Anda di halaman 1dari 5

PERIKATAN &  

PERJANJIAN
 
1.   PERIKATAN
Dengan “perikatan” dapat kita maksudkan sebagai suatu hubungan hukum yang melekatkan
hak dan kewajiban diantara para pihaknya, yang lahir baik karena adanya suatu persetujuan
maupun karena undang-undang. Sebagai konsekuensi bagi para pihak yang mengikatkan diri
ataupun yang terikat dalam hubungan hukum ini adalah timbulnya apa yang dinamakan dalam
dunia hukum dengan istilah “prestasi”, yaitu sesuatu yang dapat dituntut. Prestasi ini secara
umum dapat di bagi menjadi tiga macam, yaitu prestasi untuk menyerahkan sesuatu; prestasi
untuk melakukan sesuatu; dan prestasi untuk tidak melakukan sesuatu.
Pengertian perikatan (verbintenis) memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengertian
perjanjian (overeenkomst). Dikatakan lebih luas karena perikatan itu dapat terjadi karena :
a.       Persetujuan para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang
menyatakan “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya…”. contohnya antara lain : perjanjian jual
beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian kredit, perjanjian deposito, dan lainnya.
b.      Undang-undang, sebagaimana dimaksud Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan itu dapat
timbul dari undang-undang saja atau dari undang-undang karena perbuatan orang.
Selanjutnya Pasal 1353 KUH Perdata menjelaskan bahwa perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang karena perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan
melanggar hukum. Atas dasar kedua pasal tersebut, dapat dikemukakan contoh sebagai
berikut :
1)      Dari undang-undang semata, misalnya Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor : 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa Kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
2)      Dari undang-undang karena perbuatan :
a.       Halal (tidak melanggar hukum), misalnya zaakwaarneming atau perwakilan
sukarela atau mewakili kepentingan orang lain tanpa diminta atau disuruh oleh orang
itu, seperti yang dimaksud oleh pasal 1354 KUHPerdata : “jika seseorang dengan
sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu mewakili urusan orang lain
dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan
dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut sehingga orang yang
diwakili kepentingan dapat mengerjakan sendiri urusan itu…”. Misalnya, A
bertetangga dengan B. Pada suatu saat A pergi ke luar negeri selama 3 bulan.  B
sebagai tetangga, melihat pekarangan rumah A kotor, tidak terawat dan merusak
pemandangan rumah B. Karena itulah B secara sukarela dengan tidak mendapatkan
perintah dari A merawat dan membersihkan pekarangan  rumah A. Terhadap
peristiwa seperti ini maka berdasarkan pasal 1354, B wajib untuk terus menerus
membersihkan dan merawat rumah A,  sampai dengan A dapat mengerjakan sendiri
pekerjaan itu.
b.      Melanggar hukum (onreehtmatige daad) seperti yang dimaksud oleh pasal 1365
KUHPer : “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang
lain karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Misalnya, motor milik A yang sedang diparkir ditabrak oleh mobil yang dikendarai
oleh B yang sedang dalam keadaan mabuk. Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata, A
dapat menuntut B untuk memberikan ganti rugi pada A, atas kerugian yang diderita
oleh A yang dikarenakan perbuatan B.
 
