Akibat dari pesatnya laju pembangunan, pelandaian tingkat produktifitas di
daerah-daerah intensifikasi di jawa dan alih fungsi lahan pertanian yang produktif di jawa menjadi lahan non produktif telah berlangsung dan sulit dihindari. Hal ini berdampak buruk pada penurunan produksi beras nasional. Salah satu cara alternatife yang di lakukan pemerintah untuk mempertahankan swasembada pangan adalah program ekstensifikasi. Program ekstensifikasi dilakukan dengan cara pencetakkan sawah baru, terutama di daerah yang telah memiliki jaringan irigasi di luar jawa. Pencetakan terutama di arahkan pada daerah-daerah yang telah memiliki jaringan irigasi, infrastruktur, dan dekat pemukiman penduduk, sehingga dapat menghemat biaya pembangunan bendungan dan saluaran irigasi baru. Hal ini penting dilakukan guna mengantisipasi kebutuhan beras yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan penciutan lahan sawah di jawa. Untuk perencanaan program ini di perlukan informasi dasar yang handal tentang sifat-sifat fisiko-kimia tanah, kesesuaian lahan, dan penyebarannya. Dengan mengetahui sifat-sifat tanah, maka perencanaan percetakan sawah dapat dilaksanakan lebih rasional dan resiko kegagalan dapat di kurangi. Selain itu kondisi agroekologi juga berperan penting dalam menentukan keberhasilan pengembangan sawah irigasi adalah iklim, sumber air, keadaan fisiografi/topografi, dan tanah. Iklim merupakan factor utama yang mempengaruhi kestabilan dalam pengembangan pertanian. Salah satu unsur iklim yang dominan adalah curah hujan, jumlah curah hujan yang tinggi dapat menentukan baik buruknya lahan pertanian yang akan di gunakan. Untuk mempertahankan dan melindungi lahan sawah irigasi dari alih fungsi lahan dan sekaligus peningkatan ketahanan, perlu di tetapkan lahan sawah permanent sebagai sentra produksi padi.