Anda di halaman 1dari 10

Prosiding

Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008


Universitas Lampung, 17-18 November 2008

STUDY PEMANFAATAN POLIMER KITIN SEBAGAI MEDIA PENDUKUNG


AMOBILISASI ENZIM α-AMILASE

Aspita Laila dan John Hendri

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,


Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35144
johnhendri@unila.ac.id

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dilakukan amobilisasi enzim α-amilase dengan bahan
pendukung polimer kitin menggunakan metode adsorpsi fisik, pada kondisi optimum enzim α-
amilase bebas dan amobil. Hasil amobilisasi enzim α-amilase dengan bahan pendukung polimer
kitin dapat meningkatkan stabilitas enzim dengan penurunan aktivitas enzim yang sangat kecil,
yaitu 3,69%. Hasil optimum karakterisasi enzim α-amilase bebas adalah suhu 55oC, pH 7,0., dan
waktu inkubasi 70 menit, dengan aktifitas unit sebesar 48,76 x 10-2 unit/ml. Hasil karakterisasi
optimum dari enzim α-amilase amobil adalah suhu 90oC, pH 5,5., dan waktu inkubasi 80 menit,
dengan aktivitas unit sebesar 53,33 x 10-2 unit/ml. Stabilitas enzim α-amilase bebas terhadap
penyimpanan pada suhu ruang mengalami penurunan aktivitas sebesar 63,02% setelah hari ke-4
penyimpanan. Sedangkan enzim α-amilase amobil mengalami penurunan aktivitas sebesar
49,45% setelah hari ke-10 penyimpanan. Stabilitas enzim α-amilase amobil terhadap pemakaian
berulang mengalami penurunan aktivitas sebesar 88,56% setelah pemakaian ke-6.

Kata kunci: Chitin, adsorbsition, enzime, α-amilase and immobile.

1. PENDAHULUAN
Pemanfaatan enzim secara komersial terus dipelajari dan diterapkan, seperti yang dilakukan
oleh Bailey dan Ollis (1988), yaitu pemanfaatan enzim untuk proses enzimatik pada industri
makanan, minuman, farmasi dan biokimia. Salah satu contoh pemanfaatan tersebut adalah
pematangan buah-buahan hijau yang dipanen, pelayuan daging yang diinginkan, pengawetan
keju, pencegahan kekeruhan bir, pembentukan tekstur gula, pengobatan luka, dan penanganan
limbah.
Secara umum enzim larut dalam air, sehingga banyak enzim tidak ekonomis untuk
digunakan pada pengoperasian tipe batch dalam skala besar, karena hanya dapat digunakan satu
kali proses dengan biaya yang cukup mahal. Tetapi dalam tahun-tahun belakangan ini berbagai
teknik telah ditemukan untuk memperbaiki kerja enzim, yaitu dengan cara mengikatkan enzim
pada bahan-bahan yang tidak larut dalam air, dimana bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari
produk dengan mudah. Hal itu memungkinkan penggunaan kembali bahan-bahan tak larut yang
mengandung enzim tersebut atau disebut amobilisasi enzim (Johnson, 1979).

