Anda di halaman 1dari 10

Pemanasan Global (?!?), Apa yang kita (bisa) perbuat?

Pemanasan global (?!?), mungkin sebagian besar dari kita sudah tahu mengenai pem
anasan global dari informasi yang kita dapat melalui mass media akan tetapi bias
anya memang dibahas dalam skala kebijakan yang sangat besar. Nah bisakah kita se
bagai orang yang biasa ini berkontribusi positif terhadap pengurangan dampak pem
anasan global? Pastinya sih bisa.
Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, lau
t dan daratan Bumi. Planet Bumi telah menghangat (dan juga mendingin) berkali-ka
li selama 4,65 milyar tahun sejarahnya. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan
yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyeb
ab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, m
inyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang d
ikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya akan gas
-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak pana
s dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi (sumber dari Wikipedia). Jadi sih intin
ya Bumi kita tuh memanas karena sinar matahari yang sudah masuk ke bumi kita tid
ak bisa keluar lagi karena gas-gas rumah kaca tadi membentuk lapisan di atmosfer
yang memantulkan sinar matahari tadi (kalau mau baca lebih lengkap silahkan lih
at di Wikipedia).
Skema pemanasan global
(gambar dari situs kementrian lingkungan hidup)
Terus kalo suhu bumi meningkat kenapa?
Yang pastinya sih daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara akan memanas lebih
dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan d
aratan akan mengecil.
Nah terus hubungannya dengan Kota tempat kita tinggal bagaimana? dan apa yang ki
ta bisa lakukan?
Dari pembicaraan dengan teman, yang juga seorang petani dan petambak, dia bilang
sekarang (terutama 2-3 tahun ke belakang) sangat sulit untuk memprediksi cuaca.
Seperti yang kita tahu para petani memakai cuaca sebagai patokan penanaman mere
ka, jadi kalo salah prediksi cuaca bisa-bisa tidak bisa panen atau panennya jele
k sehingga merugi.Dan satu lagi mungkin yang efeknya bisa terasa langsung ke kit
a yaitu nyamuk. Kok nyamuk? Karena nyamuk baik untuk berkembang biak di tempat y
ang hangat, jadi mungkin saja semakin panjangnya musim demam berdarah di indones
ia karena temperature yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
Nah terus apa sih yang bisa kita lakukan sebagai orang biasa untuk berkontribusi
positif dalam pengurangan pemanasan global. Sebenernya sih mudah-mudah aja tapi
tidak mudah untuk dilakukan.
Untuk kita yang dirumah kita bisa:
(1) Matikan semua alat elektronik saat tidak digunakan. Kerlip merah penanda sta
ndby menunjukkan alat tersebut masih menggunakan listrik. Artinya Anda terus ber
kontribusi pada pemanasan global.
(2)Pilihlah perlengkapan elektronik serta lampu yang hemat energi
(3)Saat matahari bersinar hindari penggunaan mesin pengering, jemur dan biarkan
pakaian kering secara alami
(4)Matikan keran saat sedang menggosok gigi
(5) Gunakan air bekas cucian sayuran dan buah untuk menyiram tanaman
(6)Segera perbaiki keran yang bocor - keran bocor menumpahkan air bersih hingga
13 liter air per hari
(7)Jika mungkin mandilah dengan menggunakan shower. Mandi berendam merupakan car
a yang paling boros air.
(8)Selalu gunakan kertas di kedua sisinya
(9)Gunakan kembali amplop bekas
(10)Jangan gunakan produk sekali pakai seperti piring dan sendok kertas atau pisau
, garpu dan cangkir plastik
(11)Gunakan baterai isi ulang
(12)Pilih kalkulator bertenaga surya
Kenapa kebanyakan kok yang berhubungan listrik?
Karena untuk memproduksi listrik kita masih memakai bahan bakar yang berasal dar
i fosil, jadi dengan mengurangi konsumsi listrik kita berkontribusi juga dalam p
engurangan potensi polusi akibat produksi listrik/energi tadi. Mungkin kita piki
r, masak pengurangan konsumsi listrik kita berpengaruh sih? Tapi kalo kita pikir
yang melakukan hal ini banyak orang, pengurangan konsumsi energinyapun akan men
jadi sangat besar. Jadi program dari PLN 17-22 bisa dipraktekkan tuh :p
Untuk tips-tips lain gaya hidup ramah lingkungan di tempat kerja, saat berlibur
maupun berbelanja dapat melihat situs WWF Indonesia.
