Anda di halaman 1dari 11

SUATU TINJAUAN TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI KINERJA DALAM


RUANG LINGKUP TIM

TEORI DAN IMPLIKASINYA BAGI PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN

Matthew O’connor
The Pennsylvania State University at Wilkes-Barre, Lehman
Pennsylvania, USA

Abstrak
Tujuan – Tinjauan ini bertujuan untuk menyusun suatu inventarisasi interdisiplin
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu dalam ruang lingkup
tim.
Desain/Metodologi/pendekatan – Penelitian difokuskanpada kinerja individu
dalam tim terdiri dari berbagai disiplin ilmu, psikologi, sosiologi, bisnis, dan ilmu
kepustakaan yang dilakukan analisis dan sintesa. Ada 5 perusahaan pengumpul
informasi online dan kombinasi kata kunci/peristilahan yang digunakan untuk
menemukan lokasi penelitian yang sebagian besar diambil dari literatur jurnal.
Temuan – Setelah mempelajari penelitian tersebut maka didapati ada 12 faktor
kinerja berbeda yang munculdalam 2 katagori: ekstrinsik dan intrinsik. Faktor-
faktor ekstrinsik mencakup efisiensi kolektif, penghargaan dan sanksi sosial
,dilemma sosial, kemalasan sosial,ketergantungan dimasa depan, dan identitas
sosial. Faktor intrinsik mencakup identitas individu, kemauan untuk memperoleh,
perbedaan peran anggota,ukuran tim, status pencapaian individu dan komitmen
anggota.
Orisinalitas/nilai – Sudah banyak dilakukan penelitian tentang motivasi tim dan
produksi, akan tetapi terdapat kelangkaan berkaitan dengan faktor-faktor kinerja
individu. Tinjauan ini memberikan wawasan berhaga bagi administratur
perpustakaan yang saat ini bekerja dalam tim organisasi mereka atau mungkin
sedang mempertimbangkan untuk melakukan hasl tersebut.
Katakunci - Pengelolaan perpustakaan, tim kerja, tingkat kinerja, motivasi
(psikologi)
Jenis Makalah – Tinjauan Umum

Pengantar
Organisasi kontemporer, termasuk didalamnya perpustakaan umum dan
universitas/fakultas semakin banyak yangmenggunakan tim/kelompok dalam
usaha meningkatkan produktivitas,kreativitas dan efisiensi dalam lingkungan
mereka yang dinamis dan kompetitif. Tim telah terbukti efektif. dalam mencapai
semua hasil yangdisebutkan diatas(Moorhead dan Griffin, 2004,pp.318-319) dan
(Knecg 2004), dan juga banyak penelitian yang menyelidiki faktor-faktor yang
berkaitan dengan motivasi dan kinerja berbasis tim baik literatur perpustakaan dan
disiplin ilmu terkait. Penelitian ini pada dasarnya memfokuskan diri pada
dinamika kelompok dan penghargaan dan hukuman yang dilaksanakan oleh para
manajer (Rynes et al,2004; Campbell et al , 1998;Nelson,1998; Panteli, 2005;
Tyler,2002). Clark (2005, hal 16) mengindikasikan: …. Tim bebas ternyata lebih
termotivasi ketika mereka mempercayai keahlian dan kerjasama anggota tim
lainnya. Penelitian lainnya,termasuk Broom (2002), semakin memperkuat
anggapan bahwa dinamika kelompok bersama faktor-faktor lainnya ternyata
sangat mempengaruhi kinerja tim.
Namun ketika menentukan suksesnya suatu tim, maka individu-individu
maupun sebagai kesatuan juga harus dipertimbangkan. Dalam penelitian ini,
penelitian dalam bidang psikologi, sosiologi, bisnis dan ilmu kepustakaan
dilakukan tinjauan ulang untuk menyusun inventarisasi interdisiplin ilmu berbasis
luas tntang faktor-faktor yang berkaitan dengan kinerja individu dalam suatu
lingkungan tim. Koleksi/kumpulan Library Literatur, PsycIINFO,ISI Web of
Science, Sociological Abstracts, dan ABI Inform digunakan dalam mengkompilasi
penelitian ini dan satu perangkat kombinasi katakunci/subyek termasuk tim,
kelompok, individu, pegawai, kinerja, motivasi dan produksi juga digunakan
dalam kumpulan ini. Selama eksplorasi ini muncul dua katagori faktor kinerja
yang jelas: ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik mempengaruhi individu dari
luar sedangkan faktor intrinsik mempengaruhi individu dari dalam.
Menurut Den Hertog and Tolner (2002) dalam International
Encyclopedia of Businessand Management, mengutipJohnson dan Johnson
(1991),p.2429), suatu kelompok adalah “dua atau lebih individu yangmelakukan
interaksi langsung dan masing-masing menyadari keanggotaannya dalam
kelompok tersebut……”. Tim didefinisikan sebagai “sekelompok individu yang
tergabung bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu” (Johnson dan
Johnson.1991, hal.2430). Hal ini merupakan perbedaan penting karena tim
memiliki sasaran yang terdefinisikan dengan jelas yang memerlukan kontribusi
dan masukan dari anggotanya. Sedangkan kelompok tidak memerlukan adanya
sasaran. Mereka merupakan gabungan individu-individu yang memiliki
kecakapan/keakhlian serta fungsi yang sama. Definisi diatas dapat terus
berkembang menjadi lebih rumit, akan tetapi inilah yang menjadi perbedaan utama
dari penelitian ini. Sebagai tambahan dari definisi-definisi diatas, dan juga demi
kejelasan dan keutuhan tinjauan ini, frase “tim” akan meliputi semua kesamaan-
kesamaan pustaka-terkait yang dapat dibandingkan dimana ekspektasi dan hasil
tampak jelas termasuk komitmen, gugus tugas dan sub-form tradisional tim
termasuk kerja, manajemen, virtual dan tim-tim krisis.
Sebagaimana disebutkan diatas, kedua katagori faktor kinerja ini, yakni
ekstrinsik dan intrinsik mencakup suatu kombinanasi faktor-faktor motivasi,model
teoritis,bukti-bukti praktis yang kesemuanya berusaha mencoba untuk mengukur
masukan kinerja seorang individu. Untuk mencapai tujuan ini,
distinksi(perbedaan) yang dilakukan dibawah ini akan didasarkan pada asal
pengaruh, baik ekstrinsik maupun intrinsik – dan bukannya atas definisi-
definisinya yang diterima secara umum. Karema individu memainkan peran yang
begitu mendasar dalam keseluruhan kinerja tim, eksplorasi faktor-faktor ini
amatlah relevan baik bagi teoris maun praktisi perpustakaan.

Faktor-faktor ekstrinsik yang mempengaruhi kinerja tim.


Organisasi dipengaruhi oleh beberapa lingkungan yang berbeda termasuk
hukum,teknologi, sosial, industri,dan suasana politik dimana organisasi tersebut
beroperasi.(De Rosa etal,2003). Individu-individu jugasama halnya. Seorang
pegawai/karyawan dipengaruhi bermacam-macam kekuatan-kekuatan eksternal
yang banyak. Setelah meneliti literatur, terdapat atau muncul enam faktor
eksternal terpisah yang sering kali tumpang tindih. Faktor-faktor tersebut adalah
efisiensi kelompok, penghargaan dan sanksi sosial, dilema sosial, kemalasan
sosial, ketergantungan di masa depan dan identitas sosial. Faktor-faktor ini secara
luas dapat diklasifikasikan sebagai faktor ekstrinsik. Tinjauan selanjutnya
menggambarkan masing-masing ke-enam faktor tersebut baik secara teoritis
maupun dalam konteks praktis.
