiatan pelayanan kesehatan Pra Usila dan Usila di Kota Semarang
pada tahun 2005 sebesar 19.321 (41,61%) terdiri atas pra usila (45 – 59
thn) sebanyak 9.665 (39,99%) dan Usila (≥ 60 thn) sebanyak 9.656
(43,39%)
aa. Pada tahun 2007, jumlah PUS yang ada sebanyak 243.194. Yang menjadi
peserta KB baru sebanyak 33.874 (13,93%). Sedang jumlah peserta KB
aktif yang telah dibina sebesar 188.309 (77,43%)
bb. Cakupan pelayanan kesehatan pekerja pada industri formal di Kota
Semarang pada tahun 2007 sebanyak 240.753 orang (79,14% dari 304.196
pekerja formal yang ada). Sedangkan untuk pelayanan kesehatan pada
pekerja sektor informal dari 665.530 pekerja yang terdata, yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 551.838 pekerja (82,92%)
cc. Cakupan pelayanan NAPZA pada tahun 2007 berupa kegiatan penyuluhan
NAPZA oleh tenaga kesehatan, baru mencapai 375 kegiatan (21,61%) dari
1.735 kegiatan penyuluhan keseluruhan
71

dd. Hasil cakupan pelayanan kesehatan pada anak sekolah (siswa TK, SLTP
dan SLTA)pada tahun 2007 di Kota Semarang mencapai 99.729 siswa
(97,08%
ee. Sarana kesehatan dengan kemampuan gawat darurat yang dapat diakses
oleh masyarakat di Kota Semarang pada tahun 2007 sebanyak 62 sarana
kesehatan (58,06%) yaitu 15 Rumah Sakit Umum (100%), 1 RS Jiwa
(100%), 9 RS Khusus (100%) dan 11 puskesmas (29,73%)
ff. Pelayanan kesehatan jiwa pada Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota
Semarang pada tahun 2007 menunjukkan pencapaian sebesar 0,42%.
gg. Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dilaksanakan di
puskesmas pada tahun 2007 yaitu tumpatan gigi tetap sebanyak 9.590
dengan rata-rata per bulan sebesar 799 tindakan dan pencabutan gigi tetap
sebanyak 10.250 dengan rata-rata per bulan sebesar 854, dengan rasio
untuk tambal dibandingkan pencabutan gigi sebesar 0,94
hh. Hasil kegiatan pelayanan transfusi darah di Kota Semarang pada tahun
2007 sebesar 66.489 (92,96%) kantong darah dari kebutuhan 71.526
kantong darah
ii. Data ketersediaan obat pada tahun 2007 bersumber dari laporan 37
Puskesmas se-Kota Semarang, jumlah jenis obat yang dibutuhkan oleh
Puskesmas rata-rata 129 item, sedangkan jenis obat yang tersedia di
Puskesmas rata-rata 145 item sehingga diperoleh ketersediaan obat secara
keseluruhan sebesar 112,87%. Untuk obat generik, kebutuhan total jenis
obat generik seluruh Puskesmas Tahun 2007 adalah rata-rata 131 item.
Sedangkan jumlah total jenis obat generik yang tersedia sebanyak 145
item, sehingga diperoleh pemenuhan sebesar 110,55%.
jj. Jumlah penulisan resep obat generik di fasilitas sarana kesehatan tersebut
sebesar 52.816 (55,81%) dari total penulisan resep yang ada yaitu
sejumlah 94.639 resep.
kk. Jumlah seluruh kebutuhan obat narkotika dan psikotropika di Kota
Semarang tahun 2007 yaitu rata-rata 3 item per Puskesmas sedangkan
untuk ketersediaan obat narkotika dan psikotropika yaitu sebesar 4 item
ll. Rasio tenaga kesehatan Kota Semarang (puskesmas, Rumah Sakit dan
Dinas Kesehatan Kota Semarang) dibandingkan dengan jumlah penduduk
kota Semarang tahun 2007 dapat diperoleh data sebagai berikut:
• jumlah Dokter Umum sebesar 107 per 100.000 penduduk

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2007


(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)
• jumlah Dokter Spesialis sebesar 46 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 6/100.000 penduduk)
• jumlah Dokter Gigi sebesar 30 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 11/100.000 penduduk)
• jumlah Perawat sebesar 175 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 117,5/100.000 penduduk)
• jumlah Bidan sebesar 37 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 100/100.000 penduduk)
• jumlah Tenaga Farmasi sebesar 57 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 10/100.000 penduduk)
• jumlah Tenaga Gizi sebesar 11 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 22/100.000 penduduk)
• jumlah Tenaga Kesehatan Masyarakat sebesar 8 per 100.000
penduduk
(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)
• jumlah Tenaga Sanitasi sebesar 4 per 100.000 penduduk
(target IS 2010 : 40/100.000 penduduk)
• jumlah tenaga teknisi medis sebesar 28 per 100.000 penduduk
mm.Sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Semarang pada tahun 2007
terdiri dari : 15 Rumah Sakit Umum, 1 Rumah Sakit Jiwa, 4 Rumah Sakit
Bersalin, 4 Rumah Sakit Ibu dan Anak, 37 Puskesmas (11 Puskesmas
Perawatan dan 26 Puskesmas Non Perawatan), 33 Puskesmas Pembantu,
37 Puskesmas Keliling, 264 Balai Pengobatan/Klinik 24 Jam, 316 Apotek,
78 Toko Obat, 20 praktek dokter bersama spesialis, 2.541 praktek dokter
swasta perorangan dan 220 praktek pengobat tradisional
nn. Alokasi anggaran kesehatan untuk Kota Semarang pada tahun 2007
sebesar Rp. 98.773.163.758 meningkat dari tahun 2006 yaitu sebesar Rp.
74.573.915.000,-.

Anda mungkin juga menyukai