Anda di halaman 1dari 10

LINGKUNGAN FISIK SUMBERDAYA AIR DI WILAYAH BANJIR KANAL TIMUR*)

Oleh:

Mangapul P.Tambunan, dan Rudy P.Tambunan


Departemen Geografi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia

Abstrak

Lingkungan fisik sumberdaya air di wilayah Banjir Kanal Timur, DKI Jakarta yang dikaji dan dibahas
dalam makalan ini, berupa parameter geologi, geomorfologi, iklim, pola pengaliran sungai, debit air sungai,
dan kualitas air sungainya dalam perspektif ilmu geografi.

Kata kunci: lingkungan fisik, sumberdaya air dan banjir kanal timur.

Pendahuluan

Air adalah benda yang mutlak dibutuhkan untuk kehidupan. Tanpa air, tidak ada yang hidup.
Manusia mungkin bisa hidup selama satu atau dua minggu tanpa makan, akan tetapi dia tidak bisa sekian
lamanya tanpa air.
Meskipun kedudukan air sedemikian pentingnya bagi kehidupan pada umumnya, dan bagi
manusia khususnya, meskipun kita tidak jarang harus menderita karena kebanyakan atau kekurangan air,
namun kita di Indonesia umumnya dan propinsi DKI Jakarta khususnya tidak tahu cara berhemat dalam
memakai air dan tidak pula menghiraukan usaha pelestarian sumber air.
Ely dann Wehrwein (1940) membagi penggunaan air untuk dua macam tujuan yaitu penggunaan
untuk pemungutan hasil, misalnya perikanan, tenaga air, navigasi, dan penggunaan langsung misalnya
untuk irigasi dan industri.
Pada saat ini, bidang usaha pemakai air terbesar di wilayah DKI Jakarta adalah industri, kemudian
perkantoran/perdagangan, rumah tangga dan pertanian. Makin meningkatnya bidang usaha industri, sudah
tentu akan menuntut tersedianya air yang lebih banyak pula. Sebagai contoh, sebuah pabrik kertas
berukuran sedang, membutuhkan air lebih banyak dalam satu hari daripada kebutuhan sebuah pemukiman
dengan penduduk 50.000 orang dalam sehari.
Sumberdaya air bersih tersedia dalam bentuk air hujan, air tanah, danau, dan sungai. Sungai
adalah bagian dari muka bumi, yang karena sifatnya menjadi tempat air yang mengalir. Sifat yang
dimaksud, antara lain adalah bahwa bagian muka bumi itu adalah yang paling rendah, kalau dibandingkan
dengan sekitarnya. Alur sungai adalah bagian dari muka bumi yang selalu berisi air yang mengalir,
sedangkan daerah aliran sungai adalah bagian dari muka bumi, yang airnya mengalir ke dalam sungai yang
bersangkutan, apabila hujan jatuh (Sandy, 1985).
*) Makalah ini dipresentasikan pada acara Semiloka “Pengelolaan Tata Air dan Sampah” & Pembentukan
Pengurus IGI Korwil Jabodetabek, di Ball Room Hotel Cempaka, 14 Agustus 2004.

1
Perkembangan fisik kota Jakarta dan kota-kota kecil disekitarnya mengakibatkan pembentukan
JABODETABEK sebagai mega urban semakin nyata. Perkembangan fisik kota yang demikian pesat
menuntut penyediaan prasarana dasar kota, termasuk prasarana tata air dan pengendali banjir. Salah
satu prasarana yang sudah sejak lama diperlukan adalah Banjir Kanal Timur (BKT) yang
perencanaannya sudah disusun sejak tahun 1972 (oleh NEDECO). Berdasarkan data yang diperoleh
Banjir Kanal Timur memiliki daerah tangkapan air seluas 20.074 Ha. Sungai yang masuk ke dalam
Banjir Kanal Timur adalah Kali Cipinang (54,08 Km²), Kali Sunter (72,63 Km²), Kali Buaran (14,34
Km²), Kali Jatikramat (17,48 Km²), Kali Cakung (42,21 Km²). Apabila diperhatikan pola penggunaan
tanah pada ke lima Daerah Aliran Sungai tersebut dapat dikatakan bahwa Kali Cipinang dan Kali Sunter
mengalir melalui kawasan terbangun (built up area) dengan jumlah kepadatan penduduk yang relatif
tinggi. Kali Buaran dan Kali Jatikramat mengalir di kawasan yang belum terbangun dengan padat.
Demikian juga dengan Kali Cakung.

