Anda di halaman 1dari 12

SYI’AH & KHAWARIJ

I. PENDAHULUAN
Selama ini, mayoritas orang selalu menganggap Syi’ah bagian dari Islam. Mayoritas kaum muslimin
di seluruh dunia sendiri menilai bahwa menentukan sikap terhadap Syi’ah adalah sesuatu yang sulit dan
membingungkan. Ini disebabkan beberapa hal mendasar yaitu kurangnya informasi tentang Syi’ah.
Syi’ah, di kalangan mayoritas kaum muslimin adalah eksistensi yang tidak jelas, tidak diketahui apa
hakikatnya, bagaimana berkembang, tidak melihat bagaimana sejarahnya, dan tidak dapat diprediksi
bagaimana di kemudian hari. Berangkat dari hal-hal tersebut, akhirnya orang Islam yang umum
meyakini Syi’ah tak lain hanyalah salah satu madzhab Islam, seperti mazhab Syafi’i, Maliki dan
sejenisnya.

Tapi sesungguhnya ada perbedaan antara Syi’ah dan Islam. Bisa dikatakan, Islam dengan Syi’ah
serupa tapi tak sama. Secara fisik, sulit sekali membedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah,
namun jika diteliti lebih jauh dan lebih mendalam lagi -terutama dari segi aqidah- perbedaan di antara
Islam dan Syi’ah sangatlah besar. Ibaratnya, Islam dan Syi’ah seperti minyak dan air, hingga tak
mungkin bisa disatukan.

Sedangkan Khawarij merupakan satu kelompok yang besar dari kelompok-kelompok sempalan yang
menyimpang dari Islam dalam permasalahan aqidah dan mereka tergambarkan sebagai satu gerakan
revolusi berdarah dalam sejarah Islam yang cukup banyak menyibukkan negeri-negeri Islam dalam
tempo waktu yang lama untuk memadamkannya, kemudian merekapun sempat berhasil menebar
kekuasaan politik mereka pada wilayah-wilayah yang luas dari negeri-negeri Islam di timur dan barat,
khususnya di Omaan, Hadromaut, Zanzibar (Tanzania) dan sekitarnya dari wilayah Afrika dan Maghrib
Arab (Maroko, Aljazair, Tunis dan Libia) dan sampai sekarang mereka masih memiliki tsaqafah yang
terwakili oleh sekte Al Ibadhiyah1 yang tersebar di wilayah-wilayah tersebut, sampai masih memiliki
satu kesultanan yaitu kesultanan Omaan.
Kemudian tidak diragukan kembali, bahwa sebagian pemikiran dan aqidah mereka -Khususnya Al
Azaariqah2 yang berhubungan dengan pengkafiran pelaku kemaksiatan- sampai saat ini masih
berkembang dan tampak jelas serta mereka masih memiliki pengikut yang menampakkan kekerasan dan
kefanatikan mereka, sehingga membuat pembahasan tentang mereka ini menjadi penting dalam rangka
menjelaskan pemikiran-pemikiran mereka yang menyimpang kepada umat dan menyelamatkan mereka
dari perangkap dan kesesatan kelompok ini.

1
Ibadhiyah adalah salah satu sekte Khawarij yang dinisbatkan kepada pendirinya yaitu Abdullah bin Ibadh at-Tamimi. Orang-
orang yang bergabung dengan sekte ini tidak mengakui bahwa mereka adalah Khawarij, mereka menafikan hal itu dari mereka.
sekalipun mereka tidak bersikap ekstrim, namun mereka tetap mempunyai pemikiran-pemikiran yang sejalan dengan Khawarij,
seperti membolehkan membangkang kepada para pemimpin yang berbuat zhalim, mengingkari sifat dan akidah bahwa al-
Qur`an adalah makhluk.
2
Sekte ini didirikan oleh Nafi’ bin Azraq, dan merupakan sekte Khawarij yang terbesar dan yang paling banyak memiliki
pengikut. Aliran ini lahir sekitar tahun 60 H (akhir abad ke 7 M) di daerah perbatasan Irak dan Iran. Mereka mengkafirkan imam
Ali, Aisyah dan para sahabat lainnya, termasuk Usman, Thalhah, Zabir, dan Abdullah bin Abbas. Terdapat beberapa pandangan
yang menyesatkan dalam sekte ini, seperti: tidak mengakui hukuman rajam terhadap pezina , pelaku maksiat hukumnya kafir
syirik, dan kalau mati sebelum bertaubat maka seluruh amalan baiknya ditolak dan akan ditempatkan dalam Neraka Jahannam
serta kekal selama-lamanya . Aliran ini juga dikenal senang mengkafirkan orang lain, di mana terdapat beberapa kriteria yang
mereka sepakati tentang seseorang yang dimasukkan dalam kategori musyrik atau kafir, yaitu:
a. Semua orang Islam yang tidak sepaham dengan azariqah.
b. Orang yang sepaham tetapi tidak mau berhijrah ke kalangan mereka.
Berdasarkan prinsip ini, pengikut Azariqah banyak melakukan pembunuhan terhadap sesama umat Islam yang berada di luar
daerah mereka. Mereka memandang daerah mereka sebagai wilayah Islam (Dar al-Islam). Dan selain daerah itu dinilai sebagai
kawasan kafir (Dar al-Kufr).
II. URAIAN MATERI
A. SYI’AH
Asal-usul Syi’ah
Firqah ini tumbuh tatkala muncul seorang Yahudi mendakwakan dirinya sudah masuk Islam,
namanya Abdullah bin saba’. Al Baghdadi berkata: adalah ia (Abdullah bin Saba’) anak orang berkulit
hitam, asal usulnya adalah orang Yahudi dari penduduk Hirah (Yaman), lalu mengumumkan
keislamannya, dan menginginkan agar ia mempunyai kerinduan dan kedudukan di sisi penduduk negeri
Kuffah, dan ia juga menyebutkan kepada mereka, bahwasanya ia membaca di Taurat, bahwa
sesungguhnya bagi tiap-tiap nabi punya orang yang diwasiatkan, dan sesungguhnya Ali adalah orang
yang diwasiatkan Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam.

Syi’ah secara etimologi bahasa berarti pengikut, sekte dan golongan seseorang. Adapun menurut
terminologi syariat bermakna: Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi
Thalib beserta anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu lebih utama dari
seluruh shahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian
pula anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113, karya Ibnu
Hazm). Sedang dalam istilah syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan
Utsman bin Affan yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan dan menggalang massa untuk
memproklamasikan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wassalam seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu karena suatu nash3 (teks)
Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar , Umar dan
Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Saba’
menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak
menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).

Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin
Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu. Berhubung hal itu suatu kebohongan, maka diambil suatu tindakan
oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, yaitu mereka dibakar, lalu sebagian dari mereka melarikan
diri ke Madain4.

Pada periode abad pertama Hijriah, aliran Syi’ah belum menjelma menjadi aliran yang solid. Barulah
pada abad kedua Hijriah, perkembangan Syi’ah sangat pesat bahkan mulai menjadi mainstream
tersendiri. Pada waktu-waktu berikutnya, Syi’ah bahkan menjadi semacam keyakinan yang menjadi
trend di kalangan generasi muda Islam: mengklaim menjadi tokoh pembaharu Islam, namun banyak dari
pemikiran dan prinsip dasar keyakinan ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri.

Perkembangan Syi’ah
Bertahun-tahun lamanya gerakan Syi’ah hanya berputar di Iran, rumah dan kiblat utama Syi’ah.
Namun sejak tahun 1979, persis ketika revolusi Iran meletus dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah
Khomeini dengan cara menumbangkan rezim Syah Reza Pahlevi, Syi’ah merembes ke berbagai penjuru
dunia. Kelompok-kelompok yang mengarah kepada gerakan Syi’ah seperti yang terjadi di Iran, marak
dan muncul di mana-mana.

3
Rasulullah yang mulia Shalallaahu ‘alahi wassalam pernah bersabda :
”Barangsiapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka (aku angkat) Ali sebagai walinya, Ya Allah, dukunglah siapa
saja yang mendukungnya (Ali)dan musuhilah siapa saja yang memusuhinya.” (Hadits ini shahih)
Imam Albani berkata : “Adapun yang disebutkan oleh Syi’ah dalam hadits ini dengan tambahan lafazh yang lain, bahwasanya
Nabi bersabda, “Sesungguhnya ia adalah khalifahku sepeninggalku nanti”, maka lafazh (tambahan) ini tidak shahih dari segala
penjuru/sisi, bahkan padanya memiliki kebathilan yang banyak, yang menunjukkan kejadian/peristiwa tersebut di atas
kedustaan.
4
Ibukota Persia (Iran). Jatuh ke tangan kaum Muslim pada tahun 637 M
Perkembangan Syi’ah, yaitu gerakan yang mengatasnamakan madzhab Ahlul Bait ini memang cukup
pesat, terlebih di kalangan masyarakat yang umumnya adalah awam dalam soal keagamaan, menjadi
lahan empuk bagi gerakan-gerakan aliran sempalan untuk menggaet mereka menjadi sebuah komunitas,
kelompok dan jama’ahnya.

Ciri Khas Syi’ah


Abu Hatim ar-Razi berkata : Aku mendengar Yunus bin ‘Abdil A’la berkata, Berkata Asyhab bin
‘Abdil ‘Aziz, Malik ditanya tentang kelompok Rafidhah, maka beliau menjawab : ”Jangan berbicara
dengan mereka dan jangan pula menerima pandangan mereka, karena mereka adalah para
pendusta.”( Lihat: al-Muntaqo karya Imam adz-Dzahabi, hal. 21)

Berkata Abu Hatim : mengabarkan kepada kami Harmalah, beliau berkata : Aku mendengar asy-
Syafi’i berkata : ”Aku belum pernah melihat seorang yang bersaksi palsu lebih parah dari
Rafidhah.” [Lihat : al-Kifayah fi ’Ilmi ar-Riwayah karya Imam Khathib al-Baghdadi hal. 202].