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-398


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

Menurut Bailey dan Ollis (1988), amobilisasi enzim menjadi menarik jika substrat yang
dibutuhkan sangat banyak atau enzim yang bersangkutan mahal. Wirawan (1988), juga
menjelaskan bahwa penggunaan enzim teramobilisasi dibatasi oleh mahalnya harga bahan
pendukung, oleh karena itu diperlukan bahan pendukung yang murah, tersedia dalam jumlah besar
serta memiliki sifat menguntungkan.
Kitin adalah polisakarida paling melimpah kedua di alam setelah selulosa. Kitin
terdapat dalam komponen srtuktural eksoskeleton dari serangga dan krustacea, juga terdapat di
dalam dinding sel ragi dan jamur yang jumlahnya berkisar antara 30-60 %. Kitin dilaporkan
telah dapat digunakan sebagai bahan pendukung untuk beberapa enzim, seperti papain, laktase,
kimotripsin, asam pospatase, dan glukosa isomerase. Sebagai bahan pendukung enzim
penggunaannya yang terbesar adalah pada industri makanan dan kosmetik (Peter,1995).
Amobilisasi enzim pada kitin dapat dilakukan dengan metode adsorpsi sederhana,
dengan adsorpsi pada kitin yang diaktifkan dengan glutaraldehid, atau dengan ikatan silang dari
enzim dan pendukung dengan glutaraldehid. Ikatan silang dengan glutaraldehid menyebabkan
penurunan aktivitas enzim sebesar 14 – 60% (Synowiecki,1982). Metode adsorpsi fisik
merupakan salah satu metode amobilisasi enzim yang sederhana dan efektif karena sedikit atau
tidak menyebabkan perubahan konformasi enzim, atau destruksi pada pusat aktif enzim.
Pada penelitian ini telah berhasil dilakukan amobilisasi enzim α-amilase dengan bahan
pendukung polimer kitin menggunakan metode adsorpsi fisik, dan didapatkan kondisi optimum
untuk enzim α-amilase bebas dan amobil, yang meliputi pH optimum, suhu optimum, dan waktu
inkubasi optimum.

2. METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah oven, inkubator, sentrifuga, penangas air, neraca
elektronik, pH meter, termometer, lemari pendingin, spektrofotometer UV-Vis, dan peralatan
gelas.
Bahan-bahan dan reagen kimia yang digunakan antara lain enzim α- amilase didapat
dari UPT-BPPT Sulusuban, amilum, asam 3,5-dinitrosalisilat, reagen Folin-Ciocalteu, glukosa,
BSA, fenol, Na-K tartarat, HCl, NaOH, Na-bisulfit CuSO4.5H2O, Na2CO3, dan kitin.

Prosedur Penelitian
Pembuatan larutan pereaksi
(a) Larutan dinitrosalisilat (DNS)
Sebanyak 1 gr asam 3,5 –dinitrosalisilat dan 1 gr NaOH dilarutkan dalam aquades,
kemudian ditambahkan 0,2 gr fenol, 0,4 g Na/K-tartarat, dan 0,05 gr Na-bisulfit.
Larutan diaduk hingga merata dan diencerkan hingga 100 ml.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-399


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

(b) Larutan pereaksi Lowry


Larutan A, 2 gr Na2CO3 dalam 100 ml NaOH 0,1 N. Larutan B, 5 ml larutan CuSO4. 5H2O 1%
dalam 5 ml larutan Na/K-tartarat 1%. Larutan C, campuran 50 ml larutan A dan 1 ml larutan B.
Larutan D, reagen Folin-Ciocelteau 1:1.

Penentuan kadar protein (Metode Lowry)


Sebanyak 1 ml larutan enzim direaksikan dengan 5 ml larutan C dan didiamkan selama
10 menit pada suhu kamar, kemudian ditambahkan larutan D dan didiamkan kembali selama 30
menit pada suhu kamar. Warna yang terbentuk diukur serapannya menggunakan
spektrofotometerUV-Vis pada panjang gelombang 600 nm. Kadar protein ditentukan dengan
membuat kurva standar bovin serum albumin (BSA) pada konsentrasi 20 – 100 µg/ml.

Penentuan aktivitas enzim amilase


Untuk enzim bebas, sebanyak 0,5 ml larutan pati 1% pH 7 didiamkan pada suhu 30°C
selama 5 menit, kemudian ditambahkan 0,5 ml enzim dan diaduk perlahan-
lahan. Campuran diinkubasi selama 70 menit pada suhu 55oC. Reaksi dihentikan dengan cara
memanaskan campuran hingga mendidih. Untuk enzim amobil digunakan larutan pati 1% pH 5,5
dan reaksi dihentikan dengan cara memisahkan campuran dengan disentrifugasi pada kecepatan
4500 rpm selama 15 menit untuk diambil filtratnya. Filtrat yang diperoleh ditambahkan 3 ml
pereaksi DNS dan ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Campuran dibiarkan dingin
sampai suhu kamar dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 538 nm. Kadar glukosa ditentukan pada konsentrasi 0,1 – 0,5 mg/ml.

