I. Pendahuluan
Selama beberapa dekade yang lalu arah perjalanan negara yang telah
ditempuh oleh bangsa Indonesia didasarkan pada UUD 45, arah atau keinginan
rakyat dalam masa tertentu dituangkan didalam GBHN (Garis-garis Besar daripada
Haluan Negara). Berdasarkan UUD 1945 (pra-perubahan) pembuatan GBHN ini
dilakukan oleh MPR. Suatu majelis yang merepresentasikan masyarakat Indonesia
tanpa terkecuali. MPR merupakan maket atau miniatur dari masyarakat Indonesia
dalam melakukan proses kedaulatan rakyat. Ketentuan tentang wewenang MPR
dalam pembuatan GBHN tertuang didalam pasal 3 UUD 1945 (pra-perubahan).
* )
Dr. Ir. Deddy Supriady Bratakusumah, BE, MURP, M.Sc adalah Dosen Luar Biasa Program Pascasarjana
IPB dan bertugas sebagai Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan SPIMNAS, Bidang Kepemimpinan, LAN RI.
Tulisan ini pernah disampaikan pada Seminar Nasional “Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan
Ekonomi Politik Baru Pasca Amandemen UUD 1945”, diselenggarakan oleh Forum Regional Program Studi
Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Program Pascasarjana IPB bekerjasama dengan
Himpunan Perencana Wilayah dan Perdesaaan, di Jakarta, 2 Juli 2003-red
Meskipun bagi beberapa kalangan agak sulit mengkategorikan GBHN ini,
namun selama beberapa dekade GBHN ini telah menjadi suatu dokumen yang sakti
bahkan sakral, berdosa bila dilanggar. Lebih jauh lagi maksud dan tujuan dari GBHN
inipun diartikan berbeda oleh satu orang dengan lainnya. Apabila ini dikategorikan
sebagai visi, bukankah visi bangsa sudah tecantum didalam konstitusi?. Apabila ini
kehendak rakyat, bukankah konstitusi juga merupakan wujud tertulis dari kontrak
sosial untuk bangsa ini bernegara beserta tujuan bernegara?
Kontroversi dan salah kaprah akan pengertian fungsi GBHN, akhirnya disudahi
dengan dirubahnya UUD 1945. Didalam perubahan yang ketiga dan keempat UUD
1945, kewenangan MPR menyusun GBHN telah dihilangkan. MPR, yang anggotanya
akan terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD, hanya bertugas untuk merubah dan
menetapkan UUD, melantik presiden serta wakil presiden terpilih, yang dipilih
langsung oleh rakyat, dan dapat memberhentikan presiden serta wakil presiden
dalam masa jabatannya apabila yang bersangkutan melanggar hukum dan
berkhianat terhadap negara.
-2-
dari pemerintah sama sekali. Kalaupun pemerintah harus berkiprah dalam
perekonomian, terbatas hanya pada kegiatan yang tidak atau belum bisa dilakukan
oleh swasta. Dengan mekanisme ini dipercaya bahwa antara penawaran ( supply) dan
permintaan (demand) akan mencapai keseimbangannya sendiri, dengan bantuan
„the invisible hand“.
Apabila kita simak amanat yang tersurat dalam UUD 45, kita dapat
menyimpulkan bahwa para pendiri negara ini tidak ingin sistem perekonomian
Indonesia menganut salah satu ekstrim, tidak sosialis dan tidak pula kapitalis.
Didalam penjelasan pasal 33 UUD 45 sebelum diamandemen, mereka menginginkan
kiprah setara, seiiring dan harmoni diantara masyarakat, pemerintah dan swasta
dalam perekonomian nasional, yakni melalui Koperasi, BUMN/D dan Perusahaan.
-3-
Bahkan pemerintah dibatasi hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan hajat hidup
orang banyak. Kenyataan ini membuktikan bahwa mereka, para pendiri bangsa,
telah berpandangan jauh kedepan, bahwasanya Indonesia tidak akan dapat
menjalankan salah satu ekstrim dari sistem perekonomian.
Kehidupan politik bangsa bernegara pada saat itu, yang ditandai dengan
Perjuangan Pembebasan Irian Barat, kemudian Penentangan berdirinya negara
Malaysia serta berujung pada Pemberontakan G 30 S/PKI, telah mengakibatkan
terhambatnya proses pembangunan berencana. Akibatnya berbagai rencana ad-hoc
telah disusun pada masa itu. Masa bergejolak ini berakhir dengan mundurnya
Presiden Soekarno yang ditandai dengan penyerahan kekuasaannya kepada Mayjen
Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar).
-4-
G 30 S/PKI tersebut, melalui Instruksi Presidium Kabinet No 15/EK/IN/1967,
Bappenas telah ditugasi untuk membuat rencana pemulihan ekonomi, rencana yang
dihasilkannya bernama Rencana Pembangunan Lima Tahun I (Repelita I), untuk
kurun waktu tahun 1969 sampai dengan tahun 1973. Era Repelita telah berlangsung
sampai dengan Repelita ke VI yang berakhir pada tahun 1998. Proses perencanaan
pada era Repelita selalu didasarkan kepada GBHN yang dihasilkan oleh MPR yang
bersidang lima tahun sekali. Mekanisme dan bagan alir dari proses ini dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1
Siklus Perencanaan Pembangunan Nasional
1969 – 1998
UUD 1945
LAPORAN GBHN
MANDATARIS
REPELITA
SARLITA
PIDATO APBN
TAHUNAN
Sumber: Bappenas
-5-
Didalam setiap pertemuan ritual perencanaan pembangunan sebetulnya
diharapkan terjadi interaksi antar pelaku ( stake holders) pembangunan dan penerima
manfaat hasil pembangunan yang berada di daerah. Misalnya saja pada
penyelenggaraan Musbangdes masyarakat desa atau kelurahan selaku penerima
manfaat langsung dari hasil pembangunan seharusnya turut berpartisipasi
menentukan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan dan mengetahui dampak yang
akan ditimbulkan serta "social cost" yang harus dibayar. Sepertinya pertemuan ini
sudah sangat ideal dan memadai namun pada pelaksanaannya hak masyarakat dan
partisipasi masyarakat ini hanya diwakili oleh LKMD, sedangkan Rakorbang yang
berada di DT II umumnya hanya diikuti oleh aparat pemerintah dan perwakilan
DPRD yang biasanya diwakili oleh anggota panitia anggaran, tidak ada lagi
keterlibatan masyarakat awam didalam proses perencanaan pembangunan
selanjutnya. Peserta dari birokrasi biasanya berasal dari dinas-dinas sektoral. Yang
diharapkan didalam penyelenggaraan Rakorbang ini sebenarnya adalah terjadinya
pemadu-serasian antara pendekatan " top down" yang dimiliki oleh instansi sektoral
dan pendekatan "bottom up" yang diemban oleh instansi daerah berdasarkan dari
usulan masyarakat melalui Musbangdes dan Temu Karya Pembangunan. Didalam
prakteknya forum ini lebih bersifat pemangkasan usulan atau keinginan daerah oleh
instansi diatasnya dengan alasan prioritas dan ketersediaan dana. Kegiatan
perencanaan tahunan yang selama beberapa dekade dilaksanakan secara skematis
terdapat pada Gambar 2.
-6-
MUSBANGDES
KANTOR
DEPARTEMEN
RAKORBANG DT II
DUP
KANWIL/KANDEP
RAKORBANG DT I
RAPAT TEKNIS
DEPARTEMEN/
LEMBAGA
DUP KONSULTASI
DAERAH REGIONAL
DUP
DEPARTEMEN/
LEMBAGA
KONSULTASI NASIONAL
PEMBANGUNAN
Keterangan:
Kandep: Kantor Departemen
Kanwil: Kantor Wilayah
DUP: Daftar Usulan Proyek Sumber: Bappenas
-7-
perencanaan dan pengangaran rencana dalam arti yang sebenarnya sejauh ini
belum terlaksana dengan baik.
1. Desentralisasi tidak berjalan dengan baik dan benar, terbukti dengan masih
banyaknya wewenang atau urusan yang sudah diserahkan kepada daerah
masih tetap ditangani oleh pusat.
2. Meskipun dana pembangunan dari pusat untuk daerah ada yang bersifat
"block grant" namun pada pelaksanaannya masih penuh dengan berbagai
intervensi dari pusat yang disalurkan dengan melalui Pedoman Umum, Juklak,
Juknis dan berbagai Pengarahan lainnya.
3. Partisipasi masyarakat selaku penerima manfaat dan penanggung resiko,
sangat lemah, walaupun secara legal aspirasi masyarakat seharusnya
dicerminkan atau disuarakan oleh wakil rakyat di DPRD.
4. Hasil-hasil dari berbagai forum koordinasi didaerah acapkali tidak digubris oleh
instansi pusat dengan berbagai alasan. Forum koordinasi hanya sebagai ajang
kenduri yang bersifat ritual setiap tahun.
5. Forum koordinasi ala P5D lebih banyak kearah forum penyelarasan " shopping
list" atau daftar kemauan ketimbang proses perencanaan.
6. Mengingat proses birokrasi yang ditempuh cukup memakan waktu yang
panjang, maka masyarakat tidak mendapatkan kepastian kapan keinginannya
akan terwujud.
Sebenarnya kita tidak perlu heran dengan segala kelemahan dan kekurangan
didalam proses perencanaan atau tepatnya penganggaran pembangunan yang
berjalan pada masa Soeharto. Karena memang "paradigma pembangunan" yang
dianut oleh pemerintah pada waktu itu adalah "pertumbuhan". Dengan demikian
maka titik berat investasi pemerintah ada pada departemen sektoral selaku
pelaksana pembangunan sektoral. Departemen teknis memang mempunyai
tanggung jawab untuk melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan sektoral
sebagai pengejawantahan dari investasi sektor yang diembannya dalam urunan
terhadap pertumbuhan yang ditargetkan pada tahun anggaran yang bersangkutan.
-8-
atas pelayanan kepada masyarakat. Sebagai konsekwensi dari pemberian
kewenangan yang amat luas bagi daerah disertai pula dengan semakin leluasanya
pemerintah daerah untuk menggunakan dana yang menjadi haknya, maka peran dan
tanggung jawab pemerintah daerah didalam perencanaan pembangunan akan
semakin berat. Adanya desentralisasi dan otonomi daerah mengakibatkan jenis
rencana pembangunan menjadi beragam sesuai dengan jenis pemerintahan yang
ada menurut UU No.22 Tahun 1999. Rencana-rencana tersebut tidak ada hubungan
secara hierarkhi, sebagai contoh, Rencana Pembangunan Kota bukan merupakan
turunan atau penjabaran dari Rencana Pembangunan Propinsi, dan seterusnya.
Dengan mengacu kepada jenis pemerintahan yang ada, maka jenis rencana
pembangunan setidaknya ada empat jenis yaitu: (1) Program Pembangunan
Nasional, (2) Program Pembangunan Daerah Propinsi, (3) Program Pembangunan
Daerah Kabupaten, dan (4) Program Pembangunan Daerah Kota. Bagan dari jenis
perencanaan pada era desentralisasi terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3
Jenis dan Jenjang Perencanaan Pembangunan
UUD 45
GBHN 99
REPETA
PROPENAS -------------------- DEPT/ LPND
APBN
PROPEDA APBD
PROPINSI PROPINSI
PROPEDA APBD
KAB/KOTA KAB/KOTA
PEMBANGUNAN NASIONAL
&
PEMBANGUNAN DAERAH
Sumber: Penulis
-9-
mempunyai masing-masing rencana pembangunannya, tanpa harus saling
menunggu atau saling bergantung satu sama lainnya. Namun demikian untuk
melestarikan dan merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa, forum koordinasi
semacam "Rakorbang" atau "Konasbang" masih tetap diperlukan. Selain itu juga
keterkaitan dan saling mengacu, serta saling melengkapi antar rencana
pembangunan masih sangat diharapkan. Forum koordinasi pembangunan bukan lagi
semacam forum pengajuan daftar keinginan, namun merupakan forum pemadu-
serasian antara Rencana Pembangunan Nasional dengan Rencana Pembangunan
Propinsi atau Kabupaten atau Kota, bahkan juga untuk pemadu-serasian rencana
antar daerah yang bertetangga atau berada dalam satu kendala alam bersama,
misalnya dalam satu daerah aliran sungai, atau berada dalam kelompok pengguna
prasarana bersama misalnya pengguna pelabuhan regional bersama. Disamping itu
juga peran pemerintah pusat didalam perencanaan pembangunan masih diperlukan,
terutama didalam bidang makro ekonomi, standarisasi, dan yang paling utama
adalah dalam hal penanggulangan kesenjangan antar daerah, dan antar penduduk,
baik dari segi potensi sumber daya maupun dari segi potensi lainnya yang akan
berpeluang untuk merusak sendi-sendi kesatuan dan persatuan bangsa.
- 10 -
Gambar 4
Alur Perencanaan Pada Sistem Pemilihan Presiden Langsung
UUD 1945
“VISI/RENCANA “
PRA-PEMILU YANG DITAWARKAN OLEH
CALON PRESIDEN
PASCA-PEMILU
RENCANA KERJA
PEMERINTAHAN NASIONAL
(PUSAT)
“RENCANA KERJA”
PEMERINTAHAN HASIL KERJA
PEMERINTAHAN
RENCANA KERJA
PEMERINTAHAN DAERAH
(PROPINSI/KAB/KOTA)
Sumber: Penulis
- 11 -
berupa rencana fiskal, karena sebagian besar rencana tersebut akan dibuat dan
dijabarkan oleh pemerintah daerah. Sementara jajaran pada pemerintahan nasional,
yakni Departemen dan LPND hanya akan menjalankan tugas pokok dan fungsinya
sesuai dengan kewenangannya. Tugas mereka hanya menjalankan kewenangan
pemerintahan nasional. Sehingga rencana strategis dari masing-masing instansi
seyogyanya dibuat oleh instansi yang bersangkutan.
Kenapa sistem MTEF yang dirasakan paling cocok untuk sistem politik yang
akan berlaku di Indonesia pasca 2004? Jawabannya tiada lain adalah bahwa
pemerintahan dari seorang presiden hanya akan berlangsung selama 5 tahun,
sudahlah fitrahnya apabila fokus perhatiannya hanya akan ditujukan kepada masa
pemerintahannya saja. Namun demikian MTEF yang akan diterapkan di Indonesia
harus mengalami penyesuaian, yakni bukan untuk masa 3 tahun tetapi untuk masa 4
tahun. Berbagai penyesuaian ini diperlukan karena MTEF dikembangkan dan
dimanfaatkan dinegara yang umumnya memiliki masa pemerintahan 4 tahun,
sementara di Indonesia masa pemerintahannya adalah 5 tahun, sehingga MTEF yang
cocok di Indonesia adalah untuk 4 tahun.
- 12 -
Tabel berikut ini menjelaskan masa, siapa dan jenis rencana apa yang dibuat.
Tabel 1
Pelaku Pembuat dan Jenis Rencana
Sumber: Penulis
V. Kesimpulan
- 13 -
dirinya menjadi presiden. Kemudian dijabarkannya setelah yang bersangkutan
memenangi pemilu, serta dilaksanakannya, dan senantiasa dievaluasi serta
dipertanggung jawabkan kepada rakyat pemilihnya, selaku pemegang kedaulatan
tertinggi
- 14 -
Daftar Pustaka
Ingham, Barbara, (1995), Economics and Development, New York, NY: McGraw Hill.
Weimer, David L and Aidan R. Vining, (1999), Policy Analysis: Concepts and Practice ,
Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.
- 15 -