Hasil dan Pembahasan

1. Geologi

Pada Peta Geologi DKI Jakarta dan Sekitarnya sekala 1:100.000, untuk wilayah Banjir Kanall
Timur (BKT) seluruhnya terbentuk oleh batuan sedimen yang berumur Miosen Awal-Plistosen, batuan
vulkanik dan endapan permukaan yang berumur sekarang.
Lithostratigrafi satuan batuan yang tersingkap pada wilayah BKT berupa formasi aluvium dengan
karakteristik lempung, lanau, pasir dan bongkah yang tersebar di wilayah Kelurahan Cipinang Besar
Selatan dan Cipinang Muara (Kecamatan Jatinegara), formasi kipas aluvium dengan karakteristik tufa
halus-pasiran, dan berselingan dengan tufa konglomeratan yang tersebar di wilayah Kelurahan Pondok
Bambu, Duren Sawit, Pondok Kelapa, Malaka Sari, Malaka Jaya dan Pondok Kopi yang merupakan bagian
dari wilayah Kecamatan Duren Sawit. Sedangkan persebaran formasi endapan pematang pantai terdapat di
wilayah Kelurahan Pulo Gebang, Ujung Menteng, dan Cakung Timur (bagian dari Kecamatan Cakung),
dan Kelurahan Rorotan (Kecamatan Cilincing)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan (Zachri dalam
Sakinah, 2001), geologi wilayah DKI Jakarta dibentuk oleh endapan kuarter (± 2 juta tahun) yang
diendapkan pada batuan dasar yang berumur tersier (± 7 juta tahun). Endapan kuarter terdiri dari endapan
aluvium (sungai, pantai dan rawa) serta endapan kipas aluvium dan endapan laut.
Endapan laut yang dijumpai di sepanjang pantai utara dibentuk oleh lempung, lanau, lenuh (loam)
dan pasir. Deretan tanggul pantai (beach ridge) dijumpai di bagian utara dengan sebaran sejajar dengan
garis pantai. Endapan tanggul pantai ini disusun oleh pasir. Endapan alur sungai tua (channel deposit)
dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung.

2
Ke arah selatan, wilayah Jakarta disusun oleh kipas aluvial Bogor yang berumur pliosen, dengan
kemiringan melandai ke arah utara. Kipas aluvial Bogor ini terbentuk oleh material hasil letusan gunung
api yaitu G. Pangrango, G. Gede dan G. Salak. Kipas aluvial Bogor terdiri dari tufa vuolkanik berlapis, tufa
perairan dan tufa konglomerat.
Sungai-sungai utama yang melalui DKI Jakarta, di daerah kipas aluvial Bogor membentuk pola
aliran radial. Sungai-sungai tersebut mulai dari barat hingga paling timur adalah Cisadane, Kali Angke,
Ciliwung dan Kali Bekasi yang semuanya mengendapkan endapan lanau dan lempung pasiran di sepanjang
Teluk Jakarta.
Berdasarkan peneliti terdahulu dan pengamatan di lapang pada wilayah BKT, maka sifat fisik dan
keteknikan batuan/tanah untuk wilayah BKT terbagi atas dua (2) kategori, yaitu:
a. Satuan Lempung-Pasir dan Lanau dengan karakteristik perselingan batupasir, batu lempung, batu
lanau dan konglomerat yang mempunyai ciri-ciri berwarna abu-abu-kehitaman, agak padat-keras,
butiran halus-kasar, membundar tanggung-membundar, pemilihan baik, kelulusan air sedang,
muka air tanah umumnya dalam, dan daya dukung sedang-tinggi. Wilayah persebaran terdapat di
wilayah Kecamatan Jatinegara (meliputi Kelurahan Cipinang Besar Selatan dan Cipinang Muara),
dan Kecamatan Duren Sawit (meliputi Kelurahan Pondok Bambu, Duren Sawit, Pondok Kelapa,
Malaka Sari, Malaka Jaya, dan Pondok Kopi).
b. Satuan lanau pasiran-lempung organik, berupa karakteristik lanau pasiran dan lempung organik
dengan sisipan pasir lempungan yang merupakan endapan rawa yang menyebar sepanjang pantai
barat dan timur dibagian utara, meliputi wilayah Kelurahan Pulo Gebang, Ujung Menteng, Cakung
Timur (Kecamatan Cakung), dan Kelurahan Rorotan (Kecamatan Cilincing)