Berkata Mu`ammil bin Ihab : Aku mendengar Yazid bin Harun berkata : ”Kami menulis setiap
(khobar) yang datang dari ahli bid’ah selama ia bukan seorang yang menyeru (kepada
bid’ahnya), kecuali Rafidhah karena mereka adalah para pendusta.” [Lihat : Minhajus Sunnah
karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Juz I, hal. 16]

Berkata Muhammad bin Sa’id al-Ashbahani : Aku mendengar Syarik berkata : ”Ambillah ilmu dari
siapa saja yang kamu temui kecuali Rafidhah, karena mereka ini gemar memalsukan hadits dan
menjadikan hal ini sebagai bagian agama mereka.” [Lihat : al-Muntaqo karya Imam adz-Dzahabi,
hal. 22]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata: ”Para ulama telah bersepakat dengan naql,
riwayat dan isnad bahwa Rafidhah itu adalah kelompok yang paling pendusta diantara kelompok-
kelompok lainnya dan kedustaan pada mereka mulai dari dulu, oleh karena itulah para imam kaum
muslimin mengetahui bahwa ciri khas utama kelompok Syiah ini adalah banyaknya kedustaan.” [Lihat :
Minhajus Sunnah, juz I, hal. 59].

Doktrin Taqiyah
Untuk menghalangi perkembangan Syi’ah sangatlah sulit. Hal itu dikarenakan Syi’ah membuat
doktrin dan ajaran yang disebut “taqiyah.” Apa itu taqiyah? Taqiyah adalah konsep Syi’ah dimana
mereka diperbolehkan memutarbalikkan fakta (berbohong) untuk menutupi kesesatannya dan
mengutarakan sesuatu yang tidak diyakininya. Konsep taqiyah ini diambil dari riwayat Imam Abu Ja’far
Ash-Shadiq ‘alaihi salam, beliau berkata: “Taqiyah adalah agamaku dan agama bapak-bapakku.
Seseorang tidak dianggap beragama bila tidak bertaqiyah.” (Al-Kaafi, jus II, h. 219).

Jadi, sudah jelas bahwa Syi’ah mewajibkan konsep taqiyah kepada pengikutnya. Seorang Syi’ah
wajib bertaqiyah di depan siapa saja, baik orang mukmin yang bukan alirannya maupun orang kafir atau
ketika kalah beradu argumentasi, terancam keselamatannya serta di saat dalam kondisi minoritas. Dalam
keadaan minoritas dan terpojok, para tokoh Syi’ah memerintahkan untuk meningkatkan taqiyah kepada
pengikutnya agar menyatu dengan kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, berangkat Jum’at di masjidnya
dan tidak menampakkan permusuhan. Inilah kecanggihan dan kemujaraban konsep taqiyah, sehingga
sangat sulit untuk melacak apalagi membendung gerakan mereka.

Padahal, arti taqiyah menurut pemahaman para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah berdasar pada Al-
Qur’an dan As-Sunnah, taqiyah tidaklah wajib hukumnya, melainkan mubah, itupun dalam kondisi
ketika menghadapi kaum musyrikin demi menjaga keselamatan jiwanya dari siksaan yang akan
menimpanya, atau dipaksa untuk kafir dan taqiyah ini merupakan pilihan terakhir karena tidak ada jalan
lain.
Doktrin taqiyah dalam ajaran Syi’ah merupakan strategi yang sangat hebat untuk mengembangkan
pahamnya, serta untuk menghadapi kalangan Ahlus Sunnah, hingga sangat sukar untuk diketahui
gerakan mereka dan kesesatannya.

Kesesatan-kesesatan Syi’ah
Di kalangan Syi’ah, terkenal klaim 12 Imam atau sering pula disebut “Ahlul Bait” Rasulullah
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam; penganutnya mendakwa hanya dirinya atau golongannya
yang mencintai dan mengikuti Ahlul Bait. Klaim ini tentu saja ampuh dalam mengelabui kaum Ahlus
Sunnah, yang dalam ajaran agamanya, diperintahkan untuk mencintai dan menjungjung tinggi Ahlul
Bait. Padahal para imam Ahlul Bait berlepas diri dari tuduhan dan anggapan mereka. Tokoh-tokoh
Ahlul Bait (Alawiyyin) bahkan sangat gigih dalam memerangi faham Syi’ah, seperti mantan Mufti
Kerajaan Johor Bahru, Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad, dalam bukunya “Uqud Al-Almas.”

Adapun beberapa kesesatan Syi’ah yang telah nyata adalah:


1. Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam Adalah Ali bin Abi Thalib
radhiyallaahu ‘anhu, sesuai dengan sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam. Karena itu para
Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu.
2. Keyakinan bahwa Imam mereka ma’shum (terjaga dari salah dan dosa).
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan para Imam yang telah wafat akan
hidup kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu
Bakar radhiyallaahu ‘anhu, Umar radhiyallaahu ‘anhu, Utsman radhiyallaahu ‘anhu, Aisyah
radhiyallaahu ‘anha, dll.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu dan para Imam mengetahui rahasia ghaib,
baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
5. Keyakinan tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut Abdullah
bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu sendiri
karena keyakinan tersebut.
6. Keyakinan mengutamakan Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu atas Abu Bakar radhiyallaahu
‘anhu dan Umar bin Khatab radhiyallaahu ‘anhu. Padahal Ali sendiri mengambil tindakan hukum
cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini kebohongan tersebut.
7. Keyakinan mencaci maki para sahabat atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan
radhiyallaahu ‘anhu (lihat Dirasat fil Ahwaa’ wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr.
Nashir bin Abd. Karim Al Aql, hal.237).
8. Pada abad kedua Hijriah perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang
mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai berdirinya dinasti
Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut terangkat kembali
dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran resmi negara Iran sejak 1979.

Saat ini figur-figur Syi’ah begitu terkenal dan banyak dikagumi oleh generasi muda Islam, karena
pemikiran-pemikiran yang lebih banyak mengutamakan kajian logika dan filsafat. Namun, semua
jamaah Sunnah wal Jamaah di seluruh dunia, sudah bersepakat adanya bahwa Syi’ah adalah salah satu
gerakan sesat.
B. KHAWARIJ
Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh
kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim
(arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh ‘Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin
(37H/657). Jadi, nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih suka
menamakan diri dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan)
jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah (2):207.

Selain itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan
pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan
diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa
Allah” (tidak ada pengantara selain Allah).

Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam sebagaimana yang
disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al-Fatawa,

‫ أول بدعة ظهورا في اإلسالم بدعة الخوارج‬:‫إبن تيمية‬


“Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.” (Al Mausu’ah Al Muyassarah Fil
Adyaan Wal Madzaahib Wal Ahzaab Al Mu’asharah , 1/53, Maktabah Syamilah)

Kemudian hadits-hadits yang berkaitan dengan Khawarij sanadnya shahih, sedang yang berkaitan
dengan Mu’tazilah dan Syi’ah atau yang lainnya hanya terdapat dalam Atsar Sahabat atau hadits lemah,
ini menunjukkan begitu besarnya tingkat bahaya Khawarij dan fenomenanya yang sudah ada pada masa
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Di samping itu Khawarij masih ada sampai sekarang baik
secara nama maupun sebutan (laqob), secara nama masih terdapat di daerah Oman dan Afrika Utara
sedangkan secara laqob berada di mana-mana. Hal seperti inilah yang membuat pembahasan tentang
firqah Khawarij begitu sangat pentingnya apalagi buku-buku yang membahas masalah ini masih sangat
sedikit, apalagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menyuruh kita agar berhati-hati terhadap
firqah ini.

Fakta munculnya Khawarij bukanlah pada masa Ali radhiyallahu ‘anhu sebagaimana sebagian para
ahli sejarah menyebutkan, tapi sudah muncul pada masa Utsman radhiyallahu ‘anhu baik secara ajaran
maupun dalam bentuk aksi nyata. Buku sejarah banyak menyebutkan ini seperti buku sejarahnya Imam
At-Thabari dan Ibnu Katsir. Dalam buku tersebut orang yang memberontak kepada Utsman
radhiyallahu ‘anhu disebut Khawarij. Hal ini dikuatkan oleh fakta sejarah berikutnya dimana mereka
berhasil membunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu.

Kemudian umat Islam membai’at Ali radhiyallahu ‘anhu, termasuk sebagian besar orang-orang yang
telah membunuh Utsman radhiyallahu ‘anhu. Sementara itu Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf,
Aisyah, dan sahabat yang lain keluar dan menuntut pembelaan terhadap Utsman radhiyallahu ‘anhu.
Ali radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya setuju dengan pendapat Anda, tapi mereka sangat banyak dan
bercampur dalam pasukan kami.” Ali radhiyallahu ‘anhu menghendak masalah Khalifah diselesaikan
dahulu baru menyelesaikan orang-orang yang membunuh Utsman. Kemudian antara pihak Ali
radhiyallahu ‘anhu dan Aisyah radhiyallahu ‘anha sudah terjadi kesepakatan bahwa mereka tidak akan
berperang kecuali untuk menuntut pembunuh Utsman, tapi orang-orang yang membunuh Utsman
membuat fitnah lagi dalam Perang Jamal. Mereka memisahkan diri jadi dua, sebagian bersama Ali dan
sebagian bersama Aisyah; dan mereka berdua saling melempar lembing, dan satu sama lain mengatakan
bahwa Ali telah berkhianat dan Aisyah telah berkhianat, maka terjadilah apa yang terjadi dalam Perang
Jamal.
Pada waktu terjadi peperangan antara Ali radhiyallahu ‘anhu dengan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu,
mereka juga bersama Ali dalam suatu peperangan yang terkenal dalam sejarah disebut Perang Shiffin.
Dalam buku-buku tarikh Sunnah, disebutkan ada pihak ketiga yang netral di antaranya Abdullah bin
Umar, Abu Musa Al-Asyari, Zaid bin Tsabit, dan yang lainnya yang mencoba mengadakan ishlah pada
keduanya dan mempertemukan keduanya. Terjadilah suatu dialog antara utusan Ali radhiyallahu ‘anhu
dengan Muawiyah bin Abi Sofyan.

“Apakah Anda memerangi Ali karena Anda ingin menjadi khalifah?” Muawiyah berkata, “Saya tahu
diri saya. Saya tahu diri saya jauh di bawah Ali, dan tidak ada dalam benak saya keinginan untuk
menjadi khalifah. Saya keluar berperang untuk menuntut darah Utsman.” “Apa betul Anda tidak ingin
menjadi khalifah?” Berkata Muawiyah, “Andaikata Ali menyerahkan siapa pembunuh Utsman niscaya
saya orang yang pertama berbai’at.” Akan tetapi suasana dikacaukan oleh orang-orang tadi yang
akhirnya terjadi Perang Shiffin.

Ketika pihak Muawiyah hampir kalah, atas usulan Amru bin Al-Ash untuk meletakkan mushaf di
pucuk pedang sebagai tanda ingin berunding. Ali radhiyallahu ‘anhu tahu bahwa ini tipu daya tetapi
orang-orang Khawarij meminta Ali untuk menerimanya bahkan memaksa dan mengancam:

ّ
‫لنفعلن بك كما فعلنا بعثمان لنقتلنك كما قتلنا عثمان‬ ‫لئن أتيت‬
“Jika engkau menolak, kami akan memperlakukan Anda sebagaimana kami memperlakukan Utsman
dan kami akan membunuh Anda sebagaimana kami telah membunuh Utsman.”

Akhirnya Ali radhiyallahu ‘anhu menerima dengan terpaksa, kemudian menyuruh panglima
perangnya Asytar An-Nakha’i untuk menerima tahkim. Tapi Asytar juga keberatan atas perintah itu
karena ia tahu benar unsur tipuannya sangat besar. Namun, lagi-lagi orang-orang Khawarij memaksa
Asytar dan mengatakan apa yang dikatakan kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, maka Asytar pun menerima
tahkim itu.

Ketika Ali radhiyallahu ‘anhu tahu bahwa pihak Muawiyah mengutus Amru bin Al-Ash, seorang
yang diketahui ahli diplomasi, maka Ali radhiyallahu ‘anhu mengutus Abdullah bin Al-Abbas. Tapi
lagi-lagi orang Khawarij membuat ulah dan berkata, “Kalau Anda mengutus Ibnu Abbas apa bedanya
Anda dengan Utsman. Kami memerangi Utsman karena dia selalu mengangkat keluarganya sendiri.
Sekarang Anda mengutus Ibnu Abbas, keponakan anda sendiri.” Mereka meminta yang menjadi utusan
dari pihak Ali adalah Abu Musa Al-Asy’ari, tokoh netral. Tapi Ali tahu kalau Abu Musa bukanlah
orang yang cocok pada masalah ini, dia terlalu lugu (ikhlash). Mereka bersikeras dan mengancam Ali
radhiyallahu ‘anhu, sampai dalam hal ini Ali berkata,

‫كنت باألمس أميرا وكنت اليوم مأمورا‬


“Dulu saya bisa memimpin tapi saya sekarang jadi dipimpin.”

Kemudian setelah acara tahkim usai dengan hasil yang sangat merugikan Ali radhiyallahu ‘anhu,
permasalahan ternyata belum selesai. Orang Khawarij membuat ulah lagi dengan mengkafirkan Ali
radhiyallahu ‘anhu dengan berkata,

‫ إن الحكم إال هلل‬,‫كفرت ألنك حكمت رجاال في حكم هللا‬


“Anda telah kafir karena Anda telah menyerahkan urusan tahkim kepada orang dalam hukum Allah.
Tiada yang berhak menghukum melainkan Allah.”
Dan mereka keluar dari pasukan Ali –jumlah mereka sebanyak 12.000 orang–, maka terpaksa Ali
menghadapi mereka dan menyuruh Ibnu Abbas untuk berdiskusi dengan mereka.

Fenomena sikap Khawarij banyak terjadi sekarang dan biasa disebut Neokhawarijisme bahkan bisa
jadi dekat dengan kita, apalagi hal itu telah diprediksi oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menyebutkan beberapa ciri-ciri tentang mereka (kelompok Khawarij) di
antaranya: “Pakaian mereka kasar dan berserat, mukanya pucat, keningnya menghitam seperti lutut
kambing tapak tangan dan kakinya keras, bacaan Qur’annya sangat lama“

Untuk melihat sifat-sifat mereka lebih jauh, kita lihat hadits-hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam yang membicarakan hal ini, diantaranya:

‫ بينما نحن عند رسول هللا (ص) وهو يقسم قسما أتاه‬:‫عن أبي سعيد الخذري قال‬
)‫ قال رسول هللا (ص‬.‫ يا رسول هللا اعدل‬:‫ذوالقويصرة وهو رجل من بني تميم فقال‬
ُ
‫ فقال عمر بن خطاب‬.‫وخسرت إن لم اعدل‬ ُ
‫خبت‬ ‫ويلك ومن يعدل إن لم اعدل؟ قد‬
‫ قال رسول هللا (ص) دعه فإن له‬.‫(ض) يا رسول هللا ائذن لي فيه اضرب عنقه‬
‫أصحابا يحقر أحدكم صالته مع صالتهم وصيامه مع صيامهم يقرئون القران ال يجاوز‬
‫تراقيهم ويمرقون من اإلسالم كما يمرق السهم من الرمية‬
Dari Abi Sa’id Al-Khudry berkata: Tatkala kami bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
dan beliau sedang membagikan ghanimah, datang Dzul Khuwaishirah salah seorang dari Bani Tamim
dan berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah!” Berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam: “Celaka! Siapa yang akan berbuat adil jika saya tidak berbuat adil? Niscaya saya celaka
dan binasa jika saya tidak adil.” Berkata Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, “Wahai Rasulullah!
Ijinkan saya memenggal lehernya.” Berkata Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, “Biarkanlah
dia. Sesungguhnya dia mempunyai banyak teman, di mana dianggap remeh shalat di antara kalian
dibanding shalat mereka, puasa kalian dibanding puasa mereka, mereka membaca Al- Qur’an tidak
sampai kecuali pada tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak
panah dari busur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada hari Hunain Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengutamakan sebagian manusia dalam
pembagian ghanimah. Beliau memberi Al-Aqra bin Habis Al-Handhaly 100 unta, memberi Uyainah bin
Badrul Fijary dengan jumlah yang serupa dan memberi para pembesar Arab, beliau mengutamakan
mereka dalam pembagian. Maka berkata salah seorang, “Demi Allah, pembagian ini tidak adil dan tidak
bertujuan untuk mencari ridha Allah!” (HR. Muslim)

‫ إن من ضئضئ هذا قوما يقرئون القرآن ال يجاوز حناجرهم يقتلون أهل‬:‫وفي رواية‬
‫اإلسالم ويدعون أهل األوثان يمرقون اإلسالم كما يمرق السهم من الرمية لئن أدركتهم‬
‫ألقتلنهم قتل عاد‬
Dalam riwayat yang lain: “Sesungguhnya dari keturunan ini ada kaum yang membaca Al-Qur’an
yang tidak sampai kecuali pada kerongkongan, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan
penyembah berhala, mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, jika
saya menjumpai mereka pasti akan saya bunuh mereka seperti membunuh kaum Aad.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
‫سيخرج في آخر الزمان قوم أحدث األسنان سفهاء األحالم‬

“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka
mengatakan sebaik-baiknya perkataan manusia, membaca Al-Qur’an tidak sampai kecuali pada
kerongkongan mereka. Mereka keluar dari din (agama Islam) sebagaimana anak panah keluar dan
busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

‫يخرج قوم من أمتي يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم التجاوز صالتهم‬
‫تراقيهم‬
“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al-Qur’an, mereka mengira bacaan Al-Qur’an itu
menolong dirinya padahal justru membahayakan dirinya. Shalat mereka tidak sampai kecuali pada
kerongkongan mereka.” (HR. Muslim)

‫يحسنون القيل ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب هللا وليسوا منه في شيء‬
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam berbuat, mengajak untuk mengamalkan kitab Allah
padahal mereka tidak menjalankannya sedikitpun.” (HR. Al-Hakim)

‫اليزالون يخرجون حتى يخرج آخرهم مع المسيح الدجال‬


“Mereka akan senantiasa keluar sampai pada yang terakhir bersama Al-Masih Ad-Dajjal. Jika
kalian bertemu mereka, maka bunuhlah; merekalah sejelek-jelek penciptaan dan sejelek-jelek
makhluk.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Hakim)

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan sifat-sifat, nilai, fenomena, dan kedudukan mereka.
Walaupun Khawarij berkelompok-kelompok dan bercabang-cabang, mereka tetap memiliki ciri-ciri
yang sama dalam sifat-sifat umum mereka.
Diantara sifat-sifat tersebut adalah :

1. Suka mencela dan menganggap sesat para pemimpin. Sifat ini tampak jelas pada Khawarij, mereka
selalu mencela para pemimpin-pemimpin dan menganggap mereka sesat serta menghukumi mereka
sebagai orang-orang yang sudah keluar dari keadilan dan kebenaran, dan ini dapat dilihat dari sikap
Dzul Khuwaishiroh terhadap Rasulullah.

2. Berprasangka buruk, ini adalah sifat Khawarij yang tampak dalam cara menghukum yang dilakukan
oleh Dzul Khuwaishirah. Berkata Ibnu Taimiyah : Pada tahun peperangan Hunain, beliau membagi
Ghanimah (rampasan perang) Hunain kepada orang-orang yang hatinya lemah (Mualafah
Qulubuhum) dari penduduk Nejd dan bekas tawanan Quraisy seperti `Uyainah bin Hafsh,dan beliau
tidak memberi kepada kaum Muhajirin dan Anshar sedikitpun.

Maksud beliau memberikan kepada mereka adalah untuk mengikat hati mereka dengan Islam, karena
keterkaitan hati mereka dengannya merupakan mashlahat umum bagi kaum muslimin, sedangkan
yang tidak beliau beri adalah karena mereka lebih baik dimata beliau dan mereka adalah wali-wali
Allah yang bertaqwa dan seutama-utamanya hamba Allah yang sholih setelah para Nabi dan Rasul-
rasul-Nya.Jika pemberian itu tidak dipertimbangkan untuk mashlahat umum, maka Nabi tidak akan
memberikannya pada orang-orang kaya para pemimpin yang ditaati dalam perundang-undangan dan
akan memberikannya kepada Muhajirin dan Anshor yang lebih membutuhkan dan lebih utama. Oleh
karena itu orang-orang Khawarij mencela Nabi dan dikatakan kepada beliau oleh pelopornya: Wahai
Muhammad berbuatlah adil, sesungguhnya engkau tidak berlaku adil. Dan perkataannya:
‘sesungguhnya pembagian ini tidak dimaksudkan untuk mendapat wajah Allah ....’

Mereka meskipun banyak shaum (puasa), shalat dan membaca Al-Qur’an, tetapi keluar dari As-
Sunnah dan Jamaah, Memang mereka dikenal sebagai kaum yang suka beribadah, wara’ dan zuhud
akan tetapi tanpa disertai ilmu, sehingga mereka memutuskan bahwa pemberian itu semestinya tidak
diberikan kecuali kepada orang-orang yang berhajat, bukan kepada para pemimpin yang ditaati dan
orang-orang kaya itu, jika didorong untuk mencari keridhoan selain Allah-menurut prasangka
mereka. Inilah kebodohan mereka, karena sesungguhnya pemberian itu menurut kadar mashlahat
agama Allah. Jika pemberian itu akan semakin mengundang ketaatan kepada Allah dan semakin
bermanfaat bagi agama-Nya, maka pemberian itu lebih utama. Pemberian kepada orang yang
membutuhkannya untuk menegakkan agama, menghinakan musuh-musuhnya, memenangkan dan
meninggikannya lebih agung daripada pemberian yang tidak demikian itu,walaupun yang kedua
lebih membutuhkan. (Lihat Majmu` Fatawa XXVIII/579-581 dengan sedikit diringkas)

3. Berlebihan dalam beribadah sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam :


“Karena dia mempunyai teman-teman yang salah seorang di antara kalian akan diremehkan
[merasa remah] shalatnya jika dibandingkan dengan shalat mereka, dan puasanya jika
dibandingkan dengan puasa mereka.”

Berkata Ibnu Hajar : Mereka (Khawarij) dikenal sebagai Qurra` (Penghafal al-Qur’an), karena
besarnya kesungguhan mereka dalam tilawah dan ibadah, akan tetapi mereka suka menta`wil al-
Qur’an dengan ta`wil yang menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Mereka lebih mendahului
pendapat-pendapat mereka, berlebih-lebihan dalam zuhud dan khusyu` dan lain sebagainya.

4. Keras terhadap kaum muslimin, sebagimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam :
“Sesungguhnya akan keluar dari keturunan laki-laki ini, suatu kaum yang membaca Al-Qur’an tidak
melebihi kerongkongan mereka. membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala.
Terlepas dari Islam seperti terlepasnya anak panah dari busurnya. Seandainya aku menemui
mereka, sunggguh akan aku bunuh mereka seperti dibunuhnya kaum `Aad.”

Sejarah telah mencatat dalam lembaran-lembaran hitamnya tentang Khawarij berkenaan dengan cara
mereka ini. Diantara kejadian yang mengerikan adalah kisah Abdullah bin Khobaab: Dalam
perjalanannya, orang-orang Khaawarij bertemu dengan Abdullah bin Khabab. Mereka bertanya
kepadanya: Apakah engkau pernah mendengar dari bapakmu suatu hadits yang dikatakan dari
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, kalau ada, ceritakanlah kepada kami tentangnya! lalu
beliau berkata: ya, aku telah mendengar dari bapakku, bahwa Rasulullah menyebutkan tentang
fitnah.Yang duduk ketika itu lebih baik dari pada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang
berjalan, dan yang berjalan lebih baik dari yang berlari, jika engkau menemuinya, hendaklah engkau
menjadi hamba Allah yang terbunuh. mereka berkata: Apakah engkau mendengar hadits itu dari
bapakmu dan memberitakannya dari Rasulullah? Beliau menjawab : ya, setelah mendengar jawaban
beliau tersebut, mereka mengajak ke hulu sungai, lalu memenggal lehernya, maka mengalirlah
darahnya seolah-olah seperti tali terompah.  (Talbis Iblis hal. 93-94)

5. Sedikit dan rendah pemahaman mereka terhadap fiqh, ini merupakan kesalahan mereka yang sangat
besar yang menyebabkan mereka menyempal dari ajaran yang benar.

6. Muda usia dan berakal rendah, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Akan keluar pada akhir zaman suatu kaum, umumnya masih muda, rusak akalnya, mereka
mengatakan dari sebaik-baik perkataan makhluk. Membaca al-Qur’an tidak melebihi
kerongkongannya. Terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari busurnya.”
(Mutafaqqun ‘alaih)

7. Fasih dalam berbahasa. Telah terkenal kefasihan mereka dalam berbicara dan berbahasa, sehingga
berkata Ibnu Ziyad: Sungguh ucapan mereka lebih cepat sampai ke hati-hati manusia dari pada
rambatan api ke batang kayu.
III. PENUTUP
Agar terhindar dari pengaruh aliran sesat
1. Mempelajari ilmu agama. Selain karena hukumnya wajib, dengan mempelajari agama seseorang
akan mampu mengetahui ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Islam namun disamarkan seolah
merupakan ajaran Islam. Hadirilah majelis-majelis ta’lim yang dibimbing oleh ustadz yang
terpercaya. Belilah buku, majalah, VCD atau MP3 yang berisi kajian Islam ilmiah yang
membahas Al Qur’an dan hadits di dalamnya. Namun berhati-hatilah terhadap majelis-majelis
ta’lim, buku, majalah atau VCD yang di dalamnya jarang atau bahkan tidak membahas Al Qur’an
dan Hadits, walaupun isinya kelihatan baik
2. Kenali dan pahami ciri-ciri aliran sesat. Seorang penyair berkata
Aku kenali kejahatan bukan untuk melakukannya
Tetapi agar dapat menjauhinya
Siapa yang tidak bisa membedakan kebaikan dari kejahatan
Maka dia akan terjerumus ke dalamnya
3. Sering bergaul dengan ahlul ‘ilmi, yaitu orang-orang yang memiliki kapasitas ilmu agama yang
baik, atau orang-orang yang semangat menuntut ilmu agama
4. Jadilah insan yang ilmiah, yang senantiasa melakukan sesuatu atas dasar yang kokoh
5. Taruhlah rasa curiga bila menemukan sekelompok orang yang berdakwah Islam namun dengan
cara sembunyi-sembunyi dan takut diketahui orang banyak
6. Jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ulama atau ustadz yang terpercaya ketika menemukan
sebuah keganjilan dalam praktek beragama
7. Berdoa memohon pertolongan Allah agar dihindarkan dari kesesatan dan dimantapkan dalam
kebenaran. Sebagaimana dicontohkan pula oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau
berdoa: Yaa muqollibal quluub, tsabbit qolbii ‘alaa diinik . Artinya: “Ya Allah, Dzat Yang
Membolak-balikan Hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu”. (HR. Muslim)
8. Budayakan sikap saling menasehati dalam kebaikan. Karena Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda, “Agama adalah nasehat” (HR.Bukhari dan Muslim).
DAFTAR PUSTAKA
Wal Mujtama’, Minbarul Usrah. 2010. Bid’ah Tanpa Sadar “Kumpulan Amalan Bid’ah Harian, Pekanan,
Bulanan dan Tahunan”. Solo: At-Tibyan.

Ghadir khum Antara keyakinan syiah dan ahlus sunnah

HADITS KHULAFA`UR RASYIDIN ANTARA AHLUS SUNNAH DAN SYIAH “Bantahan Terhadap
Kedustaan dan Pengkhianatan Ilmiah Syiah terhadap hadits ’Irbadh bin Sariyah”

Buletin At-Tauhid edisi V/11

id.wikipedia.org

eramuslim.com

salafyoon.net

muslim.or.id

blog.re.or.id

republika.co.id

catatanammah.blogspot.com

ad-dai.blogspot.com

ihwansalafy.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai