Anda di halaman 1dari 10

HERNIA

A. DEFENISI
Hernia (burut) adalah penonjolan abnormal dari suatu viscus ke luar dari rongga yang normal. Viscus adalah berbagai organ
interior besar yang terdapat dalam rongga tubuh yang besar khususnya di abdomen. Cincin hernia adalah cincin dari jaringan
muskuler (terbuka) melalui dimana viscus menonjol. Pembukaan dari dinding rongga dimana viscus menonjol mungkin
bervariasi ukurannya dan mungkin congenital atau didapat. Penonjolan dari viscus mungkin intermitten atau terus menerus,
tergantung dari jenis dan beratnya hernia. Walaupun istilah ini mungkin dipakai pada berbagai bagian tubuh (misalnya hernia
diskus intervertebral, hernia cerebral, umumnya mengarah pada penonjolan suatu viskus abdomen dari rongga abdomen.
B. KLASIFIKASI
Hernia abdominal mungkin diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomi dan beratnya protrusi. Daerah yang paling sering muncul
adalah hiatal (diafragma), insisional (ventral), umbilical, inguinal (langsung atau tidak langsung), atau femoral.
Tingkat beratnya penyakit mungkin digambarkan dengan satu dari empat istilah : reducible (dapat kembali), irreducible,
inkarserata atau strangulata. Pada hernia reducible, penonjolan dari viskus akan menyusut ke dalam abdomen secara mekanik
jika penderita supinasi, atau secara manual dapat dikembalikan dengan menekan massa kembali ke rongga. Hernia irreducible
tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga abdomen dengan cara apapun. Hernia inkarserata adalah keadaan dimana viskus yang
menonjool bersifat irreducible dan obstruksi. Keadaan ini akan berakibat tersumbatnya aliran darah dari dan ke viskus, dan
hernia menjadi strangulata. Kedua keadaan terakhir ini adalah serius dan perbedaan antara keduanya susah.
Hernia inkarserata dan strangulasi dianggap sebagai emergensi bedah karena viskus akan menjadi tersumbat secara akut, dan jika
suplai darah tidak terpenuhi, maka dengan cepat menjadi nekrosis dan gangreng. Usus atau kandung kencing pada hernia
femoral, adalah organ yang mungkin terdapat dalam kantong hernia dan oleh karenanya mengalami proses ini. Hernia inguinal
indirek, umbilikal dan femoral adalah yang lebih sering mengalami strangulasi dari yang lain karena kantongnya mempunyai
leher yang lebih kecil dan cenderung dikelilingi oleh jaringan cincin yang kaku, kebalikannya dari hernia inguinal direk, yang
cenderung mempunyai leher yang lebih luas. Juga, perlengketan mungkin timbul antara kantong dan isinya dan menyebabkan
hernia irreducible atau inkarserata.
C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Hernia abdominalis disebabkan oleh kombinasi dari kelemahan atau defek dari dinding otot dan peningkatan tekanan intra
abdominal, defek dari dinding otot ini mungkin timbul dari kelainan congenital termasuk gangguan dari jaringan kolagen dan
integritas otot, atau dari intervensi bedah sebelumnya, kelemahan dinding otot yang didapat mungkin terjadi sebagai akibat dari
trauma atau dengan proses ketuaan.
