Anda di halaman 1dari 52

POKOK-POKOK PERUBAHAN

UU NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG KUP

1. DEFINISI (Pasal 1)
2. PEMBERIAN & PENGHAPUSAN NPWP, SERTA
PENGUKUHAN & PENCABUTAN PKP (Pasal 2)
3. SURAT PEMBERITAHUAN (Pasal 3 dan 8)
4. SANKSI ADMINISTRASI (Pasal 7 dan 13A)
5. PEMBAYARAN PAJAK (Pasal 9 dan 10)
6. DASAR PENERBITAN STP (Pasal 14)
7. PENERBITAN SKPKBT (Pasal 15)
8. PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK (Pasal 16)
9. PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR DAN RESTITUSI
(PasaL 17 ayat (2), 17B, 17C, 17D, dan 17E)
10. DALUWARSA PENETAPAN DAN PENAGIHAN
(Pasal 13 dan 22)
POKOK-POKOK PERUBAHAN
UU KUP TAHUN 2007 (lanjutan)

11. HAK MENDAHULU (Pasal 21)


12. GUGATAN (Pasal 23)
13. KEBERATAN (Pasal 25 dan 26A)
14. BANDING (Pasal 27)
15. IMBALAN BUNGA (Pasal 27A)
16. PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN (Pasal 28)
17. PEMERIKSAAN (Pasal 29)
18. KEWAJIBAN MERAHASIAKAN (Pasal 34)
19. AKSES DATA (Pasal 35A)
20. PENGURANGAN DAN PEMBATALAN KETETAPAN
PAJAK (Pasal 36 ayat (1b), (1c), dan (1d))
POKOK-POKOK PERUBAHAN
UU KUP TAHUN 2007 (lanjutan)

21. SUNSET POLICY (Pasal 37A)


22. SANKSI BAGI PEGAWAI PAJAK (Pasal 36A)
23. KODE ETIK PEGAWAI, KOMITE PENGAWAS, DAN
INSENTIF DJP (Pasal 36B, 36C, dan 36D)
24. SANKSI PIDANA (Pasal 38, 39, dan 39A)
25. SANKSI PIDANA UNTUK PEJABAT/SETIAP ORANG
(Pasal 41, 41A, dan 41B)
26. PENYIDIKAN (Pasal 44 dan 44B)
27. KETENTUAN PERALIHAN (Pasal II)
DEFINISI (PASAL 1)
Penambahan definisi, yaitu:
1. Pajak;
2. Bukti permulaan;
3. Pemeriksaan bukti permulaan;
4. Penyidik;
5. Putusan Gugatan;
6. Putusan Peninjauan Kembali;
7. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bu
nga
;
8. Tanggal dikirim; dan
9. Tanggal diterima.
DEFINISI (PASAL 1) - lanjutan

Perubahan beberapa definisi, yaitu:


1. Wajib Pajak;
2. Badan;
3. Pengusaha Kena Pajak;
4. Masa Pajak;
5. Surat Setoran Pajak;
6. Pemeriksaan; dan
7. Surat Keputusan Pembetulan.
PEMBERIAN & PENGHAPUSAN NPWP
SERTA PENGUKUHAN & PENCABUTAN
PKP (PASAL 2)

KETENTUAN SEKARANG (ayat 1):


1. Kewajiban perpajakan dimulai sejak WP memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif, belum diatur secara tegas.
2. “Wanita kawin yang tidak pisah harta” tidak diatur secara
tegas apakah dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh
NPWP atau tidak.
PERUBAHAN:
1. Kewajiban perpajakan WP dimulai sejak memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif.
2. “Wanita kawin yang tidak pisah harta” dapat mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP.
PEMBERIAN & PENGHAPUSAN NPWP SERTA
PENGUKUHAN & PENCABUTAN PKP (PASAL 2)
- lanjutan
KETENTUAN SEKARANG (ayat 4a, ayat 6, dan ayat 7):
1. Belum diatur batas waktu mulainya persyaratan subjektif dan objektif untuk
pemberian NPWP/PKP secara jabatan.
2. Belum diatur kriteria penghapusan NPWP.
3. Penghapusan NPWP dan pencabutan pengukuhan PKP belum diatur.

