Anda di halaman 1dari 4

BAB 8

KEPAILITAN

Dalam Undang – Undang Kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi
hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya.

Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa kepailitan berarti suatu keadaan debitur
berhenti membayar, baik karena keadaan tidak mampu membayar atau karena keadaan tidak mau
membayar. Debitur sebagai pihak yang dinyatakan pailit akan kehilangan hak penguasaan atas
harta bendanya dan akan diserahkan penguasaannya kepada curator dengan pengawasan seorang
hakim pengadilan yang ditunjuk.

Para pihak yang dapat mengajukan kepailitan ada bebrapa yaitu sebagai berikut.

a. Atas permohonan debitur sendiri;

b. Atas permintaan seorang atau lebih debitur;

c. Oleh kejaksaan untuk kepentingan umum;

d. Bank Indonesia dalam hal debitur merupakan bank;

e. Oleh Badan Pengawas Pasar Modal dalam hal debitur merupakan perusahaan efek.

Prosedur Pengajuan Kepailitan

Permohonan kepailitan dimaksud harus diajukan oleh seorang penasihat hukum yang memiliki
izin praktek.

Pengadilan yang dimaksud dalam undang – undang tentang kepailitan adalah Pengadilan Niaga
yang berada di lingkungan peradilan umum. Ditegaskan lagi dalam Pasal 281-nya bahwa untuk
pertama kali Pengadilan Niaga dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan, kreditur atau kejaksanaan
dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :

a. Meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitur;

b. Menunjuk curator sementara untuk :

- Mengawasi pengelolaan usaha debitur

- Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengadilan atau penggunaan kekayaan


debitur yang dalam rangka kepailitan memrlukan persetujuan curator.

Akibat Hukum Pernyataan Palit

Dengan pernyataan pailit, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan
mengurus kekayaannya yang dimaksudkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan
itu. Akibat hukum lain yang juga amat penting dari pernyataan pailit adalah bahwa untuk
kepentingan harta pailit dapat dimintakan pembatalan atas segala perbuatan hukum debitur yang
telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum
pernyataan pailit ditetapkan. Akibat hukum lainnya adalah adanya hak retensi yang diatur dalam
Pasal 59 yaitu hak kreditur untuk menahan barang – barang kepunyaan debitur hingga
dibayarnya suatu utang tidak kehilangan hak untuk menahan barang dengan diucapkannya
pernyataan pailit. Apabila curator bermaksud untuk menebus barang – barang tersebut, maka
curator wajib melunasi utang debitur pailit tersebut terlebih dahulu.

Tentang Kuarator

Curator adalah pihak yang diberi tugas untuk melakukan pengurusan dan atau pemberesan atas
harta pailit. Dalam melakukan tugasnya, kurator :

a. Tidak diharuskan memperoleh persetujuan dari atau menyampaikan pemberitahuan


terlebih dahulu kepada debitur atau salah satu organ debitur, meskipun dalam keadaan
diluar kepailitan persetujuan atau pemberitahuan demikian dipersyaratkan;

b. Dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, semata – mata dalam meningkatkan nilai
harta pailit. Bila dalam melakukan pinjaman dari pihak ketiga curator perlu membebani
harta pailit dengan hak tanggungan, gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya, maka
pinjaman tersebut harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan hakim pengawas.

Curator yang dimaksus di atas terdiri dari 2 macam, yaitu :


1. Balai Harta Peninggalan (BHP)

2. Curator lainnya yaitu perseorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di


Indonesia yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan
atau membereskan harta pailit dan telah terdaftar pada departemen Kehakiman.

Dalam melaksanakan tugasnya, curator bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaiannya
yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diatur dalam Undang – Undang
Kepailitan, artinya adalah debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak dapat
melanjutkan membayar utang – utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dapat
memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur
konkuren.

Akibat adanya PKPU adalah :

a. Debitur tidak dapat melakukan tindakan kepengurusan atau memindahkan hak


atas sesuatu bagian dari hartanya, jika debitur melanggar, pengurus berhak
melakukan segala sesuatu untuk memastikan bahwa harta debitur tidak dirugikan
karena tindakan debitur tersebut.

b. Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang – utangnya dan semua tindakan
eksekusi yang telah dimulai guna mendapatkan pelunasan utang, harus
ditangguhkan.

c. Debitur berhak membayar utangnya kepada semua kreditur bersama – sama


menurut imbangan piutang masing – masing.

d. Semua sitaan yang telah dipasang berakhir.

Pengadilan Niaga

Sejak diundangkannya Undang – Undang Kepailitan, maka pengadilan yang berhak memutus
pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran uang adalah Pengadilan Niaga yang
berada di lingkungan Peradilan Umum. Untuk pertama kalinya Pengadilan Niaga yang dibentuk
adalah Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hukum acara yang dipakai pada pengadilan niaga ini adalah hukum acara perdata yang umum
berlaku pada Pengadilan Umum. Atas putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan upaya
hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Selanjutnya atas putusan Pengadilan Niaga yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap tersebut tetap dapat diajukan upaya hukum lain yaitu
Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung dengan syarat :

- Terdapat bukti tertulis baru;

- Pengadilan Niaga telah melakukan kesalahan berat dalam penetapan hukumnya.

Hakim Pengadilan Niaga dapat diangkat berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung
dan harus mempunyai syarat – syarat yang telah ditentukan, yaitu :

a. Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan Peradilan Umum;

b. Mempunyai dedikasi dan menguasai pengetahuan di bidang masalah – masalah yang


menegnai lingkup kewenangan Pengadilan Niaga;

c. Berwibawa, jujur, dan berkelakuan tidak tercela;

d. Telah berhasil menyelesaikan program pelatihan khusus sebagai hakim pada Pengadilan
Niaga.

Anda mungkin juga menyukai