Anda di halaman 1dari 3

Thursday, July 30, 2009

Hakikat manusia menurut Islam

Manusia adalah makhluk (ciptaan) Tuhan, hakikat wujudnya bahwa manusia adalah ma
hkluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan didunia barat, dikatakan bahwa pe
rkembangannya seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme) sebagai law
annya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa perkembangan seseorang hanya
ditentukan oleh lingkungannya (empirisme), sebagai sintesisnya dikembangkan teor
i ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan
dan lingkungannya (konvergensi)
Manusia adalah makhluk utuh yang terdiri atas jasmani, akal, dan rohani sebagai
potensi pokok, manusia yang mempunyai aspek jasmani, disebutkan dalam surah al Q
ashash ayat : 77 :
Carilah kehidupan akhirat dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadamu tidak boleh
melupakan urusan dunia

Al-Qur an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam isti
lah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar,
dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa seh
ingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil dari k
ata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal d
ari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk menunjukkan sekelompok manus
ia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari manusia.

Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga pe
rlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia me
nunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu d
an sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup
, dan ke mana ia akan kembali.

Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasi
l evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan p
anggilan kepada Adam dalam al-Qur an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). De
mikian juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selal
u menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat d
alam surah al-Baqarah ayat 35.

Manusia dalam pandangan al-Qur an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk


penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur an menggambarkan man
usia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam diriny
a. Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan
nilai baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebag
ai manusia takwa.

Al-Qur an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebag
ai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai c
ikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengaki
batkan Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bah
wa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliak
an manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu keh
idupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati
rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupn
ya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifa
t aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).

Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, da
n indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian se
mulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik be
nar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya
. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat
untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu d
ihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karen
a itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu san
dungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin d
i atas.

Gambaran al-Qur an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita p
ada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalis
a kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tent
ang kualitas jiwa manusia.

Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai
tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyalur
an dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui
superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) ber
fungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun
sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuis
i, dan intelegensi ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama bekerja seca
ra matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego man
akala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah
ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.

Sebagai kesimpulan dapatlah diterangkan bahwa kualitas manusia berada diantara n


aluri dan nurani. Dalam rentetan seperti itulah manusia berperilaku, baik perila
ku yang positif maupun yang negatif. Fungsi intelegensi dapat menaikkan manusia
ke tingkat yang lebih tinggi. Namun intelegensi saja tidaklah cukup melainkan ha
rus diikuti dengan nurani yang tajam dan bersih. Nurani (mata batin, akal budi)
dipahami sebagai superego, sebagi conscience atau sebagai nafsu muthmainnah (dor
ongan yang positif). Prof. Dr. Fuad Hasan mengatakan bahwa bagi manusia bukan se
kedar to live (bagaimana memiliki) dan to survive (bagaimana bertahan), melainka
n juga to exist (bagaimana keberadaannya). Untuk itu, maka manusia memerlukan pe
mbekalan yang kualitatif dan kuantitatif yang lebih baik daripada hewan.

Manusia bisa berkulitas kalau ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan kehendak.
Tetapi kebebasan disini bukanlah melepaskan diri dari kendali rohani dan akal se
hat, melainkan upaya kualitatif untuk mengekspresikan totalitas kediriannya, sam
bil berjuang keras untuk menenangkan diri sendiri atas dorongan naluriah yang ne
gatif dan destruktif. Jadi kebebasan yang dimaksudkan disini adalah upaya sadar
untuk mewujudkan kualitas dan nilai dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi
secara bertangung jawab.

Kualitas dan nilai manusia akan terkuak bila manusia memiliki kemampuan untuk me
ngarahkan naluri bebasnya itu berdasarkan pertimbangan aqliah yang dikaruniai Al
lah kepadanya dan dibimbing oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya yang palin
g murni. Wallaahu A lam.
Ass Wr Wb... Manusia yg ada skrg ini menurut theori evolusi Dharwin merupakan ha
sil evolusi dari manusia semacam kera yg fosilnya sering dihubung-hubungkan ...n
yatanya sia-sia , menghamburkan biaya , tenaga dan kesia-siaan...karena ada miss
link....hingga bukti bhw kita keturunan manusia semacam kera sudah lama gugur...
mengapa memaksakan diri untuk menyangkal Firman ILLahi yg jelas kebenarannya , b
isa dibuktikan dg Ilmu, Akal dan Iman bhw memang Kita manusia keturunan Adam dan
hawa yg sudah berujud Manusia bukan Pithecantropus erectus, dan sejenisnya yg m
emang terbukti ada iptaan Illahi di Bumi ini yg menyerupai manusia dan kera tapi
mengalami kepunahan, sebagaimana hewan2 purba ....udahlah gunakan waktumu untuk
hal2 yg jelas2 saja yg ada manfaat bagi kemaslahatan umat...masih banyak tantan
gan kt tuk mneyibak IPTEK yg tersebar di jagatRaya nanmluas ini...tapi ingat kes
emuanya sbg ibadah tuk menekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta Yg Maha Esa dan
Maha Pebgampun....
salam

Anda mungkin juga menyukai