Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk


pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat.

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan


dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Disamping itu, pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut kehidupan
fisik, mental maupun sosial ekonomi yang dalam perkembangannya telah terjadi
perubahan orientasi baik tatanilai maupun pemikiran terutama upaya pemecahan
masalah kesehatan.

Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang


diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan
globalisasi sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun
1992. Praktik keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan
mutunya melalui registrasi, seritifikasi, akreditasi, pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan serta pemantauan terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.

Tenaga keperawatan sebagai salah satu komponen utama pemberi layanan


kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung
dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan kompetensi dan pendidikan
yang dimilikinya. Tenaga keperawatan juga memiliki karakteristik yang khas
dengan adanya pembenaran hukum yaitu diperkenannya melakukan intervensi
keperawatan terhadap tubuh manusia dan lingkungannya dimana apabila hal itu
dilakukan oleh tenaga lain dapat digolongkan sebagai tindakan pidana.

Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari


model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996),
maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini
ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan
pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg & Swansburg, 1999) dan
hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di

1
rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh
perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan
perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan
adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005). Enam puluh persen
tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan
pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu,
merupakan kontak pertama dengan sistem klien.

Keperawatan sebagai profesi mempersyaratkan pelayanan keperawatan


diberikan secara professional oleh perawat/ners dengan kompetensi yang
memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral, sehingga
masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan dan asuhan keperawatan
yang bermutu. Keperawatan sebagai profesi juga memiliki body of knowledge
yang jelas berbeda dengan profesi lain, altruistik, memiliki wadah profesi,
memiliki standard dan etika profesi, akontabilitas, otonomi, dan kesejawatan
(Leddy & Pepper, 1993). Perawat juga diharuskan akuntabel terhadap praktik
keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran terhadap keputusan
dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat digugat secara hukum
apabila tidak melakukan praktik keperawatan sesuai dengan standar profesi,
kaidah etik dan moral.

Proses Keperawatan adalah suatu entitas ilmiah dan humanistik (laddy &
papper, 1993) melandasi suatu standard asuhan dan dilaksanakan berdasarkan
keyakinan terhadap paradigma keperawatan. Sistematika proses keperawatan
menjadi pola pikir dan tindakan perawat yang terdiri dari pengkajian (assesment),
perencanaan (termasuk kriteria keberhasilan), implementasi dan evaluasi.
Proses keperawatan ini telah hampir diterapkan diseluruh pelayanan kesehatan
di Indonesia dengan penyesuaian dengan kondisi setempat.

Melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap


praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, seringkali diidentikkan dengan
kegagalan upaya kesehatan padahal perawat hanya melakukan daya upaya
sesuai displin ilmu keperawatan. Untuk menjamin perlindungan terhadap
masyarakat penerima pelayanan dan asuhan keperawatan serta perawat
sebagai pemberi pelayanan dan asuhan keperawatan, maka diperlukan
ketetapan hukum yang mengatur praktik keperawatan. Hanya perawat yang
memenuhi persyaratan saja yang akan mendapatkan lisensi/ijin melakukan pratik
keperawatan. Untuk itu diperlukan Undang Undang Praktik Keperawatan yang
mengatur keberfungsian Badan Regulatori atau Konsil Keperawatan untuk
melindungi masyarakat.

Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Global, turut pula menandatangani


kesepakatan di antara 10 negara ASEAN khususnya di bidang pelayanan
kesehatan yang dikenal dengan MRA (Mutual Recognition Agreement), dimana
Konsil Keperawatan sebagai Badan yang independen diperlukan untuk mengatur
sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi bagi praktik perawat. Dalam kancah

2
global, keperawatan di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara-
negara di Asia terutama dalam hal lemahnya regulasi tentang praktik
keperawatan. Di antara 10 negara di Asia tenggara, 7 negara telah memiliki
undang-undang yang mengatur tentang praktik keperawatan, sedangkan 3
negara yang belum memiliki undang-undang praktik keperawatan adalah
Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan
(Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut berperan
dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga keparawatan
dalam jumlah yag besar. Dengan adanya undang-undang praktik keperawatan
merupakan jaminan terhadap mutu dan standard praktik disamping sebagai
perlindungan hukum bagi pemberi dan penerima jasa pelayanan keperawatan.

Secara garis besar hal-hal substansial yang dimuat dan ditampung dalam
Rancangan Undang-Undang Praktik Keperawatan ini antara lain menyangkut;
(a). Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan; (b). Pengaturan ijin praktik kaitannya dengan sertifikasi,
registrasi dan lisensi; (c). Akreditasi tempat praktik dan orang-orang yang
bertangung jawab terhadap praktik; (d).Pengaturan tentang keterkaitan antara
praktik dengan penelitian; (e). Pengaturan penetapan kebijakan yang sekarang
ini ada pada departemen kesehatan; (f). Ketatalaksanaan hubungan antara
pasien dengan perawat; (g). Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu
pengetahuan dan tehnologi; (h). pemberian sanksi disiplin

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud kegiatan ini adalah dalam rangka penyusunan naskah akademis


sebagai bahan masukan untuk substansi materi muatan praktik keperawatan.

Penyusunan Naskah Akademik ini bertujuan untuk memberikan gambaran


tentang keperawatan secara umum, mencakup pengertian dasar, ilmu
keperawatan, bentuk praktik keperawatan, masalah terkait dengan keperawatan,
landasan penyusunan Undang Undang Praktik Keperawatan, dan pokok-pokok
materi muatan dalam pengaturan praktik keperawatan. Diharapkan, Naskah
Akademik ini dapat memberikan penjelasan terutama tentang apa dan mengapa
Undang Undang Praktik Keperawatan amat mendesak untuk diterbitkan.

C. METODE PENDEKATAN

Metode pendekatan yang diterapkan dalam penyusunan naskah akademis ini


melalui;
a. Pendekatan normatif yaitu suatu pendekatan yang memperhatikan norma-
norma atau nilai-nilai yang ada dan berkembang dimasyarakat baik tertulis
maupun tidak tertulis;
b. Pendekatan komparatif yaitu membandingkan peraturan yang ada dengan
perubahan yang terjadi pada masyarakat ditingkat nasional maupun
internasional.