2. Geomorfologi
Sandy (1982) telah membagi wilayah DKI Jakarta menjadi dua wilayah, yaitu wilayah endapan
dan kikisan, yang masing-masing mengambil porsi 50 persen dari luas wilayah.
Wilayah endapan di Jakarta terbentang mulai dari Kembangan –Kedoya , sampai ke Pulogadung –
Penggilingan di bagian Timur Wilayah Jakarta Utara yang luasnya 13.502 hektar, seluruhnya adalah
wilayah endapan. Di Jakarta Barat dan Pusat luas wilayah endapan masing-masing mengambil bagian 74
dan 84 persen dari luas wilayah, sementara di Jakarta Timur tercatat hanya 17 persen.
Wilayah kikisan tersebar di bagian selatan Jakarta. Di Jakarta Timur luasnya adalah 15,171 Ha,
Jakarta Selatan 14.277 Ha, Jakarta Barat 3.575 Ha dan Jakarta Pusat hanya 780 Ha.
Berkaitan erat dengan kondisi tata air dan bahan induk yang membentuk, maka wilayah endapan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi aluvial pantai, tanggul pantai atau sungai dan aluvial dataran.
Aluvial pantai dengan ketinggian tempat antara 0-3 m dpl dicirikan dengan permukaan air tanah yang
rendah, air tanah asin dan lebih sering tergenang, serta bahan induk aluvium pantai. Wilayah endapan
pantai dijumpai di wilayah Jakarta Utara (9177 Ha), Jakarta Barat (3753 Ha) dan Jakarta Pusat (890 Ha).
Wilayah Tanggul pantai dan sungai dengan ketinggian tempat antara 1-7 m dpl dicirikan dengan air tanah