Amobilisasi enzim amilase


Sebanyak 30 mg kitin berukuran 20-44 mesh ditambahkan ke dalam 10 ml larutan
enzim yang telah ditentukan kadar proteinnya. Campuran didiamkan pada suhu kamar selama 1
jam dengan sesekali pengadukan. Kemudian campuran didiamkan pada suhu 4oC selama 12
jam. Setelah 12 jam campuran disaring dan dicuci dengan 100 ml aquades. Filtrat yang
diperoleh diukur kadar proteinnya. Endapan yang diperoleh merupakan enzim amobil.

Karakterisasi Enzim α-Amilase bebas dan Amobil


Karakterisasi Enzim α-amilase bebas dan amobil yang dilakukan meliputi :
1. pH reaksi
Variasi pH yang digunakan adalah mulai dari 5,5 sampai 7,5 untuk enzim bebas dan 5,0
sampai 7,5 untuk enzim amobil.
2. Suhu
Variasi suhu yang digunakan adalah mulai 50oC sampai 70oC untuk enzim bebas dan 60oC
sampai 95oC untuk enzim amobil

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-400


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

3. Waktu inkubasi
Variasi yang digunakan adalah mulai dari 60 sampai 80 menit untuk enzim bebas dan 60
sampai 85 menit untuk enzim amobil.

Penentuan stabilitas enzim


Untuk mengetahui stabilitas enzim bebas terhadap waktu penyimpanan pada suhu
kamar, dilakukan pengukuran aktifitas setiap hari. Sedangkan untuk enzim amobil pengukuran
dilakukan setiap dua hari. Pengukuran aktifitas dilakukan sampai terlihat penurunan aktifitas
baik enzim bebas maupun amobil dapat diabaikan. Untuk mengetahui stabilitas enzim amobil
pada pemakaian berulang, dilakukan pemakaian berulang sampai terlihat penurunan aktivitas
terabaikan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Amobilisasi Enzim α-Amilase
Umumnya proses amobilisasi enzim menyebabkan peningkatan stabilitas enzim namun
menyebabkan penurunan aktivitas enzim. Tetapi dengan menggunakan metode adsorpsi fisik
hanya terjadi sedikit penurunan aktivitas enzim yaitu 3,69%. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas
spesifik enzim bebas yaitu 93,95 x 10-2 unit/mg dan aktivitas enzim amobilnya adalah 90,48 x
10-2 unit/mg.
Kitin dapat mengikat enzim α-amilase sebanyak 0,0194; 0,0190; 0,0205 (mg protein/ mg
kitin) dengan rerata 0,0196 mg protein/mg kitin. Banyaknya enzim yang diserap ini dihitung
dari selisih antara kadar protein enzim bebas dengan kadar protein filtrat pada proses
amobilisasi. Kadar protein enzim bebas adalah 1,038 mg, kadar protein filtrat yaitu 0,449 mg.
Dengan kata lain protein enzim yang diikat oleh kitin adalah 56,74%.
Menurut J. Synoweicki, et.al. (1981) kesesuaian kitin sebagai bahan pendukung untuk
amobilisasi enzim tergantung pada derajat deproteinasi, keberadaan gugus amino, kandungan
mineral, ukuran partikel, struktur permukaan, dan konformasi molekul kitin.

Karakterisasi Enzim α-Amilase bebas dan Amobil


pH Optimum
Penentuan pH optimum dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim α-amilase pada
berbagai variasi substrat amilum. pH optimum enzim α-amilase bebas diperoleh pada pH 7,0
dengan aktivitas unit sebesar 38,98 x 10-2unit/ml, untuk enzim α-amilase amobil, aktivitas tertinggi
diperoleh pada pH 5,5 dengan aktivitas unit sebesar 4,55 x 10-2 unit/ml, seperti yang terlihat pada
Gambar 3.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-401


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

45
40
35
Aktivitas Unit (unit/ml)

30
x 10-2

25 Enzim Bebas
20 Enzim Amobil
15
10
5
0
4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8
pH

Gambar 1. Kurva hubungan antara pH reaksi dengan aktivitas enzim α-amilase


bebas dan amobil (diukur pada kondisi reaksi, enzim bebas T : 55oC; t = 60 menit; dan
enzim amobil T = 60oC; t = 60 menit).