Pemanasan global sudah bukan menjadi isu lagi saat ini, pemanasan global sudah m
enjadi masalah yang harus kita hadapi atau kita pecahkan bersama. Jadi marilah k
ita mulai bersama-sama gaya hidup yang ramah lingkungan dari kita sendiri dan mu
lailah perkenalkanlah gaya hidup ini pada orang-orang yang paling dekat dengan k
ita seperti keluarga, pacar, teman dan tetangga kalau bisa.

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut,
dan daratan Bumi.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F
) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC
) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pe
rtengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia"[1] melalui efek rumah kaca. Kesimpu
lan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, te
rmasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih te
rdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemu
kakan IPCC tersebut.
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan glo
bal akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100
.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario
berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model s
ensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada
periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut diperkirakan akan ter
us berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kac
a telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang
lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca
yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pema
nasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser,
dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemana
san yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke da
erah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di d
unia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau
membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-
konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah m
enandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan em
isi gas-gas rumah kaca.

Pemanasan global (global warming) pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan t


emperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhou
se effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas-gas seperti karbondioksid
a (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari terp
erangkap dalam atmosfer bumi. Berbagai literatur menunjukkan kenaikan temperatur
global termasuk Indonesia yang terjadi pada kisaran 1,5 40 Celcius pada akhir aba
d 21.
Pemanasan global mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi lingkungan bio-g
eofisik (seperti pelelehan es di kutub, kenaikan muka air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna t
ertentu, migrasi fauna dan hama penyakit, dsb). Sedangkan dampak bagi aktivitas
sosial-ekonomi masyarakat meliputi : (a) gangguan terhadap fungsi kawasan pesisi
r dan kota pantai, (b) gangguan terhadap fungsi prasarana dan sarana seperti jar
ingan jalan, pelabuhan dan bandara (c) gangguan terhadap permukiman penduduk, (d
) pengurangan produktivitas lahan pertanian, (e) peningkatan resiko kanker dan w
abah penyakit, dsb). Dalam makalah ini, fokus diberikan pada antisipasi terhadap
dua dampak pemanasan global, yakni : kenaikan muka air laut (sea level rise) da
n banjir.
Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut dan Banjir terhadap Kondisi Lingkungan Bio-ge
ofisik dan Sosial-Ekonomi Masyarakat.
Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut : (
a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, (b) perubahan arus laut dan mel
uasnya kerusakan mangrove, (c) meluasnya intrusi air laut, (d) ancaman terhadap
kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan (e) berkurangnya luas daratan at
au hilangnya pulau-pulau kecil.
Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir disebabkan oleh terjadinya pola huj
an yang acak dan musim hujan yang pendek sementara curah hujan sangat tinggi (ke
jadian ekstrim). Kemungkinan lainnya adalah akibat terjadinya efek backwater dar
i wilayah pesisir ke darat. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjad
i 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebu
t terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan
banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir
akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkata
n frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.
* Kenaikan muka air laut selain mengakibatkan perubahan arus laut pada wilay
ah pesisir juga mengakibatkan rusaknya ekosistem mangrove, yang pada saat ini sa
ja kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Luas hutan mangrove di Indonesia ter
us mengalami penurunan dari 5.209.543 ha (1982) menurun menjadi 3.235.700 ha (19
87) dan menurun lagi hingga 2.496.185 ha (1993). Dalam kurun waktu 10 tahun (198
2-1993), telah terjadi penurunan hutan mangrove ± 50% dari total luasan semula. Ap
abila keberadaan mangrove tidak dapat dipertahankan lagi, maka : abrasi pantai a
kan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai
ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya aqu
aculture pun akan terancam dengan sendirinya.
* Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muk
a air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air ta
nah secara berlebihan. Sebagai contoh, diperkirakan pada periode antara 2050 hin
gga 2070, maka intrusi air laut akan mencakup 50% dari luas wilayah Jakarta Utar
a.
