Anda di halaman 1dari 33

Prospek Pegadaian Syariah

Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga. Hampir semua
perjanjian di bidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak negara yang telah dapat
mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di atas kemiskinan negara lain
sehingga terus-menerus terjadi kesenjangan. Pengalaman dibawah dominasi perekonomian
dengan sistem bunga selama ratusan tahun membuktikan ketidak mampuannya untuk
menjembatani kesenjangan ini. Di dunia, diantara negara maju dan negara berkembang
kesenjangan itu semakin lebar sedang didalam negara berkembang, kesenjangan itupun
semakin dalam.

Dalam kaitan dengan kesenjangan ekonomi yang terjadi, para ahli ekonomi tidak melihat
sistem bunga sebagai biang keladinya. Karena luput dari pengamatan, Pemerintah di negara
manapun dibikin repot dengan ulah sistem bunga yang build – in concept – nya memang
bersifat kapitalistik dan diskriminalistik.

Selanjutnya perkembangan perbankan Islam merupakan fenomena yang menarik kalangan


akademisi maupun praktisi dalam 20 tahun terakhir. Kita patut bersyukur di bangsa
Indonesia bahwa sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, dengan
semua ketentuan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri
Keuangan, dan Edaran Bank Indonesia, Pemerintah telah memberi peluang berdirinya
lembaga-lembaga keuangan syariah berdasarkan sistem bagi hasil. Kemudian Undang-
undang No. 10 Tahun 1998 tentang Penyempurnaan Undang-undang No.7 Tahun 1992
tentang Perbankan merupakan langkah maju dalam perkembangan perbankan, terutama
bagi perbankan syariah.

Sebagian umat Islam di Indonesia yang mampu mensyukuri nikmat Allah itu mulai
memanfaatkan peluang tersebut dengan mendukung berdirinya bank syariah, asuransi
syariah, dan reksadana syariah dalam bentuk menjadi pemegang saham, menjadi penabung
dan nasabah, menjadi pemegang polis, menjadi investor, dan sebagainya. Lebih dari itu
banyak pula yang secara kreatif mengembangkan ide untuk berdirinya lembaga- lembaga
keuangan syariah bukan bank lainnya seperti: modal ventura, leasing, dan pegadaian.

Dari pengalaman mendirikan bank syariah dan asuransi syariah, serta reksadana syariah,
diperlukan pengkajian yang mendalam terlebih dahulu, sehingga dengan demikian untuk
berdirinya pegadaian syariahpun diperlukan pengkajian terhadap berbagai aspeknya secara
luas dan mendalam.

Fiqh Pegadaian Syariah.

Dalam Fikih Muamalah, perjanjian gadai disebut “rahn”. Rahn menurut bahasa berarti
penahanan dan penetapan[1] . sebagaimana firman Allah Swt:

‘“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Qs.74:38

Adapun menurut istilah adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan
hutang[2].

Landasan hukum Rahn atau landasan pinjam meminjam dengan jaminan (barg) adalah
firman Allah:

Surat Al-Baqarah, ayat 283 :

“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang)”.

Landasan hukum lainnya adalah hadits Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Aisyah ra.

]3[.‫ص لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم مِنْ َي ُه ودِيٍّ َط َعامًا َو َر َه َن ُه دِرْ عًا مِنْ َحدِي ٍد‬
َ ِ ‫اش َت َرى َر ُس و ُل هَّللا‬
ْ ‫ت‬ْ َ‫َعنْ َعائ َِش َة َق ال‬

“Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi dan
menggadaikannya dengan besi”.

Dan hadits dari Anas ra.

‫ص لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم‬ َ ِّ‫س َرضِ َي هَّللا ُ َع ْن ُه أَ َّن ُه َم َشى إِلَى ال َّن ِبي‬
ٍ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم ِب ُخ ْب ِز َش ع‬
َ ُّ‫ِير َوإِ َهالَ ٍة َس ن َِخ ٍة َولَ َق ْد َر َه َن ال َّن ِبي‬ ٍ ‫َعنْ أَ َن‬
]4[.‫ِه‬ ‫عِيرً ا أِل َهْ ِل‬ ‫ُه َش‬ ‫َذ ِم ْن‬ ‫ودِيٍّ َوأَ َخ‬ ‫دَ َي ُه‬ ‫ِة عِ ْن‬ ‫ُه ِب ْال َمدِي َن‬ َ‫دِرْ عًا ل‬

“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan
sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah
ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”.

Landasan hukum berikutnya adalah Ijma’ ulama atas hukum mubah (boleh) perjanjian
gadai.

Tentang siapa yang harus menanggung biaya pemeliharaan selama marhun berada di
tangan murtahin, tatacara penentuan biayanya, dsb, adalah merupakan ijtihad yang
dilakukan para fukaha.

Unsur-unsur rahn adalah : orang yang menyerahkan barang gadai disebut ‘rahin’, orang
yang menerima barang gadai disebut “ murtahin “, dan barang yang digadaikan disebut “
marhun “ dan hutang yang disebut “marhun bih”[5]..

Mengenai rukun dan sahnya akad gadai dijelaskan oleh Pasaribu dan Lubis sebagai
berikut[6] :

1. Adanya lafaz, yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai.

Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya
terkandung maksud adanya perjanjian gadai diantara para pihak.

2. Adanya pemberi dan penerima gadai.

Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat
dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at
Islam.

3. Adanya barang yang digadaikan.

Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu
adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada dibawah pengasaan
penerima gadai.

4. Adanya utang/hutang.
Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau
mengandung unsur riba.

Mengenai barang (marhum) apa saja yang boleh digadaikan, dijelaskan dalam Kifayatul
Akhyar[7] bahwa semua barang yang boleh dijual-belikan menurut syariah, boleh
digadaikan sebagai tanggungan hutang.

Aspek lainnya yang perlu mendapat perhatian dalam kaitan dengan perjanjian gadai adalah
yang menyangkut masalah hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam situasi dan
kondisi yang normal maupun yang tidak normal. Situasi dan Kondisi yang tidak normal bisa
terjadi karena adanya peristiwa force mayor seperti perampokan, bencana alam, dan
sebagainya.

Dalam keadaan normal hak dari rahin setelah melaksanakan kewajibannya adalah
menerima uang pinjaman dalam jumlah yang sesuai dengan yang disepakati dalam batas
nilai jaminannya, sedang kewajiban rahin adalah menyerahkan barang jaminan yang
nilainya cukup untuk jumlah hutang yang dikehendaki. Sebaliknya hak dari murtahin adalah
menerima barang jaminan dengan nilai yang aman untuk uang yang akan dipinjamkannya.,
sedang kewajibannya adalah menyerahkan uang pinjaman sesuai dengan yang disepakati
bersama.

Setelah jatuh tempo, rahin berhak menerima barang yang menjadi tanggungan hutangnya
dan berkewajiban membayar kembali hutangnya dengan sejumlah uang yang diterima pada
awal perjanjian hutang. Sebaliknya murtahin berhak menerima pembayaran hutang
sejumlah uang yang diberikan pada awal perjanjian hutang, sedang kewajibannya adalah
menyerahkan barang yang menjadi tanggungan hutang rahin secara utuh tanpa cacat.

Di atas hak dan kewajiban tersebut diatas, kewajiban murtahin adalah memelihara barang
jaminan yang dipercayakan kepadanya sebagai barang amanah, sedang haknya dalah
menerima biaya pemeliharaan dari rahin. Sebaliknya rahin berkewajiban membayar biaya
pemeliharaan yang dikeluarkan murtahin, sedang haknya adalah menerima barang yang
menjadi tanggungan hutang dalam keadaan utuh.