Tekanan intraabdominal dapat meningkat oleh sejumlah keadaan lingkungan dan keadaan patologis tertentu. Meliputi kehamilan,
obesitas, kerja keras (Manuver Valsava) seperti konstipasi lama, penekanan yang dikaitkan dengan tekhnik yang salah ketika
mengangkat beban atau barang yang berat, mendorong atau menarik, asites, batuk kronis, dan pembesaran tumor atau lesi,
tekanan intraabdominal yang meningkat, mungkin tidak akan menyebabkan hernia jika tidak disertai dengan kelemahan dinding
otot.
D. TYPE HERNIA
1. Hiatal Hernia
Hiatal hernia adalah penonjolan dari bagian lambung melalui hiatus dari diafragma dan masuk ke dalam rongga thoraks, ada 2
jenis hiatal hernia:
a. Sliding hernia, lambung dan persambungan antara usofagus dan lambung tergelincir masuk ke dada (yang paling umum).
b. Paraesofagal hernia (rolling hernia) – bagian dari kurvatura mayor dari lambung masuk melalui defek diafragma.
Patofisiologi/etiologi
a. Kelemahan otot karena proses ketuaan atau keadaan lain, seperti karsinoma esophagus atau trauma, atau setelah prosedur
bedah tertentu.
Manifestasi klinik
a. Mungkin tidak bergejala.
b. Heartburn/perasaan panas dalam perut (dengan atau tanpa regurgitasi dari isi lambung ke mulut)
c. Disfagia; nyeri dada.
Evaluasi diagnostik
a. Pemeriksaan barium dari hernia sepanjang esophagus.
b. Pemeriksaan endoskopi melihat defek.
Penanganan
a. Tinggikan bagian kepala tempat tidur (15-20 cm) / 6 – 8 inci untuk mengurangi refluks pada malam hari.
untuk menetralisir asam lambung.→b. Therapi antasida
c. Histamin-2 reseptor antagonis (cimetidin, rantidin) – jika pasien menjalani esofagitis.
d. Perbaikan bedah dari hernia jika gejala memberat.
Komplikasi
terbatasnya aliran darah.→a. Inkarserata dari bagian lambung dalam rongga dada
Tindakan keperawatan /Pembelajaran pasien
a. Anjurkan pasien pencegahan dari refluks isi lambung ke dalam esophagus dengan :
1). Makan sedikit-sedikit.
2). Menghindari rangsangan sekresi lambung dengan menghindari kafein dan alcohol.
3). Menghentikan merokok.
4). Menghindari makanan berlemak – meningkatkan refluks dan menghambat pengosongan lambung.
5). Menghindari berbaring terlentang paling tidak 1 jam setelah makan.
6). Menurunkan berat, jika obesitas.
7). Menghindari menekuk pinggang dan atau memakai pakaian yang ketat.
b. Nasehati pasien untuk melaporkan ke fasilitas kesehatan segera jika timbul nyeri dada akut – mungkin mengindikasikan
inkarserasi dari hernia paraesofagal besar.
2. Hernia Abdominalis
Manifestasi klinik
a. Penonjolan diatas daerah hernia jika pasien berdiri atau menarik, dan menghilang jika terlentang.
b. Hernia cenderung bertambah ukurannya dan muncul kembali dengan tekanan intraabdominal.
c. Hernia strangulasi timbul disertai nyeri, muntah, oedema dari kantong hernia, tanda-tanda iritasi peritoneum dari abdominal
bawah, demam.
Evaluasi diagnostic
G Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit),
peningkatan sel darah putih (Leukosit : >10.000– 18.000/mm3) dan ketidak seimbangan elektrolit.

