Melansir dari SuryaOnline (16/8/2010) ND ditangkap oleh aparat Sabtu petang (14/8) saat
membeli peralatan pemakaman di pasar Tanjung. “Seperti kain kafan, tetapi jumlahnya sedikit.
Warga curiga ketika melihat kondisi korban dan akhirnya melaporkan ke kami,” terang Kepala
Satuan Reserse dan Kriminal Polres Jember Ajun Komisaris Polisi M Nurhidayat.
Di kamar tidur Vike polisi menemukan sejumlah peralatan medis di antaranya tensimeter,
puluhan jarum suntik, obat antibiotik, alat tes pembukaan rahim, sarung tangan, juga kain perlak.
Vike sempat mengatakan tidak melakukan praktek aborsi. Begitu juga dengan jarum suntik yang
diakuinya sebagai peralatan medis yang digunakan semasa ia menjadi bidan beberapa tahun lalu.
Polisi juga menemukan sejumlah jarum suntik yang masih ada darahnya, sejumlah obat cair
dalam botol. Termasuk bungkusan plastik berisi gumpalan darah dan kapur yang digunakan
untuk membersihkan darah di saluran pembuangan air di belakang rumah Vike.
Akibat praktek tersebut Vike akan dijerat Pasal 348 KUHP dengan ancaman hukuman lima
tahun penjara. Sedang Pasal 346 KUHP dikenakan kepada ND karena sengaja menggugurkan
kandungan dengan ancaman pidana empat tahun penjara.
“Kami masih mengembangkan kasus tersebut, berapa banyak korban aborsi yang dilakukan
Vike.” tukas Hidayat.
Perubahan prinsip hidup yang dimaksud oleh Ninuk adalah dengan melihat kondisi perempuan
yang melakukan aborsi. Jika memang ada indikasi medis seperti membahayakan hidup si ibu
maupun janin, maupun adanya penyakit genetik bawaan yang berat, atau dalam kondisi
kehamilan akibat perkosaan yang mengakibatkan trauma psikologis bagi si ibu, Undang-Undang
Kesehatan memberi jaminan membolehkan adanya aborsi. Tentu saja, proses aborsi yang aman
juga diwajibkan, yaitu dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan
kewenangan. Hal itulah, yang dalam pandangan Ninuk belum dipahami oleh aparat penegak
hukum kita. Di sisi lain, proses membuat Peraturan Perundang-Undangan sangat penting agar
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 segera dapat diaplikasikan. Dalam kondisi
Undang-Undang yang ada belum bisa diterapkan, menurut Ninuk, kepekaan aparat berdasarkan
human right sangat dibutuhkan, terutama untuk menghindarkan dari kejadian semena-mena dan
kriminalisasi terhadap perempuan yang melakukan aborsi.