Dasar hukum siapa yang menanggung biaya pemeliharaan dapat dirujuk dari pendapat
yang didasarkan kepada Hadist Nabi riwayat Al-Syafi’i dan Al-Darulquthni dari Muswiyah bin
Abdullah bin Ja’far :
“Ia (pemilik barang gadai) berhak menikmati hasilnya dan wajib memikul bebannya (beban
pemeliharaannya)"[8]

Di tempat lain terdapat penjelasan bahwa apabila barang jaminan itu diizinkan untuk
diambil manfaatnya selama digadaikan, maka pihak yang memanfaatkan itu berkewajiban
membiayainya. Hal ini sesuai dengan Hadits Rasullullah SAW :

Dari Abu Hurairah , barkata, sabda Rasullulah SAW : “Punggung (binatang) apabila
digadaikan, boleh dinaiki asal dibiayai. Dan susu yang deras apabila digadaikan, boleh juga
diminum asal dibiayai. Dan orang yang menaiki dan meminum itulah yang wajib
membiayai.” (HR. Al-Bukhari)[9]

Dalam keadaan tidak normal dimana barang yang dijadikan jaminan hilang, rusak, sakit
atau mati yang berada diluar kekuasaan murtahin tidak menghapuskan kewajiban rahin
melunasi hutangnya[10]. Namun dalam praktek pihak murtahim telah mengambil langkah-
langkah pencegahan dengan menutup asuransi kerugian sehingga dapat dilakukan
penyelesaian yang adil.

Mengenai pemilikan barang gadaian, berdasarkan berita dari Abu Hurairah perjanjian gadai
tidak merubah pemilikan walaupun orang yang berhutang dan menyerahkan barang
jaminan itu tidak mampu melunasi hutangnya.

Dari Abu Hurairah, sabda Rasullulah SAW :

“Barang jaminan tidak bisa tertutup dari pemiliknya yang telah menggadaikannya. Dia tetap
menjadi pemiliknya dan dia tetap berhutang “[11].

Pada waktu jatuh tempo apabila rahin tidak mampu membayar hutangnya dan tidak
mengizinkan murtahin menjual barang gadaiannya, maka hakim/pengadilan dapat
memaksa pemilik barang membayar hutang atau menjual barangnya. Hasil penjualan
apabila cukup dapat dipakai untuk menutup hutangnya, apabila lebih dikembalikan kepada
pemilik barang tetapi apabila kurang pemilik barang tetap harus menutup
kekurangannya[12].

Dalam hal orang yang menggadaikan meninggal dan masih menanggung hutang, maka
penerima gadai boleh menjual barang gadai tersebut dengan harga umum. Hasil penjualan
apabila cukup dapat dipakai untuk menutup hutangnya, apabila lebih dikembalikan kepada
ahli waris tetapi apabila kurang ahli waris tetap harus menutup kekurangannya atau barang
gadai dikembalikan kepada ahli waris setelah melunasi hutang almarhum pemilik
barang[13].

Dari ketentuan-ketentuan yang tersedia dapat disimpulkan bahwa barang gadai sesuai
syariah adalah merupakan pelengkap belaka dari konsep hutang piutang antara individu
atau perorangan. Konsep hutang piutang sesuai dengan syariat menurut Muhammad Akram
Khan adalah merupakan salah satu konsep ekonomi Islam dimana bentuknya yang lebih
tepat adalah al-qardhul hassan. Hutang piutang dalam bentuk alqardhul hassan dengan
dukungan gadai (rahn), dapat dipergunakan untuk keperluan sosial maupun komersial.
Peminjam mempunyai dua pilihan, yaitu : dapat memilih qardhul hassan atau menerima
pemberi pinjaman atau penyandang dana (rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam
perjanjian mudharabah[14].

Di dalam bentuk al-qardhul hassan ini hutang yang terjadi wajib dilunasi pada waktu jatuh
tempo tanpa ada tambahan apapun yang disyaratkan (kembali pokok). Peminjam
menanggung biaya yang secara nyata terjadi seperti biata penyimpanan dll., dan
dibayarkan dalam bentuk uang (bukan prosentase). Peminjam pada waktu jatuh tempo
tanpa ikatan syarat apapun boleh menambahkan secara sukarela pengembalian hutangnya.

Apabila peminjam memilih qardhul hassan, rabb al-mal tentu saja akan
mempertimbangkannya apabila peminjam adalah pengusaha pemula dan apabila peminjam
memilih perjanjian mudharabah maka terlebih dahulu harus disepakati porsi bagi hasil
masing-masing pihak dimana posisi peminjam dana adalah sebagai mudharib.

Dalam kaitannya dengan keperluan komersial, tentunya peminjam bukanlah orang miskin
karena dia mempunyai simpanan dalam bentuk harta tiak produktif (hoarding) yang dapat
digadaikan. Dengan demikian fungsi dari gadai disini adalah mencairkan atau
memproduktifkan (dishoarding) harta yang beku.

Dari uraian tersebut diatas, tidak tersurat sedikitpun uraian tentang lembaga gadai syariah
sebagai perusahaan, mungkin karena pada waktu peristiwa itu terjadi belum ada lembaga
gadai sebagai suatu perusahaan. Hal serupa juga terjadi pada lembaga hutang piutang
syariah yang pada mulanya hanya menyangkut hubungan antar pribadi kemudian
berkembang menjadi hubungan antara pribadi dengan bank.

Pengembangan hubungan antar pribadi menjadi hubungan antara pribadi dengan suatu
bentuk perusahaan tentu membawa konsekuensi yang luas dan menyangkut berbagai
aspek. Namun hendaknya tetap dipahami bahwa lembaga gadai adalah pelengkap dari
lembaga hutang piutang. Hal ini juga mengandung arti bahwa hukum gadai dalam keadaan
normal tidak merubah status kepemilikan. Baru apabila terjadi keadaan yang tidak normal,
misalnya rahin pada saat jatuh tempo tidak mampu melunasi hutangnya maka bisa terjadi
peristiwa penyitaan dan lelang oleh pejabat yang berwenang.

Keadaan tidak normal ini bisa merubah status kepemilikan sehingga berkembang menjadi
jual beli tunai (tijari), jual beli tangguh bayar (murabaha), dan jual beli dengan pembayaran
angsuran (baiu bithaman ajil).

Bagaimana konsepsi lembaga gadai syariah dalam suatu perusahaan tentunya tidak
berbeda dengan lembaga gadai syariah dalam hubungan antar pribadi. Alternatif yang
tersedia untuk lembaga gadai syariah juga ada dua, yaitu hubungan dalam rangka
perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan, dan hubungan
dalam rangka perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk mudharabah.

Lembaga gadai syariah perusahaan bertindak sebagai penyandang dana atau rabb almal
sedang nasabahnya bisa bertindak sebagai rahin atau bisa juga bertindak sebagai
mudharib, tergantung akternatif yang dipilih. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan
pada lembaga gadai perusahaan adalah aspek legalitas, aspek permodalan, aspek sumber
daya manusia, aspek kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan, dan
lain-lain.

Operasionalisasi Lembaga Gadai Syariah.

Dengan memahami konsep lembaga gadai syariah maka sebenarnya lembaga gadai syariah
untuk hubungan antar pribadi sudah operasional. Setiap orang bisa melakukan perjanjian
hutang piutang dengan gadai secara syariah. Pada dasarnya konsep hutang piutang secara
syariah dilakukan dalam bentuk al-qardhul hassan, dimana pada bentuk ini tujuan
utamanya adalah memenuhi kewajiban moral sebagai jaminan sosial.

