Pemanasan Global
Pemanasan Global
Pemanasan global (?!?), mungkin sebagian besar dari kita sudah tahu mengenai pem
anasan global dari informasi yang kita dapat melalui mass media akan tetapi bias
anya memang dibahas dalam skala kebijakan yang sangat besar. Nah bisakah kita se
bagai orang yang biasa ini berkontribusi positif terhadap pengurangan dampak pem
anasan global? Pastinya sih bisa.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, lau
t dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-ka
li selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan
yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyeb
ab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, m
inyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang d
ikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas
-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak pana
s dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi (sumber dari Wikipedia). Jadi sih intin
ya Bumi kita tuh memanas karena sinar matahari yang sudah masuk ke bumi kita tid
ak bisa keluar lagi karena gas-gas rumah kaca tadi membentuk lapisan di atmosfer
yang memantulkan sinar matahari tadi (kalau mau baca lebih lengkap silahkan lih
at di Wikipedia).
Skema pemanasan global
(gambar dari situs kementrian lingkungan hidup)
Terus kalo suhu bumi meningkat kenapa?
Yang pastinya sih daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara akan memanas lebih
dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan d
aratan akan mengecil.
Nah terus hubungannya dengan Kota tempat kita tinggal bagaimana? dan apa yang ki
ta bisa lakukan?
Dari pembicaraan dengan teman, yang juga seorang petani dan petambak, dia bilang
sekarang (terutama 2-3 tahun ke belakang) sangat sulit untuk memprediksi cuaca.
Seperti yang kita tahu para petani memakai cuaca sebagai patokan penanaman mere
ka, jadi kalo salah prediksi cuaca bisa-bisa tidak bisa panen atau panennya jele
k sehingga merugi.Dan satu lagi mungkin yang efeknya bisa terasa langsung ke kit
a yaitu nyamuk. Kok nyamuk? Karena nyamuk baik untuk berkembang biak di tempat y
ang hangat, jadi mungkin saja semakin panjangnya musim demam berdarah di indones
ia karena temperature yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Nah terus apa sih yang bisa kita lakukan sebagai orang biasa untuk berkontribusi
positif dalam pengurangan pemanasan global. Sebenernya sih mudah-mudah aja tapi
tidak mudah untuk dilakukan.
Untuk kita yang dirumah kita bisa:
(1) Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda sta
ndby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya Anda terus ber
kontribusi pada pemanasan global.
(2)Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energi
(3)Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan biarkan
pakaian kering secara alami
(4)Matikan keran saat sedang menggosok gigi
(5) Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman
(6)Segera perbaiki keran yang bocor - keran bocor menumpahkan air bersih hingga
13 liter air per hari
(7)Jika mungkin mandilah dengan menggunakan shower. Mandi berendam merupakan car
a yang paling boros air.
(8)Selalu gunakan kertas di kedua sisinya
(9)Gunakan kembali amplop bekas
(10)Jangan gunakan produk sekali pakai seperti piring dan sendok kertas atau pisau
, garpu dan cangkir plastik
(11)Gunakan baterai isi ulang
(12)Pilih kalkulator bertenaga surya
Kenapa kebanyakan kok yang berhubungan listrik?
Karena untuk memproduksi listrik kita masih memakai bahan bakar yang berasal dar
i fosil, jadi dengan mengurangi konsumsi listrik kita berkontribusi juga dalam p
engurangan potensi polusi akibat produksi listrik/energi tadi. Mungkin kita piki
r, masak pengurangan konsumsi listrik kita berpengaruh sih? Tapi kalo kita pikir
yang melakukan hal ini banyak orang, pengurangan konsumsi energinyapun akan men
jadi sangat besar. Jadi program dari PLN 17-22 bisa dipraktekkan tuh :p
Untuk tips-tips lain gaya hidup ramah lingkungan di tempat kerja, saat berlibur
maupun berbelanja dapat melihat situs WWF Indonesia.
Pemanasan global sudah bukan menjadi isu lagi saat ini, pemanasan global sudah m
enjadi masalah yang harus kita hadapi atau kita pecahkan bersama. Jadi marilah k
ita mulai bersama-sama gaya hidup yang ramah lingkungan dari kita sendiri dan mu
lailah perkenalkanlah gaya hidup ini pada orang-orang yang paling dekat dengan k
ita seperti keluarga, pacar, teman dan tetangga kalau bisa.
Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut,
dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F
) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC
) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pe
rtengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpu
lan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, te
rmasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih te
rdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemu
kakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan glo
bal akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100
.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario
berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model s
ensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada
periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan ter
us berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kac
a telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang
lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca
yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pema
nasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser,
dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemana
san yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke da
erah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di d
unia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau
membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-
konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah m
enandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan em
isi gas-gas rumah kaca.
Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama bebe
rapa kurun waktu. Ini adalah gejala alam yang normal sebenarnya. Kalau tidak men
dapat pemanasan maka suhu di Bumi bisa menjadi dingin membeku seperti pada jaman
es yang pernah terjadi 15.000 tahun lalu.
Pemanasan pada permukaan Bumi dikenal dengan istilah 'Efek Rumah Kaca' atau Gree
nhouse Effect. Proses ini berawal dari sinar Matahari yang menembus lapisan udar
a (atmosfer) dan memanasi permukaan Bumi.
Permukaan Bumi yang menjadi panas menghangatkan udara yang berada tepat di atasn
ya. Karena menjadi ringan, udara panas tersebut naik dan posisinya digantikan ol
eh udara sejuk.
Sebagian dari udara panas yang naik ke atas ditahan dan dipantulkan kembali ke p
ermukaan oleh lapisan gas di atmosfer Bumi yang terdiri dari Karbon Dioksida, Me
tan dan Natrium Oksida. Udara panas yang dipantulkan tersebut berfungsi untuk me
njaga temperatur Bumi supaya tidak menjadi beku. Proses pemantulan udara panas u
ntuk menghangatkan Bumi inilah yang disebut dengan efek rumah kaca.
Tapi proses alam yang normal tersebut menjadi tidak sehat sejak manusia memasuki
proses industri. Pada masa ini manusia mulai melakukan pembakaran batu bara, mi
nyak dan gas bumi untuk menghasilkan bahan bakar dan listrik. Proses pembakaran
energi dari Bumi ini ternyata menghasilkan gas buangan yang berupa karbon dioksi
da. Otomatis, kadar lapisan gas rumah kaca yang menahan dan memantulkan kembali
udara panas ke Bumi menjadi semakin banyak.
Kalau Bumi terus menerus terkena pemanasan ini, bahaya besar lainnya akan muncul
, atau bahkan sudah terjadi dan sedang kita rasakan saat ini. Efek pertama yang
terjadi adalah tingginya temperatur udara. Masyarakat di Eropa Barat pada bulan-
bulan kemarin sudah merasakan bagaimana tersiksanya hidup ketika suhu menjadi lu
ar biasa panas. Jumlah korban yang meninggal akibat 'kepanasan' mencapai ratusan
, belum terhitung yang harus mengalami rawat inap karena dehidrasi. Sungguh buka
n masalah yang sepele.
Temperatur yang terus meningkat dapat melelehkan banyak salju di kedua kutub bum
i dan gunung-gunung tertinggi dunia. Para ahli lingkungan sudah membuat laporan
baru kalau saat ini salju dunia secara keseluruhan sudah berkurang 10%. Hasilnya
adalah volume air yang mengalir ke lautan akan semakin tinggi yang otomatis men
aikkan permukaan laut.
Pemanasan global, suhu udara meningkat, melelehnya salju dunia, serta naiknya pe
rmukaan laut pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan iklim. Kita sekarang mera
sakan datangnya musim kemarau yang lebih lama dari seharusnya. Akibatnya air tan
ah menjadi langka karena belum mendapat pasokan baru dari hujan.
Jadi pemanasan global yang terjadi karena perbuatan manusia memang memiliki efek
negatif yang tidak bisa dipandang sepele. Dan kita pun, suka tidak suka, tercat
at sebagai salah satu pelakunya. Cobalah mulai sekarang kita ubah kebiasaan yang
bisa mengurangi kadar gas karbon dioksida supaya tidak melebihi ambang batas. C
aranya? Cukup memakai listrik seperlunya, memilih alat rumah tangga atau elektro
nik yang hemat energi, dan kalau bisa menanam pohon untuk menyerap gas karbon di
oksida yang ada di udara.
Majalah Nature, edisi Desember 2005 yang lalu, melaporkan secara rinci perubahan
iklim di bumi dalam satu dekade terakhir. Dalam publikasi tersebut terungkap fa
kta jika konsentrasi karbondioksida dan methana (sejenis zat karbon) pada saat s
ekarang telah meningkat hampir tiga kali lipat jika dibandingkan tahun 50-an.
Gas karbondioksida dan methane ini merupakan penyumbang terbesar adanya pemanasa
n global (global warming) yakni suatu fenomena alam yang ditandai dengan kenaika
n suhu bumi dan kenaikan permukaan air laut.
Umumnya zat karbondioksida dan methana ini berasal dari pembakaran bahan bakar f
osil, yakni minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Penggundulan hutan serta perlua
san wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbondioksida dalam atmosfer. Di
perkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida (Bayangkan
18,35 milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.0
00.000 kg karbon dioksida).