* Gangguan terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang terjadi diantaran
ya adalah : (a) gangguan terhadap jaringan jalan lintas dan kereta api di Pantur
a Jawa dan Timur-Selatan Sumatera ; (b) genangan terhadap permukiman penduduk pa
da kota-kota pesisir yang berada pada wilayah Pantura Jawa, Sumatera bagian Timu
r, Kalimantan bagian Selatan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pesi
sir di Papua ; (c) hilangnya lahan-lahan budidaya seperti sawah, payau, kolam ik
an, dan mangrove seluas 3,4 juta hektar atau setara dengan US$ 11,307 juta ; gam
baran ini bahkan menjadi lebih buram apabila dikaitkan dengan keberadaan sentra-se
ntra produksi pangan yang hanya berkisar 4 % saja dari keseluruhan luas wilayah
nasional, dan (d) penurunan produktivitas lahan pada sentra-sentra pangan, seper
ti di DAS Citarum, Brantas, dan Saddang yang sangat krusial bagi kelangsungan sw
asembada pangan di Indonesia. Adapun daerah-daerah di Indonesia yang potensial t
erkena dampak kenaikan muka air laut diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.
* Terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir dan bahkan hilangnya pulau-pu
lau kecil yang dapat mencapai angka 2000 hingga 4000 pulau, tergantung dari kena
ikan muka air laut yang terjadi. Dengan asumsi kemunduran garis pantai sejauh 25
meter, pada akhir abad 2100 lahan pesisir yang hilang mencapai 202.500 ha.
* Bagi Indonesia, dampak kenaikan muka air laut dan banjir lebih diperparah
dengan pengurangan luas hutan tropis yang cukup signifikan, baik akibat kebakara
n maupun akibat penggundulan. Data yang dihimpun dari The Georgetown Internation
al Environmental Law Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997 1998
saja tidak kurang dari 1,7 juta hektar hutan terbakar di Sumatra dan Kalimantan
akibat pengaruh El Nino. Bahkan WWF (2000) menyebutkan angka yang lebih besar, y
akni antara 2 hingga 3,5 juta hektar pada periode yang sama. Apabila tidak diamb
il langkah-langkah yang tepat maka kerusakan hutan khususnya yang berfungsi lind
ung akan menyebabkan run-off yang besar pada kawasan hulu, meningkatkan resiko p
endangkalan dan banjir pada wilayah hilir , serta memperluas kelangkaan air bers
ih pada jangka panjang.
Antisipasi Dampak Kenaikan Muka Air Laut dan Banjir melalui Rencana Tata Ruang W
ilayah Nasional
Dengan memperhatikan dampak pemanasan global yang memiliki skala nasional dan di
mensi waktu yang berjangka panjang, maka keberadaan RTRWN menjadi sangat penting
. Secara garis besar RTRWN yang telah ditetapkan aspek legalitasnya melalui PP N
o.47/1997 sebagai penjabaran pasal 20 dari UU No.24/1992 tentang Penataan Ruang
memuat arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang negara yang memperlihatkan adanya
pola dan struktur wilayah nasional yang ingin dicapai pada masa yang akan datang
.
Pola pemanfaatan ruang wilayah nasional memuat : (a) arahan kebijakan dan kriter
ia pengelolaan kawasan lindung (termasuk kawasan rawan bencana seperti kawasan r
awan gelombang pasang dan banjir) ; dan (b) arahan kebijakan dan kriteria pengel
olaan kawasan budidaya (hutan produksi, pertanian, pertambangan, pariwisata, per
mukiman, dsb). Sementara struktur pemanfaatan ruang wilayah nasional mencakup :
(a) arahan pengembangan sistem permukiman nasional dan (b) arahan pengembangan s
istem prasarana wilayah nasional (seperti jaringan transportasi, kelistrikan, su
mber daya air, dan air baku.