3
dangkal yang tawar dan umumnya tidak tergenang. Unit morfologi ini berbahan induk pasir halus andesit
dan merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi. Wilayah endapan yang berada lebih keselatan
adalah wilayah aluvial dengan ketinggian tempat antara 3-7 m dpl. Permukaan air tanah dangkal dengan
kondisi tergenang periodik. Wilayah ini dicirikan dengan bahan induk aluvium pantai, aluvium sungai,
batuan vulkanik muda dan pasir tufaan. Di Jakarta Barat luas wilayah endapan aluvial 3500 Ha, Jakarta
Pusat 3502 Ha, Jakarta Timur 3025 Ha dan Jakarta Utara 2975 Ha.
Wilayah kikisan di Jakarta atas dasar kemiringan medan dapat dikelompokkan dalam 3 unit
morfologi, masing-masing wilayah kikisan dengan medan datar, medan landai dan medan bergelombang.
Wilayah kikisan medan landai dengan ke-tinggian tempat antara 12-25 mdpl dan kelerengan antara 0-3%.
Luas wilayah ini secara keseluruhan adalah 6255 Ha dengan bahan induk endapan vulkanik muda dan
aluvian sungai.
Wilayah kikisan medan landai dengan ketinggian tempat antara 12-25 m dpl dan kemiringan
medan 3-8% dicirikan dengan bahan induk vulkanik muda, air tanah tawar dengan muka air rendah dan
bebas dari genangan. Wilayah ini sebagian besar berada di Jakarta Selatan (6690 Ha) dan Jakarta Timur
(4015 Ha), sementara di Jakarta Barat membentang seluas 1475 Ha dan Jakarta Pusat hanya 300 Ha.
Wilayah kikisan berikutnya adalah wilayah kikisan medan bergelombang. Wilayah ini dicirikan dengan
ketinggian medan lebih dari 25 mdpl, muka air tanah tawar yang relatif dalam, kecuali di bagian dasar
lembah, kemiringan medan 8-15% dan batuan berbahan induk vulkanik muda. Wilayah ini membentang
terutama di Jakarta Selatan seluas 8581 Ha dan di Jakarta Timur 6487 Ha.
Pada Peta Morfologi sekala 1:100.000, secara garis besar geomorfologi di wilayah Banjir Kanal
Timur (BKT) merupakan satuan region pedataran aluvium sungai, yang persebaran meliputi tipologi
ekosistem sangat datar (penneplain) terletak mulai dari Kampung Rawa Rengas sampai dengan Pulo
Gebang.
Karakteristik satuan region pedataran aluvium sungai terbentang dari barat ke timur, mencakup
kira-kira 50 % dari luas wilayah BKT. Satuan ini terletak pada elevasi kurang dari 50 m dpl dan relatif
datar. Kemiringan sungai relatif landai, di mana pola sungai berbentuk meander dengan erosi lateral dan
batuan penyusunnya berupa endapan sedimen tufa breksi, lempung lanauan, dan batupasir tufaan yang
berasal dari Gn.Gede dan Gn.Pangrango.
Satuan region pedataran aluvium pantai dengan persebaran tipologi ekosistem pantai, yakni kawasan yang
masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem ini terletak mulai dari Pantai Marunda (di Utara)
sampai dengan Kampung Rawa Rengas (di sebelah Tenggara Rorotan).
Tipologi kawasan datar yang relatif miring ke Utara mulai dari Pulo Gebang mengarah ke Tenggara,
selatan barat daya sesuai dengan 5 sungai yang alirannya akan masuk ke BKT, meliputi wilayah
Kecamatan Duren Sawit diantaranya Kelurahan Pondok Kopi, Malaka Jaya, dan Malaka Sari. Sedangkan
untuk wilayah Kecamatan Cakung terdapat di Kelurahan Pulo Gebang dan Cakung Timur yang merupakan
wilayah datar.

4
3 Iklim
Karakteristik iklim di wilayah BKT, adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan Iklim Kopen termasuk kategori Afs’’ yang mempunyai makna bahwa musim
hujan jatuh pada musim panas yaitu pada bulan Desember , Januari, dan Pebruari;
b. Di daerah pantai, meliputi Kelurahan Rorotan (Kecamatan Cilincing) dan sebagian dari
Kecamatan Cakung, resim curah hujan dipengaruhi oleh angin barat, yaitu pada bulan
Pebruari dan Juli.
c. Rerata curah hujah tahunan bervariasi antara 1600 mm sampai dengan 2000 mm. Wilayah
curah hujan 1600 mm terjadi di wilayah Kelurahan Pulo Gebang, Ujung Menteng, dan
Cakung Timur merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Cakung, dan Kelurahan Rorotan
(Kecamatan Cilincing). Wilayah curah hujan 1800 mm terdapat di wilayah Kelurahan
Cipinang Besar Selatan, dan Cipinang Muara (Kecamatan Jatinegara). Sedangkan curah
hujan 2000 mm meliputi Kelurahan Pondok Bambu, Duren Sawit, Pondok Kelapa, Malaka
Sari, Malaka Jaya dan Pondok Kopi yang merupakan bagian dari Kecamatan Duren Sawit;
d. Kecapatan angin terbesar terjadi pada bulan agustus dan september yang dapat mencapai 4
knot;

4. Pola Pengaliran Sungai


Dalam kaitannya dengan proses hidrologi, maka morfologi sebuah DAS yang mencakup aspek
bentuk, jaringan dan relief mempunyai peranan terhadap pembentukkan karakteristik limpasan/run off.
Pengaruh morfologi DAS terhadap karakteristik limpasan untuk beberapa kasus DAS di dunia dapat dilihat
pada literatur standar seperti, Gregory & Walling (1973) dan Petts (1985).
Secara keseluruhan semua sungai yang mengalir melewati kota Jakarta dikarakteristikkan dengan
bentuk daerah pengaliran berbentuk bulu burung. Pola ini dicirikan dengan bentuk DAS yang ramping dan
memanjang, dimana anak-anak sungai mengalir ke sungai utama dari sisi kiri dan kanan sungai. Secara
hidrologis DAS seperti ini ditandai dengan debit banjir yang relatif kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari
anak-anak sungai tersebut berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya relatif berlangsung agak lama.
Distribusi luas areal untuk setiap interval ketinggian diperlihatkan juga pada tabel berikut. Dari
tabel tersebut diperlihatkan tinggi maksimum DAS dan besaran luas untuk setiap interval ketinggian.

Tabel 1. Luas dan persentase terhadap luas DAS untuk tiap interval ketinggian

Interval Luas % thd luas Luas % thd Luas % thd


Ketinggian (Ha) DAS (Ha) luas DAS (Ha) luas DAS
(m dpl)
DAS Sunter DAS Cipinang DAS Krukut
10-25 1293 18 1409 29 2249 24
25 – 50 2366 32 1697 35 2822 32
50 – 75 1953 26 1131 24 2835 31

5
75 – 100 1498 20 542 11 975 11
100 – 125 294 4 29 1 17 0.2
7404 100 4808 100 8898 101
DAS Grogol DAS Pesanggrahan DAS Angke
7-25 2005 35 1519 14
25 – 50 1007 17 1567 14
50 – 75 734 13 845 8
75 – 100 976 17 1564 14
100 – 125 576 10 2375 21
125 – 150 426 7 1928 18
150 – 175 4 0.1 679 6
175 – 200 283 2
200 – 225 154 1
225 - 250 23 0.2
5728 100 10937 100

Sumber: Hasil perhitungan dari peta Topografi Dittop AD

Banjir Kanal Timur merupakan saluran yang akan memotong aliran sungai-sungai Cipinang,
Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Cakung. Dengan daerah tangkapan air (Catchment area) mencakup luas
200,74 Km² (20.074 Ha). Banjir Kanal Timur merupakan bagian dari upaya pengendalian banjir Wilayah
Timur Jakarta untuk mengatasi banjir akibat hujan lokal, kiriman dan pengaruh pasang.
Sebelum Banjir Kanal Timur dapat diwujudkan telah dilakukan beberapa penanganan jangka
pendek. Penanganan tersebut berupa pembuatan saluran interkoneksi dari S. Sunter ke Cakung Drain dan
pembuatan waduk Halim. Keduanya memberi manfaat jangka pendek yang yang cukup baik dan
merupakan upaya yang sejalan dengan tahapan jangka panjang terwujudnya Banjir Kanal Timur.
Khususnya untuk waduk Halim, dapat diperluas mengingat daerah di sisi timur Airport Halim Perdana
Kusuma ini merupakan daerah rendah sawah-sawah yang selalu tergenang air di musim penghujan.
Pembuatan waduk Halim yang diperluas dapat mengurangi dimensi Banjir Kanal Timur.
Pola pengaliran sungai/kali di wilayah BKT, mengikuti karakteristik fisik wilayah, yaitu:
a. Wilayah endapan berupa formasi aluvium dan kipas aluvium dengan jenis tanahnya lempung-
lanau dan pasir;
b. Pola sungai meander dengan beberapa pelurusan diantarannya di wilayah Cawang;
c. Panjang Kali Cipinang = 35,79 Km, Kali Sunter = 42,12 Km; Kali Buaran = 5,96 Km; Kali
Jatikramat = 13,76 Km; dan Kali Cakung = 22,95 Km;
d. Daerah Aliran Sungai (DAS)/Catchment Area Cipinang = 52,54 Km2, Kali Sunter = 65,37 Km2;
Kali Buaran = 11,12 Km2; Kali Jatikramat = 16,42 Km2; dan Kali Cakung = 33,88 Km2;
e. Rerata Q 50 untuk Kali Cipinang = 145,18 m3/det, Kali Sunter = 194,90 m3/det; Kali Buaran =
36,76 m3/det; Kali Jatikramat = 49,08 m3/det; dan Kali Cakung = 142,80 m3/det;

