Ayahku terlalu pendiam,jarang sekali aku berbicara dengannya.hanya sekali dua kali hingga
dapat dihitung dengan jari saat saat aku berbicara layakya sahabat dengannya.selebihnya
adalah lantunan desiran angin laut dan binatang alam yang ada disekitar rumah kami yang
akan menghabiskan waktu kami saat duduk berdua.
Sebuah desa dengan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani palawija dan kadang
diselingi melaut jika musim sedang bersahabat.mengenang itu semua muncul rasa nyeri dan
pilu tak terbantahkan dalam lubuk hatiku.sebuah kondisi dan sikap " EXTRAORDINARY"
yang tak mereka banggakan karena sebuah alasan klasik "keterpaksaan".
Perjalanan waktu yang telah aku tempuh memberiku pelajaran tentang hakikat sebuah
perjalanan.Karena waktulah yang mengajariku tentang hal ini.tentang 5 W dan 1 H seperti
halnya rumus yang ada dalam pelajaran bahasa Indonesia.
Sebuah kesempatan yang masih bernafas dalam pengapnya jepitan kondisi sosial dan
perekonomian dunia yang kurasa semakin mencekik nadi nadi kehidupan kami, datang untuk
menyegarkan jiwa jiwa kami dengan falsafah dan nilai nilai spiritualnya.
Aku ingin waktu yang kulalui dengannya berakhir tidak seperti biasanya,aku ingin waktu
yang akan berlalu berisi sebuah cerita yang meneduhkan jiwaku ,sebuah cerita yang akan
membuatku termenung ,tersenyum,tertawa,menangis dan gila karena merindukan masa dan
cerita yang seperti itu.
Malam mulai beranjak larut,rembulan masih setia menemani kami,suara jangkrik masih
mengerik dalam lubangnya dan kopiku tinggal separuh dalam gelas punya ibuku.obrolan
kami telah memasuki tahap semi inti dari skenarioku.setelah tadi kuawali dengan pertanyaan
tak berbobot,pertanyaan tak penting karena tanpa dijawabnya akupun sudah tahu jawabannya.
Maka sesuai skenario yang telah aku buat,maka ayahku akan kutotok dengan pertanyaan
seputar kisah masa mudanya.Ayahku sedikit terkejut ketika kutanyakan kisah asmaranya
dengan ibuku.kutanyakan bagaimana perkenalan mereka,lalu bagaiman dia mengungkapkan
rasa,bagaimana mereka menghabiskan malam minggunya dan apa yang mendasari mereka
memutuskan berjanji untuk selalu menyayangi dalam sebuah ikatan suci berupa pernikahan.
Aku mau menangis dan tertawa atas penjelasan dalam kisah asmaranya.terbesit rasa
bangga,malu,kecewa dan salut dari pendapat dan tindakan masa mudanya dulu.bayangkan
saja,untuk sekedar melihat ibuku dari dekat,dia harus rela berlagak menjadi wanita dengan
memakai mukena milik ibunya yang berarti kepunyaan nenekku.sebuah tindakan yang
membanggakan dan sekaligus memalukan dilihat dari segi persepsi dunia kelelakian
Lalu kisah pun berlanjut ke masa masa awal kehidupan rumah tangganya.aku memang
sengaja menggiring dia agar bercerita tentang hal ini hingga akhirnya nanti dia akan bercerita
tentang sesuatu yang selama ini kupendam.
Cerita awal awal pernikahannya membuat airmataku keluar dari sarangnya.inti cerita yang
dapat kutangkap adalah " Dua hati tak mungkin dapat disatukan,tetapi dua hati dapat bersatu
".penjelasan mudahnya adalah " Dua hati mempunyai keinginan masing masing,mustahil
selamanya akan menemukan kesamaan paham yang dapat disatukan.tetapi dua hati dapat
bersatu,bersatunya ya mereka tinggal satu rumah."
Seperti rumus 5 W dan 1 H seperti yang ada dalam pelajaran bahasa Indonesia,sebenarnya
konsep pertanyaanku yang akan aku ajukan jika ayah mulai bercerita tentang diriku telah aku
buat.tapi cukuplah ayahku yang SD saja tidak lulus kuberi 1 pertanyaan saja.aku yakin
ayahku tak akan mengerti inti pelajaran filosofi.aku yakin ayahku tak mengenal siapa itu
Plato,Rene Descartes,Imamanuel kant,Friederich Nietzsche dan Karl Marx.
Jadi aku biarkan saja kapasitas kepintaran ayahku dari sisi pendidikan hanya setaraf anak
kelas 3 SD menjawabnya.untuk ayahku tercinta,sebuah pertanyaan dari lubuk hatiku " Ada
Apa Dengan Namaku ( DWI PURWANTO ) " ?.
Perlahan ayah mulai bercerita.dari awal sampai akhir tak ada niat untuk aku menyelanya.aku
ingin mendengar seutuhnya dari ayah tentang aku.hingga akhirnya Sebuah ungkapan keluar
dari bibir tipisnya,yang aku sendiri tak tahu dari mana sumbernya jika hal ini biar tidak
dikatakan sebagai tindakan plagiat.
" ASMO KINARYO JOPO " itulah kata yang keluar dari diri orang tua itu.orang tua yang
hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 3 SD. Ungkapan yang dapat dimaknai sebagai "
Nama adalah wujud Pengharapan dan Do'a ".......
Kata terakhir dari ayah pada malam itu adalah " Aku memberimu nama ini dengan harapan
agar kamu lebih baik dari ayah,dan bukan lebih baik dari orang lain.karena kamu anak
ayah,bukan anak orang lain '