Sesuai dengan dinamika pembangunan dan lingkungan strategis yang terus berubah,
maka dirasakan adanya kebutuhan untuk mengkajiulang (review) materi pengaturan R
TRWN (PP 47/1997) agar senantiasa dapat merespons isu-isu dan tuntutan pengemban
gan wilayah nasional ke depan. (mohon periksa Tabel 3 pada Lampiran). Oleh karen
anya, pada saat ini Pemerintah tengah mengkajiulang RTRWN yang diselenggarakan d
engan memperhatikan perubahan lingkungan strategis ataupun paradigma baru sebaga
i berikut :
* globalisasi ekonomi dan implikasinya,
* otonomi daerah dan implikasinya,
* penanganan kawasan perbatasan antar negara dan sinkronisasinya,
* pengembangan kemaritiman/sumber daya kelautan,
* pengembangan kawasan tertinggal untuk pengentasan kemiskinan dan krisis ek
onomi,
* daur ulang hidrologi,
* penanganan land subsidence,
* pemanfaatan jalur ALKI untuk prosperity dan security, serta
* pemanasan global dan berbagai dampaknya.
Dengan demikian, maka aspek kenaikan muka air laut dan banjir seyogyanya akan me
njadi salah satu masukan yang signifikan bagi kebijakan dan strategi pengembanga
n wilayah nasional yang termuat didalam RTRWN khususnya bagi pengembangan kawasa
n pesisir mengingat : (a) besarnya konsentrasi penduduk yang menghuni kawasan pe
sisir khususnya pada kota-kota pantai, (b) besarnya potensi ekonomi yang dimilik
i kawasan pesisir, (c) pemanfaatan ruang wilayah pesisir yang belum mencerminkan
adanya sinergi antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan, (d) tingginya konf
lik pemanfaatan ruang lintas sektor dan lintas wilayah, serta (e) belum tercipta
nya keterkaitan fungsional antara kawasan hulu dan hilir, yang cenderung merugik
an kawasan pesisir.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh ADB (1994), maka dampak kenaikan muka air
laut dan banjir diperkirakan akan memberikan gangguan yang serius terhadap wilay
ah-wilayah seperti : Pantura Jawa, Sumatera bagian Timur, Kalimantan bagian Sela
tan, Sulawesi bagian Barat Daya, dan beberapa spot pada pesisir Barat Papua
Untuk kawasan budidaya, maka perhatian yang lebih besar perlu diberikan untuk ko
ta-kota pantai yang memiliki peran strategis bagi kawasan pesisir, yakni sebagai
pusat pertumbuhan kawasan yang memberikan pelayanan ekonomi, sosial, dan pemeri
ntahan bagi kawasan tersebut. Kota-kota pantai yang diperkirakan mengalami ancam
an dari kenaikan muka air laut diantaranya adalah Lhokseumawe, Belawan, Bagansia
pi-api, Batam, Kalianda, Jakarta, Tegal, Semarang, Surabaya, Singkawang, Ketapan
g, Makassar, Pare-Pare, Sinjai. (Selengkapnya mohon periksa Tabel 1 pada Lampira
n).
Kawasan-kawasan fungsional yang perlu mendapatkan perhatian terkait dengan kenai
kan muka air laut dan banjir meliputi 29 kawasan andalan, 11 kawasan tertentu, d
an 19 kawasan tertinggal. (selengkapnya mohon periksa Tabel 2 pada Lampiran).
Perhatian khusus perlu diberikan dalam pengembangan arahan kebijakan dan kriteri
a pengelolaan prasarana wilayah yang penting artinya bagi pengembangan perekonom
ian nasional, namun memiliki kerentanan terhadap dampak kenaikan muka air laut d
an banjir, seperti :
* sebagian ruas-ruas jalan Lintas Timur Sumatera (dari Lhokseumawe hingga Ba
ndar Lampung sepanjang ± 1600 km) dan sebagian jalan Lintas Pantura Jawa (dari Jak
arta hingga Surabaya sepanjang ± 900 km) serta sebagian Lintas Tengah Sulawesi (da
ri Pare-pare, Makassar hingga Bulukumba sepanjang ± 250 km).
* beberapa pelabuhan strategis nasional, seperti Belawan (Medan), Tanjung Pr
iok (Jakarta), Tanjung Mas (Semarang), Pontianak, Tanjung Perak (Surabaya), sert
a pelabuhan Makassar.
* Jaringan irigasi pada wilayah sentra pangan seperti Pantura Jawa, Sumatera
bagian Timur dan Sulawesi bagian Selatan.
* Beberapa Bandara strategis seperti Medan, Jakarta, Surabaya, Denpasar, Mak
assar, dan Semarang.
