Anda di halaman 1dari 7

http://www.khusnuridlo.com/2010/07/hakikat-kurikulum.

html

Hakikat Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam du-nia olahraga,
berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pa-da saat itu kurikulum
diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seo-rang pelari mulai dari start
sampai finish untuk memperoleh medali/penghar-gaan. Kemudian, pengertian
tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan men-jadi sejumlah mata pelajaran
(subject) yang harus ditempuh oleh seorang sis-wa dari awal sampai akhir program
pelajaran untuk memperoleh pengharga-an dalam bentuk ijazah. Dari pengertian
tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu: (1) adanya mata pelajaran
yang harus ditempuh oleh siswa, dan
(2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah.

Dengan de-mikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus me-
nguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi
yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa
jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disim-bolkan dengan skor yang
diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.

Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang


sempit atau sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya
tentang kurikulum, terutama yang berkembang di negara-negara ma-ju, maka akan
ditemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak
terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua
pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi
perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum
sebagai semua kegiatan yang diberikan kepa-da siswa di bawah tanggung jawab
sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school).
Kurikulum tidak dibatasi pada kegi-atan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga
kegiatan-kegiatan yang dila-kukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan
menguatkan penger-tian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis
(1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk
mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah,
maupun di luar sekolah.

Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan per-kembangan


teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat me-ngenai pengertian
kurikulum, maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang
dapat merangkum semua pendapat. Pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki
empat dimensi pengertian, satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan.
Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu: (1) kurikulum sebagai suatu ide/gagasan;
(2) kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenamya merupakan perwujudan
dari kurikulum se-bagai suatu ide; (3) kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering
pula dise-but dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kuriku-
lum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kuriku-lum
sebagai suatu rencana tertulis; dan (4) kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan
konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan.
Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai da-lam dunia
pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum seba-gai suatu rencana
tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembela-jaran. Hal ini sesuai dengan
rumusan pengertian kurikulum seperti yang terte-ra dalam Undang-undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Na-sional : "Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tu-juan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman pe-nyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan ter-tentu". Dalam panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan
pendidikan jen-jang pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh BSNP,
pengerti-an kurikulum yang digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera
dalam UU tersebut. Secara lebih jelas dikatakan bahwa KTSP adalah kuriku-lum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satu-an
pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidik-an, struktur
dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendi-dikan, dan silabus.
http://www.idonbiu.com/2009/05/pengertian-dan-hakekat-kurikulum.html

Pengertian Dan Hakekat Kurikulum


Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu
pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti
dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum
… to be composed of all the experiences children have under the guidance of
teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan
bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of
subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices
or direction of school.

Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988)


mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian,
khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum
sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat,
dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum
sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum
sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni
tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian :
(1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan
sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum
menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau
dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum
yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan
kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam


Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa:
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
http://masnur-muslich.blogspot.com/2008/10/hakikat-dan-fungsi-buku-teks.html

Sabtu, 04 Oktober 2008


HAKIKAT DAN FUNGSI BUKU TEKS

Sebagaimana tersebut pada bagian sebelumnya bahwa buku teks merupakan salah
satu jenis buku pendidikan. Buku teks adalah buku yang berisi uraian bahan tentang
mata pelajaran atau bidang studi tertentu, yang disusun secara sistematis dan telah
diseleksi berdasarkan tujuan tertentu, orientasi pembelajaran, dan perkembangan
siswa, untuk diasimilasikan.
Rumusan senada juga disampaikan oleh A.J. Loveridge (terjemahan Hasan Amin)
sebagai berikut.
”Buku teks adalah buku sekolah yang memuat bahan yang telah diseleksi mengenai
bidang studi tertentu, dalam bentuk tertulis yang memenuhi syarat tertentu dalam
kegiatan belajar mengajar, disusun secara sistematis untuk diasimilasikan.”
Chambliss dan Calfee (1998) menjelaskannya secara lebih rinci. Buku teks adalah alat
bantu siswa untuk memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca dan untuk
memahami dunia (di luar dirinya). Buku teks memiliki kekuatan yang luar biasa besar
terhadap perubahan otak siswa. Buku teks dapat mempengaruhi pengetahuan anak
dan nilai-nilai tertentu.
Sementara itu Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2004: 3) menyebutkan bahwa
buku teks atau buku pelajaran adalah sekumpulan tulisan yang dibuat secara
sistematis berisi tentang suatu materi pelajaran tertentu, yang disiapkan oleh
pengarangnya dengan menggunakan acuan kurikulum yang berlaku. Substansi yang
ada dalam buku diturunkan dari kompetensi yang harus dikuasai oleh pembacanya
(dalam hal ini siswa).
Pusat Perbukuan (2006: 1) menyimpulkan bahwa buku teks adalah buku yang
dijadikan pegangan siswa pada jenjang tertentu sebagai media pembelajaran
(instruksional), berkaitan dengan bidang studi tertentu. Buku teks merupakan buku
standar yang disusun oleh pakar dalam bidangnya, biasa dilengkapi sarana
pembelajaran (seperti pita rekaman), dan digunakan sebagai penunjang program
pembelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 menjelaskan bahwa
buku teks (buku pelajaran) adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang
memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan,
budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun
berdasarkan standar nasional pendidikan.