Gadai yang melengkapi perjanjian hutang piutang itu adalah sekedar memenuhi anjuran
sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 283. Tidak ada tambahan
biaya apapun diatas pokok pinjaman bagi si peminjam kecuali yang dipakainya sendiri
untuk syahnya suatu perjanjian hutang. Dalam hal ini biaya-biaya seperti materai dan akte
notaris menjadi beban peminjam. Bunga uang yang kita kenal walaupun dengan nama
apapun tidak sesuai dengan prinsip syariah, oleh karena itu tidak boleh dikenakan dalam
perjanjian hutang piutang secara syariah. Perjanjian hutang piutang dalam bentuk alqardhul
hassan sangat dianjurkan dalam islam lebih utama daripada memberikan infaq.

Hal ini menurut Khan karena infaq menimbulkan masalah kehormatan diri pada peminjam
dan mengurangi dorongan dirinya untuk berjuang dan berusaha. Infaq katanya diperlukan
dalam kasus-kasus dimana pengembalian hutang tidak mungkin dilakukan. Dengan
demikian al-Qardhul hassan adalah lembaga bersaudara dengan infaq[15].

Tanggung jawab ini beralih kepada satuan keluarga, RT/RW, Kelurahan, bahkan sampai
kepada negara.

Perjanjian hutang piutang juga diperlukan bagi keperluan komersiil. Dalam hal perjanjian
hutang piutang ini untuk keperluan komersiil, maka biasanya kelengkapan gadai yang
cukup menjadi persyaratan yang tidak dapat ditinggalkan. Ini membuktikan bahwa
sebenarnya pihak peminjam bukanlah orang yang miskin tetapi orang yang mempunyai
sejumlah harta yang dapat digadaikan. Pilihan yang terbuka untuk kepentingan ini adalah
melakukan perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan atau
melakukan perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk mudharabah.

a. Perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan.

Apabila pilihan seorang peminjam adalah pinjaman gadai dalam bentuk qardhul hassan,
maka biasanya peminjam adalah pengusaha pemula yang baru mencoba membuka usaha.
Pengusaha lamapun bisa memilih pinjaman gadai dalam bentuk qardhul hassan apabila
usahanya sedang lesu dan ingin dibangkitkan lagi. Perjanjian hutang piutang dengan gadai
dalam bentuk al-qardhul hassan adalah perjanjian yang terhormat, oleh karena itu para
pihak yang terlibat harus memperlakukan satu samalain secara terhormat pula. Pada saat
jatuh tempo semua hak dan kewajiban diselesaikan dan apabila terjadi peminjam tidak
mampu melunasi hutangnya perjanjian yang lama dapat diperbaharui tanpa harus
mengembalikan seluruh barang gadaiannya. Apabila terjadi perbedan pendapat, maka
perbedaan pendapat itu dapat diselesaikan melalui arbitrasi atau pengadilan.
Biaya yang harus ditanggung peminjam meliputi biaya -biaya yang nyata- nyata diperlukan
untuk sahnya perjanjian hutang piutang, seperti : bea materai, dan biaya akte notaris.
Selain itu untuk keutuhan dan pengamanan barang gadai mungkin ada biaya pemeliharaan
dan sewa tempat penyimpanan harta (save deposit box) di bank atau ditempat lainnya.
Biaya bunga uang apapun namanya dilarang dikenakan.

b. Perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-mudharabah.

Seorang peminjam dan pemberi pinjaman dapat memilih pinjaman gadai dalam bentuk
mudharabah, apabila kedua belah pihak telah menghitung bahwa usaha yang akan

dijalankan layak dan secara ekonomis akan menguntungkan. Perjanjian hutang piutang
dengan gadai dalam bentuk mudharabah adalah perjanjian yang mempertemukan antara
pengusaha yang ahli dalam bidangnya tetapi hanya mempunyai harta tidak lancar dengan
pihak lain yang mempunyai cukup dana tetapi tidak mempunyai bidang usaha.

Kedua pihak kemudian sepakat untuk pihak peminjam menjalankan usaha sedang pihak
pemberi pinjaman hanya memberikan dana yang diperlukan tanpa campur tangan dalam
usaha itu dengan agunan barang gadai. Keduanya juga sepakat pada suatu porsi bagi hasil
tertentu dari usaha yang dijalankan pada saat jatuh tempo semua hak dan kewajiban
diselesaikan dan apabila terjadi peminjam tidak mampu melunasi hutangnya perjanjian
yang lama dapat diperbaharui tanpa harus mengembalikan seluruh barang gadaiannya.
Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka perbedaan pendapat itu dapat diselesaikan
melalui arbitrasi atau pengadilan.

Biaya yang harus ditanggung peminjam selain meliputi biaya–biaya yang nyata-nyata
diperlukan untuk sahnya perjanjian hutang piutang, seperti: bea materai, dan biaya akte
notaris, juga biaya – biaya usaha yang layak selain itu untuk keutuhan dan pengamanan
barang gadai mungkin ada biaya pemeliharaan dan sewa tempat penyimpanan harta (save
deposit box) dibank atau ditempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya juga
dilarang dikenakan.

Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan perusahaan (bank syariah)
khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah operasional. Contoh yang dapat
dikemukakan disini ialah bank syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan sertifikat
tanah, sertifikat saham, sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB),
dll.

Sebagaimana halnya dengan lembaga gadai syariah pada hubungan antar pribadi, lebaga
syariah untuk hubungan antara pribadi dengan bank syariah juga mempunyai dua bentuk,
yaitu perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-mudharabah.
Operasionalsasi kedua bentuk tersebut sama dengan operasionalisasi lembaga gadai syariah
pada hubungan antar pribadi tersebut diatas.

Dari uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa lembaga gadai syariah pada perbankan
syariah adalah hal yang lazim ada. Karena adanya hambatan hukum positif yang kita warisi
dari pemerintahan kolonial, menyebabkan bank sekarang ini tidak diperkenankan menerima
agunan dan menyimpan gadai barang bergerak. Namun menurut berita dalam praktek
banyak bank-bank terutama yang berkantor diwilayah kecamatan yang melakukan praktek
menerima gadai barang bergerak terutama dalam bentuk perhiasan.

Pemisahan jenis barang gadai inilah yang menyebabkan adanya jawatan yang khusus
didirikan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan pinjaman gadai barang bergerak.
Tujuan semula dari jawatan ini adalah semata-mata untuk membantu masyarakat yang
membutuhkan kredit kecil. Modal jawatan untuk operasional dan pengembangan semula
dipasok dari anggaran negara sehingga misi utamanya adalah sosial. Tujuan mencari
untung tidak ditonjolkan dan jawatan dinilai cukup baik apabila hasil usahanya dapat
menutup biaya (breakeven). Dengan misi sosial yang sesuai dengan misi al-qardhul hassan
pada gadai syariah, maka perlu dicari dan dipertahankan bentuk badan usaha yang cocok.
Sesuai dengan panduan syariah perusahaan dapat saja mendapatkan keuntungan yang
besar tetapi hanya mungkin apabila dana yang tersedia disalurkan dalam perjanjian hutang
piutang dengan gadai dalam bentuk al-mudharabah.