Untuk kawasan lindung pada RTRWN, maka arahan kebijakan dan kriteria pola pengel
olaan kawasan rawan bencana alam, suaka alam-margasatwa, pelestarian alam, dan k
awasan perlindungan setempat (sempadan pantai, dan sungai) perlu dirumuskan untu
k dapat mengantisipasi berbagai kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi.
Selain antisipasi yang bersifat makro-strategis diatas, diperlukan pula antisipa
si dampak kenaikan muka air laut dan banjir yang bersifat mikro-operasional. Pad
a tataran mikro, maka pengembangan kawasan budidaya pada kawasan pesisir selayak
nya dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa alternatif yang direkomendasikan
oleh IPCC (1990) sebagai berikut :
* Relokasi ; alternatif ini dikembangkan apabila dampak ekonomi dan lingkung
an akibat kenaikan muka air laut dan banjir sangat besar sehingga kawasan budida
ya perlu dialihkan lebih menjauh dari garis pantai. Dalam kondisi ekstrim, bahka
n, perlu dipertimbangkan untuk menghindari sama sekali kawasan-kawasan yang memi
liki kerentanan sangat tinggi.
* Akomodasi ; alternatif ini bersifat penyesuaian terhadap perubahan alam at
au resiko dampak yang mungkin terjadi seperti reklamasi, peninggian bangunan ata
u perubahan agriculture menjadi budidaya air payau (aquaculture) ; area-area yan
g tergenangi tidak terhindarkan, namun diharapkan tidak menimbulkan ancaman yang
serius bagi keselamatan jiwa, asset dan aktivitas sosial-ekonomi serta lingkung
an sekitar.
* Proteksi ; alternatif ini memiliki dua kemungkinan, yakni yang bersifat ha
rd structure seperti pembangunan penahan gelombang (breakwater) atau tanggul ban
jir (seawalls) dan yang bersifat soft structure seperti revegetasi mangrove atau
penimbunan pasir (beach nourishment). Walaupun cenderung defensif terhadap peru
bahan alam, alternatif ini perlu dilakukan secara hati-hati dengan tetap mempert
imbangkan proses alam yang terjadi sesuai dengan prinsip working with nature .
Sedangkan untuk kawasan lindung, prioritas penanganan perlu diberikan untuk semp
adan pantai, sempadan sungai, mangrove, terumbu karang, suaka alam margasatwa/ca
gar alam/habitat flora-fauna, dan kawasan-kawasan yang sensitif secara ekologis
atau memiliki kerentanan tinggi terhadap perubahan alam atau kawasan yang bermas
alah. Untuk pulau-pulau kecil maka perlindungan perlu diberikan untuk pulau-pula
u yang memiliki fungsi khusus, seperti tempat transit fauna, habitat flora dan f
auna langka/dilindungi, kepentingan hankam, dan sebagainya.
Agar prinsip keterpaduan pengelolaan pembangunan kawasan pesisir benar-benar dap
at diwujudkan, maka pelestarian kawasan lindung pada bagian hulu khususnya hutan
tropis - perlu pula mendapatkan perhatian. Hal ini penting agar laju pemanasan
global dapat dikurangi, sekaligus mengurangi peningkatan skala dampak pada kawas
an pesisir yang berada di kawasan hilir.
Kebutuhan Intervensi Kebijakan Penataan Ruang dalam rangka Mengantisipasi Dampak
Pemanasan Global terhadap Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Dalam kerangka kebijakan penataan ruang, maka RTRWN merupakan salah satu instrum
en kebijakan yang dapat dimanfaatkan untuk dampak pemanasan global terhadap kawa
san pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun demikian, selain penyiapan RTRWN ditemp
uh pula kebijakan untuk revitalisasi dan operasionalisasi rencana tata ruang yan
g berorientasi kepada pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang kawasan pes
isir dan pulau-pulau kecil dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci.
Intervensi kebijakan penataan ruang diatas pada dasarnya ditempuh untuk memenuhi
tujuan-tujuan berikut :
* Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir, termasuk kota-k
ota pantai dengan segenap penghuni dan kelengkapannya (prasarana dan sarana) seh
ingga fungsi-fungsi kawasan dan kota sebagai sumber pangan (source of nourishmen
t) dapat tetap berlangsung.
* Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari kawasan pesisir dan para pemuki
mnya (inhabitants) dari ancaman kenaikan muka air laut, banjir, abrasi, dan anca
man alam (natural hazards) lainnya.
* Mempertahankan berlangsungnya proses ekologis esensial sebagai sistem pend
ukung kehidupan dan keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir agar tetap lestar
i yang dicapai melalui keterpaduan pengelolaan sumber daya alam dari hulu hingga
ke hilir (integrated coastal zone management).
* Untuk mendukung tercapainya upaya revitalisasi dan operasionalisasi rencan
a tata ruang, maka diperlukan dukungan-dukungan, seperti : (a) penyiapan Pedoman
dan Norma, Standar, Prosedur dan Manual (NSPM) untuk percepatan desentralisasi
bidang penataan ruang ke daerah - khususnya untuk penataan ruang dan pengelolaan
sumber daya kawasan pesisir/tepi air; (b) peningkatan kualitas dan kuantitas su
mber daya manusia serta pemantapan format dan mekanisme kelembagaan penataan rua
ng, (c) sosialisasi produk-produk penataan ruang kepada masyarakat melalui publi
c awareness campaig, (d) penyiapan dukungan sistem informasi dan database pengel
olaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memadai, serta (e) penyiapan pe
ta-peta yang dapat digunakan sebagai alat mewujudkan keterpaduan pengelolaan kaw
asan pesisir dan pulau-kecil sekaligus menghindari terjadinya konflik lintas bat
as.
* Selanjutnya, untuk dapat mengelola pembangunan kawasan pesisir secara efis
ien dan efektif, diperlukan strategi pendayagunaan penataan ruang yang senada de
ngan semangat otonomi daerah yang disusun dengan memperhatikan faktor-faktor ber
ikut :
* Keterpaduan yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah dalam konteks
pengembangan kawasan pesisir sehingga tercipta konsistensi pengelolaan pembangu
nan sektor dan wilayah terhadap rencana tata ruang kawasan pesisir.
* Pendekatan bottom-up atau mengedepankan peran masyarakat (participatory pl
anning process) dalam pelaksanaan pembangunan kawasan pesisir yang transparan da
n accountable agar lebih akomodatif terhadap berbagai masukan dan aspirasi selur
uh stakeholders dalam pelaksanaan pembangunan.
* Kerjasama antar wilayah (antar propinsi, kabupaten maupun kota-kota pantai
, antara kawasan perkotaan dengan perdesaan, serta antara kawasan hulu dan hilir
) sehingga tercipta sinergi pembangunan kawasan pesisir dengan memperhatikan ini
siatif, potensi dan keunggulan lokal, sekaligus reduksi potensi konflik lintas w
ilayah
* Penegakan hukum yang konsisten dan konsekuen baik PP, Keppres, maupun Perd
a - untuk menghindari kepentingan sepihak dan untuk terlaksananya role sharing y
ang seimbang antar unsur-unsur stakeholders.

Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama bebe
rapa kurun waktu. Ini adalah gejala alam yang normal sebenarnya. Kalau tidak men
dapat pemanasan maka suhu di Bumi bisa menjadi dingin membeku seperti pada jaman
es yang pernah terjadi 15.000 tahun lalu.
Pemanasan pada permukaan Bumi dikenal dengan istilah 'Efek Rumah Kaca' atau Gree
nhouse Effect. Proses ini berawal dari sinar Matahari yang menembus lapisan udar
a (atmosfer) dan memanasi permukaan Bumi.
Permukaan Bumi yang menjadi panas menghangatkan udara yang berada tepat di atasn
ya. Karena menjadi ringan, udara panas tersebut naik dan posisinya digantikan ol
eh udara sejuk.
Sebagian dari udara panas yang naik ke atas ditahan dan dipantulkan kembali ke p
ermukaan oleh lapisan gas di atmosfer Bumi yang terdiri dari Karbon Dioksida, Me
tan dan Natrium Oksida. Udara panas yang dipantulkan tersebut berfungsi untuk me
njaga temperatur Bumi supaya tidak menjadi beku. Proses pemantulan udara panas u
ntuk menghangatkan Bumi inilah yang disebut dengan efek rumah kaca.
Tapi proses alam yang normal tersebut menjadi tidak sehat sejak manusia memasuki
proses industri. Pada masa ini manusia mulai melakukan pembakaran batu bara, mi
nyak dan gas bumi untuk menghasilkan bahan bakar dan listrik. Proses pembakaran
energi dari Bumi ini ternyata menghasilkan gas buangan yang berupa karbon dioksi
da. Otomatis, kadar lapisan gas rumah kaca yang menahan dan memantulkan kembali
udara panas ke Bumi menjadi semakin banyak.
Kalau Bumi terus menerus terkena pemanasan ini, bahaya besar lainnya akan muncul
, atau bahkan sudah terjadi dan sedang kita rasakan saat ini. Efek pertama yang
terjadi adalah tingginya temperatur udara. Masyarakat di Eropa Barat pada bulan-
bulan kemarin sudah merasakan bagaimana tersiksanya hidup ketika suhu menjadi lu
ar biasa panas. Jumlah korban yang meninggal akibat 'kepanasan' mencapai ratusan
, belum terhitung yang harus mengalami rawat inap karena dehidrasi. Sungguh buka
n masalah yang sepele.
Temperatur yang terus meningkat dapat melelehkan banyak salju di kedua kutub bum
i dan gunung-gunung tertinggi dunia. Para ahli lingkungan sudah membuat laporan
baru kalau saat ini salju dunia secara keseluruhan sudah berkurang 10%. Hasilnya
adalah volume air yang mengalir ke lautan akan semakin tinggi yang otomatis men
aikkan permukaan laut.
Pemanasan global, suhu udara meningkat, melelehnya salju dunia, serta naiknya pe
rmukaan laut pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan iklim. Kita sekarang mera
sakan datangnya musim kemarau yang lebih lama dari seharusnya. Akibatnya air tan
ah menjadi langka karena belum mendapat pasokan baru dari hujan.
Jadi pemanasan global yang terjadi karena perbuatan manusia memang memiliki efek
negatif yang tidak bisa dipandang sepele. Dan kita pun, suka tidak suka, tercat
at sebagai salah satu pelakunya. Cobalah mulai sekarang kita ubah kebiasaan yang
bisa mengurangi kadar gas karbon dioksida supaya tidak melebihi ambang batas. C
aranya? Cukup memakai listrik seperlunya, memilih alat rumah tangga atau elektro
nik yang hemat energi, dan kalau bisa menanam pohon untuk menyerap gas karbon di
oksida yang ada di udara.

Majalah Nature, edisi Desember 2005 yang lalu, melaporkan secara rinci perubahan
iklim di bumi dalam satu dekade terakhir. Dalam publikasi tersebut terungkap fa
kta jika konsentrasi karbondioksida dan methana (sejenis zat karbon) pada saat s
ekarang telah meningkat hampir tiga kali lipat jika dibandingkan tahun 50-an.
Gas karbondioksida dan methane ini merupakan penyumbang terbesar adanya pemanasa
n global (global warming) yakni suatu fenomena alam yang ditandai dengan kenaika
n suhu bumi dan kenaikan permukaan air laut.
Umumnya zat karbondioksida dan methana ini berasal dari pembakaran bahan bakar f
osil, yakni minyak bumi, batu bara dan gas bumi. Penggundulan hutan serta perlua
san wilayah pertanian juga meningkatkan jumlah karbondioksida dalam atmosfer. Di
perkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton karbon dioksida (Bayangkan
18,35 milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.0
00.000 kg karbon dioksida).
Waspada
Bukti akan adanya ancaman besar dari pemanasan global sudah mulai terlihat dalam
beberapa tahun terakhir ini. Pada tahun 1987 misalnya, tercatat suhu paling tin
ggi yang pernah ada di Siberia, Eropa Timur dan Amerika Utara. Kenaikan suhu glo
bal ini mengakibatkan mencairnya es di kutub utara. Sejumlah peneliti dari Princ
eton University pada tahun 2000 merilis hasil riset terbaru bahwa perairan didek
at kutub mengalami kenaikan rata-rata permukaan air laut sebesar 11,46 mm setiap
tahunnya.