3
c. Studi kepustakaan yaitu menelaah bahan-bahan baik berupa perundang-
undangan, hasil pengkajian, hasil-hasil penelitian dan referensi lain yang
relevan.
d. Diskusi dengan para pakar dibidangnya.

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Penyusunan naskah akademis ini memuat latar belakang yang menggambarkan


situasi dan kondisi sehingga perlu dibentuk undang-undang tentang Praktik
Keperawatan. Kemudian dikemukakan alasan-alasan ditinjau dari segi filosofis,
historis, yuridis, sosiologis dan tehnis keperawatan. Selanjutnya pokok-pokok
materi muatan dalam praktik keperawatan menyangkut, penjelsan umum,
pengertian, asas dan tujuan, lingkup praktik, pendidikan dan pelatihan,konsil
keperawatan, registrasi tenaga keperawatan, penyelenggaraan praktik
keperawatan, konsil keperawatan , pengawasan dan pembinaan, ketentuan
pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

4
BAB II
GAMBARAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

A. UMUM
Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan fisiologis, psikologis,
sosial, spiritual dan kultural yang diberikan kepada klien (pasien) karena
ketidakmampuan, ketidakmauan dan ketidaktahuan klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya yang sedang terganggu. Fokus
keperawatan adalah respons klien terhadap penyakit, pengobatan dan
lingkungan (Tomey, 1994).

Beberapa teori keperawatan sampai saat ini mewarnai dasar bentuk


pelayanan keperawatan, antara lain Teori Adaptasi (Roy), Self care
(Orem), Teori 14 kebutuhan dasar/model konseptual Komplementer-
Suplementer (Henderson), Care-Cure, and Core (Lydia Hall), Teori Sikap
dan Perilaku Caring (Jane Watson), Teori Sistem Perilaku (Johnson),
Sistem Sosial (King), Teori Lintas Budaya (Leininger), Perilaku
Pencegahan dan Peningkatan Kesehatan (Nola Pender) dan lain-lain.
Tujuan dari teori ini adalah untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa
fokus pelayanan keperawatan adalah klien dan keluarganya sebagai
sistem yang pada dasarnya memiliki potensi untuk berubah dan
berkembang dalam rangka pemulihan diri dari gangguan kesehatan, serta
perlu untuk di bimbing dalam rangka pemberdayaan dirinya. Inti dari
semua teori ini adalah hubungan perawat-klien terbina secara terapeutik
dan menjadi landasan terwujudnya kesetaraan professional diantara
keduanya yang saling membutuhkan. Teori-teori inilah yang menunjukkan
bahwa pelayanan keperawatan berbeda dengan profesi kesehatan lain
(Nurrachmah, 2004).

Keperawatan di Indonesia perkembangannya masih belum


menggembirakan dibanding dengan negara-negara maju. Faktor yang
mempengaruhi diantaranya adalah faktor historikal, struktural maupun
fungsional. Dengan banyaknya perubahan yang terjadi pada era
globalisasi dimana perkembangan tehnologi informasi membuat tidak ada
batas antar negara, telah memungkinkan arah perkembangan
keperawatan di Indonesia sejalan dengan arah perkembangan
keperawatan di negara maju. Walaupun sebenarnya keterlambatan
perkembangan keperawatan di Indonesia lebih banyak dikarenakan faktor
ekesternal profesi.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI KEPERAWATAN

Perkembangan keperawatan di Indonesia tidak terlepas dari


perkembangan keperawatan global. Dalam sejarah Islam pada zaman
Nabi Muhammad S.A.W, walaupun tidak banyak catatan telah dikenal

5
dengan nama Siti Rufaidah yang dianggap sebagai perawat pertama
didunia dan banyak terlibat dalam melayani orang sakit. Selain itu di
Inggris juga dikenal dengan nama Florence Nightingale yang terkenal
dalam Perang Kremlin dengan mengabdikan dirinya untuk kepentingan
orang sakit khususnya para prajurit yang terluka.

Di Indonesia dalam sejarah perkembangan tercatat telah lama ada yaitu


diberikan oleh orang yang telah di didik untuk merawat orang sakit.
Beberapa catatan mengemukakan sebelum kemerdekaaan tahun 1945
bahwa pendidikan perawat telah di mulai sejak tahun 1800-an di sebuah
rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan Rumah Sakit PGI
Cikini Jakarta. Sejak saat itu dikembangkan berbagai pendidikan
kekhususan paramedis diantaranya pendidikan untuk menjadi mantri
cacar, tenaga perawat berijazah eropa, tenaga perawat berijazah Hindia-
Belanda dan pendidikan mantri malaria. Pendidikan mantri cacar
merupakan pendidikan tertua sejak tahun 1820 dengan lama pendidikan
6-12 bulan, termasuk praktik lapangan 6 bulan. Perawat berijazah eropa
adalah dimulai dengan pendidikan dasar MULO dan lama pendidikan 3
tahun dimana lulusannya mendapatkan fasilitas dan penghargaan lebih
tinggi dibanding tenaga lainnya. Sedangkan perawat yang berijazah
Hindia-Belanda sering disebut dengan mantri jururawat adalah perawat
dengan lama pendidikan 4 tahun yang menghasilakn dua jenis tenaga
perawat yaitu perawat umum dan perawat jiwa yang dimulai sejak tahun
1915. Adapun mantri malaria merupakan tenaga perawat yang hanya
berupa kursus selama satu setengah tahun, yang hanya diadakan 2 kali
yaitu tahun 1926 dan 1927.

Keterlibatan juru rawat dalam medan perang sangat aktif, keperawatan di


interpretasikan dalam aspek yang sangat luas. Mereka melakukan
berbagai kegiatan mulai mengangkat korban, mengobati, memindahkan
ketempat yang lebih aman sampai dengan memakamkan bagi korban
yang meninggal. Perawat melakukan kegiatan berdasarkan pada
prosedur kemanusiaan.

