OLEH
0710070100153
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
2010
TULANG
Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matrix kolagen ekstraselular
(type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium
hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku dan kuat.
STRUKTUR MAKROSKOPIK
Bagian diaphysis tulang panjang yang berbentuk sebagai pipa dindingnya merupakan
tulang padat, sedang ujung-ujungnya sebagian besar merupakan tulang berongga yang dilapisi
oleh tulang padat yang tipis. Ruangan dari tulang berongga saling berhubungan dan juga dengan
rongga sumsum tulang.
Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau kadang-
kadang di dalam lamella. Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen berjalan
sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut kolagen yang berada
dalam lamellae di dekatnya arahnya menyilang.
Di antara masing-masing osteon seringkali terdapat substansi amorf yang
merupakan bahan perekat.Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai pola sebagai
berikut :
Tersusun konsentris membentuk osteon.
Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema interstitialis.
Lamellae yang malingkari pada permukaan luar membentuk lamellae
circumferentialis externa.
Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk lamellae
circumferentialis interna.
MATRIKS TULANG
Bahan anorganik merupakan sekitar 50 % berat kering matrik tulang. Kalsium dan fosfor
sangat banyak, tetapi bikarbonat, sitrat, magnesium, kalium dan natrium juga ditemukan.
Bahan organik terdiri dari serabut kolagen (95 %) dan zat dasar amort, yang mengandung
glikosamaniglikan yang berhubungan dengann protein. Karena tingginya kandungan kolagen,
matrik tulang yang mengalami dekalsifikasi mengikat secara selektif zat warna untuk serabut
kolagen.
PERIOSTEUM
Bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh jaringan pengikat padat fibrosa yang
mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang terdapat di bagian periosteum luar akan
bercabang-cabang dan menembus ke bagian dalam periosteum yang selanjutnya sampai ke
dalam Canalis Volkmanni. Bagian dalam periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik
karena memiliki potensi membentuk tulang. Oleh karena itu lapisan osteogenik sangat
penting dalam proses penyembuhan tulang. Periosteum dapat melekat pada jaringan tulang
karena :
Pembuluh-pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang.
Terdapat serabut Sharpey ( serat kolagen ) yang masuk ke dalam tulang.
Terdapat serabut elastis yang tidak sebanyak serabut Sharpey.
ENDOSTEUM
Endosteum merupakan lapisan sel-sel berbentuk gepeng yang membatasi rongga sumsum
tulang dan melanjutkan diri ke seluruh rongga-rongga dalam jaringan tulang termasuk
Canalis Haversi dan Canalis Volkmanni. Sebenarnya endosteum berasal dari jaringan
sumsum tulang yang berubah potensinya menjadi osteogenik.
PERTUMBUHAN TULANG
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu :
Osteogenesis Desmalis
Nama lain dari penulangan ini yaitu Osteogenesis intramembranosa, karena terjadinya
dalam membrane jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal. Yang
mengalami penulangan desmal ini yaitu tulang atap tengkorak.
Pada proses awal ini, sel-sel mesenkhim berdiferensiasi menjadi osteoblas yang memulai
sintesis dan sekresi osteoid. Osteoid kemudian bertambah sehingga berbentuk lempeng-lempeng
atau trabekulae yang tebal. Sementara itu berlangsung pula sekresi molekul-molekul
tropokolagen yang akan membentuk kolagen dan sekresi glikoprotein.
Sesudah berlangsungnya sekresi oleh osteoblas tersebut disusul oleh proses pengendapan
garam kalsium fosfat pada sebagian dari matriksnya sehingga bersisa sebagai selapis tipis
matriks osteoid sekeliling osteoblas. Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan
terbenam dalam matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Osteoblas
yang telah berubah menjadi osteosit akan diganti kedudukannya oleh sel-sel jaringan pengikat di
sekitarnya. Dengan berlanjutnya perubahan osteoblas menjadi osteosit maka trabekulae makin
menebal, sehingga jaringan pengikat yang memisahkan makin menipis. Pada bagian yang
nantinya akan menjadi tulang padat, rongga yang memisahkan trabekulae sangat sempit,
sebaliknya pada bagian yang nantinya akan menjadi tulang berongga, jaingan pengikat yang
masih ada akan berubah menjadi sumsum tulang yang akan menghasilkan sel-sel darah.
Sementara itu, sel-sel osteoprogenitor pada permukaan Pusat penulangan mengalami mitosis
untuk memproduksi osteoblas lebih lanjut.
Osteogenesis Enchondralis.
Awal dari penulangan enkhondralis ditandai oleh pembesaran khondrosit di tengah-
tengah diaphysis yang dinamakan sebagai pusat penulangan primer. Sel – sel khondrosit di
daerah pusat penulangan primer mengalami hypertrophy, sehingga matriks kartilago akan
terdesak mejadi sekat – sekat tipis. Dalam sitoplasma khondrosit terdapat penimbunan glikogen.
Pada saat ini matriks kartilago siap menerima pengendapan garam – garam kalsium yang pada
gilirannya akan membawa kemunduran sel – sel kartilago yang terperangkap karena terganggu
nutrisinya. Kemunduran sel – sel tersebut akan berakhir dengan kematian., sehingga rongga –
rongga yang saling berhubungan sebagai sisa – sisa lacuna. Proses kerusakan ini akan
mengurangi kekuatan kerangka kalau tidak diperkuat oleh pembentukan tulang disekelilingnya.
DEFENISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan fraktur
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan
yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
PENYEBAB
Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah
raga atau karena jatuh.
Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan
tulang.
Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:
- Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang
- Usia penderita
- Kelenturan tulang
- Jenis tulang.
Dengan tenaga yang sangat ringan, tulang yang rapuh karena osteoporosis atau tumor
bisa mengalami patah tulang.
GEJALA
KLASIFIKASI
a. Patah tulang tertutup (patah tulang simplek).
Tulang yang patah tidak tampak dari luar.
b. Patah tulang terbuka (patah tulang majemuk).
Tulang yang patah tampak dari luar karena tulang telah menembus kulit atau kulit
mengalami robekan.
Patah tulang terbuka lebih mudah terinfeksi.
c. Patah tulang kompresi (patah tulang karena penekanan).
Merupakan akibat dari tenaga yang menggerakkan sebuah tulang melawan tulang
lainnya atau tenaga yang menekan melawan panjangnya tulang.
Sering terjadi pada wanita lanjut usia yang tulang belakangnya menjadi rapuh
karena osteoporosis.
d. Patah tulang karena tergilas.
Tenaga yang sangat hebat menyebabkan beberapa retakan sehingga terjadi
beberapa pecahan tulang.
Jika aliran darah ke bagian tulang yang terkena mengalami gangguan, maka
penyembuhannya akan berjalan sangat lambat.
e. Patah tulang avulsi.
disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat
tendon otot tersebut melekat.
Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada
tungkai dan tumit.
f. Patah tulang patologis.
Terjadi jika sebuah tumor (biasanya kanker) telah tumbuh ke dalam
tulang dan menyebabkan tulang menjadi rapuh. Tulang yang rapuh bisa
mengalami patah tulang meskipun dengan cedera ringan atau bahkan tanpa cedera
sama sekali.
DIAGNOSA
Pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya patah tulang terdiri atas : tanyakan
(anamnesis, adakah cedera khas), lihat (inspeksi, bandingkan kiri dan kanan), raba (analisis
nyeri), dan gerakan (akif dan/atau pasif).
1. Riwayat pasien
Diagnosis fraktur juga dimulai dengan anamnesis adanya trauma tertentu, seperti
jatuh, terputar, tertumbuk, dan berapa kuatnya trauma tersebut. Anamnesis dilakukan untuk
menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang
berhubungan dengan cedera tersebut. Selain riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri
meskipun fraktur yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan keluhan nyeri.
Banyak fraktur mempunyai cedera yang khas.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi .
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat adanya
asimetris pada kontur atau postur, pembengkakan, dan perubahan warna local. Pasien
merasa kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat
pembengkakan, perubahan bentuk berupa bengkok, terputar, pemendekan, dan juga
terdapat gerakan yang tidak normal. Adanya luka kulit, laserasi atau abrasi, dan
perubahan warna di bagian distal luka meningkatkan kecurigaan adanya fraktur terbuka.
Pasien diinstruksikan untuk menggerakkan bagian distal lesi, bandingkan dengan sisi
yang sehat.
b. Palpasi .
Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam anamnesis, didapat juga secara
objektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan
sumbu pada waktu menekan atau menarik dengan hati-hati anggota badan yang patah
searah dengan sumbunya.
Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan
dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi
yang perlu diperhatikan pada bagian distal fraktur diantaranya, pulsasi arteri, warna
kulit, pengembalian cairan kapiler (capillary refill test), sensibilitas.
Palpasi harus dilakukan di sekitar lesi untuk melihat apakah ada nyeri tekan,
gerakan abnormal, kontinuitas tulang, dan krepitasi. Juga untuk mengetahui status
vaskuler di bagian distal lesi. Keadaan vaskuler ini dapat diperoleh dengan memeriksa
warna kulit dan suhu di distal fraktur. Pada tes gerakan, yang digerakkan adalah
sendinya. Jika ada keluhan, mungkin sudah terjadi perluasan fraktur.
c. Gerakan
Gerakan antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan
nyeri dan mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif
termasuk dalam pemeriksaan rutin fraktur. Gerakan sendi terbatas karena nyeri, akibat
fungsi terganggu (Loss of function).
3. Pemeriksaan penunjang
Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang. Kadang perlu dilakukan
CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami kerusakan. Jika
tulang mulai membaik, foto rontgen juga digunakan untuk memantau penyembuhan.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut “rule of two”, terdiri dari :
a. Memuat 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral
b. Memuat 2 sendi di proksimal dan distal fraktur
c. Memuat gambaran foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang tidak terkena cedera (pada
anak)
d. Dilakukan foto sebanyak 2 kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan
PENATALAKSANAAN
Ada tiga proses penyembuhan patah tulang yang tidak normal akibat tidak ditangani sama
sekali atau ditangani oleh orang yang tidak kompeten
1. Malunion: patah tulang dapat sembuh sesuai waktu yang diperkirakan/normal namun
posisinya tidak seperti awal/tidak sesuai posisi anatomis, sehingga menyebabkan kelainan bentuk
tulang
2. Delayed union: patah tulang pada akhirnya akan sembuh namun membutuhkan waktu lebih
lama daripada waktu penyembuhan normal
3. Pseudoarthrosis: patah tulang gagal sembuh/menyambung dan akan disertai pembentukan
jaringan fibrosa atau false joint, artinya bagian yang patah tidak akan berfungsi dengan normal
seperti sebelum sakit.
DAFTAR PUSTAKA