Dari kelima rumusan itu kiranya dapat diketahui indikator atau ciri penanda buku teks
sebagai berikut.
Buku teks merupakan buku sekolah yang ditujukan bagis siswa pada jenjang
pendidikan tertentu.
Buku teks berisi bahan yang telah terseleksi.
Buku teks selalu berkaitan dengan bidang studi atau mata pelajaran tertentu
Buku teks biasanya disusun oleh para pakar di bidangnya
Buku teks ditulis untuk tujuan instruksional tertentu.
Buku teks biasanya dilengkapi dengan sarana pembelajaran.
Buku teks disusun secara sistematis mengikuti strategi pembelajaran tertentu.
Buku teks untuk diasmilasikan dalam pembelajaran.
Buku teks disusun untuk menunjang program pembelajaran.
Dari butir-butir indikator tesebut, buku teks mempunyai ciri tersendiri bila dibanding
dengan buku pendidikan lainnya, baik dilihat dari segi isi, tataan, maupun fungsinya.
Dilihat dari segi isinya, buku teks merupakan buku yang berisi uraian bahan ajar
bidang tertentu, untuk jenjang pendidikan tertentu, dan pada kurun ajaran tertentu
pula. Dilihat dari segi tataanya, buku teks merupakan sajian bahan ajar yang
mempertimbangkan faktor (1) tujuan pembelajaran, (2) kurikulum dan struktur
program pendidikan, (3) tingkat perkembangan siswa sasaran, (4) kondisi dan fasilitas
sekolah, dan (5) kondisi guru pemakai. Dari segi fungsinya, selain mempunyai fungsi
umum sebagai sebagai sosok buku, buku teks memupunyai fungsi sebagai (1) sarana
pengembang bahan dan program dalam kurikulum pendidikan, (2) sarana pemerlancar
tugas akademik guru, (3) sarana pemerlancar ketercapaian tujuan pembelajaran, dan
(4) sarana pemerlancar efisiensi dan efektivitas kegiatan pembelajaran.

Secara teknis Geene dan Pety (dalam Tarigan, 1986: 21) menyodorkan sepuluh
kategori yang harus dipenuhi buku teks yang berkualitas. Sepuluh kategori tersebut
sebagai berikut.
Buku teks haruslah menarik minat siswa yang mempergunakannya.
Buku teks haruslah mampu memberikan motivasi kepada para siswa yang
memakainya.
Buku teks haruslah memuat ilustrasi yang menarik siswa yang memanfaatkannya.
Buku teks seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai
dengan kemampuan para siswa yang memakainya.
Isi buku teks haruslah berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih
baik lagi kalau dapat menunjangnya dengan terencana sehingga semuanya merupakan
suatu kebulatan yang utuh dan terpadu.
Buku teks haruslah dapat menstimuli, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para
siswa yang mempergunaknnya.
Buku teks haruslah dengan sadar dan tegas menghindar dari konsep-konsep yang
samar-samar dan tidak biasa, agar tidak embuat bingung siswa yang memakainya.
Buku teks haruslah mempunyai sudut pandang atau ”point of view” yang jelas dan
tegas sehingga ada akhirnya juga menjadi sudut pandang para pemakainya yang setia.
Buku teks haruslah mamu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan
orang dewasa.
Buku teks haruslah dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.

Sepuluh kategori yang disodorkan Geene dan Petty tersebut pada dasarnya merupakan
penjabaran lebih lanjut dari ketiga ciri buku teks yang disampaikan sebelumnya.
Dikatakan demikian, karena butir-butir kategori tersebut bisa dimasukkan ke dalam
tiga ciri buku teks.
Sebagai kelengkapan kategori tersebut, Schorling dan Batchelder (1956) memberikan
empat ciri buku teks yang baik, yaitu
(1) direkomendasikan oleh guru-guru yang berpengalaman sebagai buku teks yang
baik;
(2) bahan ajarnya sesuai dengan tujuan pendidikan, kebutuhan siswa, dan kebutuhan
masyarakat;
(3) cukup banyak memuat teks bacaan, bahan drill dan latihan/tugas; dan
(4) memuat ilustrasi yang membantu siswa belajar.
Sebagai buku pendidikan, buku teks memainkan peranan penting dalam
pembelajaran. Dengan buku teks, program pembelajaran bisa dilaksanakan secara
lebih teratur, sebab guru sebagai pelaksana pendidikan akan memperoleh pedoman
materi yang jelas. Terhadap pentingnya buku teks ini, Grambs, J. D. dkk. (1959)
menyatakan”The textbook is one of the teacher’s major tools in guiding learning”.
Sementara itu, Hubert dan Harl menyoroti nilai lebih buku teks bagi guru sebagai
berikut.
Buku teks memuat persediaan materi bahan ajar yang memudahkan guru
merencanakan jangkauan bahan ajar yang akan disajikannya pada satuan jadwal
pengajaran (mingguan, bulanan, caturwulanan, semesteran).
Buku teks memuat masalah-masalah terpenting dari satu bidang studi.
Buku teks banyak memuat alat bantu pengajaran, misalnya gambar, skema, diagram,
dan peta.
Buku teks merupakan rekaman yang permanen yang memudahkan untuk mengadakan
review di kemudian hari.
Buku teks memuat bahan ajar yang seragam, yang dibutuhkan untuk kesamaan
evaluasi, dan juga kelancaran diskusi.
Buku teks memungkinkan siswa belajar di rumah.
Buku teks memuat bahan ajar yang relatif telah tertata menurut sistem dan logika
tertentu.
Buku teks membebaskan guru dari kesibukan mencari bahan ajar sendiri sehingga
sebagian waktunya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain.

Bagi siswa sasaran, buku teks akan berpengaruh terhadap kepribadiannya, walaupun
pengaruh itu tidak sama antara siswa satu dengan lainnya. Dengan membaca buku
teks, siswa akan dapat terdorong untuk berpikir dan berbuat yang positif, misalnya
memecahkan masalah yang dilontarkan dalam buku teks, mengadakan pengamatan
yang disarankan dalam buku teks, atau melakukan pelatihan yang diinstruksikan
dalam buku teks. Dengan adanya dorongan yang konstruktif tersebut, maka dorongan
atau motif-motif yang tidak baik atau destruktif akan terkurangi atau terhalangi. Oleh
karena itu benar apa yang dikatakan oleh Musse dkk (1963:484) bahwa pengaruh
buku teks terhadap anak bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) dapat mendorong
perkembangan yang baik dan (2) menghalangi perkembangan yang tidak baik.
Sebagai pemantapan tentang fungsi buku teks, Loveridge menyatakan sebagai berikut:
“Pelajaran dalam kelas sangat bergantung pada buku teks. Dalam keadaan guru tidak
memenuhi syarat benar, maka buku teks merupakan pembimbing dan penunjang
dalam mengajar. Bagi murid, buku teks bertugas sebagai dasar untuk belajar
sistematis, untuk memperteguh, mengulang, dan untuk mengikuti pelajaran lanjutan.”

Bagi orang tua pun buku teks mempunyai peran tersendiri. Dengan buku teks orang
tua bisa memberikan arahan kepada anaknya apabila yang bersangkutan kurang
memahami materi yang diajarkan d sekolah. Dari keadaan ini orang tua akhirnya bisa
mengetahui daya serap anaknya terhadap materi mata pelajaran tertentu. Apabila daya
serapnya kurang, perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan; dan apabila daya
serapnya baik, perlu juga dilakukan langkah-langkah pemantapan atau pengayaan.

Pada sisi lain, buku teks dapat dipandang sebagai simpanan pengetahuan tentang
berbagai segi kehidupan (Pusat Perbukuan, 2005). Karena sudah dipersiapkan dari
segi kelengkapan dan penyajiannya, buku teks itu memberikan fasilitas bagi kegiatan
belajar mandiri, baik tentang substansinya maupun tentang caranya. Dengan
demikian, penggunaan buku teks merupakan bagian dari upaya pencipataan ”budaya
buku” bagi siswa, yang menjadi salah satu indikator dari masyarakat yang maju.

Dipandang dari hasil belajar, buku teks mempunyai peran penting. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa buku teks berperan secara maknawi dalam prestasi
belajar siswa. Laporan World Bank (1995) mengenai Indonesia, misalnya,
ditunjukkan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku dan fasilitas lain berkorelasi
positif dengan prestasi belajar siswa. Di Filipina, peningkatan rasio kepemilikan buku
siswa dari 1 : 10 menjadi 1 : 2 di kelas 1 dan 2 secara signifikan meningkatkan hasil
belajar siswa (World Bank, 1995). Pernyataan tersebut diperkuat oleh Supriadi (2000)
yang menyatakan bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku berkorelasi positif dan
bermakna dengan prestasi belajar.

Dipandang dari proses pembelajaran pun demikian. Untuk mencapai kompetensi yang
ingin dicapai dalam pembelajaran, siswa perlu menempuh pengalaman dan latihan
serta mencari informasi tertentu. Salah satu alat yang efektif untuk mencapai
kompetensi tersebut adalah lewat penggunaan buku teks. Sebab, pengalaman dan
latihan yang perlu ditempuh dan informasi yang perlu dicari, begitu pula tentang cara
menempuh dan mencarinya, tersaji dalam buku teks secara terprogram.

Walaupun buku teks diperuntukkan bagi siswa, guru pun dapat memanfaatkannya.
Pada waktu memberikan pembelajaran kepada siswa, guru dapat mempertimbangkan
pula apa yang tersaji dalam buku teks. Namuk demikian, guru tetap memiliki
kebebasan dalam memilih, mengembangkan, dan menyajikan materi pembelajaran.
Semua itu merupakan wewenang dan tanggung jawab profesionalitas guru.

Dari uraian tersebut jelaslah bahwa keberadaan buku teks sangat fungsional baik bagi
kelancaran pengelolaan kelas, bagi guru, bagi siswa, maupun bagi orang tua.

Anda mungkin juga menyukai