Didasarkan pada manifestasi klinik :


a. Abdominal X rays – menampakkan keadaan abnormal dari tinggi gas dalam perut.
b. Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, elektrolit) – mungkin menunjukkan heokonsentrasi (peningkatan hematokrit),
dehidrasi (peningkatan atau penurunan sodium), dan peningkatan WBC (eritrosit).
Penanganan
a. Mekanik (hanya pada hernia reducible)
1.) Pembebat dipasang dengan bantalan dan ikat pinggang yang dipasang dengan pas diatas hernia untuk mencegah isi abdomen
masuk ke kantong hernia. Tidak mengobati hernia; digunakan hanya jika pasien tidak/bukan calon bedah.
2.) Hernia parastomal seringkali ditangani dengan ikat pinggang yang menyokong hernia dengan Velcro dan ditempatkan di
sekitar system kantong ostomy (hampir sama dengan pembebat).
b. Pembedahan – dilakukan untuk memperbaiki hernia sebelum timbul strangulasi, yang kemudian menjadi keadaan emergensi.
1.) Herniorafi – pengangkatan dari kantong hernia, isinya dikembalikan ke dalam abdomen; lapisan otot dan fascia dijahit.
Herniorafi laparoskopi mungkin, seringkali dilakukan pada pasien rawat jalan.
2.) Hernioplasti meliputi memperkuat jahitan (seringkali dengan mesh/alat untuk menautkan) untuk memperbaiki hernia yang
luas.
3.) Hernia strangulasi memerlukan reseksi dari usus yang iskemia disamping memperbaiki hernia.
c. Komplikasi
Obstruksi usus.
Pengkajian keperawatan
1). Menanyakan kepada pasien apakah hernia memebesar dan tidak menyenangkan.
2). tentukan apakah pasien memperlihatkan tanda dan gejala strangulasi, seperti distensi, demam, mual dan muntah.
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penonjolan hernia (mekanik).
2. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur emergensi pada hernia strangulasi dan inkarserata.
Intervensi keperawatan :
a. Memberi rasa nyaman.
1.) Pasang pembebat atau ikat pinggang pada pasien jika hernia bersifat reduce (dapat kembali) jika dianjurkan.
2.) Posisi trendelenburg mungkin mengurangi tekanan pada hernia, jika memungkinkan.
3.) Menekankan pada pasien untuk memakai pembebat di dalam pakaian dan memasang sebelum bangun dari tempat tidur jika
hernia bersifat reduce (dapat kembali).
4.) Evaluasi tanda dan gejala hernia inkarserata atau strangulasi.
5.) Pasang NGT, jika diindikasikan, untuk menghilangkan penekanan pada kantong hernia.
b. Menghilangkan nyeri post operasi.
1.) Anjurkan pasien membelat daerah insisi dengan tangan atau bantal jika batuk untuk mengurangi nyeri dan melindungi lokasi
dari peningkatan tekanan intraabdominal.
2.) Berikan analgetik sesuai anjuran.
3.) Ajarkan tentang istirahat, pemberian es, dan elevasi skrotum sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi edema
skrotum atau pembengkakan setelah perbaikan dari hernia inguinal.
4.) Ajarkan ambulasi segera setelah diperbolehkan.
5.) Nasehati pasien bahwa kesukaran dalam berkemih setelah pembedahan adalah hal yang umum terjadi; meningkatkan
eliminasi untuk menghindari rasa tidak nyaman dan memasang catheter jika diperlukan.
c. Pencegahan infeksi
1.) Periksa pembalut drain dan insisi adanya kemerahan dan pembengkakan.
2.) Monitor tanda dan gejala infeksi lain; demam, dingin, malaise dan keringat berlebihan.
3.) Berikan antibiotik, jika diperlukan.
Pembelajaran pasien/memelihara kesehatan
1. Nasehati bahwa nyeri dan pembengkakan skrotum mungkin timbul 24 – 48 jam setelah pembedahan pada hernia inguinal.
2. Ajarkan untuk memonitor sendiri tanda-tanda infeksi : nyeri, perembesan dari insisi, peningkatan suhu, juga kesukaran yang
terus menerus dalam buang air.
3. menginformasikan bahwa mengangkat beban harus dihindari selama 4 – 6 minggu. Atletik dan penggunaan tenaga yang
berlebihan dihindari selama 8 sampai dengan 12 minggu post operasi, setiap pemberian istruksi.
Evaluasi
1. Hernia yang dapat dihilangkan secara efektif dengan pembebat atau ikat pinggang; pasien merasa nyaman ; tidak ada gejala
dan infeksi.
2. Kebutuhan analgesik minimal; tidak timbul edema, ambulasi.
3. Tidak demam, luka bersih dan kering.
DAFTAR PUSTAKA
Patrick, et all. Medical Surgical Nursing (Pathophysiological Concepts). Second Edition, J.B. Lippincott Company. Spokane
Washington. 1991. Page 1644.

PENGKAJIAN

1. Data Umum
o Aktivitas atau istirahat
Riwayat Pekerjaan
Mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan papan matras untuk tidur,
penurunanrentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot gangguan dalam
berjalan.
o Eliminasi
Kontipasi, obstipasi, adanya inkontinesia atau retensi urin.
o Neurosensori
Kesemutan, Kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan refleks tendon dalam, nyeri tekan atau
abdomen.
o Pencernaan
Bising usus, muntah, nyeri abdomen.
o Kenyamanan
Nyeri seperti ditusuk- tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan mobilisasi.
o Kaji gaya hidup monoton atau hiperaktif.
2. Pemeriksaan fisik
o Inspeksi
Mengkaji tingkat kesadaran, perhatikan adanya bengkak; ada atau tidak adanya benjolan
o Palpasi
Tugor kulit, palpasi terhadap nyeri dan massa
o Auskultasi
Bising usus, bunyi nafas, bunyijantung
o Perkusi
kembung
3. Pemeriksaanpenunjang
o Pemeriksaan darah koagulasi
o Pemeriksaan urine
o EKG
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan system pencernaan ; Hernia yaitu :

1. Pre Operasi
o Cemas berhubungan dengan tindakan operasi

2. Post Operasi
o Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembedahan herniatomy
o Keterbatasan aktifitas barhubungan dengan kelemahan fisik
o Defisit volume cairan berhubungan dengan pembedahan
o Resti infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan
o Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
o Gangguan eliminasi fekal : Konsipasi berhubungan dengan penurunan aktifitas fisik
o Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

INTERVENSI
Intervensi pada pre operasi yaitu jelaskan apa yang terjadi selama priode pasca operasi termasuk alasan puasa dan obat-obatan,
ajarkan klien untuk nafas dalam dan membebat bagian yang dibedah ketika batuk, biarkan klien dan keluarga mengungkapkan
perasaan tentang pengalaman pembedahaan. Sedangkan tahap pasca operasi pantau tanda-tanda vital kaji intensitas nyeri, lokasi
dan skala nyeri, berikan analgenik sesuai indikasi, ganti balutan sesuai aturan dengan penggunaan tehnik aseptic dan anti septic,
Bantu klien untuk melakukan gerak aktif dan pasif, kaji tanda-tanda infeksi seperti merah, panas, bengkak, nyeri dan penurunan
fungsi, jelaskan proses penyakit serta pembatasan aktifitas yang berat-berat.
EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada pasien hernia, yaitu:

1. Cemas teratasi
2. Nyeri berkurang sampai hilang
3. Resti infeksi tidak terjadi
4. Gangguan nutrisi teratasi
5. Defisit cairan teratasi
6. Keterbatasan aktifitas teratasi
7. Kurang pengetahuan teratasi.
8. Izal

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
C. INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas
normal.
Rencana tindakan :
• Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan
pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
• Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
• Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang
sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
• Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental
dan meningkatkan resiko infeksi.
• Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan
menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
• Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada
ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.


Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
• Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan,
bronchospasme atau masalah terhadap tube.
• Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi
pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.
• Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan
waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
• Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran
serta pelepasan sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak


Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya
abduksi mata.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.


Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap
infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.


Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.


Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.

Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).


Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat
anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.
Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma )


Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau
menurun.
Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar
akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.


Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi.
Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami
peraturan yang ada di ruangan.

Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.


Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.


Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
• Bina hubungan saling percaya.
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
• Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
• Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
• Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
• Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
• Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
• Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
• Ganti posisi pasien setiap 2 jam
• Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
• Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
• Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
• Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
• Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby
Company.
Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas,
Jakarta.
Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

Eto

A. Definisi.a. Appendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (
Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
b. Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif
Mansjoer ddk 2000 hal 307 ).
c. Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi
banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian
cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)
B. Etiologi.
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor-faktor prediposisi yang menyertai. Factor tersering
yang muncul adalah obtruksi lumen.
1. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena :
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
c. Adanya benda asing seperti biji – bijian. Seperti biji Lombok, biji jeruk dll.
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena
peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang.
6. Messo appendiks yang pendek.
7. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks.
8. Kelainan katup di pangkal appendiks.
C. Klasifikasi
Klasifikasi Apendisitis ada 2 :
a. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.
Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
b. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis
kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
D. Patofisiologi
Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari
faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar
hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang
terinflamasi berisi pus.
E. Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral)
yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang
menetap di dinding usus). Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan
pergerakan, di perut terasa nyeri.
Tanda dan gejala :
1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang
(parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.
F. Penatalaksanaan
Tidak ada penatalaksanaan appendicsitis, sampai pembedahan dapat di lakukan. Cairan intra vena dan antibiotik diberikan
intervensi bedah meliputi pengangkatan appendics dalam 24 jam sampai 48 jam awitan manifestasi. Pembedahan dapat
dilakukan melalui insisi kecil/laparoskop. Bila operasi dilakukan pada waktunya laju mortalitas kurang dari 0,5%. Penundaan
selalu menyebabkan ruptur organ dan akhirnya peritonitis. Pembedahan sering ditunda namun karena dianggap sulit dibuat dan
klien sering mencari bantuan medis tapi lambat. Bila terjadi perforasi klien memerlukan antibiotik dan drainase.

G. Komplikasi
1. Perforasi dengan pembentukan abses.
2. Peritonitis generalisata
3. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.
H. Prognosis.

I. Web Of Caution (WOC


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
A. Anamnesa
1. Data demografi.
Nama, Umur : sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun, Jenis kelamin, Status perkawinan, Agama,
Suku/bangsa, Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Alamat, Nomor register.
2. Keluhan utama.
Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Nyeri
dirasakan terus-menerus. Keluhan yang menyertai antara lain rasa mual dan muntah, panas.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang.
4. Riwayat penyakit sekarang

B. Pemeriksaan Fisik.

B1 (Breathing) : Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
B2 (Blood) : Sirkulasi : Klien mungkin takikardia.
B3 (Brain) : Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang. Data psikologis Klien nampak gelisah.
B4 (Bladder) : -
B5 (Bowel) : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus. Nyeri/kenyamanan
nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Berat badan
sebagai indikator untuk menentukan pemberian obat. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal dan
kadang-kadang terjadi diare
B6 (Bone) : Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
B. Analisis Data
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Mual, Muntah
DO : BB ↓, anorexia Infeksi epigastrium

Inflamasi dinding usus

Mual dan muntah Nutrisi kurang dari kebutuhan


2 DS : Pasien mengeluh nyeri, rasa sakit di bag. Perut sebelah kanan bawah.
DO : nyeri tekan titik MC Burney Nyeri
3 DS : Mual, muntah
DO : BB menurun, intake cairan menurun, Volume cairan kurang dari kebutuhan
Hipertermi
Intoleran Aktifitas
Kurang pengetahuan

Data Subyektif
a. Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikus kemudian menjalar ke bagian perut bawa
b. Rasa sakit hilang timbul
c. Mual, muntah
d. Diare atau konstipasi
e. Tungkai kanan tidak dapat diluruskan
f. Rewel dan menangis
g. Lemah dan lesu
h. Suhu tubuh meningkat
5. Data Obyektif
a. Nyeri tekan titik MC.Burney
b. Bising usus meningkat, perut kembung
c. Suhu meningkat, nadi cepat
d. Hasil leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan 13.000/ui bila sudah terjadi perforasi

Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi behubungan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
2. Volume cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi yang ditandai dengan anxietas.
6. Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan keadaan nyeri yang mengakibatkan terjadinya penurunan pergerakan akibat nyeri
akut.
Intervensi dan Rasional
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan dengan perforasi pada Apendiks dan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi atau inflamasi
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.
b. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatn luka aseptic. Berika perawatan paripurna.
c. Lihan insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka, adanya eritema.
d. Beriakn informasi yang tepat dan jujur pada pasien
e. Ambil contoh drainage bila diindikasikan.
f. Berikan antibiotic sesuai indikasi/ a. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses, peritonitis.
b. Menurunkan resiko penyebaran bakteri.
c. Memberikan deteksi dini terjainya proses infeksi, dan atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.
d. Penetahuan tenteng kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan anxietas.
e. Kultur pewarnaan gram dan sensitifias berguna untuk mengidentifikasi organism penyebab dan pilihan terapi.
f. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organism (pada innfeksi yang telah ada sebelumnya) utuk
menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen
2. Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
Tujuan :
Kriteria Hasil : Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membrane mukosa, turgor kulit baik, tanda-
tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.
No. Intervensi Rasional
1. a. Awasi TD dan nadi
b. Lihat membrane mukosa, kaji turgor ulit dan pengisian kapiler
c. Awasi masuk dan haluaran, catat warna urine, konsentrasi, berat jenis.
d. Auskultasi bising usus. Cata kelancaran flatus, gerakan usus.
e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan oral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.
f. Pertahankan penghisapan gaster/usus
g. Beriakn cairan IV dan elektrolit a. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.
b. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler
c. Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi cairan.
d. Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan per oral.
e. Menurunkan muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.
f. Dekompresi usus, meningkatnya istirahat usus, mencegah muntah
g. Peritonium bereaksiterhadap infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi
darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan terjadinya mual dan muntah.
Kriteria Hasil : BB normal,

No. Intervensi Rasional


1. Berikan nutrisi IV Memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
2.

4. Nyeri berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan apendiks oleh inflamasi.
Tujuan :
Kriteria hasil : Pasien tampak rileks mampu tidur/ istirahat dengan tepat.
No. Intervensi Rasional
1. Pertahankan istirahat dengan posisi semi-fowler Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang (supine)
2. Berikan aktivitas hiburan Focus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
3. Berikan anlgesik sesuai indikasi. Analgesic dapat menghilangkan nyeri yang diderita pasien.
4. Berikan kantong es pada abdomen Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

a. Pre operasi

1. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah pre
operasi.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi.

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

1. Persiapan umum operasi

Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang perawat sebelum operasi :

a. Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya
(orientasi lingkungan).

b. Mengukur tanda-tanda vital.

c. Mengukur berat badan dan tinggi badan.

d. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum Glukosa, Urinalisa).

e. Wawancara.

2. Persiapan klien malam sebelum operasi

Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum operasi :

a. Persiapan kulit

kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit maka akan
menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.

Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut karena bisa mengganggu prosedur operasi.

b. Persiapan saluran cerna

persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna untuk :

1. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama anestasi.


2. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.

3. Mencegah infeksi faeses saat operasi.

Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :

1. Puasa dan pembatasan makan dan minum.

2. Pemberian enema jika perlu.

3. Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.

4. Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam sebelum operasi : mencegah aspirasi
gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau
gester.

c. Persiapan untuk anastesi

Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap
kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.

d. Meningkatkan istirahat dan tidur

Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang
cukup.

3. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan pre operasi :

1. Mencatat tanda-tanda vital

2. Cek gelang identitas klien

3. Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik

4. Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus

5. Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir

6. Anjurkan klien untuk buang air kecil

7. Perawatan mulut jika perlu

8. Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala

9. Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia lebih mudah.

4. Interpesi pre operasi

1. Obsevasi tanda-tanda vital

2. Kaji intake dan output cairan

3. Auskultasi bising usus

4. Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik

5. Ajarkan tehnik relaksasi

6. Beri cairan intervena

7. kaji tingkat ansietas


8. Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

5. Intervensi post operasi

1. Observasi tanda-tanda vital

2. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi

3. Kaji keadaan luka

4. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan duduk.

5. Kaji status nutrisi

6. Auskultasi bising usus

7. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai