Anda di halaman 1dari 15

HAKEKAT PENDIDIKAN

V. PENDIDIKAN DAN MASYARAKAT   

1. HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT  


Banyak para ahil telah memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan Shores
mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir
tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950,
p. 5).
  
Dari pengertian tersebut di atas ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu bahwa masyarakat itu
kelompok yang terorganisasi dan masyarakat itu suatu kelompok yang berpikir tentang dirinya sendiri
yang berbeda dengan kelompok yang lain. Oleh karena itu orang yang berjalan bersama-sama atau
duduk bersama-sama yang tidak terorganisasi bukanlah masyarakat. Kelompok yang tidak berpikir
tentang kelompoknya sebagai suatu kelompok bukanlah masyarakat. Oleh karena itu kelompok
burung yang terbang bersama dan semut yang berbaris rapi bukanlah masyarakat dalam arti yang
sebenarnya sebab mereka berkelompok hanya berdasarkan naluri saja
 
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit biofisik para
individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periiode waktu tertentu
dari suatu generasi. Dalam sosiology suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran
kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145),
 
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki tersebut
memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu kelompok yang
telah bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok
itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul
secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling
memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini
dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.

Parson menjelaskan bahwa suatu sistem sosial di mana semua fungsi prasyarat yang bersumber dan
dalam dirinya sendiri bertemu secara ajeg (tetap) disebut masyarakat. Sistem sosial terdiri dari
pluralitas prilaku-pnilaku perseorangan yang berinteraksi satu sama lain dalam suatu lingkungan fsik.
Jika masing masing individu ini berinteraksi dalam waktu yang lama dari generasi ke generasi dan
terjadi pada proses sosialisasi pada generasi tersebut maka aspek ini akan menjadi aspek yang
penting dalam sistem sosial. Dalam berintegrasi dan bersosialisasi ini kelompok tersebut
mempergunakan kerangka acuan pendidikan.
 
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69) menyimpulkan bahwa
masyarakat adalah (1) suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai
kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk waktu
yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja pada daerah geografls
tertentu, (2) kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai turun temurun
dan mensosialkan anggota anggotanya melalui pendidikan, (3) suatu ke orang yang mempunyai
sistem kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota-anggotanya secara bersama dalam
keselurühan yang terorganisasi.
 
Pendapat tersebut di atas tidak berbeda dengan pendapat Liton yang dikutip oleh Indan Encang
(1982, p.14) yang menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir
tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tartentu.
 
Pengertian masyarakat tersebut di atas merupakan pengertian yang sangat luas. Penduduk
Indonesia sebagai masyarakat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penduduk yang berpikir tentang dirinya sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda
dengan kelompok penduduk pada suatu masyarakat lain seperti penduduk Singapura,
kelompok Jawa, Sunda, Banjar, Maluku, Sasak merupakan kelompok bagian dari penduduk
Indonesia.
2. Penduduk Indonesia ini secara relatif mencukupi kebutuhan diri sendiri sebagai suatu
kelompok yaitu mencukupi kehidupannya dalam masyarakatnya terutama dengan bercocok
tanam yang ditopang dengan perindustrian.
3. Penduduk Indonesia telah ada sebagai kelompok sosial yang diakui pada periode waktu yang
lama sampai sekarang, yaitu sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945.
4. Mereka hidup dan bekerja dalam beribu-ribu pulau besar dan kecil yang terletak di daerah
geografis antara Samudera India dan Samudra Pasifik antara benua Asia dan Australia.
5. Pengarahan anggota dari masyarakat Indonesia ini melalui unit-unit keluarga yang kecil
seperti kelompok-kelompok etnik dan keluarga merupakan kelompok yang terkecil.
6. Sosialisasi anak-anak melalui sekolah terutama pada anak-anak umur empat atau lima tahun
sampai 18 tahun baik melalui sekolah negeri maupun swasta baik melalui pendidikan formal
maupun pendidikan non-formal.
7. Masyarakat Indonesia ini mengikat anggota-anggotanya melalui sistem yang
digeneralisasikan dan suatu kekerabatan. Sistem ini didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi,
dalam kehidupan sosial politik, kehidupan ekonomi dan lapangan kehidupan yang lain. Ikatan
yang paling kuat adalah adanya satu pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila dan
dasar hukum nasional yang satu yaitu UUD 1945.
Pengertian individu : 
 
Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat
dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial yang terkecil
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian
pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
  
Hubungan individu dan masyarakat secara umum :
 
Hubungan antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto (1981,
p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah tentang hubungan
individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih lanjut menjelaskah bahwa pembahasan
tentang hubung individu dan masyarakat telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
 
Hubungan antara individu dan masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para filsuf maupun
para ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam tiga
pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang menentukan individu, (2)
individu yang menentuk masyarakat, dan (3) idividu dan masyarakat saling menentukan.
 
Pandangan yang pertama terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan bahwa
masyarakat itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat yang penting dan Individu itu hidup
untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu aliran filsafat yang mengatakan
bahwa konsep-konsep umum seperti manusia binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya
itu mewakili realita luar diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada
suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum dan tidak terikat
oleh yang satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk jasmani dan rohani, maka kita
membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia yang manapun dan di manapun. Konsekuensi
dari pendapat itu maka masyarakat itu merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas
tersendiri dan tidak terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum. Masyarakat yang
dipindahkan oleh seseorang itu berada di luar orang yang berpikir tentang masyarakat itu sendiri.
Sebelum individu ada masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh karena itu masyarakat itu tidak
terikat pada individu yang memikirkannya. Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang
memandang masyarakat sebagai suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan kolektivitis.
 
Pandangan holisme terhadap hubungan individu dan masyarakat. Istilah holisme berasal dan bahasa
Yunani, Holos yang berarti keseluruhan. Holisme memandang secara berlebihan terhadap totalitas
(keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia dengan mengingkari adanya perbedaan di antara
manusia. Keseluruhan dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari bagian-bagian. Pandangan
yang bersifat holistis ini tampak pada pandangan Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste
Comte masyarakat dilihat suatu kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung pada
inisiatif bebas anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis perkembangan akal budi
manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya. Prosesnya berlangsung
secara bertahap, merupakan proses alam yang tak terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini
dikuasal Oleh hukum universal yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan
pandangan Comte in dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan,
individu merupakan bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.
 
Pandangan organisme terhadap hubungan antara individu dan masyarakat. Organisme suatu aliran
yang berpendapat bahwa masyarakat itu berevolusi atau berkembang berdasarkan suatu pninsip
intrinsik di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip
perkembangan ini berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan kemauan anggota masyarakat.
 
Pandangan hubungan antara individu dan masyarakat sesuai dengan konsep organisme muncul dari
Herbart Spencer (1985) diringkas oleh Margaret H Poloma (1979) sebagai berikut:
1. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami pertumbuhan.
2. Disebabkan oleh pertambahan dalam ukurannya, maka struktur tubuh sosial (social body)
maupun tubuh organisme hidup (living body) itu mengalami pertambahan pula, dimana semakin
besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-bagiannya, seperti halnya
dengan sistem biologis yang menjadi semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin
besar Binatang yang lebih kecil, misalnya cacing tanah, hanya sedikit memiliki bagian-bagian
yang dapat dibedakan bila dibanding dengan makhluk yang lebih sempurna, misalnya manusia.
3. Tiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organissme biologis maupun organisme sosial
memiliki fungsi dan tujuan tertentu: “mereka tumbuh menjadi organ yang berbeda dengan tugas
yang berbeda pula”. Pada manusia, hati memiliki struktur dan fungsi yang berbeda dengan
paru-paru; demikian juga dengan keluarga sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang
berbeda dengan sistem politik atau alconomi.
4. Baik di dalam sistem organisme maupun sistem sosial, perubahan pada suatu bagian akan
mengakibatkan perubahan pada bagian lain dan pada akhirnya di dalam sistem secara
keseluruhan. Perubahan sistem politik dari suatu pemerintahan demokratis ke suatu
pemerintahan totaliter akan mempengaruhi keluarga, pendidikan, agama dan sebagainya.
Bagian-bagian itu saling berkaitan satu sama lain.
5. Bagian-bagian tersebut, walau saling berkaitan, merupakan suatu struktur-mikro yang dapat
dipelajari secara terpisah. Demikianlah maka sistem peredaran atau sistem pembuangan
merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media, seperti halnya sistem politik atau
sistern ekonomi merupakan sasaran pengkajian para ahli politik dan ekonomi.
Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa menurut Spencer masyarakat dipandang sebagai
organisme hidup yang alamiah dan deterministis (bebas). Semua gejala sosial diterangkan
berdasarkan hukum alam. Hukum yang mengatur pertumbuhan fisik tubuh manusla juga mcngatur
pertumbuhan sosial. Manusia sebagai individu tidak bebas dalam menentukan arah pertumbuhan
masyarakat. Manusia sebagai individu justru ditentukan oleh masyarakat dalam pertumbuhannya.
Masyarakat berdiri sendiri dan berkembang bebas dari kemauan dan tanggung ja anggotanya di
bawah kuasa hukum alam.
 
Hubungan individu dan masyarakat berdasarkan kolektivisme. Menurut pandangan kolektif
masyarakat mempunyai realitas yang kuat. Segala sesuatu kepentingan individu ditentukan oleh
masyarakat. Masyarakat mengatur secara seragam untuk kepentingan kolektif.
 
Menurut Peter Jarvis (1986) yang dikutip oleh DR Wuradji MS (1988) Karl Mark, Bowles, Wailer dan
Illich tokoh paham kolektif yang berpendapat bahwa individu tidak mempunyai kebebasan, kebebasan
pribadi dibatasi oleh kelompok elite (kelompok atas yang berkuasa) dengan mengatas namakan
rakyat banyak.
 
Konsep masyarakat kolektif ini diterapkan pada paham totalitas di negara-negara komunis seperti
RRC. Di dalam negara komunis individu tidak mempunyai hak untuk mengatur kepentingan diari
sendiri, segala kebutuban diatur oleh negara. Negara diperintah oleh satu partai politik komunis.
Dalam negara komunis ini makan, pakaian, perumahan dan kerja diatur oleh negara, individu tidak
punya pilihan lain kecuali yang telah ditentukan oleh negara. Semua hak milik individu seperti yang
dimiliki orang-orang atau keluarga di negara kita ini tidak ada.
 
Hubungan individu dan masyarakat menurut paham individualistis. Individualisme suatu paham yang
menyatakan bahwa dalam kehidupan seorang individu kepentingan dan kebutuhan individu yang
lebih penting dan pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Individu yang menentukan corak
masyarakat yang dinginkan. Masyarakat harus melayani kepentmgan individu. Individu mempunyai
hak yang mutlak dan tidak boleh dirampas oleh masyarakat demi kepentingan umum.
 
Paham individualisme juga disebut Atomisme. Atomisme berpendapat bahwa hubungan antara
individu itu seperti hubungan antar atom-atom yang membentuk molekul-molekul. Oleh karena itu
hubungan in bersifat lahiriah. Bukan kesatuan yang penting tetapi keaneka ragaman yang penting
dalam masyarakat.

Pandangan individualistis ini yang otomistis ini berakar pada nominalisme suatu aliran filsafat yang
menyatakan bahwa konsep-konsep umum itu tidak mewakili realitas dari sesuatu hal. Yang menjadi
realitas itu individu. Realitas masyarakat itu ada karena individu itu ada. Jika individu tidak ada maka
masyarakat itu tidak ada. Jadi adanya individu itu tidak tergantung pada adanya masyarakat.
 
J.J. Rousseau (1712-1778) dalam bukunya "kotrak sosial" menjelaskan paham liberalisme dan
individualisme dalam satu kalimat yang terkenal: “Manusia itu dilahirkan merdeka, tetapi di mana-
mana dibelenggu” (Driarkara SY, 1964, p. 109). Manusia itu bebas (merdeka) dan hidup pada
lingkungan sekitar dan sesamanya. Hidup dalam lingkungan tertutup dari lingkungan dan sesamanya
itu manusia merasa bahagia. Masyarakat hanya merupakan suatu kumpulan atau jumlah orang yang
secara kebetulan saja berkumpul pada suatu tempat seperti butli-butir pasir tersebut di atas. Tidak
ada hubungan satu dengan yang lain. Masyarakat terbina karena orang-orang yang kebetulan tidak
berhubungan satu sama lain itu berhubungan disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan, sehingga
masing-masing individu itu mengadakan kontrak sosial untuk hidup bersama. Bentuk kerja sama
dalam hidup bersama itu dibatasi oleh kebutuhan masing-masing individu. Hanya sampai pada batas
tertentu saja individu itu hidup dalam masyarakat. Makin banyak kebutuhan seorang yang dapat
dtharapkan dari masyarakat maka hubungan dengan masyarakat makin erat, sebaliknya makin
sedikit kebutuhannya dalam masyarakat makin renggang hubungannya dengan masyarakat.
 
Paham yang memandang hubungan antara individu dan masyarakat dari segi interaksi. Dari uraian
tersebut di atas kita telah mengetahui paham totalisme dan individualisme yang masih berpijak pada
satu kutub. Paham totalisme berpijak pada masyarakat, sebaliknya paham individualisme. Totalisme
mengabaikan peranan individu dalam masyarakat sebaliknya, paham individualisme mengabaikan
peranan masyarakat dalam kehidupan individu. Oleh karena itu kedua-duanya diliputi oleh kesalahan
detotalisme. Pabam individu memandang manusia sebagal seorang individu itu sebagai segala-
galanya di luar individu itu tidak ada. Jadi masyarakat pun pada dasarnya tidak ada yang ada hanya
individu. Sebaliknya paham totalisme memandang masyarakat itu segala di luar masyarakat itu tidak
ada. Jadi individu itu hanya ada jika masyarakat itu ada. Adanya individu itu terikat pada adanya
masyarakat.
 
Paham yang ketiga ini memandang masyarakat sebagai proses di mana manusia sendiri
mengusahakan kehidupan bersama mcnurut konsepsinya dengan bertanggung jawab atas hasilnya.
Manusia tidak berada
di dalam masyarakat bagaikan burung di dalam kurungannya, melainkan ia bermasyarakat.
Masyarakat bulcan wadah melainkan aksi, yaitu social action. Masyarakat terdiri dari sejumlab
pengertian, perasaan, sikap, dan tindakan, yang tidak terbilang banyaknya. Orang berkontak dan
berhubungan satu dengan yang lain menurut pola-pola sikap dan perilaku tertentu, yang entah
dengan suka, entah terpaksa telah diterima oleh mereka. Umumnya dapat dikatakan bahwa
kebanyakan orang akan menyesuaikan kelakuan mereka dengan pola-pola itu. Seandainya tidak,
hidup sebagai manusia menjadi mustahil. “Masyarakat sebagai proses” dapat dipandang dari dua
segi yang dalam kenyataannya tidak dipisahkan satu dengan yang lain karena merupakan satu
kesatuan. Pertama masyarakat dapat dipandang dari segi anggotanya yang membentuk, mendukung,
menunjang dan meneruskan suatu pola kehidupan tertentu yang kita sebut masyarakat. Kedua
masyarakat dapat ditinjau dari segi pengaruh struktumya atas anggotanya. Pengaruh ini sangat
penting sehingga boleh dikatakan bahwa tanpa pengaruh ini manusia satu persatu tidak akan hidup.
Marilah kita perhatikan bagaimana jika pengaruh masyarakat yang berupa kepemimpinan, bahasa,
hukum, agama, keluarga, ekonomi, pertahanan, moralitas dan lain sebagainya. Tanpa itu semua
manusia satu persatu tidak akan berdaya, ia akan jatuh ke dalam suatu keadaan, di mana-mana
manusia tidak akan berdaya dan manusia akan hancur oleh kekuatan-kekuatan alam dan nalurinya
sendin.
Hubungan individu-masyarakat yaitu bahwa hidup bermasyarakat adalah ciptaan dan usaha manusia
sendiri. Manusia berkeluarga, ia berkelompok. Selalu membuat sesuatu dan berbuat. Keluarga,
kelompok, masyarakat dan negara tidak merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri di luar. Mereka
ada usaha manusia, yang terus dipertahankan, dipelihara, ditunjang, atau apabila perlu-diubahkan
atau diganti oleh manusia. Mereka adalah bagian hidupnya. Mereka adalah bentuk perilaku yang
tergantung dari dia. Hidup bermasyarakat yang diusahakan dan diciptakan sendiri, bertujuan untuk
memungkinkan perkembangannya sebagai manusia. Sebab tanpa masyarakat tidak ada hidup
individual yang manusiawi. Jadi manusia sekaligus membentuk dan dibentuk oleh hasil karyanya
sendiri, yaitu masyarakat. Manusia tidak bebas dalam arti bahwa ia bebas memilih antara hidup
sendiri atau hidup berbagai dengan orang lain. Ia harus hidup berbagai agar tidak hancur. Tetapi cara
dan bentuk hidup berbagai itu ditentukannya dengan bebas. Tidak ada satu pola kebudayaan yang
mutlak dan universal. Jadi ada relasi timbal balik antara individu. Di satu pihak individu ikut
membentuk dan menegakkan masyarakat, dan ia bertanggungjawab. Di lain pihak masyarakat
menghidupi individu dan oleh karenanya bersifat mengikat bagi dia.
 
Hubungan antara masyarakat dan individu dapat digambarkan sebagai kutub positif dan kutup negatif
pada aliran listrik. Jika dua kutub itu dihubungkan listrik ia akan mampu memberi kekuatan baginya
dan menimbulkan suasana yang cerah. Jika individu dan masyarakat dipersatukan maka kehidupan
individu dan masyarakat akan lebih bergairah dan suasana kehidupan individu dan kehidupan
masyarakat akan lebih bermakna dan hidup serta bergairrah.

HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA

Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa hubungan individu dan masyarakat itu
dapat ditinjau dari segi masyarakat saja (totalisme), ditinjau dari segi individu saja (individualisme)
dan ditinjau dari segi interaksi individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan tiga pandangan ini
maka bagaimana hubungan individu dan masyarakat di Indonesia? Profesor Supomo menyatakan
bahwa hubungan antara warga negana dan negara Indonesia adalah hubungan yang integral.
Driyarkara SY menyatakan bahwa hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan
yang integral (Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa paham yang dianut
untuk menggambarkan hubungan antara individu dan masyarakat di Indonesia adalah paham
integralisme.
 
Paham inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu  merupakan
suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat yang teratur dan tertib itu
berada dalam suatu integrasi. Menurut Dniyarkara SY integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti
sosiologis dan psikologis, sebab manusia yang berada dalam integrasi itu merasa aman, tenang dan
bahagia. Integrasi semacam ini terdapat dalam masyanakat kecil maupun besar, seperti keluarga,
desa dan negara.
Menurut peneitian J. H. Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p. 229-230) terhadap
masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger disimpuilcan bahwa dalam masyarakat
yang integral akan terlihat adanya unsur-unsur pokok sebagai berikut: (1) keyakinan tentang adanya
hubungan antara manusia dan dunia yang tak terlihat, (2) hubungan antara manusia dengan tanah
tumpah darah yang sangat erat, (3) hubungan antara manusia dengan keluarga yang erat, (4) suatu
bentuk masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk masyarakatnya, (5) kehidupan
material yang layak karena orang mengerti bagaimana mencari kehidupan itu.
 
Hubungan individu dan masyarakat dalam Indonesia merdeka seperti yang dimaksud Prof. Supomo
dapat diperhatikan dalam rumusan Proklamasi Kemerdekaan RI, Undang-Undang Dasar 1945 dan
GBHN. Dalam Proklamasi dirumuskan: Kami bangsa Indonesia dengan mi menyatakan
kemerdekaannya. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan
dengan cara seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia.
Sukarno Hatta. (Nugroho Notosusanto, 1983, p. 17). Penggunaan kata kami dan atas nama bangsa
Indonesia menunjukkan bahwa negara yang dikemer dekaan itu untuk semua warga bangsa
Indonesia, bukan untuk Sukarno maupun Hatta. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan untuk seluruh
bangsa Indonesia diperjuangkan oleh masing-masing warga bangsa Indonesia. Jadi individu dan
masyarakat terinntegrasi untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemederkaan Indonesia.
Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala
bangsa. Pada alinea kedua dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
mengantarkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada alinea
yang ketiga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh keinginan yang luhur
supaya berkebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Pada
alinea keempat dinyatakan bahwa pemerintahan negara Indonesia yang dibentuk adalah untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kenyataan ini dapat
disimpulkan bahwa kepentingan yang diperjuangkan adalah masyarakat secara keseluruhan dan
individu-individu sebagai warga bangsa secara perseorangan.
 
Perhatian terhadap masyarakat dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal dalam UUD 1945
seperti pasal 30 yang mengatur hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara, pasal 31
yang mengatur hak dan kewajiban tentang pengajaran bagi tiap-tiap warga negara dan pemerintah,
pasal 33 yang mengatur tentang (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas
asas kekeluargaan, (2) cabang cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) bumi dan air dan kekayaan-kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya
kemakmuran rakyat, pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara. Dalam pasal 27 dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu tidak ada
kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan. Pasal 28 menyatakan tiap-tiap warga negara mempunyai kemerdekaan berserikat,
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
undang. Pasal 29 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Pada pasal 1
dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik dan
kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Jika pasal demi pasal tersebut di
atas diperhatikan maka jelas bahwa individu dan masyarakat diberi kewajiban dan hak dalam
mengejar kehidupan yang bahagia sejahtera.
 
Dalam Ketetapan MPR nomor II/MPR/l988 tentang tujuan pembangunan nasional dijelaskan bahwa
pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Kesatauan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang
aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai.
Dan pemyataan ini dapat diketahui bahwa kepentingan individu dan kepentingan bersama-sama
mendapat perhatian dan diberi tempat yang sama dalam menciptakan kehidupan yang bahagia
sejahtera.
Berdasarkan ketetapan MPR NO. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila dijelaskan tentang Pandangan Pancasila terhadap hubungan individu dan masyarakat
bahwa. kebahagian manusia akan tercapai jika dapat dikembangkan hubungan yang selaras, serasi,
dan seimbang antara manusia dan masyarakat. Hubungan sosial yang selarasdan serasi, selaras dan
seimbang itu antara individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh nilai-nilal yang
terkandung dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuan.

Dan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini tidak lain adalah
pandangan Pancasila yang memandang hubungan individu dan masyarakat itu secara serasi selaras
dan seimbang dalam menciptakan manusia yang sejahtera dan bahagia lahir batin, dunia dan akhirat.
 

A. Analisa Filsafat Dalam Masalah Pendidikan


Masalah pendidikan, adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. Pengertian yang luas
dari pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh lodge, yaitu bahwa: life is education, and
education is life”, akan berarti bahwa seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu adalah
proses pendidikan segala pengalaman sepanjang hidupnya merupakan dan meberikan
pengaruh pendidikan baginya.
Dalam artinya yang sempit, pendidikan hanya mempunyai fungsi yang terbatas, yaitu
memberikan dasar- dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh, yang
dalam prakteknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dan dalam situasi dan kondisi
serta lingkungan belajar yang serba terkontrol.

Bagaimanapun luas sempitnya pengertian pendidikan, namun masalah pendidikan adalah


merupakan masalah yang berhubungan langsung dengan hidup dan kehiupan manusia.
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya,
dalam membimbing, melatih,mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar
pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan
bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat
dan cirri-ciri kemanusianya Dan pendidikan formal disekolah hanya bagian kecil saja
daripadanya. Tetapi merupakan inti dan bisa lepas kaitanya dengan proses pendidikan secara
keseluruhannya .
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidkan pun
mempunyai ruang lingkup yang luas pula.yang menyangkut seluruh aspek hidup dan
kehidupan manusia. Memang diantara permasalahan kependidikan tersebut terdapat masalah
pendidikan yang sederhan yang menyangkut praktyek dan pelaksanaan sehari-hari, tetapi
banyak pula diantaranya yang menyangkut masalah yang bersipat mendasar dan mendalam,
sehingga sehingga memerlikan bantuan ilmu-ilmu lain dalam memecahkannya. Bahkan
pendidikan juga menghadapi persoalan-persoalan yang rtidak mungkin terjawab dengan
menggunakan analisa ilmiah semata-mata, teta[I memerlukan analisa dan pemikiran yang
mendalam, yaitu analisa filsafat.
Berikut ini akan dikemukakan bebarapa masalah kependidikan yang memerlukan analisa
filsafat dalam memahami dan memecahkannya,antara lain:
1. Masalah kependidkan pertama dan yang mendasar adalah tentang apakah hakikat
pendidikan itu. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia dan merupakan hakikat
hidup manusia itu. Dan bagaimana hubungan anatara pendidkan dengan hidup dan kehidupan
manusia.
2. Apakah pendidkan itu berguna untuk membawa kepribadian manusia, apakah potensi
hereditas yang menentukan kepribadian manusia itu, ataukah faktor–faktor yang berasal dari
luar/ lingkungan dan pendidikan. Mengapa anak yang mempunyai potensi hereditas yang
baik pula tidak mencapai kepribadian yang diharapkan: dan kenapa pula anak yang
mempunyai potensi hereditas yang tidak baik, walaupun mendapatkan pendidkan dan
lingkungan yang baik, tetap tidak berkembang.
3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu. Apakah pendidikan itu untuk individu, atau
untuk kepentingan masyarakat. Apakah pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian
manusia ataukah untuk Pembinaan masyarakat.apakah pembinaan manusia itu semata-mata
untuk dan demi kehidupan riel dan material di dunia ini, ataukah untuk kehidupan kelak
diakhirat yang kekal ?
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab terhadap pedidikan itu,dan sampai dimana
tanggung jawab tersebut.bagaimana hubungan tanggung jawab antar keluarga, masyarakat,
dan sekolah terhedap pendidikan, dan bagaimana tanggung jawab pendidikan tersebut setelah
manusia dewasa,dan sebagainya.
5. Apkah hakikat pribdi manusia itu. Manakah yang lebih utama untuk dididik: akal, perasaan
atau kemauannya, pendidikan jasmani atau pendidikan mentalnya, pendidikan skil ataukah
intelektualnya ataukah kesemuannya itu.
6. Apakah isui kuriulum yang relavan dengan pendidikan yang ideal, dalam masyrakat.
7. Apakah isi kurikulum yang relaevan dengan pendidikan yang ideal, apakah kurikulum
yang mengutamakan pembinaan kepribadian dan sekaligus kecakapan untuk memangku
suatu jabatan dalam masyarakat, ataukah kurikulum yang luas dengan konsekusnsi yang
kurang intensife,p ataukah deangan kurikulum yang terbatas tetapi intensif penguasaanya dan
bersipat praktis pula.
8. Bagaimana metode pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentrlisasi, ataukah
otonomi; apakah oleh Negara ataukah oleh swasta, dan sebagainya.)
9. Bagaimana asas penyelenggara pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi,
ataukah otonomi; apakah oleh negara ataukah oleh swasta, dan sebagainya.)
Masalah-masalah tersebut, merupakan sebagian dari contoh–contoh problematika pendidikan,
yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang mendalam dan
systemmatis, atau analisa filsapat. Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut,analisa
filsafat mnggunakan berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahanya. Di
antara pendekatan (approach) yang digunakan antara lain :
1. Pendekatan secara spekulatif, yang disebut juga sebagai cara pendekatan reflektif, berarti:
memikirkan, mempertimbangkan, juga membayangkan dan menggambarkan. Ini adalah
teknik pendekatan dalam filsafat pada umumnya. Dengan teknik pendekatan ini,
dimaksudkan adalah memikirkan, mempertimbangkan dan menggambarkan tentang sesuatu
obyek untuk mencari hakikat yang sebenarnya. Masalah- masala kependidikan memang
berhubungan dengan hal–hal yang harus diketahui hakikat yang sebenarnya, misalnya apakah
hakikatnya mendidik dan pendidikan itu, hakikat manusia, hakikat hidup, masyarakat
individu, kepribadian,kurikulum, kedewasaan dan sebagainya.
2. Pendekatan normatif, artinya nilai atau aturan dan ketentuan yang brlaku dan dijunjung
tinggi dalam hidup dan kkehidupan manusia. Norma- norma tersebut juga merupakan
masalah-masalah kependidikan, di samping dalam usaha dan proses pendidikan itu sendiri,
sebagai bagai dari kehidupan manusia, juga tidak lepas dari ikatan norma- norma tertentu.
Dengan teknik Pendekatan normatif, dimaksudkan adalah berusaha untuk memahami nilai-
nilai noma yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia dan dalam proses pendidikan,
dan bagaimana hubungan antara nilai-nilai dan norma-norma tersebut dengan pendidikan.
Dengan demikian akan dapat dirumuskan petunjuk-petunjuk ke arah mana usaha pendidikan
diarahkan.
3. Pedekatan analisa konsep Artinya pengertian, atau tangkapan seseorang terhadap sesuatu
obyek. Setiap orang mempunyai pengertian atau tangkapan yang berbeda-beda mengenai
yang sama, tergantung pada perhatian, keahlian dan kecenderungan masing-masing. Konsep
seorang pedagang tentang kerbau misalnya, berada dengan konsep seorang seniman tentang
kerbau yang sama,brbeda pula dengan konsep seorang petani, peternak,seoramg guru,seorang
anak dan sebagainya. Dengan analisa konsep sebagai Pendekatan dalam pilsafat pendidijkan,
dimaksudkan adalah usaha memahami konsep dari para ahli pendidikan, para pendidik dan
orang-orang yang menaruh perhatian atau minat terhadap pendidikan, tentang berbagai
masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Misalnya konsep mereka tentang anak,
tentang jiwa, masyarakat, sekolah, tentang berbagai hubungan (interaksi) yang bersipat
pendidikan, serta nilai-nilai dan norma-norma yang berkaitan dengan proses pendidikan, dan
segalanya .
4. Analisa ilmiah terhadap realitas kehidupan sekarang yang actual (scientific analysis of
current life) Pendekatan ini sasaranya adalah masalah-masalah kependidikan yang actual,
yang menjadi problema masa ini. Dengan menggunakan mtode-metode ilmiah, dapat
didiskripsikan dan kemudian dipahami permasalahan – permasalahan yang hidup dan
berkembang dalam masyrakat dan dalam proses pendidikan serta aktivitas yang berhubungan
dengan pendidikan.
Selanjutnya harry schofield,sebagaimana dikemukakan oleh imam barnadib dalam bukunya
filsafat pendidikan, menekankan bahwa dalam analisa filsapat terhadap maslah-masalah
pendidikan digunakan 2 macam Pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan filsafat histories dan
2. Pendekatan dengan menggunakan fisafat kritis.

Denagan Pendekatan filsafat histories (historiko filosofis), yaitu dengan cara mengadakan
deteksi dari pertanyaan- pertanyaan filosofis yang diajukan, mana-mana yang telah mendapat
jawaban dan para ahlip filsafat sepanjang sejarah. Dalam sejarahny filsafat telah berkenbang
dalam sistematika., jenis dan aliran –aliran filsafat yang tertentu. Oleh karna itu, kalau
diajukan pertanyaan tentang berbagai masalah filosofis dalam bidang pendidikan, jawabanya
melakat pada masing-masing system, jenis dan aliran filsapat tersebut. Dari sekian jawaban
tersebut, kemudian dipilih jawaban mana yang sesuai dan dibutuhkan.
Adapun cara Pendekatan filsafat kritis, dimaksudkan dengan cara mengajukan pertanyaan-
prtanyaan filosofis dan diusahakan jawabannya secara filosofis pula, dengan menggunakan
metode dan Pendekatan filosofis, selanjutnya schofild, mengemukakan ada dua cara analisa
dalam Pendekatan filsafat kritis, yaitu
1. Analisa bahasa (lingualistik) dan
2. Analisa konsep
Analisa bahasa adalah usaha untuk mengadakan interpetasi makna yang dimilikinya.
Sedangkan analisa konsep adalah suatu analisa mngenai istilah- istilah (kata-kata) yang
mewakili gagasan atau konsep.

B. FILSAFAT DAN TEORI PENDIDIKAN


Tidak semua masalah kependidikan dapat dipecahkan dengan mengunakan metode ilmiah
semata-mata. Banyak diantara masalah- masalah kependidikan tersebut yang merupakan
pertanyaan- pertanyaan filosofis, yang memerlukan Pendekatan filosofis pula dalam
memecahkannya. Analisa filsafat terhadap masalah- masalah kependidikan tersebut, dan atas
dasar itu bisa disusun secara sistematis teori- teori pendidikan.disamping itu jawaban-
jawaban yang telah dikemukakan oleh jenis dan aliran fisafat tertentu sepanjang sejarah
terhadap problematika pendidikan yang dihadapinya, menunjukan pandangan- pandangan
tertentu, yang tentunya juga akan memperkaya teori-teori pendidikan. Dengan demikian,
terdapat hubungan fungsional antara filsafat dengan teori pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut, secara legih rinci dapapt
diuraukan sebagai berikut :
C. Filsafat, dalam rati analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara Pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori- teori pendidikannya, disamping menggunakan metode- metode ilmiah
lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek,
misalnya filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebaginya, akan mewarnai pula
pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori- teori pendidikan yang dikembangkannya.
Aliran filsafat tertentu terhadap teori- teori pendidikan yang di kembangkan atas dasar aliran
filsafat tersebut. Dengan kata lain, teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat pendidikan
yang dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta diwarnai oleh
pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
D. Filsafat, juga berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan
oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu,
mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar teori-teori dan
pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam
praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang
dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyarakat
hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di
sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-
teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dan
relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
E. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau
paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat
pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejalan
kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang ada dalam suatu
masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti
terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat
disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu
pendidikan (paedagogik).
Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat
hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saifullah dalam
bukunya “Antara Filsafat dan Pendidikan”, sebagai berikut :
a. Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat
hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral
pendidikannya.
b. Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi
politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi
pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam
pembangunan masyarakat dan Negara.
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat pendidikan dan system
atau teori pendidikan, dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu “supplemen”
terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan
hanya sebagai pengajar di bidang studi tertentu”.
http://www.anakciremai.com/2008/08/analisis-filsafat-dan-teori-pendidikan.html

http://mjieschool.multiply.com/journal/item/36

PENGERTIAN PENDIDIKAN DAN IMPLIKASI

Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan
sehingga banyak merubah pola pikir  pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi
lebih moderan. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan


konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang
sesungguhnya.

Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini
mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi
latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan
pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu kata "paid" artinya
"anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga " pedagogi" dapat di
artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak".
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Wikipedia,  Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar
peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/02/definisi-pendidikan.html

Pendidikan berasal dari kata pedagogi (paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan dan kata
pedagogia (paedagogik) yang berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia
terdiri dari dua kata yaitu ‘Paedos’ (anak, pen) dan ‘Agoge’ yang berarti saya membimbing,
memimpin anak. Sedangkan paedagogos ialah seorang pelayan atau bujang (pemuda, pen) pada
zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak (siswa, pen) ke dan
dari sekolah. Perkataan paedagogos yang semula berkonotasi rendah (pelayan, pembantu) ini,
kemudian sekarang dipakai untuk nama pekerjaan yang mulia yakni paedagoog (pendidik atau ahli
didik atau guru). Dari sudut pandang ini pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang
dalam membimbing dan memimpin anak menuju ke pertumbuhan dan perkembangan secara
optimal agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.

Pendidikan berkaitan erat dengan segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan manusia
mulai perkembangan fisik, kesehatan keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial, sampai
kepada perkembangan Iman. Perkembangan ini mengacu kepada membuat manusia menjadi lebih
sempurna, membuat manusia meningkatkan hidupnya dan kehidupan alamiah menjadi berbudaya
dan bermoral.

Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, Rupert C. Lodge dalam bukunya Philosophy of Education
(New York : Harer & Brothers. 1974 : 23) menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan
itu menyangkut seluruh pengalaman. Namun faktanya bahwa tidak semua pengalaman dapat
dikatakan pendidikan. Mencuri, mencopet, korupsi dan membolos misalnya, bagi orang yang pernah
melakukannya tentunya memiliki sejumlah pengalaman, tetapi pengalaman itu tidak dapat
dikatakan pendidikan. Karena pendidikan itu memiliki tujuan yang mulia, baik dihadapan manusia
maupun dihadapan Tuhan.
Banyak rumusan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya:

a. John Dewey : pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kecakapan mendasar secara
intelektual dan emosional sesama manusia. 

b. JJ. Rouseau : Pendidikan merupakan pemberian bekal kepada kita apa yang tidak kita butuhkan
pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita butuhkan pada saat dewasa. 

c. M. J. Langeveld : Pendidikan merupkan setiap usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi dan
membimbing anak ke arah kedewasaan, agar anak cekatan melaksanakan tugas hidupnya sendiri. 

Menurut Langeveld pendidikan hanya berlangsung dalam suasana pergaulan antara orang yang
sudah dewasa (atau yang diciptakan orang dewasa seperti : sekolah, buku model dan sebagainya)
dengan orang yang belum dewasa yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan.

d. John S. Brubacher : Pendidikan merupakan proses timbal balik dari tiap individu manusia dalam
rangka penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan dengan alam semesta. 

e. Kingsley Price mengemukakan: Education is the process by which the nonphysical possessions of
culture are preserved or increased in the rearing of the young or in the instruction of adults.
(Pendidikan adalah proses yang berbentuk non pisik dari unsur-unsur budaya yang dipelihara atau
dikembangkan dalam mengasuh anak-anak muda atau dalam pembelajaran orang dewasa).

f. Mortimer J. Adler : pendidikan adalah proses dimana semua kemampuan manusia (bakat dan
kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapa pun
untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan
yang baik. 

Definisi di atas dapat dibuktikan kebenarannya oleh filsafat pendidikan, terutama yang menyangkut
permasalahan hidup manusia, dengan kemampuan-kemampuan asli dan yang diperoleh atau
tentang bagaimana proses mempengaruhi perkembangannya harus dilakukan. Suatu pandangan
atau pengertian tentang hal-hal yang berkaitan dengan objek pembahasan menjadi pola dasar yang
memberi corak berpikir ahli pikir yang bersangkutan. Bahkan arahnya pun dapat dikenali juga.

Dari berbagai pandangan di atas dapat dilihat bahwa dikalangan pakar pendidikan sendiri masih
terdapat perbedaan-perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pendidikan ahli
pendidikan itu dan kondisi pendidikan yang diperbincangkan saat itu, yang semuanya memiliki
perbedaan karakter dan permasalahan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap) dalam
meningkatkan potensi diri peserta didik dalam segala aspeknya menuju terbentuknva kepribadian
dan aólaq mulia dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang tepat guna
melaksanakan tugas hidupnya sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2043347-pengertian-pendidikan/

PEMBAHASAN

A. Pendidikan, Pembelajaran, Pengajaran, dan Implikasinya

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri
sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikiann akan menimbulkan perubahan dalam
dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik,
2004: 79).

Pendidikan juga diartikan sebagai upaya manusia secara historis turun-temurun, yang merasa dirinya
terpanggil untuk mencari kebenaran atau kesempurnaan hidup (Salim, 2004:32).

Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat
bangsa dan negara.

Pembelajaran adalah usaha sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat
belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.

Pengajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa.
Pengajaran juga diartikan sebagi interaksi belajar dan mengajar. Pengajaran berlangsung sebagai
suatu proses yang saling mempengaruhi antara guru dan siswa.

Antara pendidikan, pembelajaran dan pengajaran saling terkait. Pendidikan akan dapat mencapai
tujuan jika pembelajaran bermakna dengan pengajaran yang tepat. Sebaliknya pendidikan tidak akan
mencapi tujuan jika pembelajaran tidak bermakna dengan pengajaran yang tidak tepat.

Brunner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah
deskriptif. Prespektif karena tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran
yang optimal. Dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memerikan proses belajar. Teori
belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar,
atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian bagaimana
seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel dalam
teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Teori pembelajaran harus memasukkan variabel metode pembelajaran. Jika tidak, teori ini bukanlah
teori pembelajaran. Ini penting sekali sebab banyak terjadi apa yang dianggap sebagai teori
pembelajaran yang sebenarnya adalah teori. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode
pembelajaran, sedangkan teori belajar sama sekali tidak berurusan dengan metode pembelajaran.

B. Implikasi Prinsip Pembelajaran

Pengertian pembelajaran dapat diartikan secara khusus, berdasarkan aliran psikologi tertentu.
Pengertian pembelajaran menurut aliran-aliran tersebut sebagai berikut: Menurut psikologi daya
pembelajaran adalah upaya melatih daya-daya yang ada pada jiwa manusia supaya menjadi lebih
tajam atau lebih berfungsi.

Psikologi kognitif, pembelajaran adalah usaha membantu siswa atau anak didik mencapai perubahan
struktur kognitif melalui pemahaman. Psikologi humanistik, pembelajaran adalah usaha guru untuk
menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning), yang membuat siswa
dipanggil untuk belajar (Darsono, 2001: 24-25)

Adapun prinsip-prinsip belajar yang perlu diperhatikan terutama oleh pendidik ada 8 yaitu: perhatian,
dalam pembelajaran guru hendaknya tidak mengabaikan masalah perhatian. Sebelum pembelajaran
dimulai guru hendaknya menarik perhatian siswa agar siswa berkonsentrasi dan tertarik pada materi
pelajaran yang sedang diajarkan.

Motivasi, Jika perhatian siswa sudah terpusat maka langkah guru selanjutnya memotivasi siswa.
Walaupun siswa udah termotivasi dengan kegiatan awal saat guru mengkondisikan agar perhatian
siswa terpusat pada materi pelajaran yang sedang berlangsung. Namun guru wajib membangun
motivasi sepanjang proses belajar dan pembelajaran berlangsung agar siswa dapa mengikuti
pelajaran dengan baik.

Keaktifan siswa, Pembelajaran yang bermakna apabila siswa aktif dalam proses belajar dan
pembelajaran. Siswa tidak sekedar menerima dan menelan konsep-konsep yang disampaikan guru,
tetapi siswa beraktivitas langsung. Dalam hal ini guru perlu menciptakan situasi yang menimbulkan
aktivitas siswa.

Keterlibatan langsung, pelibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran adalah penting.
Siswalah yang melakukan kegiatan belajar bukan guru. Supaya siswa banyak terlibat dalam proses
pembelajaran, guru hendaknya memilih dan mempersiapkan kegiatan-kegiatan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.

Pengulangan belajar, Penguasaan meteri oleh siswa tidak bisa berlangsung secara singkat. Siswa
perlu melakukan pengulangan-pengulangan supaya meteri yang dipelajari tetap ingat. Oleh karena itu
guru harus melakukan sesuatu yang membuat siswa melakukan pengulangan belajar.

Materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang siswa merasa bosan dan tidak tertarik
dengan materi yang sedang diajarkan. Untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih
dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang siswa untuk
mempelajarinya.

Balikan atau penguatan kepada siswa, penguatan atau reinforcement mempunyai efek yang besar
jika sering diberikan kepada siswa. Setiap keberhasilan siswa sekecil apapun, hendaknya ditanggapi
dengan memberikan penghargaan.

Aspek-aspek psikologi lain, setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan individu baik
secara fisik maupun secara psikis akan mempengaruhi cara belajar siswa tersebut, sehingga guru
perlu memperhatikan cara pembelajaran yang diberikan kepada siswa tersebut misalnya, mengatur
tempat duduk, mengatur jadwal pelajaran , dll.

C. Implikasi Perkembangan Teori Pembelajaran

Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah teori belajar dan aplikasinya dalam
kegiatan pembelajaran.

Pertama aliran tingkah laku (Behavioristik), belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai
akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang
kongkret atau yang non kongkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Tokoh dalam
aliran ini adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner.

Aplikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan
pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.

Kedua aliran kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku, menekankan pada gagasan bahwa pada bagian-bagian suatu situasi
berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Pengetahuan dibangun dalam diri seseorang
melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Tokoh aliran ini Piaget, David
Ausebel, Brunner.

Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai
orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar
belajar menggunakan benda-benda kongkret, keaktifan siswa amat dipentingkan, guru menyususun
materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru
menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.

Ketiga aliran humanistik, belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat
eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Dalam praktiknya
menggunakan teori belajar Ausebel, teori Bloom, Kolb, dll.

Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif,
mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
belajar.

Keempat teori belajar menurut aliran kontemporer, Teori kontemporer yang bermunculan saat ini
banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar
yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori
ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.

Menurut teori Sibernetik (Budiningsih, 2005:80-81), belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah
teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil
belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah
sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan
proses bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang
dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson.

Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya menarik
perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang ingatan pada prasyarat
belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja,
memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.

Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan
yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan out put-out put yang berkualitas yang
mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya

http://re-searchengines.com/rustanti30708.html

Anda mungkin juga menyukai