Karena gadai dalam hukum islam adalah merupakan pelengkap dari hubungan hutang-
piutang, maka operasionalisasi gadai syariah pada perusahaan bank syariah sudah berjalan
walaupun perlu penyempurnaan. Sedang pada perusahaan pegadaian yang sudah ada
hanya dimungkinkan apabila ada pemahaman kemauan yang kuat dari pimpinan dan
seluruh jajarannya untuk menerapkan perjanjian hutang piutang gadai dalam bentuk
alqardhul hassan dan al-mudharabah. Sumber-sumber modal tentu tidak lagi dicari dari
bank yang memungut bunga dan obligasi yang dijual kepada masyarakatpun tidak dengan
sistem bunga tetapi dengan sistem bagi hasil.
Adanya keinginan masyarakat untuk berdirinya lembaga gadai syariah dalam bentuk
perusahaan mungkin karena umat Islam menghendaki adanya lembaga gadai perusahaan
yang benar-benar menerapkan prinsip syariat Islam. Untuk mengakomodir keinginan ini
perlu dikaji berbagai aspek penting, antara lain : aspek legalitas, aspek permodalan, aspek
sumber daya manusia, aspek kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan,
dan lain-lain.

Prospek Pegadaian Syariah

Dengan asumsi bahwa pemerintah mengizinkan berdirinya perusahaan gadai syariah maka
yang dikehendaki adalah perusahaan yang cukup besar yaitu yang mempunyai persyaratan
dua kali modal disetor setara dengan perusahaan asuransi (minimum dua kali lima belas
milyar rupiah atau sama dengan tiga puluh milyar rupiah), maka untuk mendirikan
perusahaan seperti ini perlu pengkajian kelayakan usaha yang hati-hati dan aman.

Prospek suatu perusahaan secara relatif dapat dilihat dari suatu analisa yang disebut SWOT
atau dengan meneliti kekuatan (Strength), kelemahannya (Weakness), peluangnya
(Oportunity), dan ancamannya (Threat)[16], sebagai berikut:

a. Kekuatan (Strength) dari sistem gadai syariah.

(1). Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.

Perusahaan gadai syariah telah lama menjadi dambaan umat Islam di Indonesia, bahkan
sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal ini menunjukkan besarnya harapan
dan dukungan umat Islam terhadap adanya pegadaian syariah.

(2). Dukungan dari lembaga keuangan Islam di seluruh dunia.

Adanya pegadaian syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam adalah sangat
penting untuk menghindarkan umat Islam dari kemungkinan terjerumus kepada yang
haram. Oleh karena itu pada konferensi ke 2 Menterimenteri Luar Negeri negara muslim di
seluruh dunia bulan Desember 1970 di Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap
pertama mendirikan Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah Islam.
IDB kemudian secara resmi didirikan pada bulan Agustus 1974 dimana Indonesia menjadi
salah satu negara anggota pendiri. IDB pada Articles of Agreement-nya pasal 2 ayat XI
akan membantu berdirinya bank dan lembaga keuangan yang akan beroperasi sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah Islam di negara-negara anggotanya[17].

Beberapa bank Islam yang berskala internasional telah datang ke Indonesia untuk
menjajagi kemungkinan membuka lembaga keuangan syariah secara patungan. Hal ini
menunjukkan besarnya harapan dan dukungan lembaga keuangan internasional terhadap
adanya lembaga keuangan syariah di Indonesia.

(3). Pemberian pinjaman lunak al-qardhul hassan dan pinjaman mudharabah dengan sistem
bagihasil pada pegadaian syariah sangat sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

(a). Penyediaan pinjaman murah bebas bunga disebut al-qardhul hassan adalah jenis
pinjaman lunak yang diperlukan masyarakat saat ini mengingat semakin tingginya tingkat
bunga. Penyetaraannya dengan perusahaan asuransi karena pada usaha gadai tidak
diperkenankan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan (giro, tabungan,
deposito). Selain daripada itu perusahaan asuransi juga mmeberikan pinjaman kepada
pemegang polis dengan agunan polis.

(b). Penyediaan pinjaman mudharabah mendorong terjalinnya kebersamaan antara


pegadaian dan nasabahnya dalam menghadapi resiko usaha dan membagi keuntungan
/kerugian secara adil.

(c). Pada pinjaman mudharabah, pegadaian syariah dengan sendirinya tidak akan
membebani nasabahnya dengan biaya-biaya tetap yang berada di luar jangkauannya.
Nasabah hanya diwajibkan membagihasil usahanya sesuai dengan perjanjian yang telah
ditetapkan sebelumnya. Bagihasil kecil kalau keuntungan usahanya kecil dan bagihasil besar
kalau hasil usahanya besar.

(d). Investasi yang dilakukan nasabah pinjaman mudharabah tidak tergantung kepada
tinggi rendahnya tingkat bunga karena tidak ada biaya uang (biaya bunga pinjaman) yang
harus diperhitungkan.

(e). Pegadaian syariah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh secara langsung oleh gejolak
moneter baik dalam negeri maupun internasional karena kegiatan operasional bank ini tidak
menggunakan perangkat bunga.

Dengan mengenali kekuatan dari pegadaian syariah, maka kewajiban kita semua untuk
terus mengembangkan kekuatan yang dimiliki perusahaan gadai dengan sistem ini.

b. Kelemahan (weakness) dari sistem mudharabah.

(1). Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang
terlibat dalam perjanjian bagihasil adalah jujur dapat menjadi bumerang karena pegadaian
syariah akan menjadi sasaran empuk bagi mereka yang beritikad tidak baik. Contoh :
Pinjaman mudharabah yang diberikan dengan sistem bagi hasil akan sangat bergantung
kepada kejujuran dan itikad baik nasabahnya.

Bisa saja terjadi nasabah melaporkan keadaan usaha yang tidak sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya. Misalnya suatu usaha yang untung dilaporkan rugi sehingga pegadaian
tidak memperoleh bagian laba.

(2). Memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung biaya


yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang kecil-kecil. Dengan demikian kemungkinan
salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar.

(3). Karena membawa misi bagihasil yang adil, maka pegadaian syariah lebi banyak
memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal. Kekeliruan dalam menilai kelayakan
proyek yang akan dibiayai dengan sistem bagi hasil mungkin akan membawa akibat yang
lebih berat daripada yang dihadapi dengan cara konvensional yang hasl pendapatannya
sudah tetap dari bunga.

(4). Karena pegadaian syariah belum dioperasikan di Indonesia, maka kemungkinan disana-
sini masih diperlukan perangkat peraturan pelaksanaan untuk pembinaan dan
pengawasannya. Masalah adaptasi sistem pembukuan dan akuntansi pegadaian syariah
terhadap sistem pembukuan dan akuntansi yang telah baku, tremasuk hal yang perlu
dibahas dan diperoleh kesepakatan bersama.

Dengan mengenali kelemahan-kelemahan ini maka adalah kewajiban kita semua untuk
memikirkan bagaimana mengatasinya dan menemukan penangkalnya.
c. Peluang (Opportunity) dari Pegadaian Syariah

Bagaimana peluang dapat didirikannya pegadaian syariah dan kemungkinannya untuk


tumbuh dan berkembang di Indonesia dapat dilihat dari pelbagai pertimbangan yang
membentuk peluang-peluang dibawah ini :

1. Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama

(a). Adalah merupakan hal yang nyata didalam masyarakat Indonesia khususnya yang
beragama Islam, masih banyak yang menganggap bahwa menerima dan/atau membayar
bunga adalah termasuk menghidup suburkan riba. Karena riba dalam agama Islam jelas-
jelas dilarang maka masih banyak masyarakat Islam yang tidak mau memanfaatkan jasa
pegadaian yang telah ada sekarang.

(b). Meningkatnya kesadaran beragama yang merupakan hasil pembagunan di sektor


agama memperbanyak jumlah perorangan, yayasan-yayasan, pondok-pondok pesantren,
sekolah-sekolah agama, masjid-masjid, baitul-mal, dan sebagainya yang belum
memanfaatkan jasa pegadaian yang sudah ada.

(c). Sistem pengenaan biaya uang / sewa modal dalam sistem pegadaian yang berlaku
sekarang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur yang tidak sejalan dengan syariah Islam,
yaitu antara lain :

* Biaya ditetapkan dimuka secara pasti (fixed), dianggap mendahului takdir karena seolah-
olah peminjam uang dipastikan akan memperoleh keuntungan sehingga mampu membayar
pokok pinjaman dan bunganya pada waktu yang telah ditetapkan (lihat surat Luqman ayat
34).
* Biaya ditetapkan dalam bentuk prosentase (%) sehingga apabila dipadukan dengan unsur
ketidakpastian yang dihadapi manusia, secara matematis dengan berjalannya waktu akan
bisa menjadikan hutang berlipat ganda (lihat surat Al-Imran ayat 130).
* Memperdagangkan/menyewakan barang yang sama dan sejenis (misalnya rupiah dengan
rupiah yang masih berlaku, dll) dengan memperoleh keuntungan/kelebihan kualitas dan
kuantitas, hukumnya adalah riba (lihat terjemah Hadits Shahih Muslim oleh Ma’mur Daud,
bab Riba no.1551 s/d 1567).
* Membayar hutang dengan lebih baik (yaitu diberikan tambahan) seperti yang dicontohkan
dalam Al-Hadits, harus ada dasar sukarela dan inisiatifnya harus datang dari yang punya
hutang pada waktu jatuh tempo, bukan karena ditetapkan dimuka dan dalam jumlah yang
pasti (fixed) (periksa terjemah Hadis Shahih Muslim oleh Ma’mur Daud, bab Riba no.1569
s/d 1572)

Unsur-unsur yang dikhawatirkan tidak sejalan dengan syariat Islam tersebut diataslah yang
ingin dihindari dalam mengelola pegadaian syariah.

(2). Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya pegadaian syariah

(a). Selama Pronas (dulu, Repelita) diperlukan pembiayaan pembangunan yang seluruhnya
diperkirakan akan mencapai jumlah yang sangat besar. Dari jumlah tersebut diharpkan
sebagian besar dapat disediakan dari tabungan dalam negeri dan dari dana luar negeri
sebagai pelengkap saja. Dari tabungan dalam negeri diharapkan dapat dibentuk melalui
tabungan pemerintah yang kemampuannya semakin kecil dibandingkan melalui tabungan
masyarakat yang melalui sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya.

(b). Mengingat demikian besarnya peranan yang diharapkan dari tabungan masyarakat
melalui sektor perbankan maka perlu dicarikan berbagai jalan dan peluang untuk
mengerahkan dana dari masyarakat. Pegadaian berfungsi mencairkan (dishoarding)
simpanan-simpanan berupa perhiasan dan barang tidak produktif yang kemudian
diinvestasikan melalui mekanisme pinjaman mudharabah.

(c). Adanya pegadaian syariah yang telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang berlaku akan memperkaya khasanah lembaga keuangan di Indonesia. Iklim
baru ini akan menarik penanaman modal di sektor lembaga keuangan khususnya IDB dan
pemodal dari negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah.

(d). Konsep pegadaian syariah yang lebih mengutamakan kegiatan produksi dan
perdagangan serta kebersamaan dalam hal investasi, menghadapi resiko usaha dan
membagi hasil usaha, akan memberikan sumbangan yang besar kepada perekonomian
Indonesia khususnya dalam menggiatkan investasi, penyediaan kesempatan kerja, dan
pemerataan pendapatan.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa mengingat pegadaian syariah adalah
sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, maka perusahaan gadai dengan sistem ini akan
mempunyai segmentasi dan pangsa pasar yang baik sekali di Indonesia. Dengan sedikit
modifikasi dan disesuaikan dengan ketentuan umum yang berlaku, peluang untuk dapat
dikembangkannya pegadaian syariah cukup besar.

d. Ancaman (threat) dari pegadaian syariah

Ancaman yang paling berbahaya ialah apabila keinginan akan adanya pegadaian syariah itu
dianggap berkaitan dengan fanatisme agama. Akan ada pihak-pihak yang akan
menghalangi berkembangnya pegadaian syariah ini semata-mata hanya karena tidak suka
apabila umat Islam bangkit dari keterbelakangan ekonominya. Mereka tidak mau tahu
bahwa pegadaian syariah itu jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang
suku, agama, ras, dan adat istiadat. Isu primordial, eksklusivisme atau sara mungkin akan
ilontarkan untuk mencegah berdirinya pegadaian syariah.

Ancaman berikutnya adalah dari mereka yang merasa terusik kenikmatannya mengeruk
kekayaan rakyat Indonesia yang sebagian terbesar beragama Islam melalaui sistem bunga
yang sudah ada. Munculnya pegadaian syariah yang menuntut pemerataan pendapatan
yang lebih adil akan dirasakan oleh mereka sebagai ancaman terhadap status quo yang
telah dinikmatinya selama puluhan tahun. Isu tentang ketidakcocokan dengan sistem
internasional berlaku di seluruh dunia mungkin akan dilontarkan untuk mencegah
berkembangnya di tengah-tengah mereka pegadaian syariah.

Dengan mengenali ancaman-ancaman terhadap dikembangkannya pegadaian syariah ini


maka diharapkan para cendekiawan muslim dapat berjaga-jaga dan mengupayakan
penangkalnya.

Dari analisa SWOT tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pegadaian syariah mempunyai
prospek yang cukup cerah, baik itu adalah Perum Pegadaian yang telah mengoperasikan
sistem syariah maupun pegadaian syariah yang baru. Prospek ini akan lebih cerah lagi
apabila kelemahan (weakness) sistem mudharabah dapat dikurangi dan ancaman (threat)
dapat diatasi.

Perkembangan Pegadaian Syariah di Indonesia

Berdirinya pegadaian syariah, berawal pada tahun 1998 ketika beberapa General Manager
melakukan studi banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai dilakukan
penggodokan rencana pendirian pegadaian syariah. Tapi ketika itu ada sedikit masalah
internal sehingga hasil studi banding itu pun hanya ditumpuk.

Pada tahun 2000 konsep bank syariah mulai marak. Saat itu, Bank Muamalat Indonesia
(BMI) menawarkan kejasama dan membantu segi pembiayaan dan pengembangan. Tahun
2002 mulai diterapkan sistem pegadaiaan syariah dan pada tahun 2003 pegadaian syariah
resmi dioperasikan dan pegadaian cabang Dewi Sartika menjadi kantor cabang pegadaian
pertama yang menerapkan sistem pegadaian syariah.

Prospek pegadaian syariah di masa depan sangat luar biasa. Respon masyarakat terhadap
pegadaian syariah ternyata jauh lebih baik dari yang diperkirakan. Menurut survei BMI, dari
target operasional tahun 2003 sebesar 1,55 milyar rupiah pegadaian syariah cabang Dewi
Sartika mampu mencapai target 5 milyar rupiah.

Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan.
Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah
diatur oleh Dewan Syariah Nasional, yaitu memberlakukan biaya pemeliharaan dari barang
yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman.
Sedangkan pada pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang
dipinjamkan. [18]

Program Syariah Perum Pegadaian mendapat sambutan positif dari masyarakat. Dari target
omzet tahun 2006 sebesar Rp 323 miliar, hingga September 2006 ini sudah tercapai Rp 420
miliar dan pada akhir tahun 2006 ini diprediksi omzet bisa mencapai Rp 450 miliar.[19]
Bahkan Perum Pegadaian Pusat menurut rencana akan menerbitkan produk baru, gadai
saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ), paling lambat Maret 2007. Manajemen Pegadaian
melihat adanya prospek pasar yang cukup bagus saat ini untuk gadai saham.[20]

Bisnis pegadaian syariah tahun 2007 ini cukup cerah, karena minta masyarakat yang
memanfaatkan jasa pegadaian ini cukup besar. Itu terbukti penyaluran kredit tahun 2006
melampaui target.

Pegadaian cabang Majapahit Semarang misalnya, tahun 2006 mencapai 18,2 miliar. Lebih
besar dari target yang ditetapkan sebanyak 11,5 miliar. Jumlah nasabah yang dihimpun
sekitar 6 ribu orang dan barang jaminannya sebanyak 16.855 potong.
Penyaluran kredit pegadaian syariah Semarang ini berdiri tahun 2003, setiap tahunnya
meningkat cukup signifikan dari Rp 525 juta tahun 2004 meningkat menjadi Rp 5,1 miliar
dan tahun 2006 mencapai Rp 18,4 miliar. Mengenai permodalan hingga saat ini tidak ada
masalah. Berapapun permintaan nasabah asal ada barang jaminan akan dipenuhi saat itu
pula bisa dicairkan sesuai taksiran barang jaminan tersebut.[21] Demikian prospek
pegadaian syariah ke depan, cukup cerah.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Pemikiran tentang berdirinya pegadaian syariah adalah merupakan tanda syukur kita
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman Islam dan telah diijinkannya oleh
Pemerintah berdirinya lembaga-lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip
syariat Islam.

b. Pegadaian syariah mempunyai landasan hukum syariat yang kuat dalam ajaran Islam.
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah unsur-unsur gadai, rukun dan sahnya akad,
barang yang boleh digadaikan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan pemilikan
barang gadai.

c. Barang gadaian syariah adalah merupakan pelengkap belaka dari konsep hutang piutang
antara individu atau perorangan. Konsep hutang piutang sesuai dengan syariat adalah
merupakan salah satu konsep ekonomi Islam dimana bentuknya yang lebih tepat adalah al-
qardhul hassan.

d. Hutang piutang dalam bentuk al-qardhul hassan dengan dukungan gadai (rahn), dapat

e. dipergunakan untuk keperluan sosial maupun komersial. Peminjam mempunyai dua


pilihan, yaitu : dapat memilih qardhul hassan atau menerima pemberi pinjaman atau
penyandang dana (rabb al-mal) sebagai mitra usaha dalam perjanjian mudharabah.

f. Untuk nasabah yang memilih pinjaman gadai dalam bentuk mudharabah maka fungsi
gadai disini adalah mencairkan atau memproduktifkan (dishoarding) harta beku (hoarding)
yang tidak produktif.
g. Lembaga gadai syariah perusahaan bertindak sebagai penyandang dana atau rabb almal,
sedang nasabahnya bisa bertindak sebagai rahin atau bisa juga bertindak sebagai mudharib
tergantung alternatif yang dipilih.

h. Lembaga gadai syariah untuk hubungan antar pribadi sebenarnya sudah operasional
karena setiap orang bisa melakukan perjanjian hutang piutang dengan gadai syariah.

i. Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan perusahaan (bank syariah)
khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah operasional. Contoh yang dapat
dikemukakan disini adalah bank syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan
sertifikat tanah, sertifikat saham, sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor
(BPKB), dll.

j. Aspek-aspek penting yag perlu diperhatikan untuk mendirikan lembaga gadai perusahaan
adalah aspek legalitas, aspek permodalan, aspek sumber daya manusia, aspek
kelembagaan, aspek sistem dan prosedur, aspek pengawasan, dll.

k. Prospek pegadaian syariah cukup pesat dan cerah, minat masyarakat semakin hari
semakin meningkat. Apalagi pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga
dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh
keuntungan.

[1]Wahbah Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, juz 6 (Damaskus: Dar al-Fikr , 1984)
hal 4207.

[2]Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta: CV.Masagung, 1988) hal 153.

[3] Hadits riwayat Muslim, Lihat: Shahih Muslim, Juz 8, Bab Jaminan, hal 306.

[4] Hadits riwayat Muslim, Lihat: Shahih Bukhari, Juz 7, Bab Nabi Saw berjual beli, hal 231.

[5] Wahbah Zuhaili, op.cit, hal 4210.

[6]Chaeruddin Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994) hal
115-116, lihat juga: Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2002) hal
107-108.
[7] Abu Bakar bin Muhammad Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, Terj Abdul Malik Idris, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1990), hal 143.

[8] Masyfuk Zuhdi, op.cit, hal 156.

[9] Thahir Abdul Muhsin Sulaiman, Haajul Musykilah Al-Iqtisshaadiyah fil-Islam , terj
Anshari Umar Sitanggal, (Bandung: Al-Ma’arif, 1985), hal 180.

[10] Abu Bakar bin Muhammad Taqiyuddin, op.cit, hal 143.

[11] Thahir, op.cit, hal 180.

[12] Masduk , loc.cit, hal 156.

[13] Abu Bakar bin Muhammad Taqiyuddin, loc.cit, hal 144.

[14] Muhammad Akram Kahan, Ajaran Nabi Muhammad SAW tentang Ekonomi (Kumpulan
Hadits-hadits Pilihan tentang Ekonomi), (Jakarta: PT. Bank Muamalat Indonesia, 1996), hal
179-184.

[15] Muhammad Akram Kahan, op.cit, hal 182-183.

[16] Jurnal Ekonomi Syariah, Prospek Pegadaian Syariah di Indonesia, (Yogyakarta:Pusat


Studi Perbankan Syariah STIE “SBI”, 1997).

[17]Agreement Establishing the Islamic Development Bank, (Jeddah:Daar al-Asfahani


Printing Press,1994) hal 6.

[18] Eramuslim.com, 26 Agustus 2005.

[19] Suara Karya-online.com, 04 Desember 2006.

[20] Republika.co.id, 08 Januari 2007.

[21] Harian Umum Republika, 12 Januari 2007.


Industry Snapshot: A Study of Islamic Mutual Funds Mobasher Zein
Kazmi
Thursday, September 02, 2010

The writer completed his MBA (Investment Management) from Concordia


University and is a CFA Level 3 candidate. He was recently awarded the
Islamic Finance Qualification (IFQ) designation. Mobasher has had four
articles published in the Journal of Strategic Studies, Bahrain Center for
Studies and Research. The first three dealt exclusively with Islamic
finance topics namely: Sukuk (see reference link), Islamic Hedge Funds
(see reference link) and the impact of the current financial crisis on
Islamic banks (see reference link). The last paper dealt with the rise of
sovereign wealth funds.

The introduction of Islamic mutual funds in recent years has been an important
component in the growth and development of Sharia compliant financial
products. The industry itself is undergoing consolidation following a tumultuous
period of global economic uncertainty and market reversal. Under such
circumstances a critical examination is needed to evaluate whether such
Sharia compliant funds have been offering superior risk-adjusted returns.
Furthermore fund managers need to consider formulating investment strategies
that will lead to sustainable competitive advantage over conventional fund
structures and help attract capital on a long-term basis.

Mutual funds are open ended investment schemes tradable on an ongoing


basis and redeemable at the respective Net Asset Value (NAV). Sharia
compliant funds are identically structured although managers use specific
screens in security selection restricting the investment universe to assets that
are interest free and of halal origin. A rethink of the investment processes
coupled with a serious re-branding of Islamic mutual funds within the context of
socially responsible investing should be adopted so that Sharia funds can be
positioned within the mainstream of international capital markets. Islamic
financial institutions should redirect their energies to strengthening their fund
offerings underlining its ethical and social underpinnings to investors. Indeed
Islamic private equity and other exotic alternative investments operating within
the realm of Islamic finance have proven to be relatively ineffective in
generating the desired return among serious investors.

The Market

The Islamic Funds & Investor Report of 2010, published by Ernst & Young's
Islamic Financial Services Group, has projected funds under management to
be an estimated $52.3 billion in 2009 (predominantly based on the data from
the Eurekahedge Islamic funds database); a fraction of the $22 trillion global
asset management industry [i] and a minor component of the estimated $ 1
trillion Islamic finance industry. The number of new fund offerings per annum
also shrank from the high of 173 in 2007 to 29 in 2009.[ii] The only encouraging
sign is the overall growth in the pool of investable assets that has risen to $480
billion[iii] underscoring the depth of investment opportunities available to the
average retail investor.

Exhibit1: New Islamic Fund Launches

Source: Thomson Reuters-Lipper

Fund managers should seek to build on the enlarged market of Sharia


compliant assets through superior analysis and asset selection. It will help
overcome current fund limitations of scale and profitability while providing
investors with a greater range of funds to choose from thereby restoring an
element of trust and confidence in the market. The Islamic mutual fund
segment has shown remarkable resilience with 37 new fund launches so far in
2010 following the disappointing lows of 2009.
Exhibit 2: Islamic Fund Asset Growth

Note: Net Asset Values based in $ Millions


Source: Thomson Reuters/Lipper

The last three years have been inordinately challenging for the Islamic industry.
The momentum generated in 2007-08 with new fund launches was severely
undermined with weak fund performance and a shrinking asset base. While the
overall trend has been upward temporary market reversals have tempered
asset growth. According to statistics provided by Reuters-Lipper the total NAV
of funds stood at an estimated $ 35 billion in June 2010 with an average fund
size of $ 68 million based on data provided by fund managers.[iv] Interestingly,
the five largest Sharia compliant funds are all based in Saudi Arabia with
established investment histories and distinct concentration in trade finance
assets.

Exhibit 3: The Largest Islamic Funds

Name Asset Type Geograph Domici Curren Date of Fund Total


ic Focus le cy Launch Manageme Net
Asset
nt Value
Company ($) in
Millions

Al-Ahli NCB
Saudi Riyal MoneyMark Saudi Saudi 03/04/19 Capital 5,122.1
Trade et Arabia Arabia SAR 95 CJSC 2

Al-Ahli
Diversified NCB
Saudi Riyal Trade Saudi Saudi 01/10/20 Capital 1,580.7
Trade Finance Arabia Arabia SAR 03 CJSC 5

Al-Ahli NCB
Internatio Trade Saudi 06/03/19 Capital 1,543.3
nal Trade Finance Global Arabia USD 87 CJSC 0

Al-Rajhi
Commodit
y
Mudaraba Trade Saudi Saudi 04/06/20 Al-Rajhi 1,488.5
h SAR Finance Arabia Arabia SAR 00 Capital Co 3

Al-Sunbula
SAR
Internatio Samba
nal Trade Cap &
Finance Trade Saudi Saudi 03/11/19 Invest 1,407.0
Fund Finance Arabia Arabia SAR 86 Mgmt 6

Source: Thomson Reuters/Lipper

A review of the market in 2009 showed inherent weaknesses among Islamic


mutual funds particularly in terms of liquidity, transparency and volume.[v]
These findings were reinforced in a major academic study of Islamic mutual
fund performance where researchers using the three-level Carhart model found
that two fifths of Islamic equity fund portfolios significantly underperformed
international equity benchmarks.[vi] Researchers were able to reasonably
conclude that Islamic investors from Muslim countries do not sacrifice financial
returns by investing actively in line with their religious principles. Furthermore,
Sharia compliant funds domiciled in Muslim countries outperformed relevant
benchmarks, whereas Islamic funds originating in the West lagged behind.[vii]

Performance attribution analysis identified investment style as the principal


causal factor where western Islamic funds exhibited a bias towards small cap
growth stocks. Investment styles from funds based in the Arab/Islamic world
showed no discernable tilt either in terms of market capitalization and/or value
growth stock selection. In addition, Islamic funds were shown to be indifferent
between momentum and contrarian investment strategies.[viii]

Prospects

Islamic mutual funds by their very nature are low-risk investment vehicles.
Funds managers are restricted to invest in assets with minor debt components.
Furthermore, funds are disallowed from undertaking leverage and
consequently are protected when severe market downturns occur. The gradual
introduction of Islamic funds in North America and Europe and
commercialization by conventional banks provides opportunities for non-
Muslims to invest their assets in a Sharia compliant manner. [ix] This increased
commercialization has led to a decrease in transaction costs for Islamic funds
and enabled managers to seek discounts on their security trades.[x]

Date Return  Period

   

Dow Jones Islamic Market Titans (7.01%) 01/01/10 to 26/07/10


100 Index
   

MSCI World Islamic Index (6.30%) 01/01/10 to 20/08/10

Standard & Poor's 500 Sharia (2.95%) 01/01/10 to 17/08/10


Index
   

Eurekahedge Islamic Index 1.47% 01/01/10 to 23/08/10

Return indicators from major international Islamic benchmarks display


resilience in the face of troubling economic conditions. With the global financial
architecture undergoing an uncertain transformation fund managers must
exhibit prudence in asset selection. This is particularly acute given the
discernable limitations of dedicated delivery channels in emerging markets
where the breadth and depth of various fund offerings has yet to become part
of the financial planning tools available to the average investor. In similar vein
fund managers operating in developed markets are equally constrained as
Islamic funds remain sidelined to the sphere of socially responsible investing.
Overcoming fund raising constraints necessitates aggressive rebranding and
streamlining of distribution channels to ensure selection of Islamic funds as the
investment of choice while helping managers build scale.

Current trends in new Islamic fund launches indicate a concerted push towards
the coverage of emerging markets. Saudi Arabia and Pakistan together
accounted for one third of total new geographic mandates. Further analysis
reveals smaller and less-known fund sponsors such as Kuveyt Turk of Turkey,
Amundi Asset Management of Luxembourg and Element Investment Managers
of South Africa, to name a few, entering the market competing alongside more
established operations such as NCB Capital of Saudi Arabia and CIMB Asset
Management of Malaysia. The most aggressive player on the Islamic funds
scene has been Emirates Funds Managers that launched 2 sukuk Funds and 3
money market funds all with a global geographic focus targeted for investors in
multiple jurisdictions.[xi] Considering its first Islamic fund launch was in 2005
Emirates Funds Managers' trailblazing approach should offer encouragement
to newer outfits seeking market entry.

In 2010, portfolio mandates ranged broadly across acceptable asset classes


with varied levels of diversification. A clear and discernable tilt towards equities
and money market instruments can be identified with new fund offerings.
Interestingly, not a single open ended private equity fund was introduced
displaying investor nervousness in the market for these alternative investment
asset classes.[xii] Sukuk funds have also staged a modest comeback as
standalone funds and as components of balanced funds.