6
5. Debit Air Sungai
Kecenderungan rerata debit air sungai di wilayah BKT selama lima (5) tahun terakhir
menunjukkan peningkatan sebesar 0,021 m3/det/km2, hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi (la
nina), pendangkalan sungai (sedimentasI) dan penyimpitan area badan aliran sungai oleh pemukiman liar
(ilegal housing) dan wilayah terbangun lainnya seperti perkantoran.
Berdasarkan data ketersedian air pada sungai utama dan banjir kanal timur, terlihat bahwa pada
masing-masing DAS mempunyai nilai yang beragam di mana inlet dari Kali Cakung memiliki nilai terbesar
kedua setelah inlet Kali Blencong (Tabel 2).
Tabel 2. Ketersedian Air Banjir Kanal Timur.
No. Nama DAS Luas DAS (Km2) Q (m3/det)
1 Sungai Cipinang 52,54 1,1
2 Sungai Sunter 65,37 1,37
3 Sungai Buaran 11,12 0,23
4 Sungai Jatikramat 16,42 0,34
5 Sungai Cakung 33,88 0,71
6. Sebelum inlet Sunter 53,33 1,12
7 Sesudah inlet Sunter 118,69 2,48
8 Sesudah inlet Jatikramat 150,59 3,15
9 Sesudah inlet Cakung 193,99 4,06
Sumber: Hydrologi-Review Design BKT, Vol.4
Pada tabel 3. Debit Air Sungai di wilayah BKT memperlihatkan keragaman didalam pola
debitnya, hal ini disebabkan karena bentuk karakteristik fisik dari alur sungai dan curah hujan yang berbeda
pada pola perilaku air di badan sungai, misalnya pada penggunaan tanah mempengaruhi air limpasan (run
off) dan struktur geologinya berupa puing kipas aluvial.
Tabel 3. Debit air sungai di BKT
No. Lokasi Sampel Q min Qmax Qrerata Qterukur
1 Sungai Sunter (titik 1) 0,42 100,81 20,50 14,26
2 Sungai Sunter (titik 2) 0,62 35,78 10,92 12,15
3 Sungai Sunter (titik 3) 0,62 35,78 10,92 12,15
4 Sungai Sunter (titik 4) 0,56 7,12 2,03 6,078
5 Sungai Cipinang (titik 5) 0,16 2,48 0,91 3,12
6. Sungai Cakung (titik 6) 2,00 74,33 26,76 0,15
7 Sungai Cakung (titik 7) 0,58 2,38 1,41 2,97
8 Sungai Buaran (titik 8) 0,08 10,28 3,10 0,284
9 Sungai Jatikramat (titik 9) 0,04 13,26 2,54 0,208
Sumber: Data Primer, April 2003
Melihat tabel 3, Sebagian besar Pola debit air sungai di wilayah BKT mempunyai nilai Qmax >
Qterukur, kecuali titik 5 (sungai Cipinang) dan titik 7 (sungai Cakung). Sedangkan Q min < 0,8 m3/detik
terdapat disetiap lokasi sampel kecuali titik 6 (sungai Cakung) Qmin =2 m3/detik, hal ini terjadi pada saat
musim panas berkepanjangan (el-nino). Pada Qmax merupakan kejadian la-nina dan hujan konvektif pada
wilayah BKT, di mana sebagian Qmax > 20 m3/detik, kecuali titik 4 (sungai Sunter), titik 5 (sungai
Cipinang), titik 7 (sungai Cakung), titik 8 (sungai Buaran) dan titik 9 (sungai Jatikramat).

7
6. Kualitas Air Sungai
Pada umumnya, kualitas air sungai berdasarkan pasal 3 SK Gubernur KDKI Jakarta No.582 tahun
1995 di wilayah BKT menurut peruntukan golongan air berupa Golongan D yang artinya air yang
digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri pembangkit
listrik tenaga air (tabel 4).
Tabel 4. Peruntukan air sungai di wilayah BKT DKI Jakarta
No Sistem Aliran Sungai Batas Golongan Peruntukan
Sungai Sungai
1 Sistem aliran Cipinang Hulu sungai di Jakarta s.d D Usaha
sungai Sunter Sunter Perkotaan
2 sda Sunter Hulu sungai di Jakarta s.d D sda
pertemuan sungai
Cipinang.
Pertemuan Cipinang,
Sunter s.d Muara.
3 sda Sodetan Sungai Sunter s.d Sungai D sda
Sunter- Cakung
Cakung
4 Sistem Aliran Cakung Hulu sungai di Jakarta s.d D Usaha
Cakung Drain Cakung Drain (Pintu) Perkotaan
5 sda Buaran Hulu sungai di Jakarta s.d D sda
Cakung Drain
6 sda Cakung Hulu Cakung Drain s.d. D sda
Drain Muara
7 sda Marunda Hulu sungai di Jakarta s.d D sda
Muara
8 sda Blencong Hulu sungai di Jakarta s.d D sda
sungai Marunda
Sumber: Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No.582/1995

Sungai yang diperuntukan bagi golongan D, umumnya terletak pada segmen sungai hilir sampai
muara kecuali sistem aliran sungai Sunter dan sistem aliran Cakung. Seluruh segmen sejak dari hulu
sampai muara diperuntukan bagi pertanian.
Sungai Cipinang merupakan bagian dari sungai Sunter di mana kedua sungai ini bergabung
menjadi satu di Pulo Gadung (Jalan Bekasi Timur) dengan nama sungai Sunter. Sungai Cipinang di bagian
hulu menerima aliran debit dari Kali Baru Timut (di lokasi Pintu Hek Taman Mini), kondisi debit di hulu
sungai Cipinang 0,14 – 4,20 m3/detik, setelah pertemuan dengan sungai Sunter debitnya berkisar 0,62 –
7,58 m3/detik.

8
Kandungan rerata COD dan BOD yang terukur pada hulu sungai Cipinang, yaitu COD 25,77 mg/l
dan BOD 14,61 mg/l, sedangkan untuk zat padat tersuspensi, sulfat, dan fosfat masih memenuhi baku
mutu.
Kualitas air sungai Cipinang sangat dipengaruhi oleh debit yang berasal dari hulunya (wilayah
Jawa Barat), di mana pada saat debitnya rendah maka proses pencemaran telah terjadi dan kualitasnya
menurun, hal ini terlihat dari kualitas di daerah hilir yang relatif lebih buruk dibandingkan di hulu sungai
Cipinang (misal COD 64,48 mg/l dan BOD 45,87 mg/l). Keberadaan sungai Sunter yang bergabung dengan
sungai Cipinang pada daerah hulu kualitasnya masih memenuhi baku mutu untuk pertanian (COD 22,79
mg/l dan BOD 13,94 mg/l) dengan debit air sungainya berkisar antara 0,53 m3/det – 7,90 m3/det.
Kualitas air sungai Sunter setelah bercampur dengan sungai Cipinang sudah tidak memenuhi baku
mutu yaitu kandungan rerata COD 40,00 mg/l dan BOD 42,63 mg/l. Kondisi ini menunjukkan bahwa
kualitas air sungai Sunter tidak memenuhi baku mutu sesuai dengan SK Gubernur KDKI Jakarta untuk
golongan D atau peruntukan usaha perrkotaan dan pertanian.

Kesimpulan

Secara garis besar geologi dan geomorfologi di wilayah Banjir Kanal Timur (BKT) merupakan
satuan region pedataran aluvium sungai, yang persebaran meliputi tipologi ekosistem sangat datar
(penneplain) terletak mulai dari Kampung Rawa Rengas sampai dengan Pulo Gebang. Karakteristik satuan
region pedataran aluvium sungai terbentang dari barat ke timur, mencakup kira-kira 50 % dari luas wilayah
BKT. Satuan ini terletak pada elevasi kurang dari 50 m dpl dan relatif datar. Kemiringan sungai relatif
landai, di mana pola sungai berbentuk meander dengan erosi lateral dan batuan penyusunnya berupa
endapan sedimen tufa breksi, lempung lanauan, dan batupasir tufaan yang berasal dari Gn.Gede dan
Gn.Pangrango.
Debit Air Sungai di wilayah BKT memperlihatkan keragaman didalam pola debitnya, hal ini
disebabkan karena bentuk karakteristik fisik dari alur sungai dan curah hujan yang berbeda pada pola
perilaku air di badan sungai, misalnya pada penggunaan tanah mempengaruhi air limpasan (run off) dan
struktur geologinya berupa puing kipas aluvial. Kualitas air sungai Cipinang, Sunter, Sodetan Sunter-
Cakung, Cakung, Buaran, Cakung Drain, Marunda, dan Blencong berdasarkan pasal 3 SK Gubernur
KDKI Jakarta No.582 tahun 1995 di wilayah BKT menurut peruntukan golongan air berupa Golongan D
yang artinya air yang digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,
industri pembangkit listrik tenaga air.