Aktivitas enzim α–amilase bebas terlihat naik dengan naiknya pH sampai dengan pH 7, pada
pH 7,5 aktivitas enzim menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH 7 gugus pemberi atau
penerima elektron yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang
diinginkan (Lehninger,1988). Enzim seperti umumnya protein, memiliki gugus yang dapat
berionisasi sehingga perubahan pH dapat mempengaruhi konformasi enzim, ikatan enzim
dengan substrat, serta gugus aktif pada pusat aktif enzim, sehingga aktivitas enzim juga
terpengaruh (Wiseman, 1985 dalam Asroni, dkk., 1996).
Enzim α–amilase amobil memiliki pH optimum yang lebih rendah dari enzim bebas yaitu
5,5, perubahan pH enzim amobil ke arah asam ini disebabkan oleh muatan bahan pendukungnya
(kitin) bersifat negatif, seperti dikatakan Suhartono (1989) dan Mubarok (1996) dalam Derita
(1997) pH aktivitas enzim akan bergeser ke arah asam jika muatan bahan pendukungnya
bersifat negatif dan akan bergeser ke arah basa jika bahan pendukungnya bersifat positif.

Suhu Optimum
Suhu optimum adalah suhu yang diperlukan agar aktivitas enzim optimum. Suhu
mempengaruhi laju reaksi karena suhu dapat merubah laju pemecahan kompleks enzim-substrat
menjadi produk. Aktivitas enzim α-amilase bebas dan amobil pada berbagai variasi suhu dapat
dilihat pada Gambar 4. Suhu optimum enzim α-amilase bebas adalah 55oC dengan aktivitas unit
sebesar 48,76 x 10-2 unit/ml. Sedangkan enzim α-amilase amobil optimum pada suhu 90oC dengan
aktivitas unit sebesar 74,42 x 10-2 unit/ml.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-402


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

80
70
Aktivitas Unit (unit/ml)

60
50
EnzimBebas
x 10-2

40
EnzimAmobil
30
20
10
0
45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
o
Suhu ( C )

Gambar 2. Kurva hubungan antara suhu inkubasi dengan aktivitas enzim α-amilase bebas
dan amobil (diukur pada kondisi reaksi, enzim bebas pH = 7; t = 70 menit; enzim amobil pH
= 5,5; t = 60 menit).

Pada Gambar 4 dapat kita lihat bahwa aktivitas enzim bebas dan amobil bertambah
dengan bertambahnya suhu. Kecepatan reaksi sangat tergantung dari energi kinetik molekul-
molekul yang bereaksi. Kecepatan reaksi enzim dibawah suhu optimum adalah hasil datri
bertambahnya energi kinetik molekul-molekul yang bereaksi, tetapi bila suhu dinaikkan terus,
energi kinetik molekul-molekul enzim menjadi demikian besar sehingga melampaui penghalang
energi untuk memecah ikatan sekunder yang mempertahankan enzim dalam keadaan mantap atau
keadaan katalitik aktif, berubahnya struktur sekunder dan tersier menyebabkan hilangnya
aktivitas enzim (Martin, 1983 dalam Sriana, 2003).
Suhu optimum enzim amobil jauh lebih tinggi dibanding dengan suhu optimum enzim
bebas. Kenaikan suhu optimum pada enzim amobil dikarenakan adanya tambahan energi yang
dibutuhkan agar substrat dapat menembus halangan ruang yang disebabkan oleh bahan
pendukung polimer kitin.

