Anda di halaman 1dari 8

http://soulmate9.wordpress.

com/bahasa-sastra/

Pemetaan Beragam tentang Periodisasi Sastra Indonesia


Periodisasi Sastra Indonesia selama ini telah dipetakan sangat beragam oleh ahli sastra
Indonesia. HB. Jassin, misalnya, membagi periodisasi sastra menjadi dua, yakni (a)
Sastra Melayu Lama, dan (b) Sastra Indonesia Modern, yang meliputi (1) Angkatan 20,
(2) Angkatan 33 atau Pujangga Baru; dan (3) Angkatan 45. Sementara itu Boejoeng Saleh
membagi periodisasi sejarah sastra Indonesia menjadi 4: (1.) Sebelum tahun 20-an, (2).
Antara tahun 1920 – 1933; (3). 1933 – Mei 1942, dan (4). Mei 1942 hingga kini (1956).

Sedangkan Nugroho Notosusanto membagi PSI menjadi 2: (a) Sastra Melayu Lama, (b)
Sastra Indonesia Modern. Sastra modern ini dibagi menjadi 2: (1) masa Kebangkitan
(1920-1945): yang dibagi lagi menjadi: periode 1920, Periode 1933, dan Periode 1942
dan (2) Masa Perkembangan (1945-sampai tahun 60-an), yang meliputi: periode ’45 dan
periode ’50. lain lagi dengan Bakri Siregar. Dia membagi periodisasi sejarah sastra
Indonesia menjadi 4 yaitu (1) Periode Pertama sejak masa abad 20 sampai 1942, (2)
Periode Kedua 1942 – 1945, (3) Periode Ketiga 1945 – 1950, dan (3) Periode Keempat
1950 – skrg (1964). Ajip Rosidi membagi periosisasi sejarah Indonesia menjadi 2
kelopok besar, yaitu (1) Masa Kelahiran dan Masa Penjadian (1900 – 1945), yang
meliputi (a). Periode awal 1933; (b). Periode 1933 – 1942, dan (c). Periode 1942 – 1945,
dan (2) Masa Perkembangan (1945 – 1969), yang meliputi (a) Periode 1945 – 1953, (b)
Periode 1953 – 1961, dan (c). Periode 1961 – 1969. Sedangkan A. Teeuw, menunjuk
angkatan tahun 1920 sebagai lahirnya kesusastraan Indonesia modern. Menurut Teeuw
para pemuda saat itu untuk pertama kalinya menyatakan perasaan dan ide yang pada
pokoknya menyimpang dari bentuk-bentuk sastra Melayu, Jawa, dan sastra lainnya yang
lebih tua. Sementara Ajip Rosidi menunjuk tahun tersebut karena pada saat itu para
pemuda Indonesia (Yamin, Hatta, dll) mengumumkan sajak-sajak mereka yang bercorak
kebangsaan. Karya Sastra Pujangga Lama

• Sejarah Melayu
• Hikayat Abdullah – Hikayat Andaken Penurat – Hikayat Bayan Budiman –
Hikayat Djahidin – Hikayat Hang Tuah – Hikayat Kadirun – Hikayat Kalila dan
Damina – Hikayat Masydulhak – Hikayat Pandja Tanderan – Hikayat Putri Djohar
Manikam – Hikayat Tjendera Hasan – - Tsahibul Hikayat
• Syair Bidasari – Syair Ken Tambuhan – Syair Raja Mambang Jauhari – Syair
Raja Siak
• dan berbagai Sejarah, Hikayat, dan Syair lain

Sastra Melayu Lama Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 –
1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti “Langkat, Tapanuli,
Padang dan daerah sumatera lainnya”, orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa.
Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat
dan terjemahan novel barat.Karya Sastra “Melayu Lama”
• Robinson Crusoe (terjemahan)
• Lawan-lawan Merah
• Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
• Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
• Kapten Flamberger (terjemahan)
• Rocambole (terjemahan)
• Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
• Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
• Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
• Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
• Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
• Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
• Cerita Nyi Paina
• Cerita Nyai Sarikem
• Cerita Nyonya Kong Hong Nio
• Nona Leonie
• Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
• Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
• Cerita Rossina
• Nyai Isah oleh F. Wiggers
• Drama Raden Bei Surioretno
• Syair Java Bank Dirampok
• Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
• Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
• Tambahsia
• Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
• Nyai Permana
• Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
• dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya
Angkatan Balai PustakaKarya sastra di Indonesia sejak tahun 1920 – 1950, yang
dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama)
dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam
khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk
mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi
politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-
Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali,
bahasa Batak dan bahasa Madura.Pengarang dan karya sastra Angkatan Balai Pustaka
Merari Siregar
Azab dan Sengsara: kisah kehidoepan seorang gadis (1921)
Binasa kerna gadis Priangan! (1931)
Tjinta dan Hawa Nafsu
Marah Roesli
Siti Nurbaya
La Hami
Anak dan Kemenakan
Nur Sutan Iskandar
Apa Dayaku Karena Aku Seorang Perempuan
Hulubalang Raja (1961)
Karena Mentua (1978)
Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
Abdul Muis
Pertemuan Djodoh (1964)
Salah Asuhan
Surapati (1950)
Tulis Sutan Sati
Sengsara Membawa Nikmat (1928)
Tak Disangka
Tak Membalas Guna
Memutuskan Pertalian (1978)
Aman Datuk Madjoindo
Menebus Dosa (1964)
Si Tjebol Rindoekan Boelan (1934)
Sampaikan Salamku Kepadanya
Suman Hs.
Kasih Ta’ Terlarai (1961)
Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
Pertjobaan Setia (1940)
Adinegoro
Darah Muda
Asmara Jaya
Sutan Takdir Alisjahbana
Tak Putus Dirundung Malang
Dian jang Tak Kundjung Padam (1948)
Anak Perawan Di Sarang Penjamun (1963)
Hamka
Di Bawah Lindungan Ka’bah (1938)
Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1957)
Tuan Direktur (1950)
Didalam Lembah Kehidoepan (1940)
Anak Agung Pandji Tisna
Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1975)
Sukreni Gadis Bali (1965)
I Swasta Setahun di Bedahulu (1966)
Said Daeng Muntu
Pembalasan
Karena Kerendahan Boedi (1941)
Marius Ramis Dayoh
Pahlawan Minahasa (1957)
Putra Budiman: Tjeritera Minahasa (1951)
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai Raja Pengarang Bali Pustaka oleh sebab
banyaknya karya tulisnya pada masa tersebut.Pujangga BaruPujangga Baru muncul
sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya
tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa
nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual,
nasionalistik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.Pada masa itu, terbit
pula majalah “Poedjangga Baroe” yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Amir
Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun
1930 – 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok
sastrawan Pujangga baru yaitu 1. Kelompok “Seni untuk Seni” yang dimotori oleh Sanusi
Pane dan Tengku Amir Hamzah dan; 2. Kelompok “Seni untuk Pembangunan
Masyarakat” yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam
Effendi.Penulis dan karya sastra Pujangga Baru
Sutan Takdir Alisjahbana
Layar Terkembang (1948)
Tebaran Mega (1963)
Armijn Pane
Belenggu (1954)
Jiwa Berjiwa
Gamelan Djiwa – kumpulan sajak (1960)
Djinak-djinak Merpati – sandiwara (1950)
Kisah Antara Manusia – kumpulan cerpen (1953)
Tengku Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi (1954)
Buah Rindu (1950)
Setanggi Timur (1939)
Sanusi Pane
Pancaran Cinta (1926)
Puspa Mega (1971)
Madah Kelana (1931/1978)
Sandhyakala ning Majapahit (1971)
Kertadjaja (1971)
Muhammad Yamin
Indonesia, Toempah Darahkoe! (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
Tanah Air
Roestam Effendi
Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan (1953)
Pertjikan Permenungan (1953)
Selasih
Kalau Ta’ Oentoeng (1933)
Pengaruh Keadaan (1957)
J.E.Tatengkeng
Rindoe Dendam (1934)
Angkatan ‘45Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya
sastrawan Angkatan ‘45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya
Angkatan Pujangga baru yang romantik – idealistik.Penulis dan karya sastra Angkatan
‘45
Chairil Anwar
Kerikil Tadjam (1949)
Deru Tjampur Debu (1949)
Asrul Sani, Rivai Apin Chairil Anwar
Tiga Menguak Takdir (1950)
Idrus
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan Kebangsaan
Pramoedya Ananta Toer
Bukan Pasar Malam (1951)
Ditepi Kali Bekasi (1951)
Gadis Pantai
Keluarga Gerilja (1951)
Mereka jang Dilumpuhkan (1951)
Perburuan (1950)
Tjerita dari Blora (1963)
Mochtar Lubis
Tidak Ada Esok (1982)
Djalan Tak Ada Udjung (1958)
Si Djamal (1964)
Harimau-Harimau! (1977)
Achdiat K. Mihardja
Atheis – 1958
Trisno Sumardjo
Katahati dan Perbuatan (1952)
Terjemahan karya W. Shakespeare: Hamlet, Impian di tengah Musim, Macbeth, Raja
Lear, Romeo dan Julia, Saudagar Venezia, dll.
M.Balfas
Lingkaran-lingkaran Retak, kumpulan cerpen (1978)
Utuy Tatang Sontani
Suling (1948)
Tambera (1952)
Awal dan Mira – drama satu babak (1962)
Angkatan 50-anAngkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan
H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek
dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan
majalah sastra lainnya, Sastra.Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan
sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep
sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan
diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan
mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada
tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.Penulis dan karya sastra Angkatan 50-
60-anNh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol
pada akhir dekade 80-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal,
Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri
khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari
budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.
Ajip Rosidi
Cari Muatan
Ditengah Keluarga (1956)
Pertemuan Kembali (1960
Sebuah Rumah Buat Hari Tua
Tahun-tahun Kematian (1955)
Ali Akbar Navis
Bianglala: kumpulan tjerita pendek (1963)
Hudjan Panas (1963)
Robohnja Surau Kami: 8 tjerita pendek pilihan (1950)
Bokor Hutasuhut
Datang Malam (1963)
Enday Rasidin
Surat Cinta
Nh. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati jang Damai (1960)
Nugroho Notosusanto
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajangé (1961)
Tiga Kota (1959)
Ramadhan K.H
Api dan Si Rangka
Priangan si Djelita (1956)
Sitor Situmorang
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)
Subagio Sastrowardojo
Simphoni (1957)
Titis Basino
Pelabuhan Hati (1978)
Dia, Hotel, Surat Keputusan (cerpen) (1963)
Lesbian (1976)
Bukan Rumahku (1976)
Pelabuhan Hati (1978)
Di Bumi Aku Bersua di Langit Aku Bertemu (1983)
Trilogi: Dari Lembah Ke Coolibah (1997); Welas Asih Merengkuh Tajali (1997);
Menyucikan Perselingkuhan (1998)
Aku Supiah Istri Wardian (1998)
Tersenyumpun Tidak Untukku Lagi (1998)
Terjalnya Gunung Batu (1998)
Aku Kendalikan Air, Api, Angin, dan Tanah (1998)
Rumah Kaki Seribu (1998)
Tangan-Tangan Kehidupan (1999)
Bila Binatang Buas Pindah Habitat (1999)
Mawar Hitam Milik Laras (1999)
Toto Sudarto Bachtiar
Suara : kumpulan sadjak 1950-1955 (1962)
Etsa, sadjak-sadjak (1958)
Trisnojuwono
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
W.S. Rendra
Balada Orang-Orang Tertjinta (1957)
Empat Kumpulan Sajak (1961)
Ia Sudah Bertualang dan tjerita-tjerita pendek lainnja (1963)
dan banyak lagi karya sastra lainnya
Angkatan 66-70-anAngkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison.
Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada
angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra, munculnya karya sastra beraliran
surrealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dll pada masa angkatan ini di Indonesia.
Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya karya sastra
pada masa angkatan ini. Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam
kelompok ini seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur
Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip
Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.Seorang sastrawan pada
angkatan 50-60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang.
Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen dan drama kurang mendapat
perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman; ia lahir mendahului
jamannya.Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara,
Leon Agusta, Arifin C. Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan
Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo,
Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.Karya Sastra Angkatan ‘66
Sutardji Calzoum Bachri
O
Amuk
Kapak
Abdul Hadi WM
Laut Belum Pasang – (kumpulan puisi)
Meditasi – (kumpulan puisi)
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur – (kumpulan puisi)
Tergantung Pada Angin – (kumpulan puisi)
Anak Laut Anak Angin – (kumpulan puisi)
Sapardi Djoko Damono
Dukamu Abadi – (kumpulan puisi)
Mata Pisau dan Akuarium – (kumpulan puisi)
Perahu Kertas – (kumpulan puisi)
Sihir Hujan – (kumpulan puisi)
Hujan Bulan Juni – (kumpulan puisi)
Arloji – (kumpulan puisi)
Ayat-ayat Api – (kumpulan puisi)
Goenawan Mohamad
Interlude
Parikesit
Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang – (kumpulan esai)
Asmaradana
Misalkan Kita di Sarajevo
Umar Kayam
Seribu Kunang-kunang di Manhattan
Sri Sumarah dan Bawuk – (kumpulan cerita pendek)
Lebaran di Karet, di Karet – (kumpulan cerita pendek)
Pada Suatu Saat di Bandar Sangging -
Kelir Tanpa Batas
Para Priyayi
Jalan Menikung
Danarto
Godlob
Adam Makrifat
Berhala
Putu Wijaya
Telegram
Stasiun
Pabrik
Gres – Putu Wijaya
Bom
Aduh – (drama)
Edan – (drama)
Dag Dig Dug – (drama)
Iwan Simatupang
Ziarah
Kering
Merahnya Merah
Koong
RT Nol / RW Nol – (drama)
Tegak Lurus Dengan Langit
Arifin C. Noer
Tengul – (drama)
Sumur Tanpa Dasar – (drama)
Kapai Kapai – (drama)
Djamil Suherman
Sarip Tambak-Oso
Umi Kulsum – (kumpulan cerita pendek)
Perjalanan ke Akhirat
Sakerah
dan masih banyak lagi yang lainnya.Dasawarsa 80-anKarya sastra di Indonesia pada
kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan
sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison
tidak ada lagi, karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai
majalah dan penerbitan umum.Beberapa sastrawan yang dapat mewakili Angkatan
dekade 80-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca
Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie alm, Micky
HIdayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani alm,
dan Tajuddin Noor Ganie.Karya Sastra Angkatan Dasawarsa 80-anAntara lain adalah:
Badai Pasti Berlalu – Cintaku di Kampus Biru – Sajak Sikat Gigi – Arjuna Mencari Cinta
– Manusia Kamar – Karmila
Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi
romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel
mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih
dipengaruhi oleh sastra Eropa abad 19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk
menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 80-an biasanya selalu
mengalahkan peran antagonisnya.Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 80-an ini
juga tumbuh sastra yang beraliran pop (tetapi tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap
sebagai salah satu alat komunikasi), yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang
dipelopori oleh Hilman dengan Serial Lupus-nya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah
diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang
lebih “berat”.Budaya barat dan konflik-konfliknya sebagai tema utama cerita terus
mempengaruhi sastra Indonesia sampai tahun 2000.Sastrawan Angkatan Reformasi
(2000)Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ
Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul
wacana tentang Sastrawan Angkatan Reformasi. Munculnya angkatan ini ditandai dengan
maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik,
khususnya seputar Reformasi. Di rubrik sastra Harian Republika, misalnya, selama
berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi.
Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi
sajak-sajak bertema sosial-politik.Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan
sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde
Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatar belakangi
kelahiran karya-karya sastra — puisi, cerpen, dan novel — pada saat itu. Bahkan,
penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum
Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda dan Acep Zamzam Noer, juga ikut meramaikan suasana
dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.Sastrawan Angkatan 2000-anSetelah wacana
tentang lahirnya Sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil
dikukuhkan karena tidak memiliki ‘juru bicara’, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002
melempar wacana tentang lahirnya Sastrawan Angkatan 2000. Sebuah buku tebal tentang
Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta, tahun 2002. Seratus
lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam
Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti
Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul
pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami, dan Dorothea Rosa Herliany.Novel paling
mutakhir adalah Saman, 1998, karya Ayu Utami. Ayu Utami termasuk novelis yang
membawa pembaharuan dalam perkembangan novel Indonesia. Dalam Saman, Ayu
Utami tidak sungkan-sungkan membahas masalah seks, sesuatu yang di Indonesia
dianggap kurang sopan untuk diungkap. Tapi mungkin zamannya sudah berubah, kini
masalah sesks sudah bukan merupakan hal yang tabu untuk diungkapkan. Ironis, bahwa
yang mengungkap secara detail dan sedikit jorok dalam nobvel ini adalah justru seorang
wanita, Ayu Utami.
Abidah el Khalieqy
Afrizal Malna
Ahmad Nurullah
Ahmad Syubanuddin Alwy
Ahmadun Yosi Herfanda adalah salah seorang penyair yang dimasukkan oleh Korrie
Layun Rampan ke dalam Angkatan 2000, tapi ia sebenarnya telah banyak menulis sajak
sejak awal 1980-an.
Ayu Utami dengan karyanya Saman, sebuah fragmen dari cerita Laila Tak Mampir di
New York. Karya ini menandai awal bangkitnya kembali sastra Indonesia setelah hampir
20 tahun. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, itulah yang
membuatnya menonjol dari pengarang-pengarang yang lain. Novel lain yang ditulisnya
adalah Larung, lanjutan dari cerita Saman.
Dorothea Rosa Herliany
Seno Gumira Ajidarma
Fathur ER

Anda mungkin juga menyukai