PERUBAHAN:
1. Pemberian NPWP/PKP secara jabatan, persyaratan subjektif dan objektifnya
dibatasi 5 tahun ke belakang.
2. Kriteria WP yang NPWP-nya dapat dihapuskan:
a. Diajukan permohonan oleh Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak dilikuidasi;
c. Wajib pajak BUT menghentikan kegiatan usaha; dan
d. apabila dianggap perlu oleh DJP.
3. Penghapusan NPWP dilakukan setelah melakukan pemeriksaan paling lama 6
bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi dan 12 bulan untuk Wajib Pajak badan
sejak permohonan.
SURAT PEMBERITAHUAN (PASAL 3)
KETENTUAN SEKARANG:
1. Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan
penyampaian SPT hanya secara manual.
2. Batas akhir penyampaian semua SPT Tahunan PPh paling
lambat 3 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
3. Perpanjangan SPT dengan permohonan dan harus dengan
persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

PERUBAHAN:
1. Pengambilan, pengisian, penandatanganan, dan
penyampaian SPT dapat secara manual dan elektronik.
2. Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh badan paling
lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
3. Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT cukup
dengan pemberitahuan.
SURAT PEMBERITAHUAN - lanjutan

KETENTUAN SEKARANG:
SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
1. SPT tidak ditandatangani sebagaimana mestinya.
2. Tidak sepenuhnya dilampiri keterangan/dokumen yang ditetapkan

PERUBAHAN:
Penambahan kriteria baru, yaitu:
1. SPTLB disampaikan setelah 3 tahun;
2. SPT disampaikan setelah DJP melakukan pemeriksaan atau
penerbitan skp
3. Dalam hal diaudit oleh Akuntan Publik, Laporan Keuangan yang
diaudit tidak dilampirkan
4. Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Direktur Jenderal Pajak
wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak.
SURAT PEMBERITAHUAN - lanjutan

PEMBETULAN SPT (PASAL 8):


KETENTUAN SEKARANG:
1. Paling lama 2 (dua) tahun setelah Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, Tahun Pajak, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
2. Sanksi administrasi pengungkapan ketidakbenaran dengan
kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum
dilakukan penyidikan 200%.

PERUBAHAN:
1. Sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT
Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa,
sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.
2. Sanksi administrasi atas pengungkapan ketidakbenaran
dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan
tetapi belum dilakukan penyidikan 150%.
Catatan: disesuaikan dengan tatanan sanksi administrasi Pasal 13A.
SANKSI ADMINISTRASI
DENDA (PASAL 7)
KETENTUAN SEKARANG:
Denda keterlambatan atau tidak menyampaikan SPT:
1. SPT Masa Rp50.000,00;
2. SPT Tahunan Rp100.000,00.

PERUBAHAN:
Denda keterlambatan menyampaikan SPT:
1. SPT Tahunan PPh orang pribadi Rp100.000,00;
2. SPT Tahunan PPh badan Rp1.000.000,00;
3. SPT Masa PPN Rp500.000,00;
4. SPT Masa Lainnya Rp100.000,00.
SANKSI ADMINISTRASI
DENDA (PASAL 7) - lanjutan
KETENTUAN SEKARANG:
Wajib Pajak yang tidak dikenakan sanksi administrasi diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan
PERUBAHAN:
Wajib Pajak yang tidak dikenakan sanksi administrasi dirinci dalam UU,
yaitu:
a. WP orang pribadi:
telah meninggal dunia; sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas; warga negara asing yang tidak tinggal lagi di
Indonesia;
b. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
c. WP badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
d. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi
e. Wajib Pajak yang terkena bencana
f. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
SANKSI ADMINISTRASI - lanjutan

KENAIKAN (PASAL 13A)

KETENTUAN SEKARANG:
Sanksi administrasi untuk kealpaan yang pertama dilakukan
Wajib Pajak, tidak diatur.