It is expected that as the emerging markets in the Arab/Islamic world evolve


Islamic mutual fund managers will face similar portfolio value enhancement
challenges as their conventional counterparts without the harmful side-effects
of assuming additional risk. The potential to develop balanced funds and/or
fixed income (Sukuk) funds remains strong as market corrections subside and
investors switch from private equity and/or real estate funds to mainstream
Islamic funds.

Recommendations

The ongoing global financial crisis has provided an excellent opportunity for
fund managers to showcase the superiority and robustness of Islamic mutual
funds in terms over their conventional counterparts. Current economic
conditions necessitate fund sponsors to stick to traditional asset classes
especially equities and bonds. Ideally, balanced funds with an emerging
markets focus should provide the perfect blend in generating interest among
investors. Sharia compliant commodity funds also remain under-utilized and
remain an enticing prospect for fund sponsors. Reducing existing market
constraints in terms of tradability, size and reliability will be fundamental in
branching beyond the core money market instruments and trade finance
portfolios. As the industry grows Islamic mutual funds should capitalize on
scale and offer today's investor with sustainable long-term risk adjusted growth
that is relatively insulated from the reversals in major international capital
markets and preserves the real values of portfolios.

Your feedback and comments are very important to us, please feel free to
contact the author via email.

Download your Opalesque Islamic Finance Intelligence as PDF issue here

<< Go Back to Archive


Top Forwarded
Top Tracked
Top Searched

1. Outlook -
Today's Exclusives SkyBridge believes
hedge fund industry will
triple in size over next
Opalesque Exclusive: Commercial lending provides opportunities
decade, Scaramucci
for hedge funds, new bank to provide liquidity to asset-based lending
[more]
hopes to[more]

HFRI Fund Weighted Composite Index gains 3.37% in


September, 4.59% YTD [more]

Hedge funds post excellent returns in September, investor flows 2. Opalesque


remain positive [more] Exclusive: Commercial
lending provides
BNY Mellon's Pershing unit's new study reveals growth opportunities for hedge
opportunity for hedge fund managers within separately managed funds, new bank to
account structures [more] provide liquidity to asset-
based lending[more]

Today's Other Voices

 Other Voices: Institutionalizing institutional marketing – what 3. Service Providers -


managers should concentrate on for the next stage of marketing [more] Maples Fund Services
launches new brand,
announces
appointments, Citi
announces launch of
global tech platform for
fund of hedge funds[more]
More Exclusives

08. Oct. | BNY Mellon's Pershing unit's new study reveals growth
opportunity for hedge fund managers within separately managed
account structures [more]
4. Q Investments
looks to seed new
08. Oct. | Hedge funds post excellent returns in September, managers[more]
investor flows remain positive [more]
08. Oct. | HFRI Fund Weighted Composite Index gains 3.37% in
September, 4.59% YTD [more]
5. Case Study:
07. Oct. | UCITS HFS Index up 0.39% in September 2010
Investing in China: Some
(+3.05% YTD) [more] regional governments
06. Oct. | Maples Fund Services launches new brand [more] have even proposed
special preferential
06. Oct. | UCITS Alternative Index Global up 0.42% in policies for foreign
September (+0.28% YTD), UCITS Alternative Index Fund of Funds down investors.[more]
0.31% in September (-1.49% YTD) [more]

06. Oct. | TrimTabs/BarclayHedge survey: Only 31% of hedge


fund managers bullish on S&P 500 [more]
Latest Videos
06. Oct. | Opalesque Exclusive: Into the fire - managers that
launched into the global financial crisis and were strong enough to
survive - Part One [more]

06. Oct. | Opalesque Exclusive: Switzerland's strategic location,


quality of life, good infrastructure, and educated people make it ideal as
financial center [more]

05. Oct. | Emeralt launches long/short equity fund focused on


Russia [more]

05. Oct. | JCAM changes management team in response to


changing market environment [more]

05. Oct. | Will alternative Ucits ever be loved enough to replace


hedge funds? [more]

05. Oct. | Opalesque Exclusive: Managers still unsure of UCITS Featuring : Guy Spier:
structures, new study indicates they outperformed hedge funds from How Value Investing has
2008 to 2010 [more]
changed -- new strategies
05. Oct. | Opalesque Exclusive: Q3 2010 European M&A of successful value
activities up 49.6% from one year ago - Part 2 [more] investors.

Previous Opalesque Exclusives                                   Guy Spier is the manager


of Aquamarine Fund, an
investment partnership
inspired by the original
1950's Buffett partnerships
with market beating
More Other Voices returns. Guy follows
closely Buffett's principles
02. Sep. 2010 | Other Voices - Should indemnity provisions on Value Investing and
extend to auditors? [more] capital allocation.
24. Aug. 2010 | Other Voices - The grass isn't always Greener in
the Emerald Isle: Why some funds now relocate to Cayman again [more] In this Opalesque.TV
BACKSTAGE video, Spier
16. Aug. 2010 | Other Voices - Ten key considerations for SEC tells us how Value
registration [more] Investing has changed
26. Jul. 2010 | Other Voices: ETF ownership limits - Trap for the over time, as the
unwary hedge fund [more] popularity of style means
that generally less
15. Jul. 2010 | Other Voices: The Volcker Rule's ban on
opportunities become
proprietary trading - a practical approach to implementation [more]
av...» Watch the video
01. Jul. 2010 | Other Voices: How new rules clarification will
More Videos »
affect Hong Kong-based advisors of Cayman funds [more]
Subscribe to Video
23. Jun. 2010 | Other Voices: Key changes for managers and Feed »
advisers of BVI funds took effect May 17th - Securities and Investment
Business Act 2010 [more]
On this site people
07. Jun. 2010 | Other Voices: A recap on some audit issues, and currently
a worrying trend [more]
read about:
Previous other voices                                               
qim Fund Launch
Access Alternative Market Briefing paulson advantage
Access our fully search-able archive on hedge fund and
brevan howard
alternatives news (40934 articles) man group Fortress
Go directly to current Alternative Market Briefing newsletter hfn Citadel managed
account tudor fund
Search
manager citigroup
sitesearch search
Japan London ucits
jana global UBS
Paulson launch Seed
blue trend moore
capital PAR
Pioneer
credit Blackrock
GLOBAL MACRO
Armored Wolf winton
Pac GlobeOp cqs
pension pension funds
Madoff Mark pardus
arvind raghunathan
islamic Appaloosa
marshall wace sac
capital cqs
directional ucits iii
managed futures
mortgage fund DE
Shaw anchorage
calpers hong kong d.e.
shaw och ziff viking
global gravrand

Opalesque Roundtable

Series - Zurich 2010


Dear Reader,Please
find below the
download link to our
Opalesque 2010
Zurich Roundtable! It
is estimated that
around one third of all
global hedge fund
assets are
allocatedthrough
Switzerland - the
country is home to
some of the most
experienced and
largest investors into
hedge
funds."Relocating to
Switzerland":
Experiences of New
York and London
hedge funds who
moved hereRecently,
an increasing number
of hedge fund
managers have either
launched funds from
S...

Current Issue (Zurich 2010)| |


Roundtable Archive

A SQUARE FACULTY
Development in the
litigation funding market -
particularly in the UK

S
am Eastwood
crossed to the
downside, as the
market hit a wave of
profit- taking at the
end of last week.

Anda mungkin juga menyukai