Waktu Inkubasi Optimum


Penentuan waktu inkubasi optimum bertujuan untuk mengetahui pada waktu inkubasi
berapa enzim dapat bekerja maksimum menghasilkan produk tertinggi. Aktivitas enzim α-
amilase bebas dan amobil pada berbagai waktu inkubasi dapat dilihat pada Gambar 5.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-403


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

55
50
45
Aktivitas Unit (unit/ml)

40
35
x 10-2

30 Enzim Bebas
25 Enzim Amobil
20
15
10
5
0
50 55 60 65 70 75 80 85 90
t (menit)
Gambar 3. Kurva hubungan antara waktu inkubasi dengan aktivitas enzim α-amilase bebas
dan amobil (diukur pada kondisi reaksi, enzim bebas pH = 7; T = 55oC; enzim
amobil pH = 6,5; T = 60oC).

Berdasarkan gambar waktu inkubasi enzim α-amilase bebas adalah 70 menit dengan
aktivitas unit sebesar 48,76 x 10-2 unit/ml, dan enzim α-amilse amobil 90 menit dengan aktivitas unit
sebesar 2,36 x 10-2 unit/ml. Karena adanya halangan ruang yang dibentuk oleh bahan
pendukung, maka enzim amobil memerlukan waktu yang lebih lama untuk bereaksi dengan
substat dibanding dengan enzim bebas. Turunnya aktivitas enzim setelah waktu inkubasi
optimum disebabkan oleh perubakan kondisi reaksi yaitu perubahan pH yang disebabkan
bertambahnya produk pada akhir reaksi.

Stabilitas Enzim Bebas dan Amobil


Kesetabilan enzim α-amilase amobil terhadap penyimpanan pada suhu ruang meningkat
dibandingkan dengan enzim α-amilase bebas. Aktivitas enzim α-amilase bebas pada
penyimpanan hari keempat mengalami penurunan sebesar 79,22% dari hari ke nol (mula-mula),
sedangkan enzim α-amilase amobil pada hari keempat hanya mengalami penurunan aktivitas
sebesar 29,12% dan pada hari ke-10 mengalami penurunan sebesar 49,45% dari hari ke nol
(mula-mula). Penurunan aktivitas enzim α-amilase bebas dan amobil pada penyimpanan suhu
ruang dapat dilihat pada Gambar 6.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-404


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

60
55
50
45
Aktivitas Unit (unit/ml)

40
35
x 10-2

Enzim Bebas
30
25 Enzim Amobil
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Waktu Penyimpanan (Hari)

Gambar 4. Kurva hubungan antara stabilitas enzim terhadap penyimpanan pada suhu ruang
dengan aktivitas enzim α-amilase amobil (diukur pada kondisi reaksi, enzim bebas
pH = 7; T = 55oC; t = 70 menit; enzim amobil pH = 5,5; T = 90 menit; t = 80
menit).

Seperti telah diungkapkan sebelumnya bahwa keunggulan dari amobilisasi enzim adalah
enzim amobil dapat digunakan berulang kali, tetapi tentu saja dengan aktivitas
yang menurun. Penurunan aktivitas enzim α-amilase amobil pada pemakain berulang dapat
dilihat pada Gambar 7. Penurunan aktivitas ini disebabkan oleh faktor tidak kuatnya ikatan
antara enzim dengan bahan pendukung, sehingga terjadi pelepasan enzim selama pemakaian.
Hal ini seperti dikatakan oleh Chibata (1978) bahwa kelemahan metode adsorbsi adalah lemahnya
ikatan antara enzim dengan bahan pendukung.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-405


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

57
54
51
48
45
Aktivitas Unit (unit/ml)

42
39
36
33
x10-2

30
27
24
21
18
15
12
9
6
3
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Pemakaian

Gambar 5. Kurva hubungan antara stabilitas enzim α-amilase amobil terhadap pemakaian
berulang dengan aktivitas enzim amobil (diukur pada kondisi reaksi pH = 5,5; T = 90oC; t = 80
menit)

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa amobilisasi
enzim α-amilase dengan bahan pendukung polimer kitin dengan metode adsorpsi fisik dapat
meningkatkan stabilitas enzim dengan penurunan aktivitas enzim yang sangat kecil, yaitu
3,69%. Hasil karakterisasi enzim α-amilase bebas adalah suhu optimum 55oC, pH optimum 7,0,
dan waktu inkubasi optimum 70 menit,dengan aktifitas unit sebesar 48,76 x 10-2 unit/ml. Hasil
karakterisasi enzim α-amilase amobil adalah suhu optimum 90oC, pH optimum 5,5, dan waktu
inkubasi optimum 80 menit, dengan aktivitas unit sebesar 53,33 x 10-2 unit/ml. Stabilitas enzim
α-amilase bebas terhadap penyimpanan pada suhu ruang mengalami penurunan aktivitas sebesar
63,02% setelah hari ke-4 penyimpanan. Sedangkan enzim α-amilase amobil mengalami
penurunan aktivitas sebesar 49,45% setelah hari ke-10 penyimpanan. Stabilitas enzim α-amilase
amobil terhadap pemakaian berulang mengalami penurunan aktivitas sebesar 88,56% setelah
pemakaian ke-6.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-406


Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008
Universitas Lampung, 17-18 November 2008

DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A.W. 1990. Physical Chemisry of Surface. 5th edition.

Aspita Laila, Irwan Ginting S. Hendri J., 2007 “Teknologi Dan Aplikasi Kitin Dan Kitosan”
Suatu Seri Monograf Analisis dan Karakterisasi Senyawa Kimia, Jurusan Kimia
FMIPA Unila,

Aspita Laila, Aida Fetra, Irwan Ginting S., Hendri J., 2007 “Peningkatan Stabilitas Enzim
Amilase Melalui Amobilisasi Pada Polimer Kitosan” Jurnal Sains MIPA Vol. 13 No.
2, (Edisi Khusus),

Bade, M.L dan Slinson, A. 1990. Chitinase Kinetics and Chitin Structure. Dept Biology.
Boston college. Amerika serikat

Hendri J., 2005 “Teknik Pengolahan Limbah Kulit Dan Kepala Udang” Suatu Seri Monograf
Permasalahan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Provinsi Lampung, Pusat
Penelitian Lingkungan, Lambaga Penelitian Unila,

Hendri J., 2007 “Karakterisasi Analisis Kandungan Senyawa Kitin” Suatu Seri Monograf
Analisis dan Karakterisasi Senyawa Kimia, Jurusan Kimia FMIPA Unila.

Hendri J., Wardana, Aspita Laila, Irwan Ginting, S, 2007, “Penentuan Kadar Ca Dan Mg Pada
Hasil Demineralisasi Optimum Kulit Udang Windu Gravimetri Dan Spektroskopi
Serapan Atom Dimuat” dalam Jurnal Sains MIPA, Vol. 13 No. 2, (Edisi Khusus),
Vol. 13 No.2,

Hendri J., Desi Indriani, Aspita Laila, Irwan Ginting Suka., 2007 “Pembuatan-
Asetilglukosamin Secara Enzima- tik Dari Kulit Udang dan Kepiting” Jurnal Ilmiah
MIPA (JIM) Vol. 10, N0. 2,

Lehninger, Albert. L. 1994. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Alih Bahasa Dr. Ir. Maggy
Thenawidjaya. Penerbit Erlangga. Jakarta

Murray, Robert. K, Daryl K. Gramer, dkk. 2003. Biokimia Harper. Penerbit EGC. Buku
Kedokteran. Jakarta.
Oscik. J. 1982. Adsorption. John Wiley and Sons. New York

Peter, Martin G. 1995. Application and Environmental Aspects of Chitin and Chitosan.
Journal of Pure and Appl. Chem. Marcel Dekker, Inc., Germany. Hlm. 629-639.

Rathe, T. D dan S.M.Hudson, 1994. Review og Chitin and Chitosan as Fiber and Film Former.
Revisi of Macromolecul. Journal of Chemical Phisics.

Stum, W dan Morgan. J.J. 1981. Aquatik Chemistry. John Wiley and Sons. New York.

ISBN : 978-979-1165-74-7 III-407

Anda mungkin juga menyukai