Daftar Pustaka

Gregory, K. J. & D.E. Walling (1973): Drainage Basin, Form and Process, a geomorphologica Approach.

Mays, Larry, W. (1996): Water Resources Handbook. McGraww Hill.

9
Pett, G.E. & I.D.L. Foster (1985): Rivers and Landscape. Edward Arnold.

PT. Jakarta Kemayoran Properti (2003) : Laporan Akhir Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL),
Pembangunan Pusat Perdagangan Terpadu, Pertokoan, Perkantoran, Apartemen dan Hotel
Kompleks Megaglodok Kemayoran.Jakarta.

Sakinah, Dhien. (2001) : Penurunan Kualitas Air Tanah Dangkal dan Risikonya Terhadap Penyakit Diare
di Jakarta Bagian Utara. Skripsi. Jurusan Geografi FMIPA UI.Depok.

Sandy, I.M. (1982): A preliminary statistical investigation on the rainfall of Java. Publication no. 82, Dit.
Tata Guna Tanah, Dept. Dalam Negeri, Jakarta.

_________. (1985): Klimatologi regional Indonesia. Jurusan Geografi, FMIPA, Universitas Indonesia.
Jakarta.

_________. (1985): Republik Indonesia. Geografi Regional. Jurusan Geografi, FMIPA, Universitas
Indonesia. Jakarta.

Sosrodarsono, Suyono. Kensaku Takeda (1983): Hidrologi untuk Pengairan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.

_________, (2002) : Kecamatan Cakung Dalam Angka. BPS. Jakarta.

_________, (2002) : Kecamatan Jatinegara Dalam Angka. BPS. Jakarta.

_________, (2002) : Kecamatan Duren Sawit Dalam Angka. BPS. Jakarta.

_________, (2002) : Kecamatan Cilincing Dalam Angka. BPS. Jakarta.

_________,(2003) : Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL). Pekerjaan Kajian Lokasi Dumping Site dan
Pengendalian Hasil Pengerukan Sungai, Saluran, dan Waduk DKI Jakarta. DPU Propinsi DKI Jakarta.
Jakarta.

_________, (2003) : Lampiran ANDAL. Pekerjaan Kajian Lokasi Dumping Site dan Pengendalian Hasil
Pengerukan Sungai, Saluran, dan Waduk DKI Jakarta. DPU Propinsi DKI Jakarta. Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai

  • Novena
    Novena
    Dokumen3 halaman
    Novena
    Petra Budiarti Kusumastuti
    Belum ada peringkat
  • Trigo No
    Trigo No
    Dokumen5 halaman
    Trigo No
    AlexanderChalvin
    Belum ada peringkat
  • Arca Prajnaparamita
    Arca Prajnaparamita
    Dokumen1 halaman
    Arca Prajnaparamita
    AlexanderChalvin
    Belum ada peringkat
  • ASEAN
    ASEAN
    Dokumen6 halaman
    ASEAN
    AlexanderChalvin
    Belum ada peringkat
  • Isi Dasasila Bandung
    Isi Dasasila Bandung
    Dokumen1 halaman
    Isi Dasasila Bandung
    AlexanderChalvin
    Belum ada peringkat
  • Aljabar
    Aljabar
    Dokumen1 halaman
    Aljabar
    AlexanderChalvin
    Belum ada peringkat
  • ASEAN
    ASEAN
    Dokumen6 halaman
    ASEAN
    AlexanderChalvin
    Belum ada peringkat