Waspada
Bukti akan adanya ancaman besar dari pemanasan global sudah mulai terlihat dalam
beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 1987 misalnya, tercatat suhu paling tin
ggi yang pernah ada di Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara. Kenaikan suhu glo
bal ini mengakibatkan mencairnya es di kutub utara. Sejumlah peneliti dari Princ
eton University pada tahun 2000 merilis hasil riset terbaru bahwa perairan didek
at kutub mengalami kenaikan rata-rata permukaan air laut sebesar 11,46 mm setiap
tahunnya.
Juga pada tahun 1987 terjadi banjir besar di Korea, Bangladesh dan di Kepulauan
Maladewa akibat ombak pasang. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, fenomena ini belu
m pernah ditemui.
Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan global telah
lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami musim kemarau ya
ng panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan 1991,kemarau panjang menyebabkan kebakaran
hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis di Kalimatan Timur akibat k
ebakaran tahun 1983. Musim kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar saw
ah dipusokan dan produksi gabah nasional menurun drastis dari 46,451 juta ton me
njadi 44,127 juta ton pada tahun 1990.
Dibeberapa daerah pesisir, kenaikan suhu menyebabkan bertambahnya permukaan air
laut. Riset yang pernah dilakukan antara tahun 1925-1989 menyebutkan bahwa terja
di kenaikan rata-rata permukaan air laut di Belawan (Sumetera Utara) hingga 7,83
mm per tahun, Jakarta 4,38 mm per tahun dan Semarang 9,27 mm per tahun.
Jika kondisi ini terus menerus terjadi, bukan tidak mungkin sejumlah daerah yang
terletak dipermukaan air laut hanya akan menjadi cerita belaka, karena sebagian
besar daratannya telah berubah menjadi lautan.
Efektivitas Protokol Kyoto
Menyadari bahaya akan pemanasan global ini, sekitar 141 negara telah menandatang
i dan meratifikasi Protokol Kyoto, termasuk Indonesia. Dalam nota kesepakatan in
i disebutkan bahwa setiap negara yang telah menandatangani Protokol Kyoto wajib
berpartisipasi menurunkan emisi gas karbon (termasuk didalamnya karbondioksida d
an methane) untuk mengurangi pemanasan global. Sayangnya, sejumlah negara indust
ri maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia hingga kini belum (karena tid
ak mau?) menandatangi protokol ini. Mereka beranggapan, kesepakatan ini akan men
gancam masa depan industi mereka. Padahal, AS tercatat sebagai salah satu negara
penyumbang emis gas karbon terbesar di dunia.
Dengan mengedepankan Protokol Kyoto, industri-industri stategis seperti industri
migas, industri transportasi, industri minyak dan gas didorong untuk menggunaka
n energi alternatif yang ramah lingkungan. Artinya, sedapat mungkin meninggalkan
penggunaan migas yang merupakan sumber utama emisi gas karbon.
Disinilah beratnya. Hingga detik ini ketergantungan dunia terhadap migas masih s
angat tinggi. Dibeberapa negara, sektor migas justru menjadi penyumbang devisa t
erbesar. Kalaupun toh kita ingin meminimalkan penggunaan migas, riset-riset di b
idang non migas harus semakin digalakan.
Saya berulang kali menulis dibeberapa media agar upaya diversifikasi dibidang en
ergi terus digalakan. Ini adalah salah satu cara alternatif untuk mengurangi emi
si gas karbon. Dan ternyata, beberapa sumber energi lainnya sangat aman dan rama
h terhadap lingkungan. Sebut saja, penggunaan energi surya untuk pemanas, pemban
gkitan listrik hingga sumber tenaga kendaraan bermotor. Untuk dua contoh pertama
yang saya sebutkan diatas bahkan sudah sejak lama digunakan di beberapa tempat.
Hanya soal publikasi dan produksi massalnya yang perlu dipikirkan. Sementara un
tuk kendaraan bertenaga surya, hingga kini masih dalam riset lanjutan. Yang jela
s, di Jepang dan Jerman sudah ada prototype mobil bertenaga surya yang mampu mel
aju hingga lebih dari 150 km per jam.
Teknologi ramah lingkungan seperti inilah yang perlu dikembangkan. Disamping mer
upakan amanat dari protokol Kyoto, juga langkah jangka panjang untuk menyelamatk
an masa depan. Tugas perguruan tinggi, badan riset dan pemerintah untuk mencipta
kan iklim seperti ini. Para ilmuwan dan teknolog harus menjadi garda terdepan, k
arena bagaimanapun juga sakitnya bumi seperti saat ini secara langsung maupun tida
k langsung akibat kemajuan teknologi yang diciptakan oleh mereka sendiri. Mari s
elamatkan bumi kita. (*)