Anda di halaman 1dari 16

‘ENERGI PANAS BUMI DAN PEMBANGKITAN LISTRIK TENAGA PANAS BUMI’

Pendahuluan

Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus meningkat
dan untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui pemilihan energi
alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu energi altematif tersebut adalah
pemanfaatan energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia. Tulisan ini akan
menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan peranan energi panas bumi
dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia.

Keberhasilan pembangunan pada PELITA V telah meletakkan dasar-dasar


pembangunan industri yang akan dilaksanakan pada PELITA VI dan tahun-tahun berikutnya,
ternyata mempunyai konsekwensi dalam hal penyediaan energi listrik untuk dapat
menggerakkan kegiatan industri yang dimaksud. Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik
yang terus meningkat ini, usaha diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan. Salah satu
usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan energi panas bumi
sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar pemikiran ini adalah mengingat
cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di Indonesia, namun pemanfaatannya masih
sangat sedikit. Indonesia sebagai negara vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang
dianggap potensial untuk eksplorasi energi panas bumi.

Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan secara
optimal, kiranya kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi bersama-
sama dengan sumber energi lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas bumi
sebagai penyedia energi listrik seperti yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah dan Jawa
Barat akan sangat membantu dalam pengembangan energi panas bumi lebih lanjut.

Dasar Teori

Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari hasil reaksi
nuklir yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan alam semesta ini. Reaksi
nuklir yang masih terjadi secara alamiah di alam semesta pada saat ini adalah reaksi fusi
nuklir yang terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya. Reaksi
fusi nuklir alami tersebut menghasilkan panas berorde jutaan derajat Celcius. Permukaan
bumi pada mulanya juga memiliki panas yang sangat dahsyat, namun dengan berjalannya
waktu (dalam orde milyard tahun) suhu permukaan bumi mulai menurun dan akhirnya tinggal
perut bumi saja yang masih panas berupa magma dan inilah yang menjadi sumber energi
panas bumi.

Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa sumber
air panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang,
terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan energi
panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia pada tahun
1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara komersial untuk pembangkit
tenaga Isitrik

Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan oleh
alam seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di Indonesia
tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan energi primer dunia.
Sebagai gambaran sedikitnya atau terbatasnya energi tersebut adalah berdasarkan data pada
Tabel I. ]

Tabel 1 Cadangan energi primer dunia.

1
cadangan Minyak Bumi Indonesia 1,1 % Timur Tengah 70 %
Cadangan Gas Bumi Indonesia 1-2 % Rusia 25 %
Cadangan Batubara Indonesia 3,1 % Amaerika Utara 25 %

Sedangkan cadangan energi panas bumi di Indonesia relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan cadangan energi primer lainnya, hanya saja belum dimanfaatkan secara
optimal. Selain dari pada itu panas bumi adalah termasuk juga energi yang terbarukan, yaitu
energi non fosil yang bila dikelola dengan baik maka sumberdayanya relatif tidak akan habis,
jadi amat sangat menguntungkan.

Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan menjadi:

1. Energi panas bumi "uap basah"


Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar dari
perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk menggerakkan
turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini jarang ditemukan termasuk di
Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar berupa uap basah yang mengandung sejumlah
air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum digunakan untuk menggerakkan turbin.

Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah".

Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan
tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap dan 80
% air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini diperlukan separator
untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah dipisahkan dari air diteruskan ke turbin
untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan airnya disuntikkan kembali ke dalam bumi
untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah. Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar
pemanfaatan energi panas bumi "uap basah" dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Energi panas bumi "air panas"


Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang
disebut "brine" dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral ini,
maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab dapat menimbulkan penyumbatan pada
pipa-pipa sistim pembangkit tenaga listrik. Untuk dapat memanfaatkan energi panas bumi
jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem utama) yaitu wadah air panas sebagai
sistem primemya dan sistem sekundernya berupa alat penukar panas (heat exchanger) yang
akan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin.

2
Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal pemanfaatannya
lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya. Skema pembangkitan
tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat pada Gambar 2.

Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "air panas"

3. Energi panas bumi "batuan panas"


Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi akibat
berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus diambil sendiri
dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan dibiarkan menjadi uap panas,
kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali sebagai uap panas untuk menggerakkan
turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak jauh di dalam perut bumi, sehingga
untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang memerlukan biaya cukup
tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas" dapat dilihat
pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"

Kebutuhan Energi di Indonesia

Sudah dikemukakan bahwa keberhasilan pembangunan terlebih lagi dalam rangka


menggerakkan perindustrian di Indonesia, maka kebutuhan energi akan terus meningkat
dengan pesat. Masalah kebutuhan energi dan usaha untuk mencukupinya merupakan masalah
serius yang harus dipikirkan, agar energi primer khususnya energi fosil yang ada tidak
terkuras habis hanya "sekedar dibakar "untuk menghasilkan tenaga listrik. Padahal sumber
daya alam energi fosil merupakan sumber kekayaan yang sangat berharga bila digunakan
sebagai bahan dasar industri petrokimia. Dalam bidang industri petrokimia ini Indonesia

3
sudah cukup berpengalaman mulai dari mendesain, membangunnya sampai dengan
mengoperasikannya, sehingga pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri petrokimia
jelas akan mendatangkan devisa yang sangat besar.. Atas dasar pemikiran ini maka sebaiknya
sumber daya alam energi fosil difokuskan untuk industri petrokimia, sedangkan kebutuhan
energi dipikirkan dari sumber energi primer lainnya misalnya energi panas bumi.

Sebagai gambaran kebutuhan atau konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sektor


kebutuhan untuk industri, transportasi dan rumah tangga pada Pelita Vl adalah seperti yang
tampak pada grafik 1.

Grafik 1.

Berdasarkan data yang telah diolah pada Grafik 1 tersebut di atas, tampak bahwa
kebutuhan energi meningkat dari 284,3 juta SBM pada akhir Pelita V menjadi 504,5 SBM
pada akhir Pelita VI. Dalam pengamatan tampak juga bahwa konsumsi energi sektor industri
meningkat lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Hal ini terlihat dari pangsa
konsumsi energi sektor industri meningkat dari 38,0 % pada akhir Pelita V menjadi 48,6 %
pada akhir Pelita Vl.

Penyediaan Energi di Indonesia

Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk menggerakkan


pembangunan khususnya dalam bidang industri seperti telah ditampilkan pada Grafik l di
atas, maka persoalan berikutnya adalah bagaimana mengenai penyediaan energi untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut. Mengenai penyediaan energi tersebut usaha
diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan energi tidak semata-mata tergantung pada
minyak bumi saja. Untuk itu dapat dilihat penyediaan energi primer berdasarkan jenis energi
yang ada di Indonesia seperti tampak pada grafik 2.

4
Grafik 2.

Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak bahwa
usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian minyak bumi
dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita V menjadi 52,3 %
pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara mengalami kenaikan dari 8,2 %
pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun 1998/99 ini.

Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas bumi
yang selama ini sering terabaikan, temyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha
mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada tahun
1994/95 (akhir Pelita V) pangsa energi panas bumi hampir tak berarti hanya sekitar 0,6 % saja
dari seluruh pemenuhan kelzutuhan energi, akan tetapi pada tahun 1998/99 pangsa energi
panas bumi telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %. Keadaan ini sudah barang tentu
sangat memberikan harapan bagi pengembangan energi panas bumi pada masa mendatang.

Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai prospek energi panas bumi di Indonesia,
ada baiknya kalau melihat pemanfaatan energi panas bumi di negara lain sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan energinya. Berdasarkan beberapa acuan dapat dilihat pemanfaatan
energi panas bumi di beberapa negara seperti tampak pada Tabel 2.

Tabel 2 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara

Negara 1976 (MW) 1980 (MW) 1985 (MW) 2000 (MW)


Amerika Serikat 522 908 3.500 30.000
Italia 421 455 800 -
Filipina - 443 1.726 4.000
Jepang 68 218 6.900 48.000
Selandai Baru 192 203 282 352
Meksiko 78,5 218 1.000 10.000
Islandia 2,5 64 150 500
Rusia 3 5,7 - -
Turki 0,5 0,5 400 1.000

5
China 1 3 50 200
Indonesia - 2,3 32,3 3.500
Argentina - - 20 -
Kanada - - 10 -
Spanyol - - 25 200
Jumlah 1.288,5 2.520,5 14.895,3 97.752

Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan
energi listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat.
Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan perkiraan yang masih
terus dikaji ulang.

Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang diperkirakan potensial
sebagai sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun 1997 potensi energi
panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Potensi energi panas bumi di Indonesia

Daerah sumber energi panas bumi Potensi energi panas bumi (MW)
Sumatera 9.562
Jawa 5.331
Sulawesi 1.300
Nusa Tenggara 200
Maluku 100
Irian Jaya 165
Jumlah Kesuluruhannya 16.658

Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di
Indonesia pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan
tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam waktu
sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan yang cukup
optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan yang mencapai 305
MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi panas bumi yang ada.

Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia sudah
barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan pangsa
pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain bahwa prospek
pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat menguntungkan bagi para
penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi panas bumi. Hal ini terbukti dengan
akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek
patungan antara Pertamina dan PT Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek berikutnya
sudah barang akan segera disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa kebutuhan
energi di Indonesia yang terus meningkat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek


pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau diingat bahwa
pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik adalah termasuk
teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan, suatu hal yang dewasa
ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan pemanfaatan teknologi, agar alam

6
masih dapat memberikan daya dukungnya bagi kehidupan umat manusia. Bila pemanfaatan
energi panas bumi dapat berkembang dengan baik, maka kota-kota di sekitar daerah sumber
energi panas bumi yang pada umumnya terletak di daerah pegunungan, kebutuhan tenaga
listriknya dapat dipenuhi dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila masih terdapat sisa
daya tenaga listrik dari pemanfaatan energi panas bumi, dapat disalurkan ke daerah lain
sehingga ikut mengurangi beban yang harus dibangkitkan oleh pusat listrik tenaga uap, baik
yang dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga diesel yang keduanya menimbulkan
pencemaran udara.

Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

Dalam rangka memasuki era industrialisasi maka kebutuhan energi terus meningkat dan
untuk mengatasi hal ini perlu dipikirkan penambahan energi melalui pemilihan energi
alternatif yang ramah terhadap lingkungan. Salah satu energi altematif tersebut
adalah pemanfaatan energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia. Tulisan ini
akan menguraikan secara garis besar tentang kebutuhan energi dan peranan energi
panas bumi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi serta prospeknya di Indonesia.

Pendahuluan

Keberhasilan pembangunan pada PELITA V telah meletakkan dasar-dasar pembangunan


industri yang akan dilaksanakan pada PELITA VI dan tahun-tahun berikutnya,
ternyata mempunyai konsekwensi dalam hal penyediaan energi listrik untuk dapat
menggerakkan kegiatan industri yang dimaksud. Untuk mengatasi kebutuhan energi
listrik yang terus meningkat ini, usaha diversifikasi energi mutlak harus dilaksanakan.
Salah satu usaha diversifikasi energi ini adalah dengan memikirkan pemanfaatan
energi panas bumi sebagai penyedia kebutuhan energi listrik tersebut. Dasar
pemikiran ini adalah mengingat cukup tersedianya cadangan energi panas bumi di
Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat sedikit. Indonesia sebagai negara
vulkanik mempunyai sekitar 217 tempat yang dianggap potensial untuk eksplorasi
energi panas bumi.

Bila energi panas bumi yang cukup tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal,
kiranya kebutuhan energi listrik yang terus meningkat akan dapat dipenuhi bersama-
sama dengan sumber energi lainnya. Pengalaman dalam memanfaatkan energi panas
bumi sebagai penyedia energi listrik seperti yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah
dan Jawa Barat akan sangat membantu dalam pengembangan energi panas bumi lebih
lanjut.

Dasar Teori

7
Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari hasil reaksi nuklir
yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan alam semesta ini. Reaksi
nuklir yang masih terjadi secara alamiah di alam semesta pada saat ini adalah reaksi
fusi nuklir yang terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat
raya. Reaksi fusi nuklir alami tersebut menghasilkan panas berorde jutaan derajat
Celcius. Permukaan bumi pada mulanya juga memiliki panas yang sangat dahsyat,
namun dengan berjalannya waktu (dalam orde milyard tahun) suhu permukaan bumi
mulai menurun dan akhirnya tinggal perut bumi saja yang masih panas berupa magma
dan inilah yang menjadi sumber energi panas bumi.

Energi panas bumi digunakan manusia sejak sekitar 2000 tahun SM berupa sumber air
panas untuk pengobatan yang sampai saat ini juga masih banyak dilakukan orang,
terutama sumber air panas yang banyak mengandung garam dan belerang. Sedangkan
energi panas bumi digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik baru dimulai di Italia
pada tahun 1904. Sejak itu energi panas bumi mulai dipikirkan secara komersial untuk
pembangkit tenaga Iistrik.

Energi panas bumi adalah termasuk energi primer yaitu energi yang diberikan oleh alam
seperti minyak bumi, gas bumi, batubara dan tenaga air. Energi primer ini di
Indonesia tersedia dalam jumlah sedikit (terbatas) dibandingkan dengan cadangan
energi primer dunia. Sebagai gambaran sedikitnya atau terbatasnya energi tersebut
adalah berdasarkan data pada Tabel I.
Tabel 1 Cadangan energi primer dunia.
cadangan Minyak Bumi Indonesia 1,1 % Timur Tengah 70 %
Cadangan Gas Bumi Indonesia 1-2 % Rusia 25 %
Cadangan Batubara Indonesia 3,1 % Amaerika Utara 25 %

Energi panas bumi yang ada di Indonesia pada saat ini dapat dikelompokkan menjadi:

1. Energi panas bumi "uap basah"

Pemanfaatan energi panas bumi yang ideal adalah bila panas bumi yang keluar dari
perut bumi berupa uap kering, sehingga dapat digunakan langsung untuk menggerakkan
turbin generator listrik. Namun uap kering yang demikian ini jarang ditemukan termasuk
di Indonesia dan pada umumnya uap yang keluar berupa uap basah yang mengandung
sejumlah air yang harus dipisahkan terlebih dulu sebelum digunakan untuk
menggerakkan turbin.

Gambar 1. Pembangkitan tenaga listrik dari energi panas bumi "uap basah".

Uap basah yang keluar dari perut bumi pada mulanya berupa air panas bertekanan
tinggi yang pada saat menjelang permukaan bumi terpisah menjadi kira-kira 20 % uap
dan 80 % air. Atas dasar ini maka untuk dapat memanfaatkan jenis uap basah ini
diperlukan separator untuk memisahkan antara uap dan air. Uap yang telah dipisahkan
dari air diteruskan ke turbin untuk menggerakkan generator listrik, sedangkan airnya
disuntikkan kembali ke dalam bumi untuk menjaga keseimbangan air dalam tanah.
Skema pembangkitan tenaga listrik atas dasar pemanfaatan energi panas bumi "uap
basah" dapat dilihat pada Gambar 1.

2. Energi panas bumi "air panas"


Air panas yang keluar dari perut bumi pada umumnya berupa air asin panas yang disebut
"brine" dan mengandung banyak mineral. Karena banyaknya kandungan mineral ini,
maka air panas tidak dapat digunakan langsung sebab dapat menimbulkan penyumbatan
pada pipa-pipa sistim pembangkit tenaga listrik. Untuk dapat memanfaatkan energi panas

8
bumi jenis ini, digunakan sistem biner (dua buah sistem utama) yaitu wadah air panas
sebagai sistem primemya dan sistem sekundernya berupa alat penukar panas (heat
exchanger) yang akan menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin.

Energi panas bumi "uap panas" bersifat korosif, sehingga biaya awal pemanfaatannya
lebih besar dibandingkan dengan energi panas bumi jenis lainnya. Skema pembangkitan
tenaga listrik panas bumi "air panas" sistem biner dapat dilihat pada Gambar 2.
Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "air panas"

3. Energi panas bumi "batuan panas"

Energi panas bumi jenis ini berupa batuan panas yang ada dalam perut bumi akibat
berkontak dengan sumber panas bumi (magma). Energi panas bumi ini harus diambil
sendiri dengan cara menyuntikkan air ke dalam batuan panas dan dibiarkan menjadi uap
panas, kemudian diusahakan untuk dapat diambil kembali sebagai uap panas untuk
menggerakkan turbin. Sumber batuan panas pada umumnya terletak jauh di dalam perut
bumi, sehingga untuk memanfaatkannya perlu teknik pengeboran khusus yang
memerlukan biaya cukup tinggi. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi
"batuan panas" dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Skema pembangkitan tenaga listrik energi panas bumi "batuan panas"

Kebutuhan Energi di Indonesia

Sudah dikemukakan bahwa keberhasilan pembangunan terlebih lagi dalam rangka


menggerakkan perindustrian di Indonesia, maka kebutuhan energi akan terus
meningkat dengan pesat. Masalah kebutuhan energi dan usaha untuk mencukupinya
merupakan masalah serius yang harus dipikirkan, agar energi primer khususnya
energi fosil yang ada tidak terkuras habis hanya "sekedar dibakar "untuk
menghasilkan tenaga listrik. Padahal sumber daya alam energi fosil merupakan
sumber kekayaan yang sangat berharga bila digunakan sebagai bahan dasar industri
petrokimia. Dalam bidang industri petrokimia ini Indonesia sudah cukup
berpengalaman mulai dari mendesain, membangunnya sampai dengan
mengoperasikannya, sehingga pemanfaatan bahan bakar fosil melalui industri
petrokimia jelas akan mendatangkan devisa yang sangat besar.. Atas dasar pemikiran
ini maka sebaiknya sumber daya alam energi fosil difokuskan untuk industri
petrokimia, sedangkan kebutuhan energi dipikirkan dari sumber energi primer lainnya
misalnya energi panas bumi.

Sebagai gambaran kebutuhan atau konsumsi energi di Indonesia berdasarkan sektor


kebutuhan untuk industri, transportasi dan rumah tangga pada Pelita Vl adalah
seperti yang tampak pada Grafik 1.

Berdasarkan data yang telah diolah pada Grafik 1 tersebut di atas, tampak bahwa kebutuhan
energi meningkat dari 284,3 juta SBM pada akhir Pelita V menjadi 504,5 SBM pada
akhir Pelita VI. Dalam pengamatan tampak juga bahwa konsumsi energi sektor
industri meningkat lebih cepat dibandingkan sektor-sektor lainnya. Hal ini terlihat
dari pangsa konsumsi energi sektor industri meningkat dari 38,0 % pada akhir Pelita
V menjadi 48,6 % pada akhir Pelita Vl.

Penyediaan Energi di Indonesia

9
Mengingat akan banyaknya kebutuhan energi yang diperlukan untuk menggerakkan
pembangunan khususnya dalam bidang industri seperti telah ditampilkan pada Grafik
l di atas, maka persoalan berikutnya adalah bagaimana mengenai penyediaan energi
untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Mengenai penyediaan energi tersebut
usaha diversifikasi telah dilakukan agar kebutuhan energi tidak semata-mata
tergantung pada minyak bumi saja. Untuk itu dapat dilihat penyediaan energi primer
berdasarkan jenis energi yang ada di Indonesia seperti tampak pada Grafik 2

Bila dikaji dari data yang telah diolah melalui Grafik 2 tersebut di atas, tampak bahwa
usaha diversifikasi energi primer telah berhasil menurunkan pangsa pemakaian
minyak bumi dalam usaha memenuhi kebutuhan energi dari 63,7 % pada akhir Pelita
V menjadi 52,3 % pada akhir Pelita Vl. Sedangkan pangsa pemakaian batubara
mengalami kenaikan dari 8,2 % pada akhir Pelita V menjadi 17,5 % pada tahun
1998/99 ini.

Selain dari pada itu, bila dikaji lebih cermat ternyata pemakaian energi panas bumi yang
selama ini sering terabaikan, temyata sudah mulai diperhatikan sebagai usaha
mencukupi kebutuhan energi di Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan bahwa pada
tahun 1994/95 (akhir Pelita V) pangsa energi panas bumi hampir tak berarti hanya
sekitar 0,6 % saja dari seluruh pemenuhan kelzutuhan energi, akan tetapi pada tahun
1998/99 pangsa energi panas bumi telah naik hampir 3 kali lipat menjadi 1,7 %.
Keadaan ini sudah barang tentu sangat memberikan harapan bagi pengembangan
energi panas bumi pada masa mendatang.

Prospek Energi Panas Bumi di Indonesia

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai prospek energi panas bumi di Indonesia, ada
baiknya kalau melihat pemanfaatan energi panas bumi di negara lain sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan energinya. Berdasarkan beberapa acuan dapat dilihat
pemanfaatan energi panas bumi di beberapa negara seperti tampak pada Tabel 2.
Tabel 2 Pemanfaatan dan perkembangan energi panas bumi di berbagai negara
Negara 1976 (MW) 1980 (MW) 1985 (MW) 2000 (MW)
Amerika Serikat 522 908 3.500 30.000
Italia 421 455 800 -
Filipina - 443 1.726 4.000
Jepang 68 218 6.900 48.000
Selandai Baru 192 203 282 352
Meksiko 78,5 218 1.000 10.000
Islandia 2,5 64 150 500
Rusia 3 5,7 - -
Turki 0,5 0,5 400 1.000
China 1 3 50 200
Indonesia - 2,3 32,3 3.500
Argentina - - 20 -
Kanada - - 10 -
Spanyol - - 25 200
Jumlah 1.288,5 2.520,5 14.895,3 97.752

10
Apabila dilihat dari Tabel 2 tersebut di atas, tampak bahwa pemenuhan kebutuhan energi
listrik pada beberapa negara melalui pemanfaatan energi panas bumi terus meningkat.
Angka-angka untuk berbagai negara pada tahun 2000 masih merupakan perkiraan
yang masih terus dikaji ulang.

Indonesia sebagai negeri vulkanik memiliki 217 tempat yang diperkirakan potensial sebagai
sumber energi panas bumi. Berdasarkan perkiraan data tahun 1997 potensi energi
panas bumi di Indonesia adalah sebagai yang tertera pada Tabel 3.
Tabel 3 Potensi energi panas bumi di Indonesia
Daerah sumber energi panas bumi Potensi energi panas bumi (MW)
Sumatera 9.562
Jawa 5.331
Sulawesi 1.300
Nusa Tenggara 200
Maluku 100
Irian Jaya 165
Jumlah Kesuluruhannya 16.658

Apabila dilihat dari Tabel 2 tampak bahwa pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia
pada tahun 1985 baru 32,3 MW, sedangkan menurut data terakhir sampai dengan
tahun 1997 energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan mencapai 305 MW. Dalam
waktu sekitar 10 tahun telah terjadi kenaikan kurang lebih 10 kali, suatu kenaikan
yang cukup optimis dalam hal pemanfaatan energi panas bumi. Padahal pemanfaatan
yang mencapai 305 MW pada tahun 1997 tersebut baru 1,83 % dari potensi energi
panas bumi yang ada.

Pangsa pemanfaatan energi panas bumi 1,83 % dari total potensi yang tersedia sudah
barang tentu masih sangat kecil. Oleh karena itu kemungkinan untuk menaikkan
pangsa pemanfaatan energi panas bumi masih sangat terbuka lebar, dengan kata lain
bahwa prospek pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia masih sangat
menguntungkan bagi para penanam modal yang akan bergerak dalam bidang energi
panas bumi. Hal ini terbukti dengan akan dibangunnya lagi 4 unit berkekuatan 55 MW
di Gunung Salak Jawa Barat, suatu proyek patungan antara Pertamina dan PT
Unocoal Geotherrnal Indonesia. Proyek-proyek berikutnya sudah barang akan segera
disusul oleh penanam modal lainnya, mengingat bahwa kebutuhan energi di Indonesia
yang terus meningkat.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, kiranya dapat disimpulkan bahwa prospek


pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia cukup menjanjikan. Apalagi kalau
diingat bahwa pemanfaatan energi panas bumi sebagai sumber penyedia tenaga listrik
adalah termasuk teknologi yang tidak menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan,
suatu hal yang dewasa ini sangat diperhatikan dalam setiap pembangunan dan
pemanfaatan teknologi, agar alam masih dapat memberikan daya dukungnya bagi
kehidupan umat manusia. Bila pemanfaatan energi panas bumi dapat berkembang
dengan baik, maka kota-kota di sekitar daerah sumber energi panas bumi yang pada
umumnya terletak di daerah pegunungan, kebutuhan tenaga listriknya dapat dipenuhi
dari pusat listrik tenaga panas bumi. Apabila masih terdapat sisa daya tenaga listrik
dari pemanfaatan energi panas bumi, dapat disalurkan ke daerah lain sehingga ikut
mengurangi beban yang harus dibangkitkan oleh pusat listrik tenaga uap, baik yang
dibangkitkan oleh batubara maupun oleh tenaga diesel yang keduanya menimbulkan
pencemaran udara.

11
Prospek Bisnis Panasbumi
Cadangan minyak nasional diindikasikan semakin menipis dan pada tahun 2000. Indonesia
akan menjadi pengimpor minyak, sedangkan cadangan batubara dan gasbumi akan terbatas
menjadi sumber energi primer karena peranannya bergeser menjadi komoditi ekspor. Maka
panasbumi dapat diharapkan menjadi salah satu sumber energi pilihan utama mengisi
kebutuhan energi apabila dikelola secara profesional dan efisien.
KUBE (Kebijaksanaan Umum Bidang Energi) merupakan pedoman seluruh instansi
pemerintah maupun swasta dalam mengembangkan potensi energi setiap Repelita. Khusus
untuk sumber energi panasbumi, pengembangannya masih sangat lamban jika dibandingkan
dengan pengembangan sumber energi lainnya. Sehingga sampai saat ini pemanfaatan sumber
panasbumi baru mencapai sekitar 5%. Ditinjau dari potensi panasbumi yang diperkirakan
sebesar 19.000 MW, menjadikan panasbumi suatu alternatif yang potensial sebagai energi
alternatif di masa depan.

Pada tahun 1974, mulai dilaksanakan eksplorasi sumber panasbumi oleh Pertamina dan pada
tahun 1982, PLN berhasil membangun pembangkit listrik PLTP Kamojang Unit 1 sebesar 30
MW kemudian diteruskan pembangunan Unit 2 & 3 dengan kapasitas 2x55 MW pada tahun
1986, setelah itu Pertamina terus melakukan pemboran uap di lapangan Kamojang sehingga
saat ini tersedia uap di mulut sumur antara 40 - 60 MW.

Saat dimulainya pengusahaan panasbumi di lapangan Kamojang tersebut (pada tahun 1974),
belum ada ketentuan yang jelas mengenai pengaturan dan pengelolaan dalam pemanfaatan
suatu lapangan panasbumi. Kemudian pada tahun 1981 muncul Keppres No. 22 Tahun 1981
tentang pemberian kuasa pengusahaan dan eksplorasi sumberdaya panasbumi untuk
pembangkitan energi/listrik kepada Pertamina di Indonesia. Ternyata proses
pengembangannya masih dinilai lambat, sehingga perlu dimunculkan Keppres No. 45 Tahun
1991 yang mengatur bahwa selain Pertamina diijinkan pula BUMN yang lainnya serta Swasta
Nasional dan Koperasi dapat ikut serta mengusahakan sumberdaya panasbumi untuk
pembangkit listrik. Dengan memberi peran yang luas kepada swasta nasional inipun masih
banyak ditemui kendala dalam pengembangan panasbumi. Akhirnya muncul Keppres No. 37
Tahun 1992 yang mengijinkan pihak swasta dalam pengusahaan tenaga listrik termasuk
sumber energi dari panasbumi.

Namun berbagai resiko masih melekat dalam pengembangan panasbumi di Indonesia, antara
lain adalah masalah kelembagaan yang timbul antara eksistensi Pertamina dan PLN, masalah
regulasi lainnya dalam bidang energi, secara akumulatif menyebabkan pengembangan
panasbumi berjalan lambat dan akhirnya membawa konsekuensi biaya tinggi yang tercermin
oleh tingginya harga jual listrik PLTP. Sejak 1994 sebanyak 11 buah ESC (Energy Sales
Contract) sudah ditandatangani.

Menarik pengalaman dari keberhasilan Pertamina, banyak investor swasta yang ingin
investasi dalam pengembangan panasbumi tetapi harga jual listrik masih mahal sekitar 8 sen
dolar (lihat Tabel 1), hal ini disebabkan karena belum adanya regulasi yang tepat dan mereka
menganggap proyek ini berisiko tinggi. Oleh sebab itu perlu mengkaji kembali pola
pengusahaan panasbumi untuk mencari bentuk regulasi atau usaha lain yang lebih tepat dan
dapat dipertanggungjawabkan untuk mencapai keuntungan di bidang energi secara nasional.
Oleh karena itu pada awal 1998 Pemerintah sedang menggodok Keppres baru tentang
panasbumi yang memberikan beberapa kemudahan antara lain laju penyusutan sebesar 50%
untuk intangential dan 10% untuk fixed asset.

Karakteristik Panasbumi

12
Panasbumi merupakan sumber energi terbarukan, sehingga apabila tidak secepatnya
dimanfaatkan akan hilang karena waktu dan terlewatkan begitu saja. Energi panasbumi
merupakan energi yang dapat dieksport, sehingga berpotensi untuk memacu pengembangan
daerah yang terdapat sumber panasbumi, baik untuk pembangkit listrik maupun untuk
kegunaan lain. Selain itu pemanfaatan panasbumi telah dinyatakan sebagai energi yang
bersih, karena dengan teknik reinjeksi air limbah ke dalam perut bumi akan membawa
manfaat ganda yaitu selain untuk menghindari adanya pencemaran air juga untuk mengisi
kembali air kondensat (pendingin) ke dalam reservoir. Jenis gas buang yang sebagian besar
(96%) terdiri dari gas CO2, ternyata dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan bagi proses
pembuatan minuman kaleng seperti soft drink dan lain sebagainya.
Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pengembangan Panasbumi

Usaha pemanfaatan panasbumi terus diupayakan semaksimal mungkin. Hal ini berkaitan
dalam rangka program penganekaragaman energi, penghematan BBM serta dalam rangka
indeksasi. Dalam implementasi pengembangan panasbumi di lapangan ternyata menunjukkan
adanya kurang tertariknya investor sehingga kemajuan pengembangannya mengalami
kelambatan. Oleh sebab itu Pemerintah telah mengambil langkah untuk mengantisipasi
keadaan tersebut melalui penerbitan beberapa Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri
untuk mengatur pengelolaan panasbumi antara lain:
• Keppres No. 22 Tahun 1981 tentang Kuasa Pengusahaan Eksplorasi dan Ekploitasi
Sumberdaya Panasbumi Untuk Pembangkitan Energi/Listrik Kepada Pertamina di
Indonesia. Isi Keppres ini antara lain adalah bahwa apabila Pertamina belum atau
tidak bisa melaksanakan pengusahaan tersebut, Menteri Pertambangan dan Energi
dapat menunjuk pihak lain sebagai Kontraktor untuk mengadakan kerjasama dengan
Pertamina dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama (Join Operation Contract).
• Keppres No. 45 Tahun 1991 tentang Perubahan Keppres No. 22 Tahun 1981. Intinya
adalah memberikan ijin kepada BUMN lain selain Pertamina, dan Badan Usaha Milik
Nasional lain yang berstatus badan hukum termasuk koperasi untuk keperluan usaha
ketenagalistrikan dan usaha lainnya.
Saat ini kebijaksanaan yang mengatur perpajakan pengusahaan sumberdaya panasbumi
tertuang dalam Keppres No. 11 tahun 1989 tentang Penundaan Pembayaran Pajak
Penambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Pencarian Sumber dan Pemboran Untuk Minyak,
Gasbumi dan Panasbumi Bagi Pengusahaan Yang Belum Berproduksi. Di sisi lain,
pengusahaan sumber panasbumi juga ada kebijaksanaan penurunan pajak dari 46% seperti
tertuang dalam Keppres No. 49 Tahun 1991 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai dan Pungutan-pungutan Lainnya Terhadap Pelaksanaan Kuasa dan Ijin
Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi untuk Pembangkit Energi Listrik. Penurunan pajak
dimaksud adalah untuk Bea Masuk dan Bea Meterai Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak
Penjualan untuk Barang Mewah, Pajak Penghasilan, Pajak Penambahan Nilai atas Barang dan
Jasa, dan Pungutan-pungutan Lainnya yang ditetapkan Menteri Keuangan terhadap
Pelaksanaan Kuasa Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi Skala Besar dan Ijin Pengusahaan
Sumberdaya Panasbumi Skala Kecil. Ketentuan pajak tersebut hanya berlaku untuk usaha
penyediaan uap (sisi hulu) tetapi tidak berlaku di sisi hilir (energi listrik).
Tabel 1. harga Beli Listrik PTLTP Swasta di Jawa Barat
Harga Beli
Lapangan Operator Awal Konstruksi
(sen dolar/ kWh)
Tarif bervariasi :
Unocal 7,281 Jun 1995
Salak (165 MW)
Mandala Nusantara 7,240 Jun 1997
Wayang Windu (220 MW)
Karaha Bodas Co. 7,298 Des 1997
Karaha (220 MW)
Patuha Power Ltd. 7,252 Des 1997
Patuha (220 MW)

13
Tarif Flat selama 30 tahun:
Yala Teknosa Geothermal 6,700 Terlambat
Cibuni (10 MW)
Latoka Trimas Bina Energi 6,890 Jun 1997
Kamojang (60 MW)
Amoseas 6,950 Jun 1997
Darajat (275 MW)

Sampai saat ini sudah 11 perusahaan swasta memiliki kontrak jual beli energi listrik dengan
PLN di mana di dalam ketentuan kontraknya menyebutkan bahwa energi listrik yang
dibangkitkan oleh perusahaan swasta tersebut harus dibeli oleh PLN dengan menggunakan
pasal "take or pay" dengan batas faktor kapasitas tertentu terhadap nilai maksimum produksi
pembangkit. Selain itu harga uap atau harga listrik yang dibeli PLN relatif mahal, namun
karena keterkaitan kontrak maka walaupun memberatkan, PLN harus menyediakan dana
subsidi untuk menutupi kekurangan pembayaran pembelian terhadap tarif jual listrik swasta.

Prospek Pasar

Cadangan minyak nasional diindikasikan semakin menipis dan pada tahun 2000, Indonesia
akan menjadi pengimpor minyak sedangkan cadangan batubara dan gasbumi akan terbatas
menjadi sumber energi primer karena peranannya bergeser menjadi komoditi ekspor. Maka
panasbumi dapat diharapkan menjadi salah satu sumber energi pilihan utama mengisi
kebutuhan energi apabila dikelola secara profesional dan efisien, contohnya di Pulau
Sumatera.
Pada akhir Repelita VI, diperkirakan sistem Sumatera telah interkoneksi secara integrated
yang terdiri dari sistem-sistem Wilayah I, II, III dan IV.

• Wilayah I Sistem Aceh - akan mengalami cadangan yang rendah sampai dengan
tahun 1998 yaitu 4 - 18%. Bila transmisi 150 kV Langsa - Banda Aceh selesai (Loan
ADB Power XXIV) tahun 1998 maka Wilayah I dan II akan interkoneksi sehingga
gabungan cadangan sistem akan membaik.
• Wilayah II Sistem Medan - sedang mengalami cadangan yang tinggi tetapi memiliki
keandalan sistem kurang baik. Hal ini disebabkan adanya kapasitas PLTGU yang
terlalu besar jika dibandingkan dengan beban puncak sistem. Sampai Repelita VII,
PLN tidak akan menambah pembangkit baru tetapi pengembangan selanjutnya akan
dipasok dari proyek IPP (Independent Power Producer). Sebagian dari proyek IPP
tersebut adalah PLTP yang berlokasi di daerah yang belum pernah dikembangkan
potensi uap panasbuminya, sehingga ada faktor resiko ketidak pastian tersediannya
IPP sesuai jadwal.
• Wilayah III Sistem Padang - memiliki cadangan yang sangat besar dengan telah
beroperasinya PLTA dan PLTU skala besar. Namun bila interkoneksi Wilayah III dan
IV terealisasi melalui Kiliran - Lao Lahat (Loan ADB Power XXIV) yang rencananya
akan selesai 1998 maka Wilayah IV yang berada pada posisi sangat kritis
pembangkitannya akan membaik kondisinya.
Tahun 1998, Sistem Sumatera telah terintegrasi melalui transmisi 275 kV maka tambahan
kapasitas PLTP tidak akan banyak mempengaruhi reserve margin (neraca daya) sistem
Sumatera.
Potensi SDM Panasbumi

SDM merupakan salah satu unsur manajemen dalam pengelolaan dan pemanfaatan
panasbumi. Dari pengalaman-pengalaman merancang, membangun serta mengoperasikan
PLTP sejak 1977 SDM nasional sebenarnya sudah cukup memadai dan mampu untuk
melaksanakannya sendiri pengelolaan dan pemanfaatan panasbumi berikutnya. Ini merupakan
asset nasional yang berharga bagi dunia usaha panasbumi nasional, karena dengan modal

14
SDM inilah kompetisi harga yang akan diproduksi oleh perusahaan panasbumi nasional dapat
kompetitif dengan pengelolaan panasbumi swasta lainnya yang ternyata mereka banyak
melibatkan tenaga asing dengan upah yang lebih mahal.
Peluang dan Prospek Pengembangan

Potensi sumberdaya panasbumi di Indonesia yang telah dinyatakan prospek dapat


dimanfaatkan atau dikembangkan menjadi tenaga listrik tersebar sekitar 70 lokasi di
sepanjang jalur volkanik sepanjang pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan
Irian Jaya. Pada tahun 1995 jumlah potensi sumber daya panasbumi mencapai sebesar 19000
MW.
Dari jumlah tersebut, sampai saat ini baru sekitar 364,5 MW yang sudah dimanfaatkan
menjadi tenaga listrik, yaitu di Kamojang sebesar 140 MW, Gunung Salak 165 MW, Sibayak
2 MW dan Lahendong 2,5 MW. Tahun 1998 segera menyusul PLTP Lahendong 20 MW dan
PLTP Gunung Salak dari swasta dengan kapasitas 165 MW.

Selain pemanfaatan panasbumi oleh PLN yang pengusahaan uapnya oleh Pertamina atau
pihak swasta, pada saat ini pengembangan dan pemanfaatan panasbumi dilakukan secara total
project artinya pelaksanaan kegiatan eksplorasi pengembangan sumur uap dan pembangunan
PLTP-nya dilakukan sekaligus oleh swasta dalam satu tangan dan sampai saat ini telah
ditandatangani ECS dengan PLN sebanyak 11 buah dengan total kapasitas sekitar 1990 MW.
Dengan selesainya beberapa unit pembangkit swasta diharapkan pada Repelita VI total
kapasitas PLTP akan mencapai 1310 MW.

Melihat jumlah potensi panasbumi secara keseluruhan masih sangat besar dan jumlah yang
baru dimanfaatkan masih sedikit, diperkirakan sampai pada akhir Repelita VI baru tercapai
sekitar 5%. Dengan demikian masih cukup banyak lahan atau peluang dan kesempatan yang
sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan di masa-masa mendatang, khususnya bagi rencana
berdirinya usaha yang bergerak di bidang perpanasbumian.

Usaha pengusahaan sumberdaya panasbumi diarahkan pada usaha eksplorasi, eksploitasi


dalam memproduksi uap panasbumi, kemudian memanfaatkan uap tersebut menjadi energi
listrik, termasuk di dalamnya adalah kegiatan engineering dan konstruksi PLTP, operasi dan
pemeliharaannya.

Namun demikian pengelompokan kegiatan tetap dibedakan adalah kegiatan hulu yaitu
pengusahaan lapangan sumberdaya panasbumi yang mempersiapkan ketersediaan uapnya dan
di sisi hilir yaitu mempersiapkan fasilitas peralatan untuk membangkitkan tenaga listrik.

Apabila pada suatu lapangan telah tersedia uapnya seperti lapangan panasbumi Kamojang,
investor dapat langsung membangun PLTP-nya saja, namun untuk lapangan panasbumi
lainnya yang belum ada sumur uapnya tentu investor harus melakukan total project yaitu
mulai dari pencarian uap sampai dengan menghasilkan energi listrik

Berikut ini beberapa lapangan panasbumi yang memiliki prospek untuk dikembangkan
menjadi PLTP.

• Lapangan Panasbumi Margabayur di Lampung dengan potensi lapangannya sekitar


250 MW dan layak untuk dikembangkan pada tahap awal dengan kapasitas 2x55
MW. Pada lapangan panasbumi ini perlu melaksanakan pemboran sumur-sumur
untuk memperoleh uap.
• Lapangan Panasbumi Lahendong yang memiliki potensi lapangan uapnya sebesar 250
MW dan layak untuk dikembangkan 2x20 MW.

15
• Lapangan Panasbumi Ulubelu-Lampung yang mempunyai potensi lapangannya
sekitar 550 MW. Pada lapangan ini potensi panasbumi yang sudah dikembnagkan
swasta sekitar 110 - 300 MW dan sisanya masih ada sekitar 200 - 250 MW belum
dikembangkan.
• Lapangan Panasbumi Lainnya adalah Kerinci. Lapangan-lapangan tersebut sekarang
ini sedang diekplorasi oleh Pertamina.
Strategi Pendanaan

Strategi pendanaan dalam pengembangan PLTP ada 2 tahap yaitu:


• Tahap pertama (3 tahun pertama) - pendanaanya diarahkan pada kegiatan mulai dari
survei eksplorasi sampai pada kegiatan studi reservoir. Diperkirakan memerlukan
dana sebesar Rp 83 milyar. Dana ini merupakan modal dasar perusahaan pada tahap
pertama pendirian.
• Tahap ke dua - pengembangan lapangan dengan pengeboran sumur-sumur produksi
gathering system dan pembangunan PLTP. Pada tahap kedua ini diperlukan tambahan
dana sebesar Rp 1244 milyar dengan porsi equitas Rp 445 milyar dan hutang jangka
panjang Rp799 milyar.

16

Anda mungkin juga menyukai