Keperawatan setelah kemerdekaan sampai dengan tahun 1965 tidak


banyak mengalami kemajuan. Pada tahun 1953 dibuka Sekolah Pengatur
Rawat (SPR) dengan latar belakang sekolah menengah pertama dan
lama pendidikan 3 tahun yang dibuka di 3 wilayah yaitu Jakarta, Bandung
dan Surabaya. Tahun 1955, dibuka Sekolah Djuru Kesehatan (SDK)
dengan latar belakang pendidikan dasar (Sekolah Rakyat) ditambah satu
tahun. Pada masa ini nampak bahwa perkembangan keperawatan masih
sangat tertinggal sehingga pada tahun 1960-an dikenal berbagai jenis
tenaga perawat sampai lebih dari 20 jenis. Pendidikan keperawatan
berbasis rumah sakit lebih ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan
rumah sakit setempat, mereka bekerja dibawah supervisi tenaga
kesehatan lainya. Karena landasan keilmuan yang kurang kokoh maka

6
pelayanan yang diberikan lebih bersifat suplementer dan menjadi tenaga
yang kurang akontabel. Situasi tersebut mendorong Departemen
Kesehatan mengembangkan pendidikan keperawatan yang lebih sesuai
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan dengan didirikannya Akademi
Keperawatan di lingkungan Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta
pada tahun 1962 (yang dikenal dengan CBZ) dengan latar belakang
pendidikan sekolah menengah atas di tambah dengan pendidikan
keperawatan 3 tahun.

Pada tahun 1972, di deklarasikan wadah Persatuan Perawat Nasional


Indonesia sebagai wadah organisasi profesi, dimana para perawat sudah
mulai menyadari pentingnya organisasi profesi bagi pengembangan
keperawatan. Pada tahun 1983 merupakan periode kebangkitan, dimana
pada Lokakarya Nasional Keperawatan disepakati bahwa keperawatan
adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan
tinggi.

Pada tahun 1985 dibuka Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, yang merupakan pendidikan tinggi
keperawatan Strata satu pertama di Indonesia. Perkembangan ini diikuti
pula dengan dengan diakuinya keperawatan sebagai profesi pada
Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992. Periode ini menjadi
penting setelah Peraturan pemerintah no.32 tahun 1996 telah
menjabarkan keberadaan profesi keperawatan sebagai satu dari enam
kelompok profesi kesehatan yang ada di Indonesia. Kebijakan ini
mendorong organisasi profesi menata katagori tenaga keperawatan yang
ada dengan hanya ada tiga katagori yaitu SPK, D.III dan Sarjana
Keperawatan (Ners).

Pada tahun 1996 Program Studi Ilmu Keperawatan (jenjang S1/Ners)


didirikan dibeberapa Perguruan Tinggi Negeri antara lain UGM
(Yogyakarta), UNDIP (Semarang), UNAIR (Surabaya), UNAND (Padang),
UNBRAW (Malang), USU (Medan), UNSYAH (Aceh) dan UNHAS
(Makasar) serta di beberapa universitas swasta. Pada periode ini perawat
yang telah melalui pendidikan profesi pada tingkat sarjana telah
menyadari bahwa profesionalisme keperawatan perlu ditumbuh
kembangkan secara terus menerus.

Daniel Bell pada tahun 1973 menyatakan (Kozier, 1998); “ Profession is a


learned (i.e. scholary) activity and this involves formal training, but within a
broad intellectual context to be within the profession means to be certified,
formally or informally by peers or by same established body within the
profession. And a profession embodies a norm of social responsiveness.
….expectation about their conduct derive from an ethic of service which as
anorm is prior to an ethics of self-interest….The idea of profession implies

7
an idea of competence and authority, technical and moral and that the
profession will assume an hieratic place and society.

Sampai dengan tahun 2004, jumlah lulusan perawat pada tingkat sarjana
(ners) maupun magister telah mencapai 3178 orang. Sedangkan jumlah
seluruh perawat di Indonesia pada tahun yang sama telah mencapai
250.000 orang dengan rincian; lulusan SPK berkisar 84,5%, lulusan D III
berkisar 14% dan lulusan Sarjana/magister berkisar 1,5% (Nurrachmah,
2004). Dampak positif dihasilkannya tenaga keperawatan berpendidikan
tinggi adalah pelayanan keperawatan di kembangkan kearah yang benar,
dengan demikian diharapkan terjadi peningkatan status kesehatan
masyarakat melalui pelayanan keperawatan yang professional.

C. PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Lingkup praktik keperawatan meliputi:


1) Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana
dan kompleks.
2) Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat,
konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehtan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan
system klien.
3) Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehtan dan tatanan
lainnya.
4) Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obatan berlabel merah)
dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan
persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
5) Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

Untuk melaksanakan praktik keperawatan sesuai lingkup praktik


keperawatan tersebut, maka kewenangan perawat meliputi:
1) Melaksanakan pengkajian keperawatan;
2) Merumuskan diagnosis keperawatan;
3) Menyusun rencana tindakan keperawatan;
4) Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan;
5) Mendokumentasikan hasil keperawatan.

Berdasarkan bentuk intervensi keperawatan, mencakup: observasi,


pendidikan dan konseling kesehatan, tindakan/ tritmen keperawatan,
tindakan/tritmen medik yang dilimpahkan atau diserahkan, dan
pendokumentasian dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
manusia sesuai dengan bidang garapan keilmuan keperawatan, yaitu:
1) Memenuhi kebutuhan O2
2) Memenuhi kebutuhan nutrisi
3) Memenuhi kebutuhan integritas jaringan

8
4) Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
5) Memenuhi kebutuhan eliminasi buang air besar
6) Memenuhi kebutuhan eliminasi urin
7) Memenuhi kebutuhan kebersihan diri dan lingkungan
8) Memenuhi kebutuhanistirahat dan tidur
9) Memenuhi kebutuhan sirkulasi
10) Memenuhi kebutuhan keamanan dan keselamatan
11) Memenuhi kebutuhan manajemen nyeri
12) Memenuhi kebutuhan aktifitas dan latihan
13) Memenuhi kebutuhan psikososial
14) Memenuhi kebutuhan interaksi sosial
15) Memenuhi kebutuhan tentang perasaan kehilangan, menjelang ajal,
dan menghadapi kematian
16) Memenuhi kebutuhan spiritual
17) Memenuhi kebutuhan respons nseksual
18) Memenuhi kebutuhan lingkungan sehat
19) Memenuhi kebutuhan ibu hamil
20) Memenuhi kebutuhan ibu melahirkan/intra partum
21) Memenuhi kebutuhan ibu post partum
22) Memenuhi kebutuhan PUS
23) Memenuhi kebutuhan remaja putrid tekait dengan system reproduksi
24) Memenuhi kebutuhan pra nikah
25) Memenuh kebutuhan perempuan terkait system reproduksi tanpa
adanya kehamilan termasuk menopause
26) Memenuhi kebutuhan lain yang merefleksikan kegiatan keperawatan
holistic atau komplimenter (ANA, 2000)