PERUBAHAN:
Kealpaan tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat
merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai
sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
Catatan: Sesuai hitungan dalam Bukti Permulaan.
PEMBAYARAN PAJAK
(Pasal 9 dan Pasal 10)
KETENTUAN SEKARANG:
1. Kekurangan pajak berdasarkan SPT Tahunan dibayar paling
lambat tanggal 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak.
(Pasal 9)
2. Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak paling lama 1
bulan. (Pasal 9)
3. Pembayaran pajak yang dianggap sah belum diatur secara tegas.
(Pasal 10)
PERUBAHAN:
1. Kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling
lambat sebelum SPT disampaikan (Pembayaran setelah jatuh
tempo pelaporan dikenai sanksi bunga). (Pasal 9)
2. Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak
usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.
(Pasal 9)
3. Penegasan bahwa pembayaran pajak di tempat yang ditentukan
Menteri Keuangan adalah sah apabila telah disahkan oleh pejabat
pada tempat pembayaran tersebut. (Pasal 10 ayat (1a))
DASAR PENERBITAN STP
(PASAL 14)
KETENTUAN SEKARANG:
1. Pelaporan Faktur Pajak (FP) yang tidak sesuai dengan masa penerbitan tidak
diatur.
2. Pengusaha yang gagal berproduksi dan telah mengkreditkan FP Masukan tidak
diatur khusus.
3. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat FP dikenai
sanksi denda 2% dari DPP dengan STP. (14(4))
PERUBAHAN:
1. Pelaporan FP tidak sesuai dengan masa penerbitan FP dikenai sanksi
denda 2% dari DPP. (14(4))
2. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan diwajibkan membayar kembali PPN ditambah sanksi bunga 2%
perbulan sejak SKPKPP s.d. STP (Catatan: Pasal 9 ayat (6a) RUU
PPN). (14(5))
3. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat FP,
tidak dikenai sanksi administrasi tetapi dikenai sanksi pidana. (39A)
PENERBITAN SKPKBT (PASAL 15)

KETENTUAN SEKARANG:
Tidak diatur secara tegas apakah harus dilakukan pemeriksaan
terlebih dahulu atau tidak.

PERUBAHAN:
SKPKBT diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan dalam
hal ketetapan sebelumnya diterbitkan berdasarkan
keterangan lain atau setelah dilakukan pemeriksaan ulang
dalam hal ketetapan sebelumnya diterbitkan berdasarkan
hasil pemeriksaan.
PEMBETULAN KETETAPAN PAJAK
(PASAL 16)
KETENTUAN SEKARANG:
1. Yang dapat dibetulkan adalah skp, STP, SK Keberatan, SK Pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi, SK Pengurangan atau pembatalan
ketetapan pajak yang tidak benar atau SKPPKP.
2. Jangka waktu penyelesaian paling lama 12 bulan.

PERUBAHAN:
1. Menambahkan produk hukum yang dapat dibetulkan, yaitu SK Pembetulan,
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga.
2. Memecah produk hukum yang dapat dibetulkan, yaitu SK Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak menjadi SK Pengurangan Sanksi Administrasi
dan SK Penghapusan Sanksi Administrasi serta SK Pengurangan atau
Pembatalan Ketetapan Pajak menjadi SK Pengurangan Ketetapan Pajak dan
SK Pembatalan Ketetapan Pajak.
3. Jangka waktu penyelesaian paling lama 6 bulan.
4. Apabila permintaan WP ditolak atau diterima sebagian, diberikan alasan.
PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR
DAN RESTITUSI

PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR (PASAL 17B)

KETENTUAN SEKARANG:
Batas akhir penyelesaian SPT LB bagi Wajib Pajak paling
lambat 12 bulan sejak permohonan diterima.

PERUBAHAN:
Ketentuan paling lambat 12 bulan tidak berlaku dalam hal
dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di
bidang perpajakan.
PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR
DAN RESTITUSI - lanjutan

Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak terutang


(Pasal 17 ayat (2))

KETENTUAN SEKARANG:
SKPLB diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan

PERUBAHAN:
SKPLB diterbitkan setelah meneliti kebenaran
pembayaran pajak
PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR
DAN RESTITUSI - lanjutan
PERCEPATAN RESTITUSI (PASAL 17C DAN PASAL 17D)
KETENTUAN SEKARANG:
Restitusi tanpa pemeriksaan hanya untuk Wajib Pajak Patuh.
(paling lama 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN)
PERUBAHAN:
1. Untuk WP Patuh; dan
2. Untuk WP dengan persyaratan tertentu yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan yaitu:
a. WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha/pekerjaan
bebas.
b. WP orang pribadi yang menjalankan usaha/pekerjaan bebas
dengan peredaran usaha dan lebih bayar s.d. jumlah tertentu.
c. WP badan dengan jumlah peredaran usaha dan lebih bayar s.d.
jumlah tertentu.
d. PKP dengan jumlah penyerahan dan lebih bayar s.d. jumlah
tertentu.
PENYELESAIAN SPT LEBIH BAYAR
DAN RESTITUSI - lanjutan

RESTITUSI PPN UNTUK TURIS ASING (PASAL 17E)

KETENTUAN SEKARANG:
Tidak diatur.

PERUBAHAN:
Diberikan Restitusi PPN atas pembelian barang kena pajak oleh
orang pribadi bukan subjek pajak dalam negeri yang tidak
dikonsumsi di daerah pabean.
Catatan: Hanya berlaku untuk pemberangkatan melalui pelabuhan udara.
DALUWARSA PENETAPAN (PASAL 13)
DAN PENAGIHAN (PASAL 22)

KETENTUAN SEKARANG:
Untuk penetapan dan penagihan:
10 tahun setelah berakhirnya Masa Pajak atau Bagian Tahun Pajak
atau Tahun Pajak.

PERUBAHAN:
1. Untuk penetapan:
5 tahun setelah berakhirnya Masa Pajak atau Bagian Tahun
Pajak atau Tahun Pajak.
2. Untuk penagihan:
5 tahun sejak penerbitan penetapan pajak.
HAK MENDAHULU (PASAL 21)

KETENTUAN SEKARANG:
Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas
barang milik Penanggung Pajak melebihi segala hak
mendahulu lainnya. Selama ini dibatasi 2 tahun setelah
penyampaian Surat Paksa.

PERUBAHAN:
Hak mendahulu diubah menjadi sampai dengan daluwarsa
penagihan pajak.
GUGATAN (PASAL 23)
KETENTUAN SEKARANG:
Yang dapat digugat:
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan
Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Semua Keputusan selain Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
3. Keputusan Pasal 16 dan Pasal 36 yang berkaitan dengan STP.

PERUBAHAN:
Menghapus Keputusan Pasal 16 dan Pasal 36 yang berkaitan dengan
STP, karena sudah tercakup dalam keputusan selain Pasal 25 ayat (1) dan
Pasal 26.
Menambah:
1. Keputusan Pencegahan dalam rangka penagihan pajak.
2. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan
yang tidak sesuai dengan prosedur.
KEBERATAN
(PASAL 25 DAN PASAL 26A)
KETENTUAN SEKARANG:
1. Hak Wajib Pajak hadir untuk memberikan penjelasan atau
memperoleh penjelasan mengenai keberatannya belum
diatur.
2. Penghitungan jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat
ketetapan pajak.
3. Data/informasi yang dapat dipertimbangkan dalam
penyelesaian keberatan tidak diatur secara khusus.
4. Keberatan tidak menunda kewajiban pembayaran dan
penagihan pajak.
KEBERATAN
(Pasal 25 dan Pasal 26A) - lanjutan
PERUBAHAN:
1. Wajib Pajak berhak hadir untuk memberikan penjelasan atau
memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. (26A (2))
2. Penghitungan jangka waktu 3 bulan sejak surat ketetapan pajak
dikirim. (25 (3))
3. Data/informasi yang pada saat pemeriksaan masih berada pada pihak
ketiga, dapat dipertimbangkan. (26A (4))
4. Wajib Pajak membayar ketetapan pajak paling sedikit sejumlah pajak
yang disetujui oleh Wajib Pajak dalam pembahasan akhir. (25 (3a))
5. Jangka waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan keputusan
keberatan. (25 (7))
6. Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang pajak.
(25 (8))
7. Apabila keberatan Wajib Pajak ditolak dan masih harus membayar
kekurangan pajak, dikenai denda 50%. (25 (9))
KEBERATAN
(Pasal 25 dan Pasal 26A) - lanjutan
Contoh 1:
SKPKB hasil pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Setuju Hasil Pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Yang Harus Dilunasi Jika Tidak Keberatan = Rp100.000.000,00

Contoh 2:
SKPKB hasil pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Setuju Hasil Pemeriksaan = Rp 30.000.000,00

Harus Dilunasi Sebelum Mengajukan Keberatan = Rp 30.000.000,00

Keputusan Keberatan, SKPKB menjadi = Rp 80.000.000,00


Pajak Kurang Dibayar (80.000.000 - 30.000.000) = Rp 50.000.000,00
Sanksi Denda (50% X Rp50.000.000) = Rp 25.000.000,00
Harus Dilunasi jika Tidak Mengajukan Banding = Rp 75.000.000,00
BANDING (PASAL 27)
KETENTUAN SEKARANG:
1. Pengajuan banding tidak menunda jatuh tempo pelunasan
pajak yang belum dibayar.
2. Belum diatur hak Wajib Pajak untuk meminta keterangan tertulis
untuk keperluan pengajuan banding.

PERUBAHAN:
1. Pengajuan banding menunda jatuh tempo pelunasan pajak yang
belum dibayar sampai 1 bulan sejak terbit Putusan Banding.
2. Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang pajak
sehingga tidak ditagih dengan surat paksa.
3. Apabila permohonan banding ditolak, dikenai denda sebesar 100%
dari pajak yang belum dilunasi.
4. Wajib Pajak berhak memperoleh keterangan secara tertulis
mengenai dasar Keputusan Keberatan.
BANDING (PASAL 27) - lanjutan

Contoh:
SKPKB hasil pemeriksaan = Rp100.000.000,00
Setuju Hasil Pemeriksaan = Rp30.000.000,00
Keputusan Keberatan, SKPKB menjadi = Rp 80.000.000,00
Pajak Kurang Dibayar (80.000.000 - 30.000.000) = Rp 50.000.000,00

Mengajukan Banding (Tidak ada syarat harus membayar)

Putusan Banding, SKPKB menjadi = Rp 65.000.000,00


Pajak Kurang Dibayar (65.000.000 - 30.000.000) = Rp 35.000.000,00
Sanksi Denda (100% X Rp35.000.000) = Rp 35.000.000,00
Harus Dilunasi = Rp 70.000.000,00
IMBALAN BUNGA (PASAL 27A)

KETENTUAN SEKARANG:
Imbalan bunga hanya diberikan dalam hal terdapat:
Surat Keputusan Keberatan; dan putusan banding
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak terkait dengan
penerbitan SKPKB dan SKPKBT

PERUBAHAN:
Imbalan bunga diberikan dalam hal terdapat:
 Surat Keputusan Keberatan dan putusan banding;

 Surat Keputusan Pembetulan;

 Surat Keputusan Pengurangan;

 Surat Keputusan Pembatalan; dan

 Putusan Peninjauan Kembali

yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak terkait dengan


penerbitan SKPKB, SKPKBT, SKPN dan SKPLB
Catatan:
Imbalan bunga juga berkaitan dengan Pasal 17B (3) & (4), Pasal 11 (3).
PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN
(PASAL 28)

KETENTUAN SEKARANG:
Belum diatur mengenai kewajiban menyimpan dokumen
termasuk data yang dikelola secara elektronik.

PERUBAHAN:
Wajib Pajak yang melakukan pembukuan secara elektronik
atau program aplikasi online wajib menyimpan soft copy di
Indonesia selama 10 tahun.
PEMERIKSAAN (PASAL 29)

KETENTUAN SEKARANG:
1. Jenis pemeriksaan dibedakan menjadi PSK, PSL, dan
Pemeriksaan Lengkap.
2. Belum diatur kewenangan Pemeriksa untuk mengakses data
yang dikelola secara elektronik.
3. Belum diatur batas waktu penyampaian buku, catatan, dan
dokumen.
4. Belum diatur penetapan secara jabatan untuk Wajib Pajak yang
tidak menyerahkan buku, catatan, dan dokumen pada saat
diperiksa.
5. Belum diatur secara tegas kewenangan Pemeriksa Pajak untuk
melakukan penyegelan barang bergerak atau tidak bergerak.
6. Tata cara pemeriksaan sepenuhnya diserahkan kepada Menteri
Keuangan tanpa ada rambu-rambu di UU.
PEMERIKSAAN
(PASAL 29) - lanjutan
PERUBAHAN:
1. Jenis pemeriksaan dibedakan menjadi Pemeriksaan Kantor dan
Pemeriksaan Lapangan. (29 (1))
2. Pemeriksa diberi kewenangan untuk mengakses data yang
dikelola secara elektronik. (29 (3))
3. Batas waktu penyampaian buku, catatan, dan dokumen 1 bulan
sejak permintaan disampaikan. (29 (3a))
4. Penetapan secara jabatan bagi Wajib Pajak yang tidak
menyerahkan buku, catatan, dan dokumen pada saat diperiksa
hanya berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi. (29 (3b))
5. Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan barang
bergerak atau tidak bergerak. (30)
6. Diatur mengenai tata cara pemeriksaan, pemeriksaan ulang,
jangka waktu pemeriksaan, penyampaian SPHP dan
pembahasan akhir dalam jangka waktu yang ditentukan. (31 (2))
PEMERIKSAAN - lanjutan

PEMERIKSAAN WP MASUK BURSA (PASAL 29A)

KETENTUAN SEKARANG:
Belum diatur.

PERUBAHAN:
Wajib Pajak Masuk Bursa yang laporan keuangannya Wajar
Tanpa Pengecualian, dapat dilakukan pemeriksaan kantor.
KEWAJIBAN MERAHASIAKAN
(PASAL 34)
KETENTUAN SEKARANG:
Belum dirinci keterangan yang dapat diberikan kepada pihak lain.
PERUBAHAN:
Merinci jenis keterangan yang dapat diberikan, yaitu:
1. Identitas Wajib Pajak meliputi:
nama WP; Nomor Pokok Wajib Pajak; alamat WP; alamat kegiatan
usaha; merek usaha; dan/ataukegiatan usaha WP.
2. Informasi yang bersifat umum tentang perpajakan meliputi:
Penerimaan pajak secara nasional; penerimaan pajak per Kantor
Wilayah DJP dan/atau per KPP; penerimaan pajak per jenis pajak;
penerimaan pajak per klasifikasi lapangan usaha; jumlah WP
dan/atau PKP terdaftar; register permohonan WP; tunggakan pajak
secara nasional; dan/atau tunggakan pajak per Kantor Wilayah DJP
dan/atau per KPP.
AKSES DATA (PASAL 35A)

KETENTUAN SEKARANG:
Belum diatur.

PERUBAHAN:
Dengan menambah:
1. Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya
wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak. (35A (1))
2. DJP berwenang menghimpun data dan informasi apabila data dari
instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya tidak
mencukupi. (35A (2))
3. Apabila kewajiban angka 1 dan 2 tidak dilaksanakan dikenai
sanksi pidana kurungan atau denda . (41C)
PENGURANGAN DAN PEMBATALAN
KETETAPAN PAJAK
(PASAL 36 ayat (1b), (1c), dan (1d))
KETENTUAN SEKARANG:
1. Pengurangan/pembatalan atas ketetapan pajak yang tidak benar;
2. Jangka waktu penyelesaian tidak diatur (dalam KMK diatur 12
bulan).
3. Frekuensi pengajuan permohonan belum diatur.

PERUBAHAN:
1. Pengurangan/pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
2. Mengurangkan atau membatalkan STP yang tidak benar;
3. Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur;
4. Frekuensi pengajuan permohonan diatur paling banyak 2 kali
untuk angka 1 dan 2, dan 1 kali untuk angka 3.
5. Batas akhir jangka waktu penyelesaian paling lama 6 bulan.
SUNSET POLICY (PASAL 37A)

KETENTUAN SEKARANG:
Tidak diatur.
PERUBAHAN:
1. WP yang membetulkan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2007
selama masa 1 (satu) tahun setelah diberlakukannya UU,
diberikan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang dengan sukarela mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) tahun setelah
diberlakukannya UU ini diberi kemudahan:
a. diberikan penghapusan sanksi administrasi
b. Tidak dilakukan pemeriksaan pajak kecuali terdapat data yang
menyatakan bahwa SPT Wajib Pajak tidak benar.
SANKSI BAGI PEGAWAI PAJAK
(PASAL 36A)
KETENTUAN SEKARANG:
Sanksi bagi petugas pajak yang menghitung dan menetapkan pajak
tidak sesuai dengan UU dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
PERUBAHAN:
1. Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau dengan sengaja
menghitung atau menetapkan pajak tidak sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan dikenai sanksi.
2. Sanksi bagi petugas pajak yang bertindak di luar
kewenangannya dapat diadukan ke unit internal Departemen
Keuangan dan dikenai sanksi.
3. Sanksi pegawai pajak yang terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman kepada Wajib Pajak untuk menguntungkan diri
sendiri secara melawan hukum dipidana berdasarkan KUHP.
SANKSI BAGI PEGAWAI PAJAK
(PASAL 36A) - lanjutan

PERUBAHAN:

4. Pegawai pajak yang memaksa seseorang untuk memberikan


sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dipidana
berdasarkan UU Tipikor.
5. Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun
pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan pada
iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
KODE ETIK PEGAWAI PAJAK
(PASAL 36B)

KETENTUAN SEKARANG:
Diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

PERUBAHAN:
1. Pegawai DJP wajib mematuhi Kode Etik.
2. Pelaksanaan dan penampungan pengaduan
pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh
Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan.
KOMITE PENGAWASAN PERPAJAKAN
(PASAL 36C)

KETENTUAN SEKARANG:
Tidak diatur.

PERUBAHAN:
Menteri Keuangan membentuk komite pengawas
perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
INSENTIF BAGI DJP
(PASAL 36D)

KETENTUAN SEKARANG:
Tidak diatur.

PERUBAHAN:
DJP dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja
tertentu yang ditetapkan melalui APBN.
SANKSI PIDANA

PIDANA KARENA KEALPAAN (PASAL 38)

KETENTUAN SEKARANG:
- Semua kealpaan dikenai sanksi pidana.
- Belum diatur sanksi minimal dan hanya diatur sanksi
maksimal.

PERUBAHAN:
- Kealpaan yang pertama kali tidak dikenakan sanksi pidana,
tetapi dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 200%
(Pasal 13A).
- Kealpaan kedua kali baru dikenai pidana denda paling sedikit 1
kali paling banyak 2 kali atau dipidana kurungan paling singkat
3 bulan paling lama 1 tahun.
SANKSI PIDANA - lanjutan

PIDANA KARENA KESENGAJAAN (PASAL 39)


KETENTUAN SEKARANG:
Belum diatur sanksi minimal dan hanya diatur sanksi maksimal.
PERUBAHAN:
1. Menambah perbuatan pidana berupa: Tidak menyimpan buku, catatan,
atau dokumen termasuk hasil pengolahan data elektronik (39 (1) h)
2. Dikenai pidana denda paling sedikit 2 kali paling banyak 4 kali atau
dipidana penjara paling singkat 6 bulan paling lama 6 tahun.
3. Pidana untuk yang kedua kali ditambahkan satu kali menjadi dua kali
sanksi di atas.
4. Percobaan penyalahgunaan NPWP/PKP atau menyampaikan SPT yang
tidak benar/lengkap dalam rangka restitusi/kompensasi/pengkreditan
pajak dipidana penjara paling singkat 6 bulan paling lama 2 tahun dan
denda paling sedikit 2 kali paling banyak 4 kali
SANKSI PIDANA - lanjutan

PIDANA KARENA KESENGAJAAN (PASAL 39A)

KETENTUAN SEKARANG:
Dikenakan sanksi administrasi STP Pasal 14 (4)
PERUBAHAN:
Diatur bahwa setiap orang yang:
 menerbitkan dan/atau mengunakan FP, bukti pemungutan, bukti

pemotongan, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan


transaksi yang sebenarnya (39A a)
 menerbitkan FP tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP (39A b)

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun, paling lama 6


tahun serta denda paling sedikit 2 kali, paling banyak 6 kali.
SANKSI PIDANA UNTUK
PEJABAT/SETIAP ORANG
(PASAL 41, 41A, 41B)
PERUBAHAN:
 Pasal 41  sanksi pelanggaran Pasal 34  dari 4 juta
menjadi 25 juta
 Pasal 41A  sanksi pelanggaran Pasal 35  dari 10 juta
menjadi 25 juta
 Pasal 41B  pidana bagi orang yang menghalangi atau
mempersulit penyidikan  dari 10 juta menjadi 75 juta
 Pasal 41C  sanksi pelanggaran Pasal 35A (sebelumnya tidak
diatur):
a. sengaja tidak memenuhi  pidana kurungan paling lama 1 tahun
atau denda paling banyak 1 miliar
b. sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya  pidana kurungan paling
lama 10 bulan atau denda paling banyak 800 juta
c. sengaja tidak memberi data yang diminta DJP  pidana kurungan
paling lama 10 bulan atau denda paling banyak 800 juta
d. sengaja menyalahgunakan data dan informasi  pidana kurungan
paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 500 juta
PENYIDIKAN

KETENTUAN PENYIDIKAN (PASAL 44)


KETENTUAN SEKARANG:
 PPNS di lingkungan DJP diberi wewenang untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
 Wewenang penyitaan dalam rangka penyidikan belum diatur secara
jelas.
PERUBAHAN:
1. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat
dilakukan oleh PPNS di lingkungan DJP.
2. Menambah penjelasan mengenai penyitaan.
Penyitaan dilakukan terhadap barang bergerak maupun tidak
bergerak termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga, milik
Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lain yang telah
ditetapkan sebagai tersangka.
PENYIDIKAN - lanjutan

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (PASAL 44B)


KETENTUAN SEKARANG:
Tidak ada batas waktu bagi Jaksa Agung dalam
memberikan keputusan penghentian penyidikan.

PERUBAHAN:
 Keputusan penghentian penyidikan dapat diberikan oleh
Jaksa Agung dalam jangka waktu paling lama 6 bulan
sejak tanggal permintaan Menteri Keuangan
 Penghentian penyidikan dapat dilakukan sepanjang
perkara pidana belum dilimpahkan ke pengadilan.
KETENTUAN PERALIHAN
KETENTUAN SEKARANG:
 Pasal 47A UU NO.16/2000
Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan yang belum
diselesaikan, diberlakukan ketentuan Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun
1994."
 Penjelasan:
Dalam rangka memberikan kepastian kepada Wajib Pajak maka
mengenai hak dan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan
untuk tahun pajak 2000 dan sebelumnya tetap diberlakukan Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994.
KETENTUAN PERALIHAN - lanjutan
PERUBAHAN:
 Pasal II
1. Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001
sampai dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan,
diberlakukan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2000.
2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1,
daluwarsa penetapan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, selain penetapan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau Pasal 15
ayat (4), berakhir paling lama pada akhir Tahun Pajak 2013.
 Penjelasan:
Cukup jelas.

Anda mungkin juga menyukai