Juga pada tahun 1987 terjadi banjir besar di Korea, Bangladesh dan di Kepulauan
Maladewa akibat ombak pasang. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, fenomena ini belu
m pernah ditemui.
Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan global telah
lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami musim kemarau ya
ng panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan 1991,kemarau panjang menyebabkan kebakaran
hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis di Kalimatan Timur akibat k
ebakaran tahun 1983. Musim kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar saw
ah dipusokan dan produksi gabah nasional menurun drastis dari 46,451 juta ton me
njadi 44,127 juta ton pada tahun 1990.
Dibeberapa daerah pesisir, kenaikan suhu menyebabkan bertambahnya permukaan air
laut. Riset yang pernah dilakukan antara tahun 1925-1989 menyebutkan bahwa terja
di kenaikan rata-rata permukaan air laut di Belawan (Sumetera Utara) hingga 7,83
mm per tahun, Jakarta 4,38 mm per tahun dan Semarang 9,27 mm per tahun.
Jika kondisi ini terus menerus terjadi, bukan tidak mungkin sejumlah daerah yang
terletak dipermukaan air laut hanya akan menjadi cerita belaka, karena sebagian
besar daratannya telah berubah menjadi lautan.
Efektivitas Protokol Kyoto
Menyadari bahaya akan pemanasan global ini, sekitar 141 negara telah menandatang
i dan meratifikasi Protokol Kyoto, termasuk Indonesia. Dalam nota kesepakatan in
i disebutkan bahwa setiap negara yang telah menandatangani Protokol Kyoto wajib
berpartisipasi menurunkan emisi gas karbon (termasuk didalamnya karbondioksida d
an methane) untuk mengurangi pemanasan global. Sayangnya, sejumlah negara indust
ri maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia hingga kini belum (karena tid
ak mau?) menandatangi protokol ini. Mereka beranggapan, kesepakatan ini akan men
gancam masa depan industi mereka. Padahal, AS tercatat sebagai salah satu negara
penyumbang emis gas karbon terbesar di dunia.
Dengan mengedepankan Protokol Kyoto, industri-industri stategis seperti industri
migas, industri transportasi, industri minyak dan gas didorong untuk menggunaka
n energi alternatif yang ramah lingkungan. Artinya, sedapat mungkin meninggalkan
penggunaan migas yang merupakan sumber utama emisi gas karbon.
Disinilah beratnya. Hingga detik ini ketergantungan dunia terhadap migas masih s
angat tinggi. Dibeberapa negara, sektor migas justru menjadi penyumbang devisa t
erbesar. Kalaupun toh kita ingin meminimalkan penggunaan migas, riset-riset di b
idang non migas harus semakin digalakan.
Saya berulang kali menulis dibeberapa media agar upaya diversifikasi dibidang en
ergi terus digalakan. Ini adalah salah satu cara alternatif untuk mengurangi emi
si gas karbon. Dan ternyata, beberapa sumber energi lainnya sangat aman dan rama
h terhadap lingkungan. Sebut saja, penggunaan energi surya untuk pemanas, pemban
gkitan listrik hingga sumber tenaga kendaraan bermotor. Untuk dua contoh pertama
yang saya sebutkan diatas bahkan sudah sejak lama digunakan di beberapa tempat.
Hanya soal publikasi dan produksi massalnya yang perlu dipikirkan. Sementara un
tuk kendaraan bertenaga surya, hingga kini masih dalam riset lanjutan. Yang jela
s, di Jepang dan Jerman sudah ada prototype mobil bertenaga surya yang mampu mel
aju hingga lebih dari 150 km per jam.
Teknologi ramah lingkungan seperti inilah yang perlu dikembangkan. Disamping mer
upakan amanat dari protokol Kyoto, juga langkah jangka panjang untuk menyelamatk
an masa depan. Tugas perguruan tinggi, badan riset dan pemerintah untuk mencipta
kan iklim seperti ini. Para ilmuwan dan teknolog harus menjadi garda terdepan, k
arena bagaimanapun juga sakitnya bumi seperti saat ini secara langsung maupun tida
k langsung akibat kemajuan teknologi yang diciptakan oleh mereka sendiri. Mari s
elamatkan bumi kita. (*)

Anda mungkin juga menyukai