Krisis finansial Asia yang menyebabkan ekonomi Indonesia melemah dan semakin besarnya
ketidak puasan masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan pimpinan Soeharto saat itu menyebabkan
terjadinya demonstrasi besar-besaran yang dilakukan berbagai organ aksi mahasiswa di berbagai
wilayah Indonesia.
Pemerintahan Soeharto semakin disorot setelah Tragedi Trisakti pada 12
Mei 1998 yang kemudian memicu Kerusuhan Mei 1998 sehari setelahnya. Gerakan
mahasiswa pun meluas hampir diseluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang besar dari
dalam maupun luar negeri, Soeharto akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari
jabatannya.
Krisis ekonomi dan Kerusuhan Mei 1998
22 Januari 1998
Rupiah tembus 17.000,- per dolar AS, IMF tidak menunjukkan rencana bantuannya.
12 Februari
Soeharto menunjuk Wiranto, menjadi Panglima Angkatan Bersenjata.
5 Maret
Dua puluh mahasiswa Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR untuk
menyatakan penolakan terhadap pidato pertanggungjawaban presiden yang disampaikan pada
Sidang Umum MPR dan menyerahkan agenda reformasi nasional. Mereka diterima Fraksi ABRI
10 Maret
Soeharto terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun yang ketujuh kali dengan
menggandeng B.J. Habibie sebagai Wakil Presiden.
14 Maret
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII. Bob
Hasan dan anak Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana, terpilih menjadi menteri.
15 April
Soeharto meminta mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus karena
sepanjang
bulan ini mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan berunjuk
rasa menuntut dilakukannya reformasi politik
18 April
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jendral Purn. Wiranto dan 14
menteri Kabinet Pembangunan VII mengadakan dialog dengan mahasiswa di Pekan Raya
Jakarta namun cukup banyak perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang
menolak dialog tersebut.
1 Mei
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri Hartono dan Menteri Penerangan Alwi
Dahlan mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai tahun 2003.
2 Mei
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi
bisa dilakukan sejak sekarang (1998).
Mahasiswa di Medan, Bandung dan Yogyakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar
minyak dengan demonstrasi besar-besaran. Demonstrasi disikapi dengan represif oleh aparat. Di
beberapa kampus terjadi bentrokan.
4 Mei
Harga BBM melonjak tajam hingga 71%, disusul tiga hari kerusuhan di Medan dengan
korban sedikitnya 6 meninggal.
7 Mei
Peristiwa Cimanggis, bentrokan antara mahasiswa dan aparat keamanan terjadi di
kampus Fakultas Teknik Universitas Jayabaya,Cimanggis, yang mengakibatkan sedikitnya 52
mahasiswa dibawa ke RS Tugu Ibu, Cimanggis. Dua di antaranya terkena tembakan di leher dan
lengan kanan, sedangkan sisanya cedera akibat pentungan rotan dan mengalami iritasi mata akibat
gas air mata.
8 Mei
Peristiwa Gejayan, 1 mahasiswa Yogyakarta tewas terbunuh.
9 Mei
Soeharto berangkat seminggu ke Mesir untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini
merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.
12 Mei
Tragedi Trisakti, 4 mahasiswa Trisakti terbunuh.
13 Mei
Mal Ratu Luwes di Jl. S. Parman termasuk salah satu yang dibakar di
Solo
Kerusuhan Mei 1998 pecah di Jakarta. kerusuhan juga terjadi di kota Solo.
Soeharto yang sedang menghadiri pertemuan negara-negara berkembang G-15 di Kairo,Mesir,
memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Sebelumnya, dalam pertemuan tatap muka dengan
masyarakat Indonesia di Kairo, Soeharto menyatakan akan mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden.
Etnis Tionghoa mulai eksodus meninggalkan Indonesia.
14 Mei
Demonstrasi terus bertambah besar hampir di semua kota di Indonesia, demonstran
mengepung dan menduduki gedung-gedung DPRD di daerah.
Soeharto, seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat
menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo.
Kerusuhan di Jakarta berlanjut, ratusan orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi
selama kerusuhan terjadi.
15 Mei
Selesai mengikuti KTT G-15, tanggal 15 Mei l998, Presiden Soeharto kembali ke tanah
air dan mendarat di lapangan Bandar Udara Halim Perdanakusuma di Jakarta, subuh dini hari.
Menjelang siang hari, Presiden Soeharto menerima Wakil Presiden B.J. Habibie dan sejumlah
pejabat tinggi negara lainnya.
17 Mei
Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya, Abdul Latief melakukan langkah mengejutkan
pada Minggu, 17 Mei 1998. Ia mengajukan surat pengunduran diri kepada Presiden Soeharto
dengan alasan masalah keluarga, terutama desakan anak-anaknya.
18 Mei
Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR,
yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan
bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto
mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua
DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad.
Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima Presiden Soeharto
di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga berniat menggunakan kesempatan itu
untuk menyarankan agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle.
Tujuannya, agar mereka yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu "malu".
Namun, niat itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan,
"Urusan kabinet adalah urusan saya." Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan tidak jadi
disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di masyarakat.
Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto mengemukakan,
ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden Soeharto mengundurkan diri itu
merupakan sikap dan pendapat individual, meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif.
Wiranto mengusulkan pembentukan "Dewan Reformasi".
Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ dan Forum Kota memasuki halaman
dan menginap di Gedung DPR/MPR.
19 Mei
Pukul 09.00-11.32 WIB, Presiden Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat, yakni
Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama Abdurrahman Wahid, budayawan Emha Ainun Nadjib,
Direktur Yayasan Paramadina Nucholish Madjid, Ketua Majelis Ulama Indonesia Ali Yafie,
Prof Malik Fadjar (Muhammadiyah), Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas
Indonesia Yusril Ihza Mahendra, KH Cholil Baidowi (Muslimin
Indonesia), Sumarsono (Muhammadiyah), serta Achmad Bagdja dan Ma'ruf Amin dari NU.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang
hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana eleman masyarakat dan
mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur. Soeharto lalu mengajukan pembentukan Komite
Reformasi
Presiden Soeharto mengemukakan, akan segera mengadakan reshuffle Kabinet
Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Presiden juga
membentuk Komite Reformasi. Nurcholish sore hari mengungkapkan bahwa gagasan reshuffle
kabinet dan membentuk Komite Reformasi itu murni dari Soeharto, dan bukan usulan mereka.
Pukul 16.30 WIB, Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita bersama
Menperindag Mohamad Hasan melaporkan kepada Presiden soal kerusakan jaringan distribusi
ekonomi akibat aksi penjarahan dan pembakaran. Bersama mereka juga ikut Menteri
Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang akan melaporkan soal rencana penjualan saham BUMN
yang beberapa peminatnya menyatakan mundur. Pada saat itu, Menko Ekuin juga menyampaikan
reaksi negatif para senior ekonomi; Emil Salim, Soebroto, Arifin Siregar, Moh Sadli, dan Frans
Seda, atas rencana Soeharto membentuk Komite Reformasi dan me-reshuffle kabinet. Mereka
intinya menyebut, tindakan itu mengulur-ulur waktu.
Ribuan mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Amien Rais mengajak massa mendatangi Lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari
Kebangkitan Nasional.
Dilaporkan bentrokan terjadi dalam demonstrasi di Universitas Airlangga, Surabaya.
20 Mei
Amien Rais membatalkan rencana demonstrasi besar-besaran di Monas, setelah 80.000
tentara bersiaga di kawasan Monas.
500.000 orang berdemonstrasi di Yogyakarta, termasuk Sultan Hamengkubuwono X.
Demonstrasi besar lainnya juga terjadi di Surakarta, Medan, Bandung.
Harmoko mengatakan Soeharto sebaiknya mengundurkan diri pada Jumat, 22 Mei, atau
DPR/MPR akan terpaksa memilih presiden baru
Pukul 14.30 WIB, 14 menteri bidang ekuin mengadakan pertemuan di Gedung Bappenas.
Dua menteri lain, yakni Mohamad Hasan dan Menkeu Fuad Bawazier tidak hadir.
Mereka sepakat tidak bersedia duduk dalam Komite Reformasi, ataupun Kabinet
Reformasi hasil reshuffle. Semula ada keinginan untuk menyampaikan hasil pertemuan
itu secara langsung kepada Presiden Soeharto, tetapi akhirnya diputuskan
menyampaikannya lewat sepucuk surat. Alinea pertama surat itu, secara implisit meminta
agar Soeharto mundur dari jabatannya. Perasaan ditinggalkan, terpukul, telah membuat
Soeharto tidak mempunyai pilihan lain kecuali memutuskan untuk mundur. Ke-14
menteri itu adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri
Suseno, Haryanto Dhanutirto,Justika Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto, Rachmadi
Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto
Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga dan Tanri Abeng.
Pukul 20.00 WIB, surat itu kemudian disampaikan kepada Kolonel Sumardjono. Surat itu
kemudian disampaikan kepada Presiden Soeharto.
Soeharto kemudian bertemu dengan tiga mantan Wakil Presiden; Umar
Wirahadikusumah, Sudharmono, dan Try Sutrisno.
Pukul 23.00 WIB, Soeharto memerintahkan ajudan untuk memanggil Yusril Ihza
Mahendra, Mensesneg Saadillah Mursjid, dan Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto.
Soeharto sudah berbulat hati menyerahkan kekuasaan kepada Wapres BJ Habibie.
Wiranto sampai tiga kali bolak-balik Cendana-Kantor Menhankam untuk menyikapi
keputusan Soeharto. Wiranto perlu berbicara dengan para Kepala Staf Angkatan
mengenai sikap yang akan diputuskan ABRI dalam menanggapi keputusan Soeharto
untuk mundur. Setelah mencapai kesepakatan dengan Wiranto, Soeharto kemudian
memanggil Habibie.
Pukul 23.20 WIB, Yusril Ihza Mahendra bertemu dengan Amien Rais. Dalam pertemuan
itu, Yusril menyampaikan bahwa Soeharto bersedia mundur dari jabatannya. kata-kata
yang disampaikan oleh Yusril itu, "The old man most probably has resigned". Yusril juga
menginformasikan bahwa pengumumannya akan dilakukan Soeharto 21 Mei 1998 pukul
09.00 WIB. Kabar itu lalu disampaikan juga kepada Nurcholish Madjid, Emha Ainun
Najib, Utomo Danandjaya, Syafii Ma'arif, Djohan Effendi, H Amidhan, dan yang
lainnya. Lalu mereka segera mengadakan pertemuan di markas para tokoh reformasi
damai di Jalan Indramayu 14 Jakarta Pusat, yang merupakan rumah dinas Dirjen
Pembinaan Lembaga Islam, Departemen Agama, Malik Fadjar. Di sana Cak Nur -
panggilan akrab Nurcholish Madjid - menyusun ketentuan-ketentuan yang harus
disampaikan kepada pemerintahan baru.
April
21 April - Kereta api Serayu jurusan Senen-Kroya anjlok di Garut, Jawa Barat. Sebanyak tiga
gerbong jatuh ke jurang sedalam 30 meter yang ada di pinggiran rel kereta. 40 orang terluka serta
6 orang lainnya luka berat
Mei
7-13 Mei - Indonesia Terbuka 2007 diadakan di Istora Senayan, Jakarta. Indonesia gagal
memenangkan medali emas.
30 Mei - Insiden Alastlogo di Pasuruan, Jawa Timur akibat sengketa tanah antara militer dan
petani.
Juni
Polisi menangkap Zarkasih dan Abu Dujana, yang dituduh mengepalai gerakan militan JI
Juli
5 Juli - Miss Indonesia 2007
11 Juli - KM Sinar Madinah tenggelam di perairan Laut Selatan Kabupaten Dompu, Nusa
Tenggara Barat. Kapal tenggelam setelah dihempas gelombang setinggi lima meter. Tujuh orang
awak kapal sempat terlilit jaring, namun enam orang berhasil menyelamatkan diri. Seorang anak
buah kapal hilang bersama jaring yang melilit dirinya.
11 Juli - KM Wahai Star yang mengangkut sekitar 100 penumpang dan ribuan ton hasil bumi dari
Leksula tujuan Ambon tenggelam di perairan antara Pulau Buru dan Ambon. (Lihat pula: Musibah
KM Wahai Star)
Agustus
Kelompok Islam Hizb ut-Tahrir menyelenggarakan konferensi internasional yang menyerukan didirikannya
kekalifahan tunggal di dunia Islam.
3 Agustus - Puteri Indonesia 2007
8 Agustus - Pilkada DKI Jakarta 2007, pemenangnya adalah Fauzi Bowo dan Prijanto dengan
perolehan 2.109.511 suara (57,87%)
September
12 September - Terjadi gempa bumi lepas pantai di dekat provinsi Bengkulu. (Lihat pula: Gempa
bumi Bengkulu 2007)
Oktober
18 Oktober - KM Asita III tenggelam di perairan Selat Kadatua, sekitar 10 mil dari Kota Baubau,
Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, 125 orang selamat, sedikitnya 31 orang meninggal dunia, dan 35
lainnya hilang.
Desember
Zarkasih yang dituduh mengepalai gerakan militan JI mulai disidangkan di Jakarta
26 Desember - Indonesia menggalakkan Tahun Kunjungan Indonesia 2008
[sunting]2008
Januari
27 Januari - Mantan presiden Soeharto meninggal dunia karena komplikasi kesehatan.
Februari
20 Februari - Sebuah gempa bumi dan disusul oleh dua gempa susulan melanda Kabupaten
Simeulue, Aceh. Penduduk Aceh yang masih trauma dengan Tsunami 2004 ketakutan akan
adanya tsunami.
April
13 April - Pilkada Jabar terdiri dari 3 pasangan, pemenangnya adalah Ahmad Heryawan dan Dede
Yusuf
Mei
Presiden SBY mengumumkan rencananya untuk Indonesia mundur dari Organisasi Pengekspor Minyak
Sedunia karena impor minyak Indonesia sudah lebih besar dari jumlah ekspornya serta produksi minyak
yang gagal. Terjadi demonstrasi atas rencana pemerintah menaikkan harga minyak untuk mengurangi
subsidi pemerintah.
13 Mei - Kontes Putri Indonesia diselenggarakan untuk kali keempat. (Lihat pula: Miss Indonesia
2008)
Juni
1 Juni - Insiden Monas - memicu aksi protes terhadap kekerasan secara nasional.
Juli
Laporan akhir oleh komisi gabungan Indonesia dan Timor Leste menyalahkan Indonesia atas pelanggaran
HAM. Presiden SBY menyampaikan "penyesalannya yang mendalam".
5-17 Juli - Pekan Olahraga Nasional XVII diselenggarakan di Kalimantan Timur
Agustus
8-24 Agustus - Indonesia turut berlaga dalam Olimpiade Beijing 2008. Indonesia berhasil
memperoleh 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu, yang membuat tradisi emas Indonesia sejak 1992
tetap terjaga. (Lihat pula: Indonesia pada Olimpiade 2008)
September
15 - Tragedi Pasuruan - pembagian zakat yang menimbulkan 21 korban jiwa.
November
9 November - Trio terpidana mati Bom Bali 2002, Amrozi, Ali Gufron, dan Imam Samudera
dieksekusi pada pukul 00.15 WIB di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
[sunting]2009
April
9 April - Pemilihan umum anggota DPR, DPD, DPRD dilakukan secara serentak di seluruh
Indonesia. Pemenangnya adalah Partai Demokrat, Golkar dan PDIP.
Mei
4 Mei - Antasari Azhar, Ketua KPK dianggap sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Direksi
PT. Putra Rajawali Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.
Juni
12 Juni - Sebuah helikopter Puma milik TNI-AU jatuh di Bogor hingga menyebabkan 4 awaknya
tewas.
[sunting]2010
April
14 April - Kerusuhan terjadi di Koja, tepatnya di areal makam Mbah Priok dan sekitarnya,
melibatkan Satpol PP dan warga, mengakibatkan sedikitnya tiga orang tewas dan ratusan luka-
luka.
Mei
1 Mei - Dimulainya Sensus Penduduk Indonesia 2010. Awalnya sensus ditargetkan selesai
pada 31 Mei 2010. Namun pada tanggal 31 Mei 2010, BPS memperpanjang waktu sensus hingga
tanggal 15 Juni 2010.[1][2]
[sunting]Sumber
Dijk, Kees van. 2001. A country in despair. Indonesia between 1997 and 2000. KITLV Press,
Leiden, ISBN 90-6718-160-9
BBC: Timeline: Indonesia
ANTARA ORDE BARU DAN ‘ORDE’ REFORMASI,
Pergantian kekuasaan dari rezim Orde Baru ke “orde” Reformasi, memang membawa perubahan dan pengaruh terhadap
sistem ketatanegaraan, pemerintahan, politik kepartaian, tatanan dan etika kemasyarakatan, kehidupan beragama, perubahan
‘gaya’ dan ‘model’ mencuri uang negara (korupsi), dan lain sebagainya. Pertanyaannya, “apakah kehidupan berbangsa,
bermasyarakat, beragama, dan bernegara pada masa reformasi ini lebih baik dari masa orde baru, atau justru sebaliknya ?
Untuk menjawab pertanyaan itu, memang diperlukan ‘ukuran’, apa yang dijadikan acuan dalam analisis bandingnya, bahkan
mungkin diperlukan upaya dan pendekatan-pendekatan akademis melalui penelitian-penelitian lapangan. Namun demikian,
sebelum melakukan “yang seharusnya” kita lakukan dalam menjawab pertanyaan itu, kita hanya bisa menjawab dengan dua
cara yang amat sederhana : “apa yang kita lihat” dan “apa yang kita rasakan”.
Mari kita lihat berita-berita, baik yang ditayangkan oleh berbagai TV nasional dan lokal maupun pers, berapa banyak para
pedagang kaki lima, rumah-rumah pemukiman, lahan-lahan pertanian, dan lainnya yang digusur dan diusir secara paksa oleh
aparat pemerintahan? Diluar konteks ‘aturan, prosedur, dan kepemilikan’ yang memang harus kita hormati dan patuhi,
“manusiawikah cara-cara seperti itu? Apakah menjadi cita-cita mereka menjadi pedagang asongan, penjual pinggir jalan, tidur
di kolong jembatan, menempati lahan kosong yang bukan miliknya, tidak punya rumah, tidak mampu mencukupi makan
sehari-hari, apalagi mampu membiayai anak-anaknya untuk ikut merasakan “nikmatnya” menjadi anak sekolahan?, dan lain
sebagainya dan lain sebagainya. Semua ini adalah tanggung jawab pemerintah, yang punya duit, punya kebijakan, dan punya
segalanya. Paling tidak, pemerintah mendorong mereka, mensuport mereka, memberi ruang kepada mereka untuk bisa
bergerak dan bisa memperbaiki kehidupannya, bukan hanya mengusir dan menggusur. Seharusnya kita mengacungi jempol
kepada mereka-mereka ‘yang kurang bernasib baik’ itu, karena sealipun merasa tertindas tidak lantas menjadi pencuri,
merampok, menipu orang, dan sejenisnya. Bandingkan dengan para ‘oknum’ pejabat, birokrat, anggota dewan, bupati,
gubernur, dan lain sebagainya, untuk ‘melengkapi’ kebutuhan hidupnya yang sudah baik itu melakukan penyimpangan
kebijakan dan korupsi!