2.   PERJANJIAN
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri
terhadap satu orang lain atau lebih.
Syarat-syarat sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 syarat seperti yang ditegaskan oleh pasal
1320 KUH Perdata, yaitu :
1)      Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2)      Kecakapan untuk membuat suatu Perikatan
3)      Suatu hal tertenu
4)      Suatu sebab yang halal”
Syarat no. 1 atau kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan syarat no. 2 atau kecakapan
untuk membuat suatu perikatan disebut sebagai syarat subjektif, yaitu untuk subjek hukum atau
orangnya. Sedangkan syarat no. 3 atau suatu hal tertentu dan syarat no.4 suatu sebab yang halal
disebut syart objektif, yaitu syarat untuk objek hukum atau bendanya.
1)   Kesepakatan 
Syarat no. 1 mengenai kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau
dengan kebebasan. Adanya kebebasan bersepakat (konsensual) para subjek hukum atau
orang, dapat terjadi dengan secara tegas, baik dengan mengucapkan kata atau dengan tertulis,
maupun secara diam, baik dengan suatu sikap atau dengan isyarat.
a.            Kebebasan bersepakat
Kebebasan bersepakat (konsensual) secara tegas dengan mengucapkan kata, seperti yang
terjadi antara penjual dengan pembeli, antara peminjam uang dengan yang meminjamkan,
antara penyewa dengan yang menyewakan rumah, semua dengan tawar-menawar yang
diikuti dengan kesepakatan. Hal ini dapat terjadi dengan bertemunya pihak-pihak kreditur
dengan debitur, melalui telepon atau dengan melalui perantara.
b.      Perjanjian tanpa unsur Kebebasan
Suatu Perjanjian dikatakan tidak memuat unsur kebebasan, apabila memuat salah satu
unsur dari tiga unsur ini:
i)        Unsur Paksaan (dwang), adalah paksaan terhadap badan (fisik) dan paksaan
terhadap jiwa (psikis) dan paksaan yang dilarang oleh Undang-undang. Tetapi
dalam hal ini, di dalam Undang-undang ada suatu unsur paksaan yang diijinkan
oleh Undang-undang, yakni paksaan dengan alasan akan dituntut di muka hakim,
apabila pihak lawan tidak memenuhi prestasi yang telah ditetapkan
ii)      Unsur Kekeliruan (dwaling), Kekeliruan dapat terjadi dengan 2 kemungkinan,
yaitu
1.      Kekeliruan terhadap orang atau subjek hukum, misalnya perjanjian akan
mengadakan pertunjukan lawak, akan tetapi undangan untuk pelawaknya salah
alamat, karena namanya sama.
2.      Kekeliruan terhadap barang atau objek hukum, misalnya jual-beli dengan
monster tetapi yang diberikan salah, karena barangnya sama dan yang berbeda
ialah tahunya.
iii)    Unsur Penipuan (bedrog) Apabila terjadi suatu pihak dengan sengaja
memberikan keterangan yang tidak benar. Suatu perjanjian yang mengandung salah
satu unsur paksaan, kekeliruan ataupun penipuan dapat dituntut pembatalannya
sampai batas jangka waktu 5 tahun seperti dimaksud oleh pasal 1454 KUH Perdata.
2)   Kecakapan (Cakap Hukum)
Berkenaan dengan cakap atau tidak cakapnya seseorang untuk membuat suatu persetujuan,
Pasal 1330 KUH Perdata telah memberikan batasannya. Batasan tersebut adalah siapa-siapa
saja yang menurut hukum dikatakan tidak cakap untuk membuat suatu persetujuan :
a.   orang yang belum dewasa, contohnya antara lain :
Kecakapan untuk membuat perjanjian (overeenkomst) apabila berumur
minimal 21 tahun atau sebelumnya telah melangsungkan pernikahan (di atur dalam
Pasal 330 KUHPerdata)
Kecakapan untuk melangsungkan perkawinan menurut Pasal 7 Undang-
Undang NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, bagi seorang laki-laki berumur
minimum 19 tahun dan bagi wanita berumur minimum 16 tahun.
Kecakapan untuk mempunyai hak memilih dalam PEMILU apabila pada
hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) atau sudah/pernah kawin
(Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah)
Kecakapan untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum dalam
penuntutan terhadap perbuatan pidana adalah apabila telah berumur 16 (enam belas)
tahun (Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
b.   orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), contohnya antara lain : gangguan
jiwa seperti sakit saraf atau gila, pemabuk atau pemboros
c.   Wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (mengenai
ketidakcakapan wanita ini telah dicabut oleh UU No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan).

3)   Hal Tertentu
Sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian, menurut pasal 1320 KUHPer ialah suatu hal tertentu.
Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya. Hal
tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh Pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian
mengenai : 1. Jenis barang;  2. kualitas dan mutu barang; 3. buatan pabrik dan dari negara
mana; 4. buatan tahun berapa; 5. warna barang; 6. ciri khusus barang tersebut; 7. jumlah
barang; 8. uraian lebih lanjut mengenai barang itu.
4)   Sebab Yang Halal (causa yang halal)
Syarat ke empat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 KUHPer adalah adanya sebab (causa)
yang halal. Dalam pengertaian ini pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian
itu harus melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu
kuat.

Anda mungkin juga menyukai