Efisiensi Kelompok
Efisiensi kelompok didefinisikan oleh Shamir (1990, hal.316) sebagai “
kemungkinan yang dimengerti bahwa usaha kelompok akan menghasilkan
pencapaian kolektif…”. Hal ini sering digambarkan sama sebangun dengan grup
buy-in(perekrutan anggota kelompok?). Shamir juga menyebutkan bahwa “Orang
tersebut mungkin termotivasi untuk memberikan kontribusi terhadap usaha
bersama agar dapat dimasukkan kedalam kelompok efisien”(Shamir,
1990,hal.317).Untuk lebih mudah dimengerti, sejauh mana seseorang meyakini
kontribusinya memberikan hasil positif terhadap pencapaian kelompok memiliki
dampak kuat terhadap kinerjanya. Dalam perspektif pengelolaan perpustakaan,
amatlah penting untuk memberikan penekanan kepada anggota tim mengenai
relevansi tugasnya dan nilainya dalam pencapaian kelompok. Memperoleh
prekrutan yang berarti sebelum diluncurkan atau dibentuknya suatu tim akan
membantu terjadinya peningkatan baik secara individu maupun efisiensi kelompok
dan akhirnya peningkatan kinerja.
Penghargaan dan sanksi sosial
Konsep penghargaan dan sanksi sosial pada umumnya merujuk kepada
penerimaan kelompok, rasa hormat, meremehkan, ataupun penolakan oleh anggota
tim terhadap seorang anggota lainnya(Shamir,1990,hal.318). Hal ini dapat
berpengaruh pada usaha anggota tim dalam memberikan kontribusinya terhadap
tim baik secara positif maupun negatif. Menurut Shamir,”Memberikan kontribusi
terhadap usaha kelompok sering menghasilkan penghargaan sosial bagi yang
memberikan kontribusi(kontributornya)”.Tambahan pula, Shamir juga
menulis:”Namun demikian, lebih sering lagi penerimaan dan pengakuan sosial
paling tidak diberikan sebelum keberhasilan pencapaian kelompo,dan tergantung
pada penilaian sosial tentang kontribusi perorangan(individu) ataupun tingkat
usahanya”(Shamir, 1990, hal.318).Kontradiksi ini dapat mengakibatkan
berkembangnya pendapat pribadi dan politis diantara anggota tim tentang
kontribusi pribadi yang dirasakannya dan penting bagi tim. Persepsi berbahaya ini
dapat mengakibatkan terjadinya sanksi sosial yang tidak adil dan tidak pada
tempatnya yang dapat melemahkan kolektivitas. Ditinjau dari perspektif
pengelolaan perpustakaan, mempelajari komposisi team dalam kaitannya dengan
hubungan pribadi dan politis sebelum dibentuknya tim merupakan hal yang
penting disamping juga harus mempertimbangkan timbulnya potensi komplikasi
yang mungkin ditimbulkanoleh hubungan tersebut baik terhadap tingkat kinerja
individu maupun tim.
Dilema Sosial
Dilema sosial didefinisikan sebagai “suatu situasi saling ketergantungan dimana
kepentingan individu dan kolektif saling bertengangan satu sama lain.”(De
Cremer,2002, hal.1335). Dengan menggunakan istilah biasa kita dapat
mendefinisikan suatu dilemma sosial sebagai suatu perbedaan atau argumentasi
dalam satu tim atau kelompok. Sejauh mana hal tersebut berpengaruh terhadap
motivasi individu/pribadi sangatlah penting terhadap sukses dan kinerja
pribadi/tim. Dalam penelitian De Cremer didapati bahwa rasa hormat dalam
menyampaikan perbedaan oleh anggota tim ternyata meningkatkan kontribusi
individu secara kolektif. Menurut De Cremer hal terjadi karena adanya perasaan
keikut sertaan dan penerimaan dalam satu tim. “Akan tetapi yang jelas adalah
terjadinya banyak perbedaan pada fungsi rasa hormat adalah ketika seseorang
memerlukan rasa keikutsertaan.”(De Cremer, 2002 hal.1340). Pada prakteknya
perlu adanya peningkatan rasa hormat dalam berkomunikasi dalam tim. Suatu
konflik yang penuh rasa hormat dapat meningkatkan kinerja individu dan
kelompok. Bagi seorang manajer perpustakaan, hal ini diartikan sebagai
kekeliruan besar pada tahap awal dalam pengembangan tim dan komunikasi
efektif antara anggota tim selama tahapan operasional.
Kemalasan Sosial
Walaupun mendapat label yang kurang baik, kemalasan sosial sungguh merupakan
suatu masalah yang berat dan dapat menular dalam suatu tim. Hal tersebut
didefiniskan oleh Duncan(1994, hal.79) secara sederhana sebagai “ ketika
seseorang diikutsertakan dalam kelompok tanpa memiliki tanggung jawab
individu berarti dia hanya menerima saja tanpa memberikan kontribusi”. Banyak
faktor yang dapat dikaitkan dengan kemalasan sosial antara lain adalah warisan
budaya dan tidak adanya system insentif yang efektif (Duncan, 1994). Selain hal-
hal yang menentukan diatas terdapat pula suatu kemalasan sosial dalam jumlah
kecil yang disebut “The Sucker Effect”. Konsep ini, yang dibahas secara
menyeluruh dalam artikelnya Schanke(1991), secara tidak langsung menyatakan
bahwa sebagaian kemalasan sosial terjadi secara sengaja dikarenakan rasa takut
seseorang diberi label “the sucker”(penghisap) atau “the team idiot”(si bodoh
dalam tim). Oleh karena itu, dia dengan sengaja menyembunyikan informasi dan
usaha dalam usahanya untuk memperoleh nilai lebih dibandingkan anggota tim
lainnya. Hal ini jelas menimbulkan bencana bagi para manajer dan juga tim.
Kajian Schanke meneliti tentang meratanya “The Sucker Effect” dalam
lingkungan kerja kolaborasi. Hasilnya penuh wawasan: kemalasan sosial merata
dalam ruang lingkup kolaborasi. Namun demikian, dia juga menemukan bahwa
dengan menetapkan sasaran yang jelas dan memberikan hukuman yang tepat
keduanya dapat atau mampu mengurangi pengaruhnya. Bagi seorang manajer
perpustakaan, kemampuan untuk secara tepat mengartikulasikan sasaran yang jelas
dan konsisten sebelum dan dalam melaksanakan operasional tim, tetapi juga
melaksanakan hukuman yang sesuai, sekali lagi dianggap sangat kritikal terhadap
kinerja individu dalam kelompok.
Ketergantuan masa depan
Groenenboom et al.(2001) mengeksplorasi dampak kergantungan masa depan
terhadap kontribusi seseorang terhadap tim secara kolektif. Ketergantungan masa
depan dideskripsikan oleh para pengarang sebagai potensi bagi kerjasama dimasa
depan oleh para anggota tim yang sama saat ini. Dengan kata lain, “Apakah saya
masih akan bekerja dengan sesama anggota tim yang sekarang ini nanti”? Hasilnya
ternyata bagi para manajer perpustakaan: amat menarik dan dapat diaplikasikan.
Terdapat adanya korelasi langsung antara potensi bagi kerjasama di masa depan
antara anggota tim yang ada sekarang dengan usaha yang dilakukan oleh individu
dalam tim tersebut. Pada halaman 376, mereka menulis:” kajian saat ini tujuannya
pertama-tama adalah untuk mendemonstrasikan adanya hubungan antara harapan
anggota tim tentang ketergantungan masa depan dengan sejauh mana mereka
memberikan kontribusinya secara efesien atau merata.”.Semakin besar potensi
kerjasama di masa depan maka semakin besar pula tingkat usaha yang
dikeluarkan. Jadi bagaimana implikasinya terhadap manajer perpustakaan?
Pertanyaan ini bias menjadi rationale/dasar untuk melaksanakan struktur tim
perpustakaan yang lebih merata, menggunakan tim lebih sering dalam mencapai
sasaran utama tertentu, ataupun merotasi anggota tim lebih sering guna
meningkatkan prosentase saling ketergantungan.
Identitas sosial
Identitas sosial adalah suatu konsep yang dieksplorasi secara luas dalam literatur
penelitian. Haslam et al.(2000, hal.323)mendefinisikan dan mendukung hal ini
dengan menulis bahwa identitas sosial merujuk pada suatu kebutuhan “yang dibagi
bersama anggota dalam kelompok tetapi tidak dengan anggota diluar kelompok”.
Identitas sosial juga “merefleksikan tidak adanya katagori personal, dimana
masing-masing individu merasa bahwa motivasi dan perspective mereka secara
psikologis sifatnya dapat saling berganti dengan motivasi dan perspektif orang
lain yang memiliki identitas sosial yang sama” . Apa yang dideskripsikan oleh
Haslam et al. adalah merupakan perbedaan yang jelas antara identitas sosial,
sesuatu yang dicapai oleh seorang individu dalam kolaborasi, dan identitas
individu yakni sesuatu yang diusahakan oleh seseorang diluar lingkup kolaborasi.
Hal ini memiliki implikasi yang kuat bagi tim pengawas manajer perpustakaan.
Sikap suatu tim harus diteliti dan dirubah dengan memfokuskan pada identitas tim,
sasaran tim, dan dinamika tim, dan bukan identitas individu, tujuan individu dan
dinamika individu. Hal ini bertentangan dengan suatu posisi yang dibahas dalam
bagian lain dari tinjauan ini dimana identitas individu dalam suatu tim merupakan
suatu petanda/petunjuk dari kinerja individu.
Faktor-faktor individu yang mempengaruhi kinerja tim
Selain kekuatan-kekuatan eksternal yang mencetak dan membuatseseorang
individu dalam tim, individu tersebut juga memiliki setumpuk motivasi intrinsik,
dasar dan pembenaran atas berbagai usahanya ketika dia berada dalam tim
kolaborasi. Faktor-faktor tersebut berbeda dengan motivasi personal tradisional
yang dibahas dalam bukunya Badu (2005) dimana mereka memfokuskan pada
sumber motivasi internal yang berkaitan dengan kesatuan kelompok. Setelah
mengeksplorasi penelitian tersebut, faktor-faktor tertentu yang sering muncul
menjadi lebih menonjol.Yang dimaksud adalah identitas individu, keinginan untuk
mencapai tujuan, perbedaan peran anggota, ukuran tim, pencapaian status
individu, dan komitmen anggota. Ke-6(enam) faktor ini memberikan wawasan
yang berguna mengapa dan kenapa seseorang individu berbuat melewati atau
dibawah harapan. Faktor-faktor diatas dapat diklasifikasikan secara luas sebagai
faktor-faktor intrinsik.
Identitas Sosial
Sebagaimana telah dibahas dalam bagian sebelumnya, identitas sosial adalah suatu
faktor kontributif terhadap kinerjja individu dalam suatu tim. Namun demikian,
identitas individu merupakan suatu konsep yang jelas dengan implikasinya sendiri
terhadap kinerja. Tyler dan Blader (2000, hal.209) menjelaskan bahwa “…
motivasi untuk menciptakan dan mendorong kebanggan dan harga diri juga dapat
digunakan untuk menjelaskan tentang tingkah laku seseorang dalam
kelompok/grup:. Penelitian yang mereka lakukan mendukung ide ini dengan
penemuan mereka bahwa kontroibusi seorang individu kepada kelompoknya
sesungguhnya sangat berkaitan erat dengan tingkatan dimana dia
mengidentifikasikan dirinya dalam kelompok. Walaupun konsep ini, sosial versus
individual, kadang-kadang membingungkan terdapat juga implikasi praktis bagi
para manajer perpustakaan dan administratur. Sama halnya dengan identitas sosial,
identitas individu perlu dikembangkan dengan cara yang baik. Individu juga harus
diberdayakan untuk tetap merasa sebagai individu dalam suatu tim. Namun,
sasaran tim, penghargaan dan hukuman harus didefinisikan secara jelas. Hal ini
akan membantu mengurangi ketidak cocokan dianta anggota tim.
Keinginan untuk melakukan pencapaian
Banyak hasil penelitian yang membicarakan tentang motivasi pencapaian. Kanfer
dan Ackerman (2000) mengulas tentang “Motivational Trait Questionnaire” yang
pertama kali dikembangkan oleh (Kanfer dan Heggestad,2000) berkaitan dengan
keinginan individu untuk melakukan pencapaian berdasarkan 3(tiga) katagori:
penguasaan pribadi, daya saing yang luar biasa baik, dan pembelajaran. Hasilnya
konsisten dengan penemuan-penemuan bersejarah,”… penemuan kami
menunjukkan adanya penurunan secara relative dalam kekuatan sifat/ciri berkaitan
dengan penguasaan dan pembelajaran diantara individu-individu “usia
pertengahan”(diatas 30 tahun). Apa artinya hal ini bagi para manajer prk\aktisi
perpustakaan? Hal tersebut hanya memperkuat komposisi tim sebagai salah satu
komponen paling penting guna menghasilkan kinerja tim yang sukses.
Digabungkan dengan hal ini, keaneka ragaman dalam tim, sebagaimana dipelajari
dari Moorhead and Griffin (2002, hal.74), akan memperkecil biaya, meberikan
wawasan pemasaran, menginspirasikan kreativitas, dan meningkatkan adanya
pemecahan masalah dan fleksibilitas. Bukan saja mengenai dimensi tentang
keragaman primer seperti usia, etnisitas dan gender, tetapi juga yang sekunder
seperti latar belakang pendidikan. Tim yang terdiri dari beragam unsur, apabila
ditata dan disusun secara efektif dapat memaksimalkan berbagai kecakapan dan
dari anggota kelompoknya.
Peranan perbedaan anggota
Hal ini merupakan faktor yang menarik dan sangat dapat diaplikasikan yang
mempengaruhi kinerja individu. Stewart et al.(2005, hal.358) mempelajari
perananggota sebagai suatu indicator pencirian dan hasil kerja tim. Mereka
menghubungkan dua jenis peran, tugas dan sosial, dalam tim terhadap ciri-ciri
masing-masing individu. Penelitianmereka didukung oleh teori yang menyatakan
bahwa peran anggota tim mempengaruhi tingkah laku dan kontribusi tim.
“Temuan kami mendukung peran sebagai mekanisme penghubung multi-level
antara ciri individu dan hasil yang dicapai tim. Hasil penelitian kami juga
mendemonstrasikan bahwa pengaruh tim level dimana kumpulan peran anggota
via komposisi dan proses kompilasi guna memperkirakan kesatuan tim level dan
kinerjanya”. Stewart et al. (2005) juga menemukan bahwa anggota tim dalam
peran tugasnya berhubungan erat dengan kehati-hatian sedangkan anggota tim
dalamperan sosialnya berkaitan erat dengan rasa senang. Implikasinya bagi para
manajer perpustakaan memang berarti/penting. Dampak peran ini terhadap
anggota lainnya dalam tim ternyata kuat. Peran anggota dalam tugas dan peran
sosialnya harus diberikan secara tepat dan memiliki fleksibilitas untuk berolah
gerak dalam lingkup kolaborasi. Kedua, dan lagi-lagi, komposisi tim terbukti
merupakan factor paling krusial dalam menentukan kinerja tim dan individu.
Ukuran tim
Perpustakaan sudah sejak lama berjuang dengan besarnya tim, apakah terlalu kecil
ataupun terlalu besar, dan apakah ukuran tersebut memberikan pengaruh terhadap
kinerja tim. Selain kinerja tim secara kolektif, ukuran besar kecilnya suatu tim
juga mempengaruhi kontribusi individu dalam beberapa hal. Kameda et al.(1992,
hal.54) meneliti ukuran “sub-grup” ataupun menggunakan termminologi yang
lebih dikenal para pustakawan, “sub-komite”, dalam suatu tim lebih besar untuk
menentukan apakah hal ini memberi dampak terhadap kontribusi pada kolektifitas.
Ternyata memang hal itu mempunyai pengaruh. “Sebagaimana yang diduga,
subyek menunjukkan adanya pola motivasi non-monotonik konsistensi dengan
meningkatnya ukuran sub-grup baik terhadap kinerja maupun tingkat usaha…”
Penelitian mereka memutuskan bahwa motivasi individu anggota tim ternyata
paling kuat dalam apa yang mereka sebut dengan “ kelompok ukuran moderat (4
orang)) dan motivasinya menurun jika kelompok tersebut anggotanya berkurang
atau bertambah. Pada masa perencanaan dan pengumpulan informasi
pengembangan tim, administratur perpustakaan harus secara hati-hati mempelajari
tim yang diinginkannya agar dapat menentukan kelayakan, dampak, dan ukuran
ideal akhir dalam rangka mencapai tujuan. Kalau tidak, motivasi antara anggota
akan menurun dibawah level yang diperkirakan dan kinerja keseluruhan huga
tentunya akan menurun.
Status pencapaian
Status pencapaian adalah tingkat pengharuh yang dimiliki atau dicapai oleh tim
atau kelompok (Ridgeway, 1978,1982). Ridgeway, dalam tulisannya tahun 1982
menggambarkan suatu “ketidakmampuan interaksi” yang mempengaruhi minoritas
dan wanita dalam lingkup kolaborasi. “Ketidakmampuan” ini secara negatif
mempengaruhi potensi tim dalam memanfaatkan semua atribut dan kecakapan-
kecakapan yang bermacan-macam yang dimiliki oleh anggota tim. Untuk
mendukung poin ini, dia berargumentasi bahwa, ”Selain itu, bukti-bukti yang ada,
sebagaimana yang diharapkan, mengesankan bahwa motivasi adalah suatu elemen
tugas kelompok struktur expresif yang mempengaruhi status dengan cara
mempengaruhi keinginan kelompok untuk menerima kontribusi tugas seorang
anggota” (Ridgeway, 1982, hal.86). Bagaimana kaitannya hal ini dengan kinerja
individu merupakan suatu yang amat penting bagi para manajer dan administratur
perpustakaan. Ridgeway memberikan sejumlah wawasan berharga bagi para
praktisi. Dia berkesimpulan pada saat membahas wanita dan minoritas bahwa, “…
ada alasan untuk merasakan bahwa motivasi dapat memberikan pengaruh yang
sama dalam meningkatkan pengaruh berbagai status orang-orang yang kurang
beruntung…”. Untuk mencapai hal tersebut, para administratur dan manajer
perpustakaan harus mengembangkan keragaman dan komunikasi budaya dengan
kepemimpinan yang kuat dan tindakan-tindakan yang jelas dan benar.
Komitmen anggota
Komitmen merupakan suatu konsep yang diteliti secara menyeluruh dalam
penelitian literatur (Meyer et al. 2004), akan tetapi penelitian yang mengeksplorasi
komitmen anggota terhadap tim dan sejauh mana hal tersebut mempengaruhi
kinerja belum banyak dilakukan. Bishop dan Scott (1997) meneliti pabrik
pembuatan baju tetapi lokasinya dapat digeneralisir sebagai perpustakaan, untuk
menentukan factor-faktor yang mempengaruhi komitmen pegawainya terhadap
tim. Ketergantungan tugas/pekerjaan, konflik antar pengirim, dan kepuasan
terhadap anggota tim akan membawa komitmen tim terbesar yang selanjutnya
akan meningkatkan produktivitas. Faktor-faktor yang menjadikan timbulnya
komitmen rendah adalah kepuasan atas pengawasan dan adanya sumber daya. Jadi
apa implikasinya bagi para manajer perpustakaan? Melihat hasil penelitian Bishop
dan Scott, maka para manajer perpustakaan harus menyediakan instruksi-instruksi
yang jelas, terkoordinasi (konflik antar pengirim?) dan menyusun tim dengan
penuh perhatian dan hati-hati(kepuasan dengan anggota tim), dan menggalakkan
kolaborasi dan kepercayaan (saling ketergantungan tugas) dalam timnya. Faktor-
faktor ini seharusnya akan meningkatkan komitmen individu dan akhirnya
produktivitas tim.
Kesimpulan
Inventarisasi factor-faktor diatas merupakan representasi fondasi yang kuat untuk
memahami konsep akan tetapi tidaklah berarti hanya terbatas pada hal tersebut.
Banyak dari factor-faktor yang disebutkan diatas tumpang tindih dan saling
bersilangan satu sama lain. Misalnya, adalah suatu hal yang mungkin terjadi
bahwa komitmen seseorang terhadap tim tidak saja berkaitan dengan status
levelnya tetapi juga berkaitan dengan penghargaan sosial yang diterimanya. Hal
yang sama juga dapat dikatakan terhadap sanksi social yang mempengaruhi
tingkat pencapaian individu-individu tertentu. Manajer dan administratur
perpustakaan harus secara trampil dapat menyeimbangkan factor-faktor ini
sehingga dapat memaksimalkan produksi. Namun demikian, terdapat pula
variable-variabel lain yang mempengaruhi kinerja dimana variable tersebut sulit
bagi pimpinan untuk mengelola dan mengontrolnya. Faktor-faktor ini mencakup
factor lingkungan seperti kemajuan teknologi, pembatasan-pembatasan resmi yang
baru ataupun perubahan-perubahan dalam kepemimpinan politik.
Selama penelitian ini, bebrapa kecenderungan mulai muncul utamanya
kecenderungan-kecenderungan yang mendemonstrasikan efektif tidaknya
pengelolaan tim dan anggotanya. Yang paling umumadalah mengenai komposisi
tim dan pentingnya perencanaan dan peneletiaannya sebelum melaksanakan
struktur tim. Berbagai factor yang secara positif ataupun negatif mempengaruhi
kinerja termasuk perbedaan peran, besar kecilnya tim, ketergantungan masa depan,
dapat saja semakin besar atau mengecil dalam proses perencanaan sehingga
mengeleminir potensi terjadinya konflik dimasa hadapan. Kecenderungan lain
yang muncul adalah adanya penghargaan dan komunikasi dalam tim. Hal ini lebih
sulit bagi para manajer untuk mengontrolnya pada awal tahapan teoritis tetapi hal
ini mungkin dilakukan pada tahapan operasional tim. Mengingat tim memiliki
tujuan akhir mengatur dirinya sendiri, dimana manajer berkembang dari
pengawas menjadi fasilitator, namun mereka tetap memerlukan adanya adanya
hubungan komunikasi yang kuat dengan tim/kelompok dan individu guna
menggalakkan penghargaan dan komunikasi yang disebutkan diatas. Akhirnya,
kecenderungan teakhir yang muncul adalah sasaran-sasaran yang didefinisikan dan
dijabarkan dengan jelas. Tanpa semuanya ini, motivasi individu akan melemah
disebabkan kemalasan social atau rendahnya tingkat motivasi pencapaian.
Pentingnya kontribusi individu terhadap kolektivitas tim tidak boleh terlalu
dibesar-besarkan atau berlebih-lebihan. Ini tidak saja akan mempengaruhi para
pegawai tetapi juga terhadap tim dan perpustakaan. Untuk mencapai hal ini, maka
pihak administrasi perpustakaan bertanggung jawab untuk memberikan
kepemimpinan, rationale/dasar dan strategi sehingga memposisikan tim untuk
mencapai keberhasilan. Tim juga bertanggung tanggung jawab untuk dapat
melakukan kerjasama sebagai satu unit tim, untuk mengatur dan mengoreksi
dirinya bilamana perlu. Dan akhirnya, hal tersebut juga merupakan tanggung
jawab masing-masing individu anggota tim untuk menyesuaikan, mengembangkan
dan menerima lingkungan kolaborasi sebagaimana mereka mengharapkan orang
lain juga menerimanya.

Anda mungkin juga menyukai