Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengungkapan perusahaan dapat mempengaruhi persepsi terhadap prospek

finansial masa mendatang perusahaan baik untuk pihak eksternal, stakeholder seperti

analis saham, pasar modal dan investor institusional (Brammer danPavelin, 2006).

Pengungkapan informasi tentang perilaku perusahaan dan hasil tentang tanggung

jawab sosial dapat membantu membangun citra positif di antara stakeholder (Orlitzky

et al.,2003). Perusahaan yang terlibat dalam kegiatan sosial akan memiliki hubungan

yang lebih baik dengan investor (Gelb dan Strawser's, 2001 di Orlitzky et al, 2003).

Keputusan perusahaan untuk melakukan CSR didasarkan pada beberapa

alasan, seperti kompensasi kontrak untuk manajer, peningkatan harga saham pada

perusahaan yang menerapkan CSR (Baron, 2007 di Utama, 2008), dan kegiatan sosial

yang sah bagi perusahaan (Stratling, 2007), juga digunakan untuk kepentingan

manajer (Ness dan Mirza, 1991 di Gibson dan O'Donovan, 2007). Melakukan CSR

akan menempatkan manajer untuk menghadapi konflik kepentingan untuk

memaksimalkan tujuan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain yang

memiliki kepentingan yang berbeda, dan kepentingan mereka sendiri mengenai

kompensasi manajemen yang berbasis pada manajemen laba. Dalam ketiadaan kriteria

yang jelas pada sistem kinerja manajemen disebabkan manajer tidak dapat

dievaluasi,sehingga manajer mungkin untuk menggunakan sumber daya perusahaan

untuk kepentingan sendiri, dengan tidak mematuhi peraturan keuangan dan kebutuhan

masyarakat pada umumnya (et al Chih, 2008.).


Salah satu konsekuensi yang terburuk dari tindakan seperti manipulasi

laba adalah menyamarkan nilai sebenarnya dari aset suatu perusahaan, transaksi, atau

posisi keuangan, dan perusahaan kehilangan dukungan dari stakeholder (Zahra et al,

2005.). Upaya pengendalian yang dilakukan oleh para stakeholder terhadap praktek

manajemen laba dapat memberi ancaman pada posisi manajer dan merusak reputasi

perusahaan, sehingga manajer dapat membuat semacam kegiatan sosial dan

cenderung untuk menggunakan kegiatan CSR sebagai alat yang sangat berguna untuk

mendapatkan dukungan stakeholder (Sebelum et al,2008.). Menekankan pada etika

dan moral dalam kegiatan yang bertanggung jawab pada sosial akan meningkatkan

kepuasan stakeholders dan membangun citra positif antara stakeholder (Orlitzky et al,

2003.). Perusahaan dengan komitmen CSR yang tinggi cenderung untuk melakukan

agresivitas laba dengan menunda laporan kerugian dan meningkatkan laporan laba

(Chih et al, 2008.).

CSR bisa membuat masalah agency bertambah buruk, seperti memberikan

pihak dalam perusahaan melakukan manajemen laba untuk menutupi kegiatan dari

pihak luar, sehingga perusahaan yang memiliki CSR yang tinggi cenderung untuk

memanipulasi hasil kegiatan dari berbagai tujuan (Jensen, 2001;. Leuz et al,2003 di

Chih et al, 2008).. Cespa dan Cestone (2007) juga menyatakan bahwa penekanan

diberikan oleh aktivis CSR akan menjadi strategi self-entrenchment untuk CEO yang

dihadapkan dengan tekanan dari pemegang saham yang merasa bahwa kebutuhan

mereka merasa terganggu dari hasil praktek manajemen laba.

Untuk mencapai keuntungan CSR yaitu peningkatan nilai perusahaan dalam

jangka panjang, memerlukan peran yang terintegrasi antara corporate governance

(corporate governance) dengan strategi CSR. Corporate governance yang baik tidak

hanya mengurangi biaya agensi, tetapi juga memajukan nilai stakeholder (Jamali et al,
2008.). Corporate governance yang efektif diperlukan untuk meyakinkan shareholder

dan stakeholder berdasarkan ketentuan dan peraturan, serta meningkatkan kerja

perusahaan melalui pengendalian manajemen (Keasy dan Wright,1997).

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Prior et al. (2008) dan Chih et al. (2008), bahwa reinvestigatasi

pengaruh manajemen laba dan corporate governance terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial. Corporate governance mempunyai peran penting untuk

menentukan dan mengendalikan pelaksanaan CSR, corporate governance efektif

sebagai pondasi dasar menuju sebuah CSR yang terintegrasi (Jamali et al, 2008.).

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka penelitian ini berjudul

“PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN MANAJEMEN

LABA TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY”
Perumusan Masalah dan Batasan Masalah

1.1.1. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka perumusan masalah yang

dapat di angkat dalam penelitian ini adalah :

1) apakah manajemen laba mempengaruhi CSR perusahaan; dan

2) apakah corporate governance mempengaruhi CSR perusahaan.

1.1.2. Batasan Masalah

Untuk memusatkan penelitian pada pokok permasalahan diatas, maka batasan

yang diberlakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Corporate governance diproksikan dengan proporsi dewan direksi independen,

kepemilikan institusional, dan komite audit.

2. Yang menjadi obyek penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar

di BEJ dan bersedia disurvey oleh IICG pada tahun 2006 – 2008 dengan

mengambil sampel berdasarkan pemeringkatan 10 perusahaan setiap

tahunnya.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.2.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh manajemen laba dan

tata kelola perusahaan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. .

1.2.2. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1) kontribusi terhadap perkembangan akuntansi khususnya berkenaan dengan


literatur manajemen laba dan perluasan model tata kelola perusahaan yang

terkait dengan kebijakan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan,

2) Sinyal peringatan bagi pemerintah yang menyiapkan ketentuan mengenai

dampak peraturan dan pelaporan operasi CSR, dan

3) Pemahaman untuk manajemen tentang pentingnya transparansi dan

akuntabilitas untuk menyiapkan informasi tentang CSR.

1.2 Kerangka Pemikiran

Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR)

merupakan usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya

terhadap kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan

tersebut, termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain, para

karyawan, dan investor. CSR memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial

ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung

jawab di bidang hukum (Rosmasita, 2007).

Kini semakin banyak perusahaan semakin memahami pentingnya

pengungkapan informasi sosial. Pengungkapan informasi sosial ini ditujukan tidak

hanya pada pemegang saham atau investor, tetapi kepada semua pihak yang

berkepentingan demi mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang.

Melakukan CSR akan menempatkan manajer untuk menghadapi konflik

kepentingan untuk memaksimalkan tujuan pemegang saham dan pemangku

kepentingan lain yang memiliki kepentingan yang berbeda, dan kepentingan mereka

sendiri mengenai kompensasi manajemen yang berbasis pada manajemen laba. Dalam

ketiadaan kriteria yang jelas pada sistem kinerja manajemen disebabkan manajer tidak
dapat dievaluasi,sehingga manajer mungkin untuk menggunakan sumber daya

perusahaan untuk kepentingan sendiri, dengan tidak mematuhi peraturan keuangan

dan kebutuhan masyarakat pada umumnya (et al Chih, 2008.).

Untuk mencapai keuntungan CSR yaitu peningkatan nilai perusahaan dalam

jangka panjang, memerlukan peran yang terintegrasi antara corporate governance

(corporate governance) dengan strategi CSR. Corporate governance yang baik tidak

hanya mengurangi biaya agensi, tetapi juga memajukan nilai stakeholder (Jamali et al,

2008.). Konsep corporate governance dapat didefinisikan sebagai serangkaian

mekanisme untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan agar

operasional perusahaan berjalan sesuai dengan harapan para pemangku kepentingan

(stakeholders).

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan

eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba

merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan,

manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu

pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut

sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000).

Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam

akuntansi keuangan. Beberapa pihak yang berpendapat bahwa manajemen laba

merupakan perilaku yang tidak dapat diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen

laba berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Investor

mungkin tdak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk

mengevaluasi return dan risiko portofolionya (Ashari dkk, 1994) dalam Assih (2004).

Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua.

Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan


utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs

(oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba

dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana

manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka

dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk

keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Durnev dan Kim (2003)

menemukan bahwa perusahaan yang struktur kepemilikannya lebih terkonsentrasi dan

perusahaan tersebut berukuran besar maka perusahaan cenderung akan menerapkan

praktik corporate governance yang berkualitas tinggi. Albert dan Richardson (1990)

serta Lee & Choi (2002) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang

memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-

perusahaan kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar,

sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perusahaan yang kurang memiliki dorongan

untuk melakukan manajemen laba akan menerapkan praktik corporate governance

yang berkualitas tinggi.

Berbagai karakteristik perusahaan yang diduga mempengaruhi kualitas

implementasi corporate governance di suatu perusahaan, Peneliti memasukkan profil

perusahaan, tipe perusahaan, dan leverage sebagai variabel kontrol. Alasan

digunakannya variabel kontrol yaitu karena diluar model penelitian yang dibuat,

diduga masih ada variabel lain yang bisa mempengaruhi variabel dependen.

1.3Pengembangan Hipotesis
1.3.1 Manajemen laba dan Tanggungjawab Sosial Perusahaan

Fleksibilitas manajemen dalam penyusunan laporan laba dapat mengurangi

keandalan laporan keuangan dimana tidak mewakili kondisi riil pendapatan yang

diperoleh oleh perusahaan. Metode untuk membuat manajer untuk melindungi

posisinya dan menjaga minatnya adalah dengan melibatkan manajer untuk

kegiatan yang secara luas bertujuan untuk mengembangkan hubungan dengan

stakeholder perusahaan dan aktivis lingkungan, yang umumnya dikenal sebagai

CSR, untuk mendapatkan dukungan dari kelompok sebelumnya (Prior et al,

2008.). Masyarakat menekankan juga untuk bisa mengubah strategi pengungkapan

lingkungan, karena memiliki dampak langsung terhadap biaya politik perusahaan,

pada waktu penuntut menuduh dan menghukum perusahaan untuk lingkungan

bekerja mereka yang buruk (Cormier et al, 2005.).

Argumen lain untuk membenarkan penggunaan strategi CSR oleh manajer

melakukan laba manajemen terkait dengan inisiatif (entrechment) implementasi.

Operasi kegiatan tanggung jawab sosial dianggap sebagai strategi galian untuk

CEO dalam menghadapi menekan dari stakeholder yang terkena dampak usaha,

sebagai hasil dari manajemen laba praktek (Sebelum et al, 2008.). Manajer yang

memiliki insentif untuk praktek manajemen laba akan sangat proaktif dalam

mendukung perlindungan masyarakat dan stakeholders melalui aktivitas tanggung

jawab sosial, sehingga kita dapat menerima hipotesis berikut:

H1: manajemen laba dan corporate governance dipengaruhi oleh jawab sosial

perusahaan pengungkapan tanggung jawab

1.3.2 Corporate Governance dan pengungkapan CSR


Perusahaan merasa perlu untuk memperkuat tata kelola perusahaan sebagai

upaya untuk mengontrol aspek negatif CSR bagi masyarakat, seperti kecurangan

perusahaan, pelanggaran hukum dan peraturan, dan gangguan fungsi norma-norma

sosial (Kurihama, 2007). CSR sebagai fokus tata kelola perusahaan yang akan

menjadi alat untuk menggabungkan perhatian terhadap sosial dan lingkungan ke

dalam proses pengambilan keputusan bisnis, yang tidak hanya akan bermanfaat bagi

investor, tetapi juga pelanggan dan masyarakat (Gill, 2008).

Beltratti (2005) menyatakan bahwa CG dan CSR memiliki hubungan positif

dengan nilai pasar perusahaan, dimana mekanisme jangka panjang harus mampu

menyediakan sumber daya terbaik untuk perusahaan dengan memaksimalkan bottom

line secara luas. Money dan Schepers (2007) dalam penelitian di Inggris, menemukan

bahwa untuk saat ini ada perubahan dalam bisnis, yang tidak hanya didasarkan pada

akuntabilitas untuk memaksimalkan nilai stakeholder saja, yang mengakibatkan

pendekatan tata kelola perusahaan jangka pendek untuk stakeholder menjadi strategi

jangka panjang yang berkesinambungan.

1.3.2.1Komposisi Dewan Direksi Independen

Proporsi dewan direksi adalah mekanisme penting untuk kehadiran

direktur non-eksekutif sebagai metode untuk mengontrol tindakan direktur eksekutif

dan memastikan direktur eksekutif bisa membuat kebijakan yang konsisten dengan

kepentingan pemegang saham (Fama, 1980 di Weir et al, 2002.). Mekanisme tata

kelola perusahaan yang mempunyai peran untuk memantau kualitas informasi

keuangan, dan direksi di luar memiliki peran penting dalam menentukan dan

mengendalikan tanggung jawab sosial perusahaan (Ajinkya et al, 2005).

Selain bertanggung jawab untuk melindungi pemegang saham, manajer juga


memiliki etika dalam setiap keputusan yang dibuat terhadap stakeholders dari

perusahaan lain (Howton et al, 2008.). Lebih lanjut, Howton et al. (2008) juga

menyatakan bahwa ada juga kebutuhan perbedaan antara stakeholder, dimana

diperlukan tanggung jawab etis dari dewan direktur perusahaan, yang tercermin dari

struktur, independensi dan ukuran dewan direksi. Donoher dan Reed (2007) juga

menyatakan bahwa keberadaan dewan direksi sebagai pengendali dapat mengurangi

hubungan antara motivasi eksekutif dalam menggunakan warisannya dengan

pengungkapan menyesatkan untuk stakeholder. Hal ini bisa terjadi karena dewan

direksi memiliki kemampuan untuk mengevaluasi strategi dan bekerja, sehingga

memungkinkan dewan untuk menemukan dan memperbaiki aktifitas manajer yang

salah.

Mackenzie (2007) mengatakan bahwa dewan direksi perusahaan memiliki

peran penting dalam perusahaan untuk memenuhi standar tanggung jawab sosial

perusahaan. Haniffa dan Cooke (2002) menunjukkan bahwa ada hubungan antara

proporsi direktur non eksekutif dalam dewan direksi dengan pengungkapan sukarela

perusahaan. Penelitian menenmukan bahwa tata kelola perusahaan harus dianggap

sebagai titik yang mempengaruhi pengungkapan, seperti keberadaan dewan direktur

independen dapat mempengaruhi manajer dalam laporan tahunan. Hasil temuan

Barako et al. (2006) di Bursa Efek Nairobi menunjukkan bahwa proporsi direktur

non-eksekutif dewan direksi secara signifikan berhubungan negative terhadap

pengungkapan sukarela. Sedangkan temuan Lim et al.(2007) perusahaan di Australia

menemukan bahwa: (1) ada hubungan positif antara dewan direksi dengan sukarela

pengungkapan dalam laporan tahunan, dan (2) dewan komite independen lebih

sukarela dalam memberi progresif informasi dan informasi strategis.

Lebih banyak proporsi dewan direktur independen dalam struktur dewan,


diharapkan dapat secara efektif meningkatkan kebijakan dan strategi, juga tindakan

manajemen untuk memberikan konsisten pengungkapan informasi sosial dengan

kepentingan stakeholder perusahaan, sehingga diusulkan hipotesis berikutnya:

H2: Proporsi dewan direktur independen dalam mekanisme tata kelola perusahaan

mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

1.3.2.2Kepemilikan Institusional

Investor kelembagaan dengan perspektif jangka panjang cenderung untuk

memahami tanggung jawab sosial perusahaan sebagai pertimbangan utama dalam

pengambilan keputusan investasi (Aguilera et al.,2006). Barako et al. (2006)

menemukan bahwa di sebuah perusahaan di Kenya menyatakan bahwa kelembagaan

kepemilikan asing mempunyai hubungan positif dengan rating pengungkapan

sukarela. Implikasi dari temuan ini adalah bahwa dengan atau tanpa kepemilikan

institusional harus meningkatkan kualitas rating pengungkapan sukarela untuk

mendapatkan calon investor (lokal maupun asing) efektif. Walaupun, dampak

kepemilikan institusional tidak selalu netral, ketika investor membuat keputusan

penting jangka pendek yang disebabkan oleh informasi yang terbatas tentang

perusahaan atau industri itu sendiri (Graves dan Waddock, 1990).

Kepemilikan institusional sebagai mekanisme dalam tata kelola perusahaan

yang dapat meningkatkan kualitas investasi berkaitan dengan tanggung jawab sosial,

sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang. Lebih jauh

kepemilikan institusional diharapkan untuk mendukung operasi dan informasi dari

tanggung jawab sosial secara luas, sehingga hipotesis berikutnya dapat diusulkan:

H3: Kepemilikan institusional sebagai mekanisme dalam tata kelola perusahaan

mempengaruhi pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.


1.3.2.3Komite Audit

Komite audit umumnya dianggap sebagai mekanisme kontrol yang

meningkatkan fungsi atestasi audit dalam penyusunan laporan keuangan eksternal,

sehingga direksi non-eksekutif dalam dewan direksi biasanya mendelegasikan kontrol

tanggung jawab laporan keuangan untuk komite audit demi meningkatkan relevansi

dan keandalan laporan tahunan (Bradbury, 1990; DeZoort, 1997; Wolnizer, 1995 di

Barako et al. (2006). Fungsi audit independen terlibat dalam kegiatan perusahaan

dapat mempengaruhi akuntabilitas dan implementasi strategi CSR (Rodgers et al,

2007.).

Ho dan Wong (2001) memberikan bukti empiris bahwa ada pengaruh yang

positif pengungkapan sukarela antara perusahaan dengan adanya komite audit

perusahaan. Lebih jauh, Kurihama (2007) menyatakan bahwa sistem audit adalah

integral dan elemen sistem untuk membangun sistem tata kelola perusahaan yang

ditetapkan untuk menjamin operasi tanggung jawab sosial perusahaan. Komite Audit

juga bisa menjadi mekanisme kontrol yang meningkatkan kualitas arus informasi

antara pemegang saham dan manajer, terutama di penyusunan laporan keuangan

lingkungan, di mana keduanya memiliki informasi yang berbeda nilai (Barako et al,

2006.). Sebagai bagian integral dari tata kelola perusahaan, Komite Audit diharapkan

dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam melakukan dan

menginformasikan pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan

perusahaan, sehingga hipotesis berikutnya bisa diusulkan:

H4: Komite Audit dalam mekanisme tata kelola perusahaan mempengaruhi

pengungkapan tanggung jawab social perusahaan.

1.4Metode Penelitian
1.4.1 Sampel Penelitian

1.4.2 Operasional Variabel Penelitian

a. Variabel Dependen

Variabel dependen dari penelitian ini adalah pengungkapan CSR yang

diwakilkan menggunakan ICSR berdasarkan Global Reporting Initiatives (GRI) yang

diperoleh dari website www.globalreporting.org. Indikator GRI digunakan termasuk:

ekonomi (9 item), lingkungan (30 item), praktek tenaga kerja (14 item), hak manusia

(9 item), masyarakat (8 item), tanggung jawab produk (9 item),dan pengaruh produk

dan servis (12 item). ICSR setiap perusahaan dihitung sebagai berikut. (Haniffa dan

Cooke, 2002):

Dimana :

ICSR : index corporate social responsibility dari j

Nj : nj: jumlah item pengungkapan untuk perusahaan j, nj = 91

Xij: 1 = jika item i mengungkapkan, 0 = jika item i tidak mengungkapkan

b. Variabel Independen

1. Manajemen Laba

Manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap

proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa

keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Penggunaan discretionary accruals sebagai

proksi manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model

(Dechow et al., 1995).

TAC = Nit – CFOit.…………………………………………………….…....(1)


Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi OLS sebagai

berikut:

TAit/Ait-1 = β1 (1 / Ait-1) + β2 (ΔRevt / Ait-1) + β3 (PPEt / Ait-1)

+e…………(2)

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals (NDA)

dapat dihitung dengan rumus :

NDAit = β1 (1 / Ait-1) + β2 (ΔRevt / Ait-1 - ΔRect/ Ait-1) + β3 (PPEt /

Ait-1)...(3)

Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:

DAit = TAit / Ait-1 – NDAit..……………..………….…..……..……………....(4)

Keterangan :

DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t

Nit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke-t

CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1

ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t

PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t

ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t

e = error

Discretionary accrual merupakan suatu ukuran untuk mengetahui besarnya manipulasi

laba yang dilakukan manajemen Dechow(1995), Sweeny (1995) dan Healy dan

Wahlen (1999).
2. Corporate Governance

a) Proporsi Dewan Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi

dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham

pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat

mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-

mata demi kepentingan perusahaan (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2004).

Proporsi dewan komisaris independen diukur dengan menggunakan indikator

persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh

ukuran anggota dewan komisaris perusahaan.

b) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional jangka panjang, akan cenderung mengontrol

blockholder, sehingga memiliki efek positif bagi CSR perusahaan (Neubaum dan

Zahra,2006). Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang

dimiliki oleh institusi (Beiner et al, 2003). Dalam penelitian ini diukur dengan

menggunakan indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh

modal saham yang beredar.

c) Komite Audit

Komite audit melakukan pengawasan untuk meningkatkan efektifitas dalam

menciptakan laporan keuangan yang terbuka, memenuhi syarat, mengikuti peraturan

yang berlaku, dan memiliki control internal yang baik. (Sulistyanto,2008 :141).

Dalam penelitian ini komite audit dihitung menggunakan pendekatan dikhotomi,

dengan nilai 1, jika dalam laporan audit di dalam laporan keuangan tahunan, dan nilai

0 jika tidak terdapat laporan audit di laporan keuangan tahunan.

c. Variabel Kontrol
1. Profil Perusahaan

Perusahaan besar didorong untuk menyiapkan pengungkapan laporan

perubahan lingkungan untuk menunjukkan kegiatan social mereka yang sah dan juga

konsisten dalam mendukung tata kelola masyarakat yang baik, dan cenderung untuk

menggunakan komunikasi formal dalam laporan tahunan sebagai upaya untuk

menyebarluaskan informasi terkait kegiatan perusahaan (Cowen et al.,1987 di

Brammer dan Pavelin,2006). Profil perusahaan dianggap menggunakan log total

penghasilan.

2. Tipe Perusahaan

Wallace et al.(1994) di Brako et al,(2006) menyatakan perusahaan dalam

industry dihadapkan pada kondisi yang akan mempengaruhi pengungkapan. Jenis

industry dalam penelitian ini berdiferensiasi menjadi high-profile dan low-profile.

Yang dikategorikan high-profile adalah perusahaan agricultural, pertambangan,

industry kimia, industry makanan, property dan real estate, dan juga infrastruktur, dan

transportasi. Dimana yang dikategorikan perusahaan low-profil adalah perusahaan

yang melakukan penjualan, servis dan investasi. Perusahaan dengan kategori high-

profile diberikan angka 1, sedangkan untuk perusahaan dengan kategori low-profil

akan diberikan angka 0.

3. Leverage

Leverage perusahaan diukur dengan membagi antara total hutang dengan total

aktiva (Black dkk, 2003; Darmawati, 2006).

1.5 Uji Hipotesis

Alat analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah regresi

berganda. Model penelitian bisa dituliskan dalam persamaan regresi:


ICSRit = a0+a1EMit+a2KOMit+a3INSTit+a4AUDITit+a5SIZEit+a6TIPEit+a7LEVit +e

Dimana :

ICSRit = index Pengungkapan CSR perusahaan i pada tahun t

EMit = manajemen laba perusahaan i pada tahun t

KOMit = komposisi dewan direktur independen perusahaan i pada tahun t

INSTit = persentase kepemilikan institusional perusahaan i pada tahun t

AUDITit = komite audit perusahaan i pada tahun t

SIZEit = profil perusahaan pada perusahaan i pada tahun t

TIPEit = jenis perusahaan pada perusahaan i pada tahun t

LEVit = leverage perusahaan pada perusahaan i pada tahun t

e = error
I. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini meliputi latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis penelitian,

metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan.

II. LANDASAN TEORI

Bab ini berisi dasar teori yang dijadikan pedoman dalam melakukan

analisis penelitian.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini meliputi metode pengumpulan data, teknik pengambilan sampel,

alat analisis, variabel penelitian dan pengukurannya, serta pengujian hipotesis.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisis dan hasil pembahasan dari masalah yang diteliti

menggunakan alat analisis.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai