Anda di halaman 1dari 5

Tingkat Higienis dan kejadian Rhinitis alergi

Rinitis alergi adalah kumpulan gejala pada hidung setelah terpajan allergen
menyebabkan inflamasi yang dimediasi oleh immunoglobulin (Ig)E. Terdapat tiga gejala utama
yaitu bersin, hidung tersumbat dan mucous discharge.
Beberapa pasien dengan rinitis alergi mempunyai hiperreaktivitas bronkus terhadap
metakolin atau histamin, terutama selama dan beberapa saat setelah musim serbuk sari (pollen
season). Pasien dengan perennial rhinitis memiliki reaktivitas bronkus yang lebih tinggi
dibanding pasien seasonal rhinintis

HYGIENE HYPOTHESIS
Hubungan antara awal kehidupan dan perkembangan alergi sudah banyak diteliti.
Strachan merupakan orang yang pertama kali mengemukakan teori hygiene hypothesis. Teori
tersebut mengatakan infeksi dan kontak dengan lingkungan yang tak higienis dapat melindungi
diri dari perkembangan alergi.10 Hipotesis tersebut berdasarkan pemikiran bahwa sistem imun
pada bayi didominasi oleh sitokin T helper (Th)2. Setelah lahir pengaruh lingkungan akan
mengaktifkan respons Th1 sehingga akan terjadi keseimbangan Th1/Th2. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa insidensi asma menurun akibat infeksi tertentu (M. tuberculosis, measless
atau hepatitis A) dan penurunan penggunaan antibiotik. Ketiadaan kejadian tersebut
menyebabkan keberadaan Th2 menetap. Sehingga keseimbangan akan bergeser kearah Th2,
merangsang produksi antibodi IgE untuk melawan antigen lingkungan seperti debu rumah dan
bulu kucing.
Sel Th1 dan Th2 menghambat perkembangan satu sama lain. Produksi IgE pada
penderita atopi meningkat sehingga mempengaruhi keseimbangan Th2 dan Th1.
Perkembangan sekresi Th2 memerlukan IL-4. Sitokin ini dihasilkan oleh plasenta untuk
mencegah penolakan imunologis janin. Menetapnya Th2 plasenta berhubungan dengan
perubahan nutrisi sehingga tidak terbentuk Th1, ini merupakan faktor utama peningkatan
prevalensi penyakit alergi dalam 30 – 40 tahun terahir. Faktor lain adalah turunnya infeksi berat
pada bayi dan interaksi antara alergen dan polusi udara yang cenderung untuk terjadi
sensitisasi. Infeksi akan menyebabkan peningkatan respons Th1 dan akan menurunkan
kecenderungan perkembangan penyakit yang berhubungan dengan Th 2.12 Sel Th2 akan
meningkatkan sintesis IL-4 dan IL-13 yang pada akhirnya akan menaikkan produksi IgE.
Sedangkan sel Th1 yang menghasilkan interferon gama (IFNγ) akan menghambat sel B untuk
menghasilkan IgE.
Sel efektor imun utama yang bertanggung jawab terhadap reaksi alergi baik di hidung
maupun paru adalah sel mast, limfosit T dan eosinofil. Setelah seseorang mengalami sensitisasi,
IgE disintesis kemudian melekat ke target sel. Pajanan alergen mengakibatkan reaksi yang akan
melibatkan sel-sel tersebut di atas. Sitokin atau kemokin yang berperan dalam perkembangan,
recruitment dan aktivasi eosinofil adalah IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, granulocyte-machrophage colony
stimulating factor (GM-CSF), eotaksin dan regulation on activation normal T cell expressed and
secreted (RANTES).
Reaksi alergi pertama memerlukan sensitisasi alergen tertentu dan genetik cenderung
terjadi pada individu entah yang terhirup atau tertelan dan kemudian diproses oleh sel
dendritik, sebuah presentasi antigen-sel. Menyajikan antigen-sel kemudian bermigrasi ke
kelenjar getah bening, di mana mereka naif TH perdana sel (sel TH0) yang beruang reseptor
untuk antigen tertentu.
Kontinyu atau berulang paparan ke alergen (misalnya, kucing-pasien yang memiliki
kontinu terhadap kucing) dapat mengakibatkan alergi peradangan kronis. Situs jaringan dari
alergi peradangan kronis mengandung eosinofil dan sel T (terutama sel TH2). Eosinofil dapat
melepaskan banyak mediator (misalnya, protein dasar utama), yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan dan dengan demikian meningkatkan peradangan. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan structural dan fungsional pada jaringan yang terkena. Lebih jauh
lagi, tantangan alergen berulang dapat mengakibatkan peningkatan kadar antigen-IgE spesifik,
yang akhirnya dapat menyebabkan pelepasan lebih lanjut IL-4 dan IL-13, sehingga
meningkatkan kecenderungan untuk TH2 sel / IgE-mediated tanggapan.
Kebersihan hipotesis, yang menyatakan bahwa paparan awal agen infeksi membantu
sistem kekebalan langsung menuju sel-dominan TH1 respons yang, pada gilirannya,
menghambat produksi sel-sel TH2. Sebuah respon TH1 tidak menyebabkan alergi, sementara
yang bersih, lingkungan yang lebih higienis dapat menyebabkan TH2 keunggulan dan lebih
alergi
Isu lingkungan memainkan peranan penting, meskipun peran eksposur pada usia dini
untuk antigen tertentu mungkin bermain baik dalam perkembangan atau perlindungan dari
pengembangan respons alergi masih belum jelas. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
anak-anak di tempat penitipan anak dan mereka dengan saudara yang lebih tua mungkin
kurang mungkin mengembangkan penyakit alergi. Lingkungan tentu dapat membantu
menentukan alergen mana pasien akan terkena. Sebagai contoh, anak-anak di pusat kota lebih
cenderung peka terhadap kecoak daripada anak-anak di daerah pedesaan. Demikian pula, debu
tungau, alergen yang potensial, yang terutama ditemukan di iklim lembab, dan mereka yang
belum pernah terkena seperti iklim cenderung tidak alergi terhadap tungau.

Gejala rinitis alergika dapat dicetuskan oleh beberapa faktor :


Alergen, Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala
rhinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan
utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita,
makanan masih merupakan penyebab yang penting.
Polutan, Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi
dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang
disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan
akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.
Aspirin, Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis alergika
pada penderita tertentu.
Manifestasi klinis rinitis alergik baru ditemukan pada anak berusia di atas 4-5 tahun dan
insidensnya akan meningkat secara progresif dan akan mencapai 10-15% pada usia dewasa.
Manifestasi gejala klinis rinitis alergik yang khas ditemukan pada orang dewasa dan dewasa
muda. Pada anak manifestasi alergi dapat berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis
media, dan tonsilitis.
Menurut saat timbulnya, maka rinitis alergik dapat dibagi menjadi rinitis alergik intermiten
(seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan rinitis alergik persisten (perennial-chronic-long duration
rhinitis).
Rinitis alergik intermiten
Rinitis alergik intermiten mempunyai gejala yang hilang timbul, yang hanya berlangsung selama
kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang dari empat minggu. Rinitis alergik musiman yang sering
juga disebut hay fever disebabkan oleh alergi terhadap serbuk bunga (pollen), biasanya terdapat di
negara dengan 4 musim. Terdapat 3 kelompok alergen serbuk bunga yaitu: tree, grass serta weed yang
tiap kelompok ini berturut-turut terdapat pada musim semi, musim panas dan musim gugur.
Penyakit ini sering terjadi yaitu pada sekitar 10% populasi, biasanya mulai masa anak dan paling
sering pada dewasa muda yang meningkat sesuai bertambahnya umur dan menjadi masalah pada usia
tua. Gejala berupa rasa gatal pada mata, hidung dan tenggorokan disertai bersin berulang, ingus encer
dan hidung tersumbat. Gejala asma dapat terjadi pada puncak musim. Gejala ini akan memburuk pada
keadaan udara kering, sinar matahari, serta di daerah pedesaan.

Rinitis alergik persisten


Rinitis alergik persisten mempunyai gejala yang berlangsung lebih dari 4 hari dalam seminggu
dan lebih dari 4 minggu. Gejala rinitis alergik ini dapat terjadi sepanjang tahun, penyebabnya terkadang
sama dengan rinitis non alergik. Gejalanya sering timbul, akan tetapi hanya sekitar 2-4 % populasi yang
mengalami gejala yang berarti. Rinitis alergik biasanya mulai timbul pada masa anak, sedangkan rinitis
non alergik pada usia dewasa. Alergi terhadap tungau debu rumah merupakan penyebab yang penting,
sedangkan jamur sering pada pasien yang disertai gejala asma dan kadang alergi terhadap bulu
binatang. Alergen makanan juga dapat menimbulkan rinitis tetapi masih merupakan kontroversi. Pada
orang dewasa sebagian besar tidak diketahui sebabnya.
Gejala rinitis persisten hampir sama dengan gejala hay fever tetapi gejala gatal kurang, yang
mencolok adalah gejala hidung tersumbat. Semua penderita dengan gejala menahun dapat bereaksi
terhadap stimulus nonspesifik dan iritan.
Sedangkan klasifikasi rinitis alergik yang baru menurut ARIA terdapat dua jenis sesuai dengan
derajat beratnya penyakit. Rinitis alergik dibagi menjadi rinitis alergik ringan (mild) dan rinitis alergik
sedang-berat (moderate-severe). Pada rinitis alergik ringan, pasien dapat melakukan aktivitas sehari-
harinya (seperti bersekolah, bekerja, berolahraga) dengan baik, tidur tidak terganggu, dan tidak ada
gejala yang berat. Sebaliknya pada rinitis alergik sedang-berat, aktivitas sehari-hari pasien tidak dapat
berjalan dengan baik, tidur terganggu, dan terdapat gejala yang berat.
Rinitis alergi tak bisa disembuhkan secara total sehingga tujuan pengobatan adalah untuk
menguragi gejala dan mencegah komplikasi. Pengobatan yang utama adalah menghindari atau
meminimalkan kontak dengan allergen. Misalnya menghindari penyebab terjadinya reaksi rinitis alergi.
Contohnya enjaga kebersihan rumah dan menghindari memakai alat atau bahan yang mudah
menyimpan debu misalnya karpet. Bila diperkirakan alergi dengan bulu atau protein hewan, menghindari
memelihara hewan tersebut. Dapat juga menggunakan filter debu udara di rumah.
Penyebabnya :
Alergen adalah zat yang menimbulkan reaksi alergi. Penyebabnya pun bermacam-macam, diantaranya
adalah:
• Makanan tertentu.
• Bahan obat-obatan tertentu.
• Parfum atau produk-produk kosmetika lainnya
• Serangga.
• Polusi.
• Suhu udara.
• Serbuk bunga.

Anda mungkin juga menyukai