Apabila ditinjau dari tingkat upaya pencegahan, maka lingkup praktik


keperawatan, mencakup:
1) Pencegahan primer: promosi dan pendidikan kesehatan; perlindungan
kesehatan dan pencegahan penyakit (a.l: imunisasi).
2) Pencegahan sekunder: deteksi dini terhadap resiko dan bahaya
kesehatan; menanggulangi masalah kesehtan dengan cepat dan tepat
melalui asuhan keperawatan individu di keluarga dan komunitas, dan;
melakukan rujukan kasus.
3) Pencegahan tertier: mencegah ketidakmampuan dan kecacatan lebih
lanjut melalui asuhan keperawatan berfokus pada upaya rehabilitatif,
dan mengoptimalkan fungsi kehidupan klien.

Dengan demikian, maka sasaran praktik keperawatan meliputi seluruh


rentang kehidupan klien dan memperhatikan tiap tahap tumbuh kembang
manusia. Oleh karena itu sasaran praktik keperawatan meliputi
keperawatan janin dalam kandungan ibu, selama proses kelahiran baik
untuk ibu dan janinnya, neonatus, bayi, balita, usia pra sekolah, usia
sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa dan lanjut usia, bahkan selama
masa sakaratul maut.

9
Praktik keperawatan profesional merupakan tindakan mandiri perawat
professional melalui kerjasama yang bersifat kolaboratif dengan klien,
keluarga dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktik
keperawatan diselenggarakan dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang dinamis dan siklik meliputi pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.

Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif ditujukan untuk


mengenali masalah kesehatan yang dihadapi klien dan penyebab
timbulnya masalah tersebut. Dikenalinya masalah dan penyebabnya
dengan tepat akan mendasari penyusunan rencana penanggulangannya
agar efektif dan efisien. Rencana tindakan keperawatan dibuat
berdasarkan kebutuhan klien. Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan
sesuai dengan rencana yang telah disepakati bersama antara klien dan
keluarganya dengan perawat pelaksana. Pelaksanaan praktik
keperawatan dilakukan oleh perawat dengan tingkat kewenangan yang
sesuai, serta harus perpedoman pada kode etik keperawatan.

Baik proses maupun hasil asuhan keperawatan harus selalu di evaluasi


dan di monitor secara terus menerus dan berkesinambungan, kemudian
diadakan perbaikan dan modifikasi sesuai dengan hasil evaluasi dan
monitoring serta tujuan yang telah ditetapkan bersama klien. Tujuan yang
telah ditetapkan dapat berupa hilangnya gejala, menurunnya resiko,
tercegahnya komplikasi, meningkatnya pengetahuan dan atau
keterampilan kesehatan serta meninggalnya klien dengan damai dan
bermartabat.

Pengkajian, perencanaan maupun pelaksanaan dan evaluasi harus


dilakukan bersama klien beserta keluarga, agar pelaksanaannya dapat
dilakukan sesuai dengan harapan dan kemampuan klien dan keluarganya
serta ketersediaan sumber yang ada. Dengan terpenuhinya kebutuhan
dan harapan klien maka kepuasan klien diharapkan dapat tercapai.
Praktik keperawatan yang memenuhi kebutuhan dan harapan klien
beserta keluarganya dapat diselenggarakan pada semua sarana/tatanan
pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit umum maupun khusus,
Puskesmas, praktik keperawatan di rumah (home care), praktik
keperawatan berkelompok/bersama (nursing home, klinik bersama), dan
praktik keperawatan perorangan, serta praktik keperawatan yang
mobile/ambulatory. Praktik keperawatan diselenggarakan dengan
memperhatikan keterjangkauan masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan keperawatan dalam konteks pelayanan kesehatan.

Penyelenggaraan praktik keperawatan pada semua sarana/tatanan


memerlukan pengelolaan administratif yang berbeda, sesuai dengan

10
situasi dan kondisinya masing-masing, namun dalam tanggung jawab
teknis dan etis keperawatan, tetap berada pada perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan.Praktik keperawatan di rumah sakit
baik milik pemerintah maupun swasta dan puskesmas harus
direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi serta dicatat dan dilaporkan
sesuai dengan aturan administrasi yang berlaku. Aturan perundang-
undangan tersebut ditetapkan oleh pemerintah Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten/Kota selaku regulator. Penyelenggaraan praktik d.i rumah
sakit swasta, biasanya memiliki aturan lokal yang juga harus ditaati oleh
semua perawat yang bekerja di RS tersebut, disamping aturan pemerintah
pusat dan daerah yang berlaku

Praktik keperawatan berkelompok, merupakan praktik mandiri


sekelompok perawat generalis dan atau spesialis dengan menggunakan
ruangan gedung dan fasilitasnya secara bersama-sama. Praktik bersama
dilaksanakan untuk tujuan efisiensi sumber karena dapat menggunakan
sarana dan prasarana secara bersama sehingga resiko biaya yang harus
ditanggung akan lebih kecil. Praktik bersama juga akan lebih
memudahkan proses rujukan antar spesialis keperawatan dan
memberikan kesempatan yang lebih besar untuk terselenggaranya
komunikasi profesi keperawatan dan saling memberikan dukungan antar
perawat. Dalam penyelenggaraan praktik bersama diperlukan seorang
penanggung jawab klinik, yang berperan sebagai kordinator internal dan
mediator dengan pemerintah dan masyarakat luas selaku pengguna jasa.
Karena penggunaan sumber secara bersama, maka diperlukan
perencanaan matang dalam operasionalisasi praktik bersama, untuk itu
diperlukan perencanaan strategis dan rapat koordinasi secara rutin.
Sedangkan tanggung jawab profesi tetap berada pada masing –masing
perawat yasng berpraktik.

Penyelenggaraan praktik keperawatan mandiri dan ambulatory berbeda


dengan praktik berkelompok, dalam praktik mandiri seorang perawat
bertanggungjawab penuh untuk semua urusan baik teknis dan
administratif. Penyelenggaraan praktik mandiri dilakukan sesuai dengan
keahlian dan kewenangan perawat yang berpraktik. Praktik ambulatory
diperlukan dalam proses rujukan klien, bila perawat penolong
menyimpulkan bahwa klien memerlukan pertolongan keperawatan lanjut
dan atau dengan peralatan/ fasilitas yang lebih canggih. Dalam
penyelenggaraan praktik keperawatan ambulatory harus dipastikan bahwa
semua sumber(manusia , peralatan dan materi) yang mungkin dibutuhkan
telah tersedia di dalam mobil ambulans. Semua tindakan yang dilakukan
selama dalam ambulans menjadi tanggung jawab perawat yang menolong
di dalam mobil ambulans.

11
C. MASALAH-MASALAH DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Masalah kesehatan di masyarakat saat ini makin kompleks, dimana


penyakit degeneratif dan infeksi baik yang lama maupun yang baru (a.l:
avian flu, HIV/AIDS) muncul bersama-sama. Hal ini diperberat dengan
terjadinya berbagai bencana alam yang mendera Indonesia secara
bertubi-tubi (gempa, Tsunami, banjir, gunung meletus, luapan Lumpur
panas dan beracun dsb).

Kondisi tersebut di atas diperberat dengan kesulitan bidang ekonomi yang


menimbulkan makin kompleksnya masalah kesehatan, misalnya gizi
kurang/buruk akibat daya beli masyarakat yang rendah sehingga
menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit dan memperlambat
proses penyembuhan, yang berdampak pada pemborosan sumber,
termasuk menimbulkan masalah dalam penyelenggaraan praktik
keperawatan baik karena keterbatasan berbagai sumber keperawatan,
baik sumber biaya, fasilitas maupun tenaga keperawatan.

Jenis tenaga keperawatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 32


tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, maka rumpun Tenaga
Keperawatan terdiri dari perawat dan bidan. Namun dalam Naskah
Akademik ini yang ditulis hanya tentang perawat/ners. Dibandingkan
dengan awal tahun 1970-an, maka jenis dan jenjang tenaga keperawatan
sudah lebih tertata, terutama setelah disepakati secara nasional pada
Januari 1983, bahwa keperawatan sebagai profesi dan struktur dan
system pendidikan tinggi keperawatan merupakan pendidikan profesi.

Menurut jenjang pendidikan perawat dikategorikan:


 Lulusan SPK (SMP + 3 tahun) yang sudah dinyatakan phasing out
sejak 1982 dan dikonversikan pendidikan mereka ke jenjang DIII
keperawatan
 Lulusan DIII keperawatan (SMA + 3 tahun) dengan berbagai
kekhasan sesuai dengan muatan lokal kurikulum masing-masing
institusi pendidikan.
 Lulusan program pendidikan Ners (SMA + 5 tahun) dengan jenjang
S1 dan gelar profesi Ners )
 Lulusan program Pasca Sarjana dan atau Spesialis Keperawatan
(Ners + 3 tahun) untuk mendapatkan gelar magister dan ners
spesialis dalam berbagai bidang ilmu keperawatan.

Lulusan dari berbagai jenjang pendidikan keperawatan ini perlu diatur


pendayagunaannya secara benar dan baik berdasarkan azas keadilan
dan pemerataan keterjangkauan dengan memperhatikan aspek efisiensi
dan mutu pelayanan dan lingkungan kehidupan kerja yang baik bagi
tenaga kesehatan, dalam hal ini bagi perawat.

12
Kondisi geografis dan penyebaran penduduk di daerah terpencil dengan
penempatan tenaga kesehatan yang tidak rasional dan tidak merata.
Diperberat oleh permasalahan terkait dengan kondisi social, ekonomi,
politik dan keamanan mempengaruhi penduduk, khususnya keluarga
miskin untuk dapat menjangkau pelayanan kesehatan./keperawatan.

Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunjukkan, bahwa:


sebagian besar perawat (56.1%) melakukan asuhan keperawatan dalam
gedung Puskesmas dengan baik, (55.29%) melakukan asuhan
keperawatan keluarga dan (52.4%) sudah menerapkan asuhan
keperawatan pada kelompok dengan baik. Disamping itu, perawat juga
melakukan tugas lain, antara lain menetapkan diagnosis penyakit
(92.6%); membuat resep obat (93.1%); melakukan tindakan pengobatan
di dalam maupun di luar gedung puskesmas (97.1%); melakukan
pemeriksaan kehamilan (70.1%); melakukan pertolongan ersalinan
(57.7%). Hal ini terjadi tidak saja di Puskesmas terpencil tetapi juga di
Puskesmas tidak terpencil. Selain itu (78.8%) perawat melaksanakan
tugas petugas kebersihan dan (63.6%) melakukan tugas administrasi
antara lain sebagai bendahara.

Tumpang tindih pada gray area bagi berbagai jenis dan jenjang tenaga
keperawatan maupun dengan profesi kesehatan lainnya merupakan hal
yang sering sulit untuk dihindari dalam praktik, terutama terjadi dalam
keadaan darurat maupun karena keterbatasan tenaga di daerah terpencil.
Dalam keadaan darurat, perawat yang dalam tugasnya sehari-hari berada
disamping klien selama 24 jam, sering menghadapi kedaruratan klien,
sedangkan dokter tidak ada. Dalam keadaan seperti ini perawat terpaksa
harus melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya
demi keselamatan pasien. Tindakan ini dilakukan perawat tanpa adanya
delegasi dan protapnya dari pihak dokter dan atau pengelola RS.
Keterbatasan tenaga dokter terutama di Puskesmas yang hanya memiliki
satu dokter yang berfungsi sebagai pengelola Puskesmas, sering
menimbulkan situasi yang mengharuskan perawat melakukan tindakan
pengobatan. Tindakan pengobatan oleh perawat yang telah merupakan
pemandangan umum di hampir semua Puskesmas terutama yang
bearada di daerah tersebut dilakukan tanpa adanya pelimpahan
wewenang dan prosedur tetap yang tertulis. Dengan pengalihan fungsi
perawat ke fungsi dokter, maka sudah dapat dipastikan fungsi perawat
akan terbengkalai dan tentu saja hal ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara professional.

13
BAB III
ALASAN PERLUNYA PENGATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEPERAWATAN

A. ALASAN FILOSOFIS

Kesehatan sebagai hak asasi manusia sebagai tanggung jawab Pemerintah


dan seluruh elemen masyarakat harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.

Pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun masyarakat harus


diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata dengan memberikan
perhatian khusus kepada penduduk miskin, anak-anak, remaja, para ibu dan
para lanjut usia yang terlantar baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Prioritas diberikan pula kepada daerah terpencil, pemukiman baru, wilayah
perbatasan dan daerah kantong-kantong keluarga miskin. Penyelesaian
masalah yang memberi dampak pada kesehatan masyarakat memerlukan
keterlibatan pemerintah, organisasi profesi dan pihak terkait lainnya.

Keperawatan sebagai Profesi mempunyai tanggung jawab moral dalam


rangka memelihara dan meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.
Profesi ada karena ada pengakuan dari masyarakat sehinga profesi
mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban profesi sebagai
pengabdian kepada masyarakat.

Penyelenggaraan Pelayanan dan /atau Praktik Keperawatan adalah


merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dan saling
komplementer dengan pelayanan yang diberikan oleh profesi kesehatan
lainnya.

Pelaksanaan Pelayanan dan /atau prktik keperawatan yang diberikan kepada


masyarakat adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang dipahami
dan diyakini oleh profesi keperawatan serta terjamin kualitasnya baik secara
nasional maupun global.

Praktik keperawatan bersifat unik yaitu konstan, berkesinambungan,


koordinatif dan advokatif. Penyelenggaraan praktik keperawatan yang unik
didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan globalisasi.

14
B. ALASAN YURIDIS

1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa


Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, tentang kesehatan, Bab VI


mengenai Sumber Daya Kesehatan yang terdiri dari; tenaga kesehatan,
sarana kesehatan, perbekalan kesehatan, pembiayaan kesehatan,
pengelolaan kesehatan dan penelitaian dan pengembangan kesehatan.

Dalam Pasal 32 ayat (4) secara eksplisit menyebutkan bahwa;


Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu
kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.”
Pada Pasal 53, ayat (1) juga menyebutkan bahwa; Tenaga kesehatan
berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya.

C. ALASAN SOSIOLOGIS

Undang-Undang menganut beberapa alasan sosiologis sebagai berikut:


1. Mengantisipasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan dengan adanya pergeseran
paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal
yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan
ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala
sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
2. Sudah disepakati secara nasional pada tahun 1983 bahwa keperawatan
sebagai profesi dan struktur pendidikan tinggi keperawatan sebagai
pendidikan profesi sesuai dengan proyeksi kebutuhan jenis dan jenjang
tenaga perawat.
3. Mendekatkan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan
4. Meningkatkan kontribusi pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai
bagian integral dari pelayanan kesehatan
5. Memberikan kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan

Masyarakat terutama masyarakat Indonesia berhak mendapakan pelayanan


keperawatan yang berkualitas oleh perawat yang kompeten tanpa
diskriminatif menurut status social, budaya, agama, ras dll.

15
Akses pelayanan kesehatan diremote area sangat terbatas, Keperawatan
dengan karakgteristik pelayanan dan /atau praktik keperawatan sangat dekat
dengan masyarakat remote area, sehingga akses pelayanan kesehatan yang
bertanggung jawab berdasarkan keilmuan akan semakin diakses oleh
masyarakat.

Ditengah meningkatnya biaya kesehatan individu yang saat ini masih


cenderung dengan paradigma sakit, Pelayanan dan /atau Praktik
Keperawatan yang lebih berorientasi pada aspek preventif, promotif dan
rehabilitative disamping kuratif akan dapat mengurangi tingginya biaya
kesehatan yang ditimbulkan oleh klien.

Kebutuhan Perawat selain didalam negeri juga diperlukan oleh Negara lain
sebagai bagian dari penambahan devisa Negara. Kebutuhan perawat tingkat
dunia dengan system keperawatan Indonesia yang di recognize oleh Negara
tujuan adalah bagian dari pencitraan dan mengangkat harkat martabat
bangsa Indonesia dibidang kesehatan adalah setara bahkan mampu
memimpin perkembangan keperawatan dunia.

Sistem keperawatan yang dikenal Negara lain akan mensejajarkan perawat


Indonesia dan sekaligus meningkatkan penghargaan perawat Indonesia yang
adil dan setara dengan Negara-negara berkembang lainnya bahkan Negara
maju.

D. ALASAN TEHNIK KEPERAWATAN

1. Citra keperawatan rendah terkait dengan Persepsi masyarakat terhadap


perawat
2. Keperawatan masih dianggap bukan merupakan komponen penting
dalam pengambilan keputusan (kebijakan)
3. Variasi proporsi kualifikasi tenaga perawat
4. Penyebaran tenaga yang tidak merata
5. Kepemimpinan dan manajemen yang tidak efektif
6. Ketidaksesuaian kompetensi dengan tanggung jawab
7. Peluang untuk Pelatihan kurang, jika ada kesempatan menggunakan
peluang sempit
8. Kurang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting
9. Kondisi kerja
10. Tumpang tindih peran perawat dan tenaga lain (grey area)
11. System pengembangan jenjang karir yang tidak jelas
12. Tidak tercapainya kepuasan kerja dapat mempengaruhi mutu pelayanan
yang diberikan dan keengganan melayani pasien sehingga pasien dirujuk
meningkat

16
BAB IV
POKOK-POKOK MATERI MUATAN DALAM PENGATURAN PRAKTIK
KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN UMUM

Memberikan pengertian-pengertian atau batasan-batasan terhadap istilah,


terminology yang dimuat dalam rancangan Undang-undang. Batasan yang
digunakan dalam RUU ini diupayakan dengan:
a. menggunakan bahasa yang positif
b. jelas, tidak ditafsirkan lain
c. hal-hal yang sudah jelas, umum tidak perlu diberikan definisi.

Pengertian yang terdapat didalam RUU ini antara lain:


(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia.
(2) Praktik keperawatan adalah tindakan perawat melalui kolaborasi dengan
klien dan atau tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan yang dilandasi
dengan substansi keilmuan khusus, pengambilan keputusan dan
keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis,
psikolologi, sosial, kultural dan spiritual.
(3) Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien di sarana pelayanan kesehatan
dan tatanan pelayanan lainnya, dengan menggunakan pendekatan ilmiah
keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan.
(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan
keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat
profesinoal spesialis
(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung
maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced
Vocasional Nurse (LVN)
(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang mandiri, bekerja
secara otonom dan berkolaborasi dengan yang lain dan telah
menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji
kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan
Registered Nurse (RN)

17
(8) Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan
diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai
spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi
perawat profesional spesialis.
(9) Konsil adalah Konsil Keperawatan Indonesia yang merupakan suatu badan
otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen.
(10) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan
seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh
Indonesia setelah lulus uji.
(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu
lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.
(12) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah
diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.
(13) Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik
keperawatan setelah memenuhi persyaratan.
(14) Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang
telah memenuhi persyaratan.
(15) Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang
telah memenuhi persyaratan
(16) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau
bersama profesi kesehatan lain.
(17) Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah
kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak
langsung
(18) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(19) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional dan perawat
profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk
oleh organisasi profesi keperawatan.
(20) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kesehatan.
(21) Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil
Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi.

B. AZAS DAN TUJUAN

Azas undang-undang praktik keperawatan hádala bahwa praktik keperawatan


dilaksanakan berasaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah,
etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan
perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan
keperawatan.

18
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan
pemberi jasa pelayanan keperawatan.
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.

C. LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN

Lingkup praktik keperawatan adalah :


1. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan
kompleks.
2. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat,
konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem
klien.
3. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan
lainnya.
4. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB,
imunisasi, pertolongan persalinan normal
5. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

D. KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA

Konsil keperawatan Indonesia dibentuk dalam rangka mencapai tujuan


terselenggaranya praktik keperawatan yang bertanggung jawab kepada
Presiden, bersifat nasional dan dapat membentuk kantor perwakilan bila
diperlukan serta berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.

Konsil Keperawatan Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan,


serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Sedangkan
tugasnya adalah;
1. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat;
2. Mengesahkan standar pendidikan perawat
3. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk
melindungi masyarakat
Dalam menjalankan tugasnya, konsil Keperawatan Indonesia mempunyai
wewenang:
a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat
yang dibuat oleh organisasi profesi;
b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;
c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji
kompetensi;
d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;

19
e. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik
yang dilakukan perawat; dan
f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan
berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.

Susunan organisasi dan keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri (1)


(1) Susunan peimpinan Konsil terdiri dari :
a. Ketua merangkap anggota
b. Wakil ketua merangkap anggota
c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. Komite uji kompetensi dan registrasi
b. Komite standar pendidikan profesi
c. Komite praktik keperawatan
d. Komite disiplin keperawatan
(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1
(satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.

Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia terdiri dari unsur-unsur wakil


Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil
masyarakat. Sedangkan Jumlah anggota Konsil Keperawatan Indonesia 21
(dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Anggota yang ditunjuk adalah 11 (sebelas) orang terdiri dari:
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2 (dua) orang;
- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;
- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 1 (satu) orang;
- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;
- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;
- Departemen Pendidikan Nasional 1 (satu) orang;
- Departemen Hukum 1 (satu) orang; dan
b. Anggota yang dipilih adalah 10 (sepuluh) perawat dari 3 (tiga) wilayah
utama (barat, tengah, timur) Indonesia.

Keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Presiden


atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi dengan masa
bakti satu periode keanggotaan Konsil Keperawatan Indonesia adalah 5
(lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode
berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara
berkesinambungan.

Pembiayaan Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan


Belanja Negara dan sumber pendapatan lain yang sah.

20
E. STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN

Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi


keperawatan dan disahkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia. Dalam
rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan,
organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan.

Standar pendidikan profesi keperawatan adalah:


a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis
dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.
b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis I dan II disusun oleh Kolegium
Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan
keperawatan.

F. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan, untuk memberikan


kompetensi kepada perawat, dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan
keperawatan berkelanjutan. Maka dari itu, Setiap perawat yang berpraktik
wajib meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan
keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan
lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi.

Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud


dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang
ditetapkan oleh organisasi profesi.

G. REGISTRASI KEPERAWATAN

Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus


memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat (STRP). Registrasi perawat
dilakukan dalam 2 (dua) kategori:
1) LVN untuk perawat vokasional
2) RN untuk perawat profesional

Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :


1) memiliki ijazah perawat Diploma III dan SPK untuk LVN
2) memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk RN
3) mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji perawat
4) memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental
5) lulus uji kompetensi
6) membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan kode etik profesi
keperawatan
7) rekomendasi dari organisasi profesi

21
Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, ijin tempat praktik
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat
Ijin Praktik Perawat. Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan
LVN berhak memperoleh SIPV dan dapat melakukan praktik keperawatan di
sarana pelayanan kesehatan. Perawat profesional yang telah memenuhi
persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik
keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri. Untuk
perawat dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman
kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan
dapat mengikuti uji kompetensi RN dan berhak memperoleh SIPP II.Surat Izin
Praktik Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5
(lima) tahun sekali.

Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia


harus dilakukan adaptasi dan evaluasi. Adaptasi dilakukan pada sarana
pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan. Selain itu
perawat asing yang bekerja di Indonesia juga akan di evaluasi yang meliputi;
keabsahan ijazah, kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan,
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental, dan membuat pernyataan
akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan
Indonesia.

Perawat asing selain memenuhi ketentuan di atas harus melengkapi surat


izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kemampuan berbahasa Indonesia.

H. PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN

Praktik keperawatan dilakukakan berdasarkan pada kesepakatan antara


perawat dengan klien dan atau pasien dalam upaya untuk peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan
pemulihan kesehatan.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki


SIPP berwenang untuk:
a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan
diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan
keperawatan dan evaluasi keperawatan;
b. tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi:
intervensi/tritmen keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan
konseling kesehatan;
c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf
a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang
ditetapkan oleh organisasi profesi;

22
d. melaksanakan intervensi keperawatan
e. Memberikan pengobatan (tidak termasuk obat-obat dengan label merah)
dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan
persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep terbatas.
f. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter.

Bagi para perawat yang bertugas dalam keadaan darurat yang mengancam
kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, keadaan luar biasa/bencana,
perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau perawat dapat
melakukan tindakan diluar kewenangan untuk membantu.

Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN)


dan perawat vokasional (LVN). LVN dalam melaksanakan tindakan
keperawatan dibawah pengawasan RN. Untuk menjaga keselamatan dan
keamanan klien maka perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan
tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat
yang tidak memiliki SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana
pelayanan kesehatan tersebut.

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:


a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan
b. meminta pendapat perawat lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan keperawatan;
d. menolak tindakan keperawatan; dan
e. mendapatkan resume keperawatan.

Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai


kewajiban:
a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya;
b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;
c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

Pengungkapan rahasia klien dilakukan atas dasar:


a. Persetujuan klien dan atau pasien
b. Perintah hakim pada sidang pengadilan
c. Ketentuan perundangan yang berlaku
d. Kepentingan umum

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :


a. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan
tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);

23
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan atau pasien
atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;
d. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi, dedikasi yang luar
biasa dan atau bertugas di daerah terpencil dan rawan;
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan
dengan tugasnya;
f. Menerima imbalan jasa profesi

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :


a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi,
standar praktek keperawatan, kode etik, dan SOP serta kebutuhan klien
dan atau pasien;
b. Standar profesi, standar praktek, kode etik ditetapkan oleh organisasi
profesi dan merupakan pedoman yang harus diikuti oleh setiap tenaga
keperawatan.
c. Merujuk klien dan atau pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak
mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;
d. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau
pasien, kecuali untuk kepentingan hukum;
e. Menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan profesi lain sesuai
dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;
f. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya;
g. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
keperawatan dalam meningkatkan profesionalisme.

Praktik mandiri perawat dapat dilakukan secara perorangan dan atau


berkelompok. Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan:
1) Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;
2) Memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan di luar
institusi pelayanan kesehatan termasuk kunjungan rumah;
3) Memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan
kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir
rujukan.

I. PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN

Untuk lebih meningkatkan asas manfaat bagi berbagai pihak, seyogyanyalah


praktik keperawatan tersebut perlu dibina dan diawasi, yang apabila
ditemukan penyimpangan perlu dilakukan perbaikan atau kalau bersifat fatal
perlu diberikan sanksi.

24
Pembinaan dan pengawasan pelaksaan undang-undang praktik keperawatan
diarahkan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan, melindungi masyarakat
atas tindakan yang dilakukan tenaga keperawatan dan memberi kepastian
hukum bagi tenaga keperawatan.

Pembinaan, pengembangan dan pengawasan meliputi; profesi dan karir,


kompetensi profesional dan kepribadian, jabatan fungsional perawat,
kenaikan pangkat dan promosi, kualifikasi akademik dan kompetensi
profesional perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta,
kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada
institusi pelayanan pemerintah dan swasta

J. KETENTUAN PIDANA

Apabila dalam pembinaan dan pengawasan praktik keperawatan yang


berkaitan dengan aspek hukum ditemukan pelanggaran dan kejahatan maka
perlu diberikan sanksi hukum. Perawat yang melanggar ketentuan dikenakan
sanksi administrasi berupa pencabutan sementara Surat Ijin Praktik Perawat
maupun permanen hingga sanksi pidana.

Penetapan sanksi administrasi dan Sanksi Disiplin maupun pidana harus


didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang
ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.

J. KETENTUAN PERALIHAN

Dalam rangka untuk mengatasi jangan sampai terjadi kekosongan hukum


apabila undang-undang telah disahkan tetapi peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan praktik keperawatan tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum dicabut. Maka perlu dibunyikan dalam pasal
peralihan undang-undang ini. Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini
semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang
tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.
Ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001
tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai
berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.

25
K. KETENTUAN PENUTUP

Materi yang di atur biasanya menyangkut pencabutan materi suatu undang-


undang dan pemberlakuan undang-undang yang baru.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan


praktik keperawatan saat ini didominasi oleh kebutuhan formil dan
kepentingan pemerintah, sedangkan peran profesi masih kurang apalagi bila
dibandingkan dengan perangkat hukum negara lain di Asia dan Eropa.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dibidang keperawatan yang


sangat pesat harus diimabngi pula dengan perangkat hukum yang ada,
sehingga dapat memberikan perlindungan yang menyeluruh kepada tenaga
keperawatan sebagai pemberi pelayanan maupun masyarakat sebagai
penerima pelayanan kesehatan. Dalam melakukan perubahan atau
membentuk suatu undang-undang yang diharapkan dapat sesuai dengan
kebutuhan hukum masyarakat, maka keberadaan naskah akademis menjadi
sangat penting.

Oleh karena itu penyusunan naskah akademis Praktik Keperawatan ini


memuat pokok-pokok pikiran mengenai materi hukum yang melandasi
penyusunan praktik keperawatan mencakup antara lain;

a. Pengaturan kompetensi seorang tenaga keperawatan dalam memberikan


pelayanan kesehatan.
b. Pengaturan izin praktik kaitannya dengan seritifikasi, registrasi dan lisensi.
c. Akreditasi tempat praktik dan orang yang bertanggung jawab ditempat
praktik.
d. Pengaturan penetapan kebijkan, yang sekarang ini hanya ada di
Departemen Kesehatan.
e. Pengaturan ketatalaksanaan hubungan perawat-klien (pasien)
f. Penerapan ilmu kaitannya dengan penapisan ilmu pengetahuan dan
tehnologi
g. Pemberian sanksi displin.

26
B. SARAN

1. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan


partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam
penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan
yang bermutu.
2. Perlu adnya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang
diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan
bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami
dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan
menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat
proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.
3. Materi naskah akademis praktik keperawatan perlu dinormatifkan dalam
bahasa hukum dan dituangkan dalam praktik keperawatan.

